Usia kandungan Nia sudah memasuki tujuh Bulan. Perutnya pun tampak membuncit membuatnya kesulitan untuk bergerak bebas seperti biasanya.Hari-hari Nia hanya dipenuhi dengan bekerja dan begitu seterusnya.Bahkan, sampai saat ini hanya memeriksa kandungannya dua kali saja. Pertama sebelum ketahuan Dion dan beberapa bulan lalu. Itu pun karena sakit dan harus meminum obat.Nia harus tetap sehat agar bisa bekerja seperti biasanya dalam menjalankan setiap tugasnya--merawat Dila.Jangan tanyakan soal susu kehamilan, buah-buahan, atau vitamin. Bahkan, makanan yang menjadi keharusan untuk perkembangan janin, tidak bisa ia konsumsi.Waktunya beristirahat saja tidak ada, kecuali saat malam tiba. Itu pun sering kali terlelap dalam rasa lelah yang luar biasa.Hanya saja Nia tak pernah berpikir untuk menggugurkan janinnya. Dirinya memang tidak bisa menerima kenyataan malang yang menimpanya.Tapi, tidak juga mengadili janin yang tidak bersalah itu.Sayangnya, untuk hari ini, Nia tampak menahan saki
"Reza! Tolong aku! Aku mohon." Nia semakin merasa kesakitan, hanya Reza yang kini dapat menolongnya. Namun, melihat Reza masih diam saja, Nia memutar otak. "Baiklah, jika kamu menolongku bukan karena anak ini adalah anakmu. Minimal, tolong aku karena aku sahabatmu. Jika tidak karena sahabat, maka tolong aku sebagai rasa kemanusiaan saja. Aku mohon!" Nia sudah tak dapat lagi menahan sakitnya. Belum lagi, darah yang terus mengalir begitu saja.Reza ingin tertawa mendengar perkataan Nia, menurutnya nitu hanya lelucon yang tak berguna.Menolong Nia? Tidak akan mungkin!"Aku tidak perduli sama sekali, sekalipun kau mati!" Deg!Inilah ternyata Reza yang sebenarnya. Lelaki yang pernah membuatnya jatuh hati dan selalu ditolongnya saat dalam luka.Mata Nia terbuka lebar, hatinya pun tidak lagi berharap untuk bisa berteman seperti awal, bau itu Reza maupun Raya.Di sini, di saat ini Nia sudah tahu seperti apa kedua sahabatnya."Kau memang iblis, lelaki bejat yang tidak tahu apa itu tanggung
Dion terdiam sejenak, kemudian menatap seorang wanita dari balkon kamarnya.Nia tengah menahan sakit, berjalan dengan tubuh terseret-seret demi membawa dirinya.Dion pun mengambil ponselnya, meminta supirnya untuk mengantarkan Nia menuju rumah sakit.Ingin sekali dirinya egois karena merasa tertipu oleh Nia yang ternyata sedang mengandung benih dari seorang pria lainnya. Akan tetapi, rasa kemanusiaannya terlalu besar hingga tidak bisa melihat saja apa yang tengah dirasakan oleh Nia.Dion pun duduk diam, memikirkan apa yang dilihatnya barusan. Memikirkan apa yang dikatakan oleh Nia pada Reza, dan melihat reaksi Reza saat itu.Walaupun malam pun semakin larut, Dion masih saja terjaga karena pikirannya. Dia duduk dalam diam, hingga akhirnya terlelap dalam duduknya. Bahkan, dia masih mengenakan kemejanya semalam."Papi!" seru Dila.Dila berlari menuju kamar Dion, menangis kencang hingga membuat Dion pun terjaga.Sesaat kemudian, Dion sadar ternyata hari sudah pagi. Matahari yang bersinar
Tubuh Nia masih terbaring lemah, setelah pendaratan hebat semalam membuatnya menjadi hampir kehilangan nyawa.Tapi beruntung nasib baik masih berpihak padanya, dengan bantuan seorang supir yang bekerja di rumah Dion kini Nia sudah melahirkan seorang bayi laki-laki.Bayi itu lahir dengan berat badan tidak normal, selain karena lahir sebelum waktunya, juga karena Nia kekurangan gizi.Terlalu lelah dan juga terlalu stress semakin memperparah kondisi janin di rahimnya, bahkan kesehatan Nia juga tidak baik-baik saja.Ternyata terlalu banyak bergerak berlebihan juga membuatnya kelelahan."Gimana keadaan kamu?" Tanya Asih, seorang pembantu yang dari semalam terus menjaga Nia sesuai dengan perintah Dion.Hanya saja Dion tidak ingin Nia atau siapapun tahu bahwa dirinya yang memerintahkan supir dan Asih yang tak lain adalah seorang pembantu di rumah Dion yang menolong Nia.Dion masih terlalu kecewa pada kehamilan Nia dengan laki-laki lain, sedangkan dirinya yang menikahi. Sungguh kehamilan Nia m
Keesokan harinya, Nia pun memutuskan untuk pulang.Ternyata, Asih juga tidak memiliki uang untuk mendahului biaya. Beruntung, ada sisa tabungan Nia selama bekerja menjadi seorang OG--sebelum menikah dengan Dion dulu.Meskipun tidak seberapa, tetapi paling tidak, cukup untuk membayar biaya rumah sakit selama dua hari dirawat. "Nia, kamu sebetulnya belum boleh pulang, lho," kata Asih yang tampak begitu khawatir akan keadaan Nia yang belum pulih sepenuhnya.Nia pun tersenyum. Dirinya tidak boleh terlalu lama beristirahat. Nia tak ingin kehilangan pekerjaannya sebagai Ibu sambung untuk Dila, sebab Ibunya masih membutuhkan banyak biaya."Aku nggak apa-apa, Asih. Semakin lama di sini, nanti uangku nggak cukup buat bayar biayanya. Ini saja tabunganku sudah habis. Memang sih, uangku tidak seberapa." Nia tersenyum. Dia masih bersyukur bisa mendapatkan pertolongan, hingga dirinya masih bisa bernapas sampai saat ini.Meskipun masih membutuhkan pengobatan, tapi Nia tidak masalah jika harus pul
"Papi!" Dila kembali menatap Dion.Seketika, Dion pun mengangguk. Dia akhirnya menurut pada apa yang diinginkan oleh Dila.Bahkan, nyatanya, Dila jauh lebih membutuhkan Nia dari pada dirinya yang padahal adalah Papi kandungnya.Dion juga sadar kedekatan keduanya sudah begitu jauh, hingga tampak sulit dipisahkan.Dion pun memilih menutup pintu kembali kemudian pergi.Setelah Dila terlelap, akhirnya Nia pun memutuskan untuk menemui Dion.Bagaimanapun, dirinya sudah bersalah sebab sudah pernah tanpa kabar. Nia pun menuju kamar Dion dengan langkah kaki yang pelan.Tok tok tok.Nia tahu Dion tidak akan pernah bersuara dari dalam sana, hingga Nia pun memberanikan diri untuk memutar gagang pintu.Tampak Dion di dalam sana sedang sibuk dengan laptopnya."Tuan, saya minta maaf. Atas dua hari ini--" Dion pun menggerakkan tangganya, seakan memberikan isyarat pada Nia untuk segera pergi.Dion sudah tahu tentang Nia tanpa dijelaskan, tidak menjadi masalah baginya. Tapi, tidak juga bisa menerima N
Bagaikan badai di tengah keindahan, impian indah berakhir dengan pengkhianatan yang tidak pernah terbayangkan.Cinta suci dibalas dusta, impian bahagia bersama tinggal cerita.Jika Reza bukan lelaki pertama untuk Raya, masih bisa diterima dengan hati suka rela mengatas namakan cinta.Namun, tidak untuk kesalahan ini. Jika sudah menyangkut tentang kehamilan bersama pria lain, rasanya tidak mungkin. Reza hanya dijadikan tumbal sehingga anak di kandungan Raya memiliki Ayah, tak pernah terpikirkan sebelumnya semua ini terjadi padanya."Pergi dari rumah ini!" Reza benar-benar tak dapat mempertahankan pernikahannya, sekalipun cinta masih ada.Apa yang dilakukan oleh Raya terlalu menyakitkan hati, menipu tanpa rasa belas kasih. Tanpa perduli ada yang tersakiti setelahnya."Kamu pikir aku akan memohon untuk tetap di sini sama kamu? Tidak!" Raya memilih membereskan pakainya.Selama berbulan-bulan lamanya terus menjadi istri yang baik membuatnya terkurung, tidak memiliki kebebasan seperti sebel
Karma.Kata itu terus saja terngiang-ngiang di kepala Reza, ucapan Dion yang memang begitu aneh membuatnya berpikir keras.Karma seperti apa yang dimaksud oleh Dion barusan, jarang sekali Dion mau berbicara. Namun, sekali ini semua tampak terdengar begitu saja, pikiran Reza benar-benar kacau karena keadaan yang begitu rumit.Rumah tangga impian bersama seorang yang dicintainya benar-benar hancur tanpa sisa.Wanita yang diperjuangkannya ternyata adalah wanita paling licik di dunia ini.Sisa tinggal sisa, meninggalkan luka dan air mata.Akh!Reza pun memukul benda apa saja yang ada didekatnya, vas bunga dan cermin yang tampak memantulkan wajahnya begitu kusut, pun menjadi sasarannya.Kamarnya persis seperti kapal pecah, semua berserakan tanpa ada yang tersisa."Reza!" Bunga terkejut melihat kamar cucunya yang berantakan, tampaknya apa yang kini menimpanya begitu membuatnya terpukul.Sehingga kamarnya menjadi sasaran amukan."Oma, apa Mama bisa sembuh?" tanya Reza dengan mengusap wajahny
Satu Pesan dari Ibu[Kau tidak pulang? Jika tidak, Adinda akan menggantikan posisimu sebagai Presiden Direktur!] Membaca itu, Dimas segera mencengkram ponsel di tangannya.Sesaat kemudian ponsel itupun melayang dan berakhir hancur di lantai.Jika sebelumnya Laras mengancam akan menyumbangkan semua kekayaanya pada panti asuhan, maka kini Laras malah lebih gila lagi! Ibunya itu sampai mengatakan Adinda yang akan menggantikan posisinya.Ini gila!Dimas tidak habis pikir kenapa bisa Laras melakukan ini padanya.Dan jika Adinda yang menggantikan posisinya, itu akan jauh lebih membuatnya terhina di hadapan wanita jalang itu.Jelas tidak bisa dibiarkan!"Pak Presdir, Ibu Laras ingin berbicara," kata Gilang sambil memberikan ponsel di tangannya pada Dimas.Tentunya karena ponsel Dimas tak lagi bisa terhubung sebab sudah hancur berantakan di lantai."Katakan padanya saya akan pulang!" Dimas tak menerima ponsel yang diarahkan padanya.Dia menyambar jasnya dan langsung pergi.Jika bukan karen
Setiap kisah dan waktu yang sudah terlewati tak akan bisa diulang kembali.Namun, semua kisah itu seakan lekat dalam ingatan tanpa bisa untuk terlupakan oleh ingatan.Aku Nia putri, menjalin kisah dengan takdir yang kujalani.Harapan ku hanya satu, bisa mendapatkan suatu harapan untuk bisa membuat ibu ku terus bersama ku setelah aku kehilangan ayah ku.Namun, siapa sangka bonus dari semua perjuangkan ku justru hal yang tak terduga.Justru kebahagiaan itu menghampiri ku.Dion seorang pria duda dengan satu anak dan usianya jauh lebih tua dari ku.Kami menjalin hubungan yang rumit karena sebuah alasan yang kuat namun penuh dengan air mata.Tujuan saling menguntungkan malah berakhir dengan saling mendapatkan kenyamanan.Tapi aku katakan aku bahagia.Awal kisah yang ku alami malah membawaku padanya.Meskipun banyak yang tidak aku inginkan dalam kisah ini.Tapi tetap saja aku tidak bisa bisa menolak takdir ku yang rumit itu.Terlepas dari itu semua aku adalah wanita penuh dengan kesalahan y
Di tempat lainnya ada juga yang sedang berbahagia.Raya kembali melahirkan seorang anak laki-laki Dan kini anak itu diberi nama 'Raza' perpaduan antara nama Raya dan Reza.Itu adalah saran nama dari Dion.Reza dan Raya pun setuju saja."Itu nama dari, Opa Dion," kata Reza sambil tersenyum pada bayinya."Benar, dan ini adalah, Oma," Raya pun menunjuk Nia.Nia pun tersenyum karena merasa lucu, tapi bagaimana pun juga itu memang benar dan tidak masalah juga menjadi Oma diusia yang masih muda ini."Aduh, cucu Oma," Nia pun menggendong bayi lucu itu.Dia melihat wajah anak itu yang sangat mirip dengan Reza.Bahkan sedikit mirip dengan Zaki."Nia, berikan pada, Opanya," Dion pun menunjuk ke arah Chandra.Chandra pun tersenyum karena kini sudah memiliki seorang cucu."Bagaimana kalau berikan pada, Oma Kiara," celetuk Nia.Kiara yang dari tadi hanya diam pun seketika terkejut mendengar ucapan Nia."Ibu Nia, saya masih ting-ting. Saya masih mahasiswa, saya masih kecil, saya dipanggil, Kak Kia
Beberapa bulan kemudian...Niko dan Ranti menyambut bahagia saat kelahiran putra mereka yang diberi nama 'Fatih Niko Adiguna'Sesuai dengan keinginan Niko, mereka hanya memiliki satu orang anak saja.Niko tidak ingin serakah, dia sudah merasa cukup dengan kehadiran seorang anak laki-laki untuk menjadi pewarisnya.Terlebih lagi tidak ingin melihat Ranti harus berada dalam sebuah keadaan yang menegangkan.Dia tak mau mengambil resiko.Meskipun keadaan rahim Ranti masih memungkinkan untuk mengandung lagi.Dia sangat mencintai istrinya dalam keadaan apapun.Menurutnya memiliki anak adalah sebuah hadiah.Tapi memiliki Ranti adalah anugerah.Jadi, dia sudah sangat bahagia dengan satu putra saja.Selebihnya dia menganggap anak Barra juga anaknya.Apa lagi Barra memiliki 3 orang anak, membuat Niko merasa anaknya sudah memiliki Kakak walaupun hanya sepupu saja."Wajahnya lebih mirip, Mama," kata Ranti.Dia pun melihat wajah Mama mertuanya dan lagi-lagi melihat wajah putranya.Putra kecil yang
"Dokter Niko, lihat ini," Adam menunjuk layar monitor.Saat itu Niko pun melihat ke arah yang ditunjuk oleh Dokter Adam.Tapi Niko yang sedang tidak baik-baik saja tidak mengerti."Ada apa?" tanya Niko.Bodoh?Ya, Niko akan sangat bodoh jika sudah menyangkut tentang Ranti.Begitu juga dengan saat ini.Bahkan dia sendiri tidak dapat berpikir jernih, padahal Dokter Adam sudah menunjukkan dengan jelas.Namun, Niko masih bertanya.Dia butuh jawaban, sekaligus penjelasan yang pasti.Jangan memintanya untuk menyimpulkan sendiri, dia tidak bisa.Otaknya sedang sulit untuk bisa berpikir jernih."Tidak ada masalah dengan rahim istri anda, janinnya juga sudah berada di dalam rahim," terang Dokter Adam.Niko pun terkejut mendengarnya dia pun segera mendekat dan melihat dengan jelas."Ini keajaiban, Dokter Niko. Lihat ini," Dokter Adam pun kembali memperlihatkan bagian lainya, rasanya pemeriksaan sebelumnya dan saat ini jauh lebih baik."Apakah ini mungkin?" tanya Niko yang belum percaya."Iya, i
"Aku pun akan mati, jika kamu mati," tambah Niko lagi.Ranti terdiam mendengar ucapan suaminya itu."Tapi aku akan tetap mempertahankan anak ku," kata Ranti dengan penuh keyakinan.Siapa pun ibu tak akan tega membunuh anaknya, begitu juga dengan Ranti."Vina, panggil, Dokter Winda!" pinta Niko.Untuk kaki ini dia tak bisa lagi untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.Dia tidak memiliki keberanian untuk mengetahui keadaan Ranti saat ini.Dia butuh bantuan dokter lain untuk bisa membantunya, sedangkan Dokter Winda adalah dokter senior yang sudah banyak menangani pasien dan Niko sudah tak tahu dengan kehebatannya.Meskipun perasannya begitu was-was akan keadaan Ranti saat ini.Tapi jelas terlihat bahwa Ranti akan dengan kerasnya pendiriannya yang tak akan menggugurkan kandungannya."Selamat siang, anda memanggil saya, Dok?" Dokter Winda pun telah tiba seperti yang di sampaikan oleh Vina untuk segera menemui Niko.Niko pun mulai tersadar dari pikirannya yang kacau, sambil melihat wajah
"Hamil?" Niko terdiam saat menyaksikan sendiri ada janin di rahim istrinya.Dia pun mengingat kembali saat itu Ranti menggodanya dan hal itu pun terjadi sebelum dia berpikir untuk membuat sel telurnya tidak bekerja.Bahkan saat itu tidak hanya satu kaki, namun berkali-kali.Lantas bagaimana ini?"Kamu ngomong apa tadi?" tanya Ranti yang mendengar ucapan Niko.Niko pun kini melihat Ranti dengan pikirannya yang kacau."Niko, aku hamil?" tanya Ranti memastikan, "berarti testpack yang aku gunakan tadi tidak keliru," tambah Ranti.Ranti terus saja tersenyum bahagia membayangkan sebentar lagi anak menjadi seorang ibu.Dia langsung saja memeluk Niko dengan penuh kebahagiaan.Tak tahu harus bagaimana untuk meluapkannya tapi Ranti benar-benar tidak akan pernah bisa melupakan saat ini."Tuh, kan, nggak perlu adopsi anak. Buktinya sekarang aku hamil, artinya kita akan jadi orang tua," Ranti semakin mempererat pelukannya.Begitu larut dalam kebahagiaan yang tak bisa teralihkan sama sekali.Kemud
Beberapa hari kemudian.....Ranti menatap alat uji kehamilan di tangannya dengan malas.Entah sudah berapa kali dia menggunakannya demi mengetahui apakah ada janin yang tumbuh di rahimnya atau tidak.Mungkin saja ini sudah testpack yang ke 50.Dan hasilnya masih saja garis satu, sungguh membuatnya merasa sedih.Dia pun akhirnya segera menuju ranjang, hari ini dia sangat malas melakukan hal apapun.Sedangkan Niko sedang berada di rumah sakit.Dan seharusnya Ranti selalu mengantar makan siang untuk suaminya itu, sekaligus akan makan bersama-sama.Tapi dia pun malah tertidur pulas dan lupa untuk mengantarkan makanan siang untuk Niko.Hingga ponselnya pun berdering, tidurnya pun terusik dan dengan rasa malas menjawab panggilan itu."Halo," Ranti tak melihat terlebih dahulu nama siapa yang ada di layar ponselnya.Dia langsung saja menjawabnya."Sayang, kamu sudah di mana?" tanya Niko.Ranti pun baru tersadar jika yang menghubungi dirinya adalah Niko.Kemudian dia melihat jam dinding, dia p
Keesokan harinya."Kamu nggak ke kantor?" Ranti melihat Niko tampak santai di atas ranjang sambil memeluk dirinya.Ini tidak biasanya terjadi, karena kebiasaan Niko jika pagi begini pergi bekerja."Aku mau di rumah aja sama kamu," jawab Niko."Kenapa begitu?""Libur untuk satu hari rasanya tidak salah," kata Niko lagi.Ranti pun mengangguk mengerti.Mungkin Niko juga kelelahan dan butuh waktu untuk beristirahat.Mengingat selama ini Niko selalu saja disibukkan dengan pekerjaan yang tidak ada habisnya."Ranti, bagaikan kalau kita mengadopsi anak."Deg!Jantung Ranti rasanya keluar dari dadanya.Dia begitu shock mendengar pertanyaan Niko barusan.Tunggu dulu.Itu pertanyaan atau pernyataan?Ranti tak pernah berpikir jika Niko akan berkata demikian.Apakah Niko sudah sangat ingin memiliki anak sehingga dia mengatakan demikian."Tapi aku juga bisa hamil, kenapa harus mengadopsi anak?" tanya Ranti yang bingung.Niko pun menutup matanya dia pun segera bangkit dari atas ranjangnya berjalan