Ranti membuka mata ternyata hari pun sudah pagi, dia pun melihat ke samping.Namun, ternyata tak ada Niko di sana.Niko berangkat menuju rumah sakit pagi-pagi sekali karena ada urusan yang harus segera dia selesaikan agar cepat pulang.Sedangkan untuk Ranti dia membiarkan saja istirahat dulu dan dia menuliskan sebuah pesan pada kertas.'Aku harus harus ke rumah sakit, kamu istirahat di sini saja'Ranti pun melihat sekelilingnya, sepertinya dia sedang melihat ruangan tersebut dengan pikirannya sendiri tertuju pada Niko.Hingga Ranti pun mengingat ada seorang wanita yang tampak sangat dekat dengan Niko.Rasa penasaran pun kian menjadi-jadi.Dia mulai memikirkan hubungan seperti apa yang terjadi diantara Niko dan wanita tersebut hingga begitu dekat.Dan jika hanya berada di sini dia tak akan mungkin menemukan jawaban atas pertanyaan itu.Baiklah, akhirnya Ranti pun memutuskan untuk segera menyusul Niko.Seperti yang dikatakan oleh Niko pada kertas tersebut, dia ada di rumah sakit.Artiny
"Kok diam? Ah sudahlah, mau istrinya atau bukan juga aku tidak ada masalah," kata Vina lagi.Dan saat itu Ranti pun langsung saja berjalan ke arah wanita yang masih duduk dipangkuan Niko.Sepertinya ada emosi yang tertahan menyaksikan itu semua.Dan saat itu Vina pun tersenyum sambil bangkit dari duduknya."Perkenalkan, aku, Vina sepupunya suami mu," kata Vina dengan senyum ramahnya."Sepupu?" tanya Ranti dengan bingung.Barusan dia tidak salah mendengar bukan?Wanita itu bernama Vina dan juga sepupu Niko?Pengakuan wanita itu sungguh sangat mengejutkan untuk Ranti."Iya, dan suami mu ini banyak bercerita tentangmu. Kemudian, bujang lapuk ini ternyata memilih untuk mengakhiri masa lapuknya yang sudah sangat berjamur itu dengan mu. Hanya satu pertanyaan ku, kenapa kamu mau dengan dia?" Vina pun menunggu Ranti untuk menjawab pertanyaan barusan.Karena dia tidak tahu bagaimana bisa terjadi pernikahan antara Ranti dan juga Niko.Mungkin jika bukan karena menjadi pengantin pengganti dia t
"Kenapa kamu lama sekali?"Ranti langsung saja menyuguhkan pertanyaan pada Niko.Padahal Niko baru saja kembali.Namun Ranti tidak perduli, dia bahkan seperti seorang istri yang sangat merindukan suaminya."Maaf, tapi semua pekerjaan ku sudah selesai," Niko pun duduk di samping Ranti.Kemudian dia pun melihat kaki Ranti, namun saat itu Ranti pun langsung saja memeluk Niko."Aku kangen," rengek Ranti.Niko pun semakin bingung dengan sikap Ranti saat ini.Ini sangat jauh berbeda dari biasanya.Bahkan mereka baru saja bertemu dan Niko pun meninggalkan Ranti di sana hanya beberapa saat saja.Namun Ranti sudah mengatakan rindu.Benar-benar tidak bisa dimengerti oleh akal sehat Niko."Kita kembali ke hotel?""Iya.""Aku ambilkan kursi roda agar memudahkan mu."Ranti pun menggelengkan kepalanya kemudian mengangkat tangannya."Gendong," rengek Ranti.Mendengar itu Niko pun hanya bisa diam.Mendadak kembali larut dalam pikirannya yang penuh tanya akibat sikap Ranti yang benar-benar sangat bert
"Ranti, tolong jangan bicara seperti itu lagi."Niko pun membawa Ranti untuk kembali masuk ke dalam kamar.Karena dia tidak ingin ada yang menyaksikan perdebatan mereka berdua."Aku tahu aku salah, tapi tolong jangan hukum aku terus-menerus. Aku tidak sanggup lagi." Mohon Ranti dengan sangat.Mendengar itu Niko langsung saja memeluk Ranti.Perasaan penuh luka itu tak lagi dapat disembunyikan oleh Ranti.Tidak tahu pula entah bagaimana caranya untuk bisa membuat dirinya kembali membaik.Niko yang mendengar ucapan Ranti pun hanya bisa diam sambil terus mempererat pelukannya pada Ranti.Bagaimana caranya untuk mengatakan hal yang sebenarnya begitu mengganjal di hati Niko.Dia juga sangat terbebani dengan semua ini, tapi keadaannya sekarang tidak ada tempat untuk menghindari.Yang ada justru Ranti yang malah berpikir hal yang membuatnya kecewa.Padahal tidak ada keinginan untuk berpisah ataupun menghukum Ranti.Niko pun bingung seperti apa memulai penjelasannya.Dia sendiri masih berusaha
Niko semakin pusing dengan sikap Ranti.Dia pun tidak memiliki keberanian untuk menjauh karena sudah pasti Ranti akan merasa tersinggung dan nantinya malah bertengkar lagi.Namun, bagaimana dengan Niko?Niko tidak bisa jika terus seperti ini.Lihat saja bahkan Ranti duduk di pangkuannya sambil bermain ponsel.Menyandarkan kepalanya pada dada Niko.Ini adalah sesuatu yang baru saja terjadi, karena Ranti kini lebih suka menempel terus-menerus dengan Niko.Sampai saat ini Niko merasa kesulitan untuk bernafas saja.Karena dirinya sendiri harus bersusah payah untuk bisa menahan diri."Kita jalan-jalan di luar bagaimana?" tanya Niko.Niko ingin mengalihkan pikiran yang sudah tidak beres itu.Sehingga mungkin dengan jalan-jalan mereka tidak akan sedekat ini lagi."Aku lagi males, nanti aja, ya," tolak Ranti.Dengan sengaja Ranti menolak, dia ingin mengurung diri saja bersama Niko seharian penuh di dalam kamar.Selain ingin hamil lagi, Ranti juga tak ingin Niko berpaling darinya.Dia mau hany
Niko merasa lega setelah kembali ke hotel tapi Ranti masih tertidur pulas di atas ranjang.Dia pergi dengan segera pulang, agar Ranti tidak tahu tentang dirinya yang ke rumah sakit.Dan saat ini Niko tak lagi pusing dengan ketakutannya itu.Ranti juga pastinya akan bahagia saat dirinya tak lagi menolak jika Ranti menginginkannya."Sayang," rengek Ranti saat melihat Niko yang berdiri di dekat daun pintu.Niko pun melihat Ranti yang sudah bangun dari tidurnya.Ah, lega rasanya karena sudah kembali sebelum Ranti menyadari."Kamu mau kemana?" tanya Ranti saat menyadari bahwa Niko sudah mengenakan pakaian yang begitu rapi."Aku hanya ingin mencari makanan di luar," bohong Niko.Padahal sebenarnya dia sudah kembali dari luar sana."Aku ikut.""Kalau begitu sekarang kamu mandi dulu."Niko bisa bernapas lega karena dia bisa membuat Ranti merasa bahagia dengan dirinya yang tidak lagi menjaga jarak dengan istrinya itu.Ranti langsung saja menuruni ranjang, berjalan ke arah Niko tanpa sehelai be
Ranti memegang perutnya.Dia berharap akan ada benih dari Niko yang segera tumbuh di dalam dirinya secepatnya.Agar rasa bersalah akibat keguguran itu bisa membuatnya menjadi lebih baik.Karena sampai detik ini pun dirinya belum bisa memaafkan dirinya sendiri.*****Pagi harinya Ranti bangun lebih awal.Dia benar-benar merasa memiliki kewajiban untuk mengurus segala keperluan suaminya.Bahkan pagi ini dia begitu sibuk dengan urusan dapur.Membuatkan sarapan untuk suaminya, karena Niko terbiasa dengan sarapan pagi.Sehingga mulai pagi ini dan seterusnya Niko hanya akan memakan masakannya saja.Masakan yang dia masak dengan penuh cinta."Anak, Bunda sedang apa?" Tias baru saja sampai di dapur.Tetapi, dia sudah melihat putri bungsunya berada di dapur.Tias pun melihat anaknya tengah memasak nasi goreng."Bikin sarapan buat Niko, Bunda," jawab Ranti."Begitu?" Tias pun tersenyum bahagia mendengar jawaban putrinya.Karena Tias sangat suka dengan seorang wanita yang selalu memperhatikan su
"Kak Asih, hamil lagi," kata Ranti yang baru saja memeriksa keadaan, Kakak iparnya tersebut."Hamil lagi?" tanya Tias yang syok mendengarnya."Hu'um," Ranti pun menganggukkan membenarkan apa yang dikatakan oleh Tias.Kemudian kembali duduk di samping Niko, "Kamu mau tambah?" "Sepertinya begitu," jawab Niko yang ingin membuat Ranti bahagia karena dia memakan makanan tersebut.Padahal sebenarnya Niko sudah tak ingin melanjutkan makanannya karena pembicaraan barusan sungguh membuatnya merasa kehilangan nafsu makannya."Terima kasih," Niko tersenyum pada Ranti setelah selesai mengisi piringnya dengan makanan."Sama-sama," Ranti pun tersenyum pada suaminya itu."Tapi, dia baru melahirkan 3 Bulan yang lalu," kata Tias lagi.Tias kembali membahas tentang Asih, karena dia masih terlalu terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Ranti barusan."Ya, itu kenyataannya, Bunda," kata Ranti lagi, "atau nanti biar, Niko yang periksa supaya hasilnya lebih akurat.""Ya, ampun," Tias pun mengusap wajahnya
Satu Pesan dari Ibu[Kau tidak pulang? Jika tidak, Adinda akan menggantikan posisimu sebagai Presiden Direktur!] Membaca itu, Dimas segera mencengkram ponsel di tangannya.Sesaat kemudian ponsel itupun melayang dan berakhir hancur di lantai.Jika sebelumnya Laras mengancam akan menyumbangkan semua kekayaanya pada panti asuhan, maka kini Laras malah lebih gila lagi! Ibunya itu sampai mengatakan Adinda yang akan menggantikan posisinya.Ini gila!Dimas tidak habis pikir kenapa bisa Laras melakukan ini padanya.Dan jika Adinda yang menggantikan posisinya, itu akan jauh lebih membuatnya terhina di hadapan wanita jalang itu.Jelas tidak bisa dibiarkan!"Pak Presdir, Ibu Laras ingin berbicara," kata Gilang sambil memberikan ponsel di tangannya pada Dimas.Tentunya karena ponsel Dimas tak lagi bisa terhubung sebab sudah hancur berantakan di lantai."Katakan padanya saya akan pulang!" Dimas tak menerima ponsel yang diarahkan padanya.Dia menyambar jasnya dan langsung pergi.Jika bukan karen
Setiap kisah dan waktu yang sudah terlewati tak akan bisa diulang kembali.Namun, semua kisah itu seakan lekat dalam ingatan tanpa bisa untuk terlupakan oleh ingatan.Aku Nia putri, menjalin kisah dengan takdir yang kujalani.Harapan ku hanya satu, bisa mendapatkan suatu harapan untuk bisa membuat ibu ku terus bersama ku setelah aku kehilangan ayah ku.Namun, siapa sangka bonus dari semua perjuangkan ku justru hal yang tak terduga.Justru kebahagiaan itu menghampiri ku.Dion seorang pria duda dengan satu anak dan usianya jauh lebih tua dari ku.Kami menjalin hubungan yang rumit karena sebuah alasan yang kuat namun penuh dengan air mata.Tujuan saling menguntungkan malah berakhir dengan saling mendapatkan kenyamanan.Tapi aku katakan aku bahagia.Awal kisah yang ku alami malah membawaku padanya.Meskipun banyak yang tidak aku inginkan dalam kisah ini.Tapi tetap saja aku tidak bisa bisa menolak takdir ku yang rumit itu.Terlepas dari itu semua aku adalah wanita penuh dengan kesalahan y
Di tempat lainnya ada juga yang sedang berbahagia.Raya kembali melahirkan seorang anak laki-laki Dan kini anak itu diberi nama 'Raza' perpaduan antara nama Raya dan Reza.Itu adalah saran nama dari Dion.Reza dan Raya pun setuju saja."Itu nama dari, Opa Dion," kata Reza sambil tersenyum pada bayinya."Benar, dan ini adalah, Oma," Raya pun menunjuk Nia.Nia pun tersenyum karena merasa lucu, tapi bagaimana pun juga itu memang benar dan tidak masalah juga menjadi Oma diusia yang masih muda ini."Aduh, cucu Oma," Nia pun menggendong bayi lucu itu.Dia melihat wajah anak itu yang sangat mirip dengan Reza.Bahkan sedikit mirip dengan Zaki."Nia, berikan pada, Opanya," Dion pun menunjuk ke arah Chandra.Chandra pun tersenyum karena kini sudah memiliki seorang cucu."Bagaimana kalau berikan pada, Oma Kiara," celetuk Nia.Kiara yang dari tadi hanya diam pun seketika terkejut mendengar ucapan Nia."Ibu Nia, saya masih ting-ting. Saya masih mahasiswa, saya masih kecil, saya dipanggil, Kak Kia
Beberapa bulan kemudian...Niko dan Ranti menyambut bahagia saat kelahiran putra mereka yang diberi nama 'Fatih Niko Adiguna'Sesuai dengan keinginan Niko, mereka hanya memiliki satu orang anak saja.Niko tidak ingin serakah, dia sudah merasa cukup dengan kehadiran seorang anak laki-laki untuk menjadi pewarisnya.Terlebih lagi tidak ingin melihat Ranti harus berada dalam sebuah keadaan yang menegangkan.Dia tak mau mengambil resiko.Meskipun keadaan rahim Ranti masih memungkinkan untuk mengandung lagi.Dia sangat mencintai istrinya dalam keadaan apapun.Menurutnya memiliki anak adalah sebuah hadiah.Tapi memiliki Ranti adalah anugerah.Jadi, dia sudah sangat bahagia dengan satu putra saja.Selebihnya dia menganggap anak Barra juga anaknya.Apa lagi Barra memiliki 3 orang anak, membuat Niko merasa anaknya sudah memiliki Kakak walaupun hanya sepupu saja."Wajahnya lebih mirip, Mama," kata Ranti.Dia pun melihat wajah Mama mertuanya dan lagi-lagi melihat wajah putranya.Putra kecil yang
"Dokter Niko, lihat ini," Adam menunjuk layar monitor.Saat itu Niko pun melihat ke arah yang ditunjuk oleh Dokter Adam.Tapi Niko yang sedang tidak baik-baik saja tidak mengerti."Ada apa?" tanya Niko.Bodoh?Ya, Niko akan sangat bodoh jika sudah menyangkut tentang Ranti.Begitu juga dengan saat ini.Bahkan dia sendiri tidak dapat berpikir jernih, padahal Dokter Adam sudah menunjukkan dengan jelas.Namun, Niko masih bertanya.Dia butuh jawaban, sekaligus penjelasan yang pasti.Jangan memintanya untuk menyimpulkan sendiri, dia tidak bisa.Otaknya sedang sulit untuk bisa berpikir jernih."Tidak ada masalah dengan rahim istri anda, janinnya juga sudah berada di dalam rahim," terang Dokter Adam.Niko pun terkejut mendengarnya dia pun segera mendekat dan melihat dengan jelas."Ini keajaiban, Dokter Niko. Lihat ini," Dokter Adam pun kembali memperlihatkan bagian lainya, rasanya pemeriksaan sebelumnya dan saat ini jauh lebih baik."Apakah ini mungkin?" tanya Niko yang belum percaya."Iya, i
"Aku pun akan mati, jika kamu mati," tambah Niko lagi.Ranti terdiam mendengar ucapan suaminya itu."Tapi aku akan tetap mempertahankan anak ku," kata Ranti dengan penuh keyakinan.Siapa pun ibu tak akan tega membunuh anaknya, begitu juga dengan Ranti."Vina, panggil, Dokter Winda!" pinta Niko.Untuk kaki ini dia tak bisa lagi untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.Dia tidak memiliki keberanian untuk mengetahui keadaan Ranti saat ini.Dia butuh bantuan dokter lain untuk bisa membantunya, sedangkan Dokter Winda adalah dokter senior yang sudah banyak menangani pasien dan Niko sudah tak tahu dengan kehebatannya.Meskipun perasannya begitu was-was akan keadaan Ranti saat ini.Tapi jelas terlihat bahwa Ranti akan dengan kerasnya pendiriannya yang tak akan menggugurkan kandungannya."Selamat siang, anda memanggil saya, Dok?" Dokter Winda pun telah tiba seperti yang di sampaikan oleh Vina untuk segera menemui Niko.Niko pun mulai tersadar dari pikirannya yang kacau, sambil melihat wajah
"Hamil?" Niko terdiam saat menyaksikan sendiri ada janin di rahim istrinya.Dia pun mengingat kembali saat itu Ranti menggodanya dan hal itu pun terjadi sebelum dia berpikir untuk membuat sel telurnya tidak bekerja.Bahkan saat itu tidak hanya satu kaki, namun berkali-kali.Lantas bagaimana ini?"Kamu ngomong apa tadi?" tanya Ranti yang mendengar ucapan Niko.Niko pun kini melihat Ranti dengan pikirannya yang kacau."Niko, aku hamil?" tanya Ranti memastikan, "berarti testpack yang aku gunakan tadi tidak keliru," tambah Ranti.Ranti terus saja tersenyum bahagia membayangkan sebentar lagi anak menjadi seorang ibu.Dia langsung saja memeluk Niko dengan penuh kebahagiaan.Tak tahu harus bagaimana untuk meluapkannya tapi Ranti benar-benar tidak akan pernah bisa melupakan saat ini."Tuh, kan, nggak perlu adopsi anak. Buktinya sekarang aku hamil, artinya kita akan jadi orang tua," Ranti semakin mempererat pelukannya.Begitu larut dalam kebahagiaan yang tak bisa teralihkan sama sekali.Kemud
Beberapa hari kemudian.....Ranti menatap alat uji kehamilan di tangannya dengan malas.Entah sudah berapa kali dia menggunakannya demi mengetahui apakah ada janin yang tumbuh di rahimnya atau tidak.Mungkin saja ini sudah testpack yang ke 50.Dan hasilnya masih saja garis satu, sungguh membuatnya merasa sedih.Dia pun akhirnya segera menuju ranjang, hari ini dia sangat malas melakukan hal apapun.Sedangkan Niko sedang berada di rumah sakit.Dan seharusnya Ranti selalu mengantar makan siang untuk suaminya itu, sekaligus akan makan bersama-sama.Tapi dia pun malah tertidur pulas dan lupa untuk mengantarkan makanan siang untuk Niko.Hingga ponselnya pun berdering, tidurnya pun terusik dan dengan rasa malas menjawab panggilan itu."Halo," Ranti tak melihat terlebih dahulu nama siapa yang ada di layar ponselnya.Dia langsung saja menjawabnya."Sayang, kamu sudah di mana?" tanya Niko.Ranti pun baru tersadar jika yang menghubungi dirinya adalah Niko.Kemudian dia melihat jam dinding, dia p
Keesokan harinya."Kamu nggak ke kantor?" Ranti melihat Niko tampak santai di atas ranjang sambil memeluk dirinya.Ini tidak biasanya terjadi, karena kebiasaan Niko jika pagi begini pergi bekerja."Aku mau di rumah aja sama kamu," jawab Niko."Kenapa begitu?""Libur untuk satu hari rasanya tidak salah," kata Niko lagi.Ranti pun mengangguk mengerti.Mungkin Niko juga kelelahan dan butuh waktu untuk beristirahat.Mengingat selama ini Niko selalu saja disibukkan dengan pekerjaan yang tidak ada habisnya."Ranti, bagaikan kalau kita mengadopsi anak."Deg!Jantung Ranti rasanya keluar dari dadanya.Dia begitu shock mendengar pertanyaan Niko barusan.Tunggu dulu.Itu pertanyaan atau pernyataan?Ranti tak pernah berpikir jika Niko akan berkata demikian.Apakah Niko sudah sangat ingin memiliki anak sehingga dia mengatakan demikian."Tapi aku juga bisa hamil, kenapa harus mengadopsi anak?" tanya Ranti yang bingung.Niko pun menutup matanya dia pun segera bangkit dari atas ranjangnya berjalan