"Apa? Lalu bagaimana keadaannya sekarang?" "Sebaiknya Anda ke rumah sakit terlebih dahulu dan berbicara langsung dengan dokter."Lutut Brianna terasa lemas dan kepalanya berdengung setelah menerima telepon dari tempat Samantha dirawat. Brianna menopang badannya pada tembok agar tidak jatuh."Baik, saya akan segera kesana." Brianna memutuskan teleponnya dan segera masuk kembali ke dalam ruangan rapat. Dia berjalan dengan langkah cepat langsung mendekati Steven. Wajahnya pucat pasi dan matanya berkaca-kaca, dia berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh."Maaf Tuan Pierce, aku harus pergi." Kata Brianna dengan suara serak dan gemetar.Steven dapat melihat tangannya memegang ponselnya dengan gemetar. Ingin rasanya dia memeluknya dan memberikan ketenangan pada wanita dihadapannya itu.Semua orang yang ada diruangan itu terkejut melihat Brianna yang menghampiri langsung Presiden Pierce. Betapa beraninya Brianna berbicara langsung menatap mata Steven. Mereka menahan napas, mengantisipa
Kelopak mata Brianna terasa berat, dan wanita itu jatuh kedalam tidur yang nyenyak hanya dalam beberapa menit. Setelah melihat Brianna tidur, Steven melepaskan jasnya dan menyampirkannya di sofa, lalu melonggarkan simpul dasi di lehernya.Dia keluar menemui James dan memberikan beberapa instruksi pada asistennya itu. James menganggukkan kepala dan pergi. Saat kembali lagi, James membawa kantong berisikan makanan. Lalu pria itu pergi lagi dan meninggalkan Steven di rumah sakit.Tidak lama kemudian, Samantha mulai siuman dan membuka matanya dengan lemah. Steven yang sedang mengerjakan sesuatu di laptopnya merasakan Samantha sudah sadar dan menghampiri Samantha."Kamu sudah sadar, Bu? Bagaimana perasaanmu sekarang?" Tanya Steven pelan.Samantha tidak memberi jawaban, melainkan dia menatap Steven dengan bingung."Kamu siapa anak muda? Kenapa kamu disini? Dimana anakku?" Tanya Samantha dengan suara lemah.Steven terdiam sejenak karena mendengar pertanyaan Samantha. Lalu dengan sabar dia me
'Apa kamu baik-baik saja? Apa yang terjadi?' Saat Brianna dan Samantha sedang mengobrol, ponsel Brianna yang ada di meja kerja Steven berkelip. Steven dapat melihat itu adalah pesan masuk dari Arron! Mata Steven memicing tajam saat melihat pesan itu. Dia sengaja mendiamkannya dan tidak memberitahu Brianna. "Halo Nyonya Samantha... Bagaimana kabarmu siang ini?" Perawat masuk dan membawakan makan untuk Samantha. Samantha tidak bisa makan sembarang makanan, dan makanannya pun harus dihaluskan."Kabar baik Suster Carry." Jawab Samantha dengan senyuman.Perawat itu menyiapkan meja makan untuk Samantha sebelum dihentikan oleh Brianna."Biar aku yang menyuapinya, Suster." Brianna berkata dengan sopan."Baiklah. Ah, siapa pemuda tampan ini?" Tanya Suster paruh baya itu saat melihat Steven."Dia adalah menantuku. Dia sangat tampan kan?" Samantha tersenyum berseri-seri sambil membangga-banggakan Steven. Brianna tersipu malu saat ibunya membicarakan Steven dengan bersemangat."Anda pasti sen
"Brie, bisakah kamu membantuku fotokopi dokumen ini? Aku harus menyerahkannya pada Tuan Pierce segera." Antony Collin berkata pada Brianna saat melihat wanita itu keluar dari ruangan asisten manajer.Jantung Brianna berdegup kencang saat mendengar nama Steven disebutkan. Brianna menerima dokumen itu dari tangan Antony dan mendekapnya di dada."Baik Tuan Collin."Brianna berjalan ke ruangan fotokopi yang letaknya bersebelahan dengan ruang pantry. Kebetulan Arron sedang membuat kopi di sana melihat Brianna lewat."Brianna." Panggil Arron.Bibir Arron membentuk senyum lebar saat melihat Brianna. Pria itu kemudian menghampirinya ke tempat mesin fotokopi."Hai Arron.. Membuat kopi?" Tanya Brianna sambil meletakkan dokumen diatas meja."Ya. Aku harus merevisi desain dan begadang semalaman.""Brianna, kamu terlihat pucat... Apa kamu baik-baik saja?" Tanya Arron lagi saat melihat warna wajah Brianna yang pucat."Aku hanya kurang tidur.""Aku mengirimimu pesan, tapi kau tidak membalas, aku san
Brianna dengan susah payah mencerna pertanyaan dokter Anastasia. Dia berusaha mengingat kapan terakhir kali dia datang bulan. Anastasia memberinya tatapan penuh tanda tanya."Tidak, aku belum menikah dokter." Jawab Brianna gugup."Aku memang mempunyai sakit lambung akut."Anastasia memberi Brianna senyuman kecil dan tidak mendesak Brianna dengan pertanyaan lainnya. Dia memberi Brianna sebotol air mineral dan sebutir obat. "Minumlah, ini vitamin penambah darah." Brianna mengambil vitamin dan minuman dari tangan Anastasia. Dia ragu-ragu sejenak sebelum memasukkan vitamin itu kedalam mulutnya, dan meneguk air untuk mendorongnya masuk kedalam kerongkongannya."Apa aku boleh pulang sekarang?" Tanya Brianna setelah meminum vitaminnya."Boleh. Kamu mau aku panggilkan temanmu untuk mengantarkanmu?""Tidak perlu, aku bisa naik taksi."Beruntung tadi Arron sudah membawakan tasnya, jadi Brianna tidak perlu kembali ke ruangan. Dia langsung mengambil tasnya dan berjalan menuju pintu keluar klini
"Temani aku, kumohon..." Brianna berkata dengan mata yang berkaca-kaca.Steven mendesah pelan sebelum melepaskan jasnya, kemudian melonggarkan dasi dan membuka kancing paling atas kemejanya. Lalu Steven mengambil tempat di sebelah Brianna, berbaring di sisi wanita itu.Brianna segera memeluk tubuh Steven dan membenamkan wajahnya pada dada Steven. Steven merasakan bajunya menjadi panas. Dia menundukkan kepalanya dan melihat bajunya sedikit basah."Apa kamu menangis? Ada apa?" Tanyanya dengan lembut sambil mencoba melihat wajah Brianna."Tidak!" Brianna menolak melihat Steven, dan semakin mengeratkan pelukannya pada pria itu.Steven pun tidak memaksanya. Dia hanya berbaring dan mengusap rambut Brianna. Brianna pun merasa sedikit lebih santai dan nyaman berada di dekapan Steven."Steven... Bagaimana jika..." kata-kata Brianna tercekat di tenggorokannya."Hmm?" 'Bagaimana jika aku mencintaimu? Bagaimana jika aku mengandung anakmu?' Hati Brianna dipenuhi dengan pertanyaan yang tak dapat d
"Kamu membuatku kaget!" Sontak Brianna menolehkan kepalanya dan melihat Steven sedang berjalan menghampirinya. Brianna memegangi dadanya yang berdebar karena kaget."Apa yang sedang kamu lakukan disini?" Steven mengulangi pertanyaannya lagi.Brianna menyunggingkan senyuman tipis. Wajahnya sudah tidak pucat seperti tadi pagi lagi. Brianna memalingkan pandangannya dari Steven yang menawan, dan mendongakkan kepala melihat bintang yang bersinar terang malam itu."Aku bosan di dalam kamar, jadi aku jalan-jalan sekalian menurunkan makan malamku tadi."Steven berjalan ke samping Brianna, dan ikut duduk di ayunan panjang yang sedang di duduki Brianna. Steven mengambil alat tes kehamilan dari saku celananya dan menunjukkannya pada Brianna."Apa kamu sedih karena ini?" Tanya Steven pelan.Brianna terperangah melihat alat tes kehamilan yang dipegang Steven. 'Mengapa dia bisa menemukannya?' Brianna terdiam cukup lama sebelum menemukan suaranya kembali."Aku...." Brianna menggigiti bagian dalam b
"Aku benar-benar tidak ada hubungan seperti yang kalian pikir dengannya. Dia itu... dia itu teman dari temanku." Brianna susah payah mencari jawaban.Mata Arron menyorotkan sedikit rasa kecewa saat mendengar jawaban Brianna, namun dengan cepat sorot itu hilang dengan senyuman."Sudah, ayo dimakan makananmu.""Brie, kamu mau ikut kami ke mal tidak? Kami mau mencari gaun untuk pesta tahunan nanti." Lili bertanya dengan suara manja.Brianna menimbang sejenak sebelum memberikan jawabannya."Baiklah.""Arron, kamu mau ikut?" Lili melontarkan pertanyaannya pada pria yang disukainya itu."Tidak, terima kasih. Kalian para wanita berbelanja, aku hanya akan jadi pembawa kantong belanjaan kalian." Tolak Arron sambil tertawa, kemudian diikuti para wanita.Sore harinya sepulang kerja mereka berempat, Lili, Jenifer, Elizabeth, dan juga Brianna, pergi ke mal yang letaknya tidak jauh dari gedung kantor tempat mereka bekerja. Mereka berjalan kaki ke pusat perbelajaan kelas atas."Hei, seharusnya kita