Ranti pun duduk di kursi meja makan.Malam ini dia duduk di kursi meja makan dengan sedikit kesal, dia mencium aroma makanan yang membuatnya begitu mual.Akan tetapi dia juga tak makan apa-apa sampai saat ini.Karena makanan yang sebelumnya dibawakan oleh Tias juga tak dimakan oleh Ranti, bahkan tak tersentuh sama sekali.Ranti benar-benar kehilangan selera makanya."Kapan, Niko kembali?" tanya Barra pada sang adik.Ranti pun melihat wajah Kakaknya.Sungguh dia sangat tidak bersemangat sama sekali untuk menjawab pertanyaan itu.Karena pertanyaan menyangkut Niko sungguh membuatnya sangat mudah kesal."Nggak tahu, mungkin nggak pulang, Kak," jawab Ranti dengan tidak bersemangat sama sekali."Kok, ngomongnya begitu?" tanya Tias yang cukup terkejut mendengarnya.Rasanya jawaban Ranti sangat tidak enak untuk didengar, bahkan Tias tak suka pada sikap Ranti pada Niko."Tidak baik bicara seperti itu," kata Barra yang juga tak setuju dengan ucapan Ranti.Karena Barra tahu saat ini Niko pergi k
Ranti pun merasa sekelilingnya seperti berputar, dia pun mencoba untuk bangun dan ternyata itu membuat dirinya semakin kesulitan untuk mempertahankan keseimbangan.Dia terus berusaha untuk tetap sadar, walaupun penglihatannya mulai gelap dan suara pun mulai tak lagi terdengar ditelinganya.Rasanya seperti melayang, namun dia masih merasakan sakit pada perutnya.Sakit yang semakin sulit untuk ditahan."Ranti," panggil Niko saat menyadari jika ada yang tidak beres dengan Ranti."Kepala ku pusing," kata Ranti.Saat itu juga dia benar-benar kehilangan keseimbangannya dan dengan cepat Niko pun menangkapnya agar Ranti tak terjatuh pada lantai."Ranti?" Niko pun membaringkan tubuh Ranti pada ranjang.Dia segera memeriksa keadaan Ranti dan menemukan fakta yang begitu mengejutkan.Tapi malah Niko yang mendadak menjadi bodoh karena terlalu shock.Tok tok tok."Ranti, bagaimana keadaan mu? Apa sudah baikan?" tanya Tias dari luar kamar.Karena ada Niko di dalam kamar jadi dia tidak bisa langsung
"Kamu makan dulu," Niko pun duduk di dekat ranjang Ranti.Dia ingin segera menyuapi Ranti untuk sarapan di pagi ini.Hari ini dokter sudah memperbolehkan untuk pulang, karena keadaan Ranti pun sudah cukup baik setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit.Hanya saja Ranti tidak seperti biasanya, kini dia lebih banyak diam dan melamun sendiri.Niko menyadari keadaan Ranti yang seperti ini setelah kejadian keguguran itu.Rasa bersalah di hati Ranti lah yang menjadi penyebabnya.Entah sampai kapan dia juga tak tahu.Yang jelas itu memang benar, karena sampai detik ini rasa sedihnya masih sangat menyiksanya."Niko, aku minta maaf," kata Ranti yang kini duduk di ranjang sambil menatap wajah Niko.Dia menyadari kesalahannya itu, sehingga ini terjadi.Tapi sungguh apa yang terjadi pada dirinya itu diluar kendali karena perasaannya memang sulit untuk dicegah.Bahkan untuk mengendalikan diri saja dia sangat kesulitan sekali.Hingga hanya berbuat sesuatu yang dia inginkan tanpa perduli pada omo
Jantung Ranti seakan berpacu dan hampir keluar dari dadanya saat melihat Niko kembali ke ruangannya.Perasaannya pun menjadi semakin tidak karuan, karena rasa takut yang terus menghantuinya.Perceraian.Akankah Niko menceraikan dirinya, bahkan saat ini juga?Melihat wajah Niko benar-benar membuatnya sangat ketakutan.Bayangkan perpisahan yang mungkin akan terjadi diantara mereka berdua.Dirinya akan di tinggalkan dengan status janda.Namun, sebenarnya ini bukan tentang status janda yang akan dia sandang.Melainkan juga karena tak ingin berpisah dengan Niko.Ranti mengakui bahwa dirinya sudah sangat jatuh hati pada Niko, bahkan dia takut kehilangan pria itu.Sangat takut."Apa kamu sudah siap?" tanya Niko.Ranti pun hanya diam saja, dia bingung dengan pertanyaan Niko."Sudah, semuanya sudah, Bunda juga sudah membereskan barang-barangnya. Ayo kita pulang sekarang," kata Tias yang langsung saja berbicara, sebab Ranti hanya diam saja.Sesaat kemudian Niko pun mengangguk dan membantu Ranti
"Kamu mau kemana?" Ranti cepat-cepat memegang lengan Niko saat akan bangkit dari duduknya.Membuat Niko pun menatap tangan Ranti yang terasa erat pada lengannya.Tatapan mata Ranti tertuju pada Niko tanpa berkedip, dia sedang tak ingin ditinggalkan sama sekali walaupun hanya sekejap saja.Dia takut Nia pergi dan yang datang selanjutnya hanyalah surat perceraian mereka.Sedangkan Niko yang melihatnya pun bingung dengan sikap Ranti.Ada apa dengan Ranti yang begitu panik."Tidak ada, aku hanya di sini saja," jawab Niko.Dia yang hendak keluar sebentar pun mengurungkan niatnya itu.Karena melihat wajah Ranti yang tampak sangat panik.Dan Ranti yang mendengar jawaban Niko pun mengangguk."Ayo istirahat lagi, kamu harus segera pulih," kata Niko.'Agar setelah itu kita bercerai,' batin Ranti.Rasanya tak ingin pulih dari keadaannya, karena itu artinya perceraian mereka semakin dekat."Kamu tetap di sini, kan?"Niko pun mengangguk kemudian menatap wajah Ranti, dia bingung dengan sikap Ranti
"Kak," Ranti langsung saja menemui Barra.Karena dia yakin Barra pasti tahu dimana saat ini Niko berada.Perasaan Ranti sejak kemarin tidak bisa tenang, dia sangat takut sekali menerima surat cerai dari Niko.Karena sejak kemarin hari Niko pergi sampai saat ini pun Niko tidak ada menghubungi dirinya.Sehingga Ranti pun mengambil keputusan untuk menyusul Niko.Tidak ada gengsi ataupun hal lainya yang dapat menghalangi jalannya.Keputusan Ranti sudah sangat bulat untuk menyusul Niko.Dan Barra pun langsung saja meminta asistennya untuk mengurus keberangkatan Ranti menuju tempat dimana Niko kini berada.Karena tidak mungkin Ranti pergi sendiri tanpa pengawasan dari dirinya.Hingga saat ini Ranti pun melihat sebuah gedung yang cukup tinggi dan besar, itu adalah rumah sakit yang baru saja diresmikan milik Niko.Untuk pertama kalinya Ranti kesana, bahkan tanpa dia beritahu pada Niko.Dia pun mulai melangkahkan kakinya menuju ruangan Niko seperti yang sudah diarahkan oleh seorang asisten Bar
"Ranti, kamu mandi duluan. Aku harus menjawab panggilan telepon ini," Niko pun menunjuk ponselnya yang terus berbunyi itu.Ranti merasa kecewa pada penolakan Niko, karena pria itu masih saja berusaha untuk menghindari dirinya.Membuatnya pun akhirnya masuk sendiri ke dalam kamar mandi dengan perasaan penuh kekecewaan.Jika biasanya Niko tak akan perduli pada sebuah panggilan telepon dari ponselnya jika sudah menyangkut dirinya tapi kini sudah tidak lagi.Untuk kali ini pun Niko masih saja menolak dirinya.Tapi tidak apa.Karena, tidak akan ada habisnya untuk berusaha membuat Niko kembali padanya seperti dulu.Ranti yang berada di dalam kamar mandi pun sengaja membiarkan pintu setelah terbuka, dia berharap Niko akan menyusul untuk masuk.Namun, tidak.Karena sampai detik inipun belum ada tanda-tanda Niko akan masuk menyusul.Hingga kini Ranti pun selesai mandi, dia keluar dari kamar mandi dengan menggunakan piama.Setelah itu dia pun langsung duduk di meja rias.Niko yang kini masuk ke
Ranti membuka mata ternyata hari pun sudah pagi, dia pun melihat ke samping.Namun, ternyata tak ada Niko di sana.Niko berangkat menuju rumah sakit pagi-pagi sekali karena ada urusan yang harus segera dia selesaikan agar cepat pulang.Sedangkan untuk Ranti dia membiarkan saja istirahat dulu dan dia menuliskan sebuah pesan pada kertas.'Aku harus harus ke rumah sakit, kamu istirahat di sini saja'Ranti pun melihat sekelilingnya, sepertinya dia sedang melihat ruangan tersebut dengan pikirannya sendiri tertuju pada Niko.Hingga Ranti pun mengingat ada seorang wanita yang tampak sangat dekat dengan Niko.Rasa penasaran pun kian menjadi-jadi.Dia mulai memikirkan hubungan seperti apa yang terjadi diantara Niko dan wanita tersebut hingga begitu dekat.Dan jika hanya berada di sini dia tak akan mungkin menemukan jawaban atas pertanyaan itu.Baiklah, akhirnya Ranti pun memutuskan untuk segera menyusul Niko.Seperti yang dikatakan oleh Niko pada kertas tersebut, dia ada di rumah sakit.Artiny
Satu Pesan dari Ibu[Kau tidak pulang? Jika tidak, Adinda akan menggantikan posisimu sebagai Presiden Direktur!] Membaca itu, Dimas segera mencengkram ponsel di tangannya.Sesaat kemudian ponsel itupun melayang dan berakhir hancur di lantai.Jika sebelumnya Laras mengancam akan menyumbangkan semua kekayaanya pada panti asuhan, maka kini Laras malah lebih gila lagi! Ibunya itu sampai mengatakan Adinda yang akan menggantikan posisinya.Ini gila!Dimas tidak habis pikir kenapa bisa Laras melakukan ini padanya.Dan jika Adinda yang menggantikan posisinya, itu akan jauh lebih membuatnya terhina di hadapan wanita jalang itu.Jelas tidak bisa dibiarkan!"Pak Presdir, Ibu Laras ingin berbicara," kata Gilang sambil memberikan ponsel di tangannya pada Dimas.Tentunya karena ponsel Dimas tak lagi bisa terhubung sebab sudah hancur berantakan di lantai."Katakan padanya saya akan pulang!" Dimas tak menerima ponsel yang diarahkan padanya.Dia menyambar jasnya dan langsung pergi.Jika bukan karen
Setiap kisah dan waktu yang sudah terlewati tak akan bisa diulang kembali.Namun, semua kisah itu seakan lekat dalam ingatan tanpa bisa untuk terlupakan oleh ingatan.Aku Nia putri, menjalin kisah dengan takdir yang kujalani.Harapan ku hanya satu, bisa mendapatkan suatu harapan untuk bisa membuat ibu ku terus bersama ku setelah aku kehilangan ayah ku.Namun, siapa sangka bonus dari semua perjuangkan ku justru hal yang tak terduga.Justru kebahagiaan itu menghampiri ku.Dion seorang pria duda dengan satu anak dan usianya jauh lebih tua dari ku.Kami menjalin hubungan yang rumit karena sebuah alasan yang kuat namun penuh dengan air mata.Tujuan saling menguntungkan malah berakhir dengan saling mendapatkan kenyamanan.Tapi aku katakan aku bahagia.Awal kisah yang ku alami malah membawaku padanya.Meskipun banyak yang tidak aku inginkan dalam kisah ini.Tapi tetap saja aku tidak bisa bisa menolak takdir ku yang rumit itu.Terlepas dari itu semua aku adalah wanita penuh dengan kesalahan y
Di tempat lainnya ada juga yang sedang berbahagia.Raya kembali melahirkan seorang anak laki-laki Dan kini anak itu diberi nama 'Raza' perpaduan antara nama Raya dan Reza.Itu adalah saran nama dari Dion.Reza dan Raya pun setuju saja."Itu nama dari, Opa Dion," kata Reza sambil tersenyum pada bayinya."Benar, dan ini adalah, Oma," Raya pun menunjuk Nia.Nia pun tersenyum karena merasa lucu, tapi bagaimana pun juga itu memang benar dan tidak masalah juga menjadi Oma diusia yang masih muda ini."Aduh, cucu Oma," Nia pun menggendong bayi lucu itu.Dia melihat wajah anak itu yang sangat mirip dengan Reza.Bahkan sedikit mirip dengan Zaki."Nia, berikan pada, Opanya," Dion pun menunjuk ke arah Chandra.Chandra pun tersenyum karena kini sudah memiliki seorang cucu."Bagaimana kalau berikan pada, Oma Kiara," celetuk Nia.Kiara yang dari tadi hanya diam pun seketika terkejut mendengar ucapan Nia."Ibu Nia, saya masih ting-ting. Saya masih mahasiswa, saya masih kecil, saya dipanggil, Kak Kia
Beberapa bulan kemudian...Niko dan Ranti menyambut bahagia saat kelahiran putra mereka yang diberi nama 'Fatih Niko Adiguna'Sesuai dengan keinginan Niko, mereka hanya memiliki satu orang anak saja.Niko tidak ingin serakah, dia sudah merasa cukup dengan kehadiran seorang anak laki-laki untuk menjadi pewarisnya.Terlebih lagi tidak ingin melihat Ranti harus berada dalam sebuah keadaan yang menegangkan.Dia tak mau mengambil resiko.Meskipun keadaan rahim Ranti masih memungkinkan untuk mengandung lagi.Dia sangat mencintai istrinya dalam keadaan apapun.Menurutnya memiliki anak adalah sebuah hadiah.Tapi memiliki Ranti adalah anugerah.Jadi, dia sudah sangat bahagia dengan satu putra saja.Selebihnya dia menganggap anak Barra juga anaknya.Apa lagi Barra memiliki 3 orang anak, membuat Niko merasa anaknya sudah memiliki Kakak walaupun hanya sepupu saja."Wajahnya lebih mirip, Mama," kata Ranti.Dia pun melihat wajah Mama mertuanya dan lagi-lagi melihat wajah putranya.Putra kecil yang
"Dokter Niko, lihat ini," Adam menunjuk layar monitor.Saat itu Niko pun melihat ke arah yang ditunjuk oleh Dokter Adam.Tapi Niko yang sedang tidak baik-baik saja tidak mengerti."Ada apa?" tanya Niko.Bodoh?Ya, Niko akan sangat bodoh jika sudah menyangkut tentang Ranti.Begitu juga dengan saat ini.Bahkan dia sendiri tidak dapat berpikir jernih, padahal Dokter Adam sudah menunjukkan dengan jelas.Namun, Niko masih bertanya.Dia butuh jawaban, sekaligus penjelasan yang pasti.Jangan memintanya untuk menyimpulkan sendiri, dia tidak bisa.Otaknya sedang sulit untuk bisa berpikir jernih."Tidak ada masalah dengan rahim istri anda, janinnya juga sudah berada di dalam rahim," terang Dokter Adam.Niko pun terkejut mendengarnya dia pun segera mendekat dan melihat dengan jelas."Ini keajaiban, Dokter Niko. Lihat ini," Dokter Adam pun kembali memperlihatkan bagian lainya, rasanya pemeriksaan sebelumnya dan saat ini jauh lebih baik."Apakah ini mungkin?" tanya Niko yang belum percaya."Iya, i
"Aku pun akan mati, jika kamu mati," tambah Niko lagi.Ranti terdiam mendengar ucapan suaminya itu."Tapi aku akan tetap mempertahankan anak ku," kata Ranti dengan penuh keyakinan.Siapa pun ibu tak akan tega membunuh anaknya, begitu juga dengan Ranti."Vina, panggil, Dokter Winda!" pinta Niko.Untuk kaki ini dia tak bisa lagi untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.Dia tidak memiliki keberanian untuk mengetahui keadaan Ranti saat ini.Dia butuh bantuan dokter lain untuk bisa membantunya, sedangkan Dokter Winda adalah dokter senior yang sudah banyak menangani pasien dan Niko sudah tak tahu dengan kehebatannya.Meskipun perasannya begitu was-was akan keadaan Ranti saat ini.Tapi jelas terlihat bahwa Ranti akan dengan kerasnya pendiriannya yang tak akan menggugurkan kandungannya."Selamat siang, anda memanggil saya, Dok?" Dokter Winda pun telah tiba seperti yang di sampaikan oleh Vina untuk segera menemui Niko.Niko pun mulai tersadar dari pikirannya yang kacau, sambil melihat wajah
"Hamil?" Niko terdiam saat menyaksikan sendiri ada janin di rahim istrinya.Dia pun mengingat kembali saat itu Ranti menggodanya dan hal itu pun terjadi sebelum dia berpikir untuk membuat sel telurnya tidak bekerja.Bahkan saat itu tidak hanya satu kaki, namun berkali-kali.Lantas bagaimana ini?"Kamu ngomong apa tadi?" tanya Ranti yang mendengar ucapan Niko.Niko pun kini melihat Ranti dengan pikirannya yang kacau."Niko, aku hamil?" tanya Ranti memastikan, "berarti testpack yang aku gunakan tadi tidak keliru," tambah Ranti.Ranti terus saja tersenyum bahagia membayangkan sebentar lagi anak menjadi seorang ibu.Dia langsung saja memeluk Niko dengan penuh kebahagiaan.Tak tahu harus bagaimana untuk meluapkannya tapi Ranti benar-benar tidak akan pernah bisa melupakan saat ini."Tuh, kan, nggak perlu adopsi anak. Buktinya sekarang aku hamil, artinya kita akan jadi orang tua," Ranti semakin mempererat pelukannya.Begitu larut dalam kebahagiaan yang tak bisa teralihkan sama sekali.Kemud
Beberapa hari kemudian.....Ranti menatap alat uji kehamilan di tangannya dengan malas.Entah sudah berapa kali dia menggunakannya demi mengetahui apakah ada janin yang tumbuh di rahimnya atau tidak.Mungkin saja ini sudah testpack yang ke 50.Dan hasilnya masih saja garis satu, sungguh membuatnya merasa sedih.Dia pun akhirnya segera menuju ranjang, hari ini dia sangat malas melakukan hal apapun.Sedangkan Niko sedang berada di rumah sakit.Dan seharusnya Ranti selalu mengantar makan siang untuk suaminya itu, sekaligus akan makan bersama-sama.Tapi dia pun malah tertidur pulas dan lupa untuk mengantarkan makanan siang untuk Niko.Hingga ponselnya pun berdering, tidurnya pun terusik dan dengan rasa malas menjawab panggilan itu."Halo," Ranti tak melihat terlebih dahulu nama siapa yang ada di layar ponselnya.Dia langsung saja menjawabnya."Sayang, kamu sudah di mana?" tanya Niko.Ranti pun baru tersadar jika yang menghubungi dirinya adalah Niko.Kemudian dia melihat jam dinding, dia p
Keesokan harinya."Kamu nggak ke kantor?" Ranti melihat Niko tampak santai di atas ranjang sambil memeluk dirinya.Ini tidak biasanya terjadi, karena kebiasaan Niko jika pagi begini pergi bekerja."Aku mau di rumah aja sama kamu," jawab Niko."Kenapa begitu?""Libur untuk satu hari rasanya tidak salah," kata Niko lagi.Ranti pun mengangguk mengerti.Mungkin Niko juga kelelahan dan butuh waktu untuk beristirahat.Mengingat selama ini Niko selalu saja disibukkan dengan pekerjaan yang tidak ada habisnya."Ranti, bagaikan kalau kita mengadopsi anak."Deg!Jantung Ranti rasanya keluar dari dadanya.Dia begitu shock mendengar pertanyaan Niko barusan.Tunggu dulu.Itu pertanyaan atau pernyataan?Ranti tak pernah berpikir jika Niko akan berkata demikian.Apakah Niko sudah sangat ingin memiliki anak sehingga dia mengatakan demikian."Tapi aku juga bisa hamil, kenapa harus mengadopsi anak?" tanya Ranti yang bingung.Niko pun menutup matanya dia pun segera bangkit dari atas ranjangnya berjalan