"Kau tahu apa? Masuk saja, bawa orang asing ini ke dalam, dan biarkan aku bicara dengan Tom!" kata ibu Rachel sambil berjalan cepat ke mobil Tom Peyton dengan ayahnya di belakangnya. Rachel menghela nafas panjang, ia menggerakkan dagunya memberi isyarat kepada Nicholas untuk masuk ke dalam rumah."Teh? kopi?" tanyanya dengan malas."San Pellegrino, please," jawabnya santai.Rachel memutar matanya, "Apa? Kau menanyakan San Pellegrino di rumah orang tuaku?! Hey, bahkan aku tidak menyimpan minuman itu di apartemenku! Kau benar-benar...""Tenang! Aku hanya menjawab tawaranmu!" sela Shawn sebelum Rachel sempat menyelesaikan kata-katanya."Aku bilang Kopi atau teh?! Aku tidak menyebut San Pellegrino!" bentaknya dengan tidak sabar."Sssst, orang tuamu bisa mendengar kita! Okay, air saja kalau begitu, kau benar-benar galak!" kata Nicholas sambil merebahkan diri di sofa dan menyandarkan punggungnya dengan santai seolah tidak ada yang perlu dikhawatirkan.Rachel mencibir, dia menghentakkan kaki
"Rachie! Jawab aku!" bentak ibu Rachel yang menjadi benar-benar tidak sabar.Rachel menarik napas dalam-dalam, "Aku hamil!" katanya tanpa berani menatap orang tuanya karena mereka akan tahu bahwa dia berbohong. Orang tuanya langsung terdiam, mereka saling berpandangan, kaget.Nicholas berdeham pelan, "Tuan dan Nyonya Clarke, sesuai permintaan Rachel, aku akan menikahinya sebelum kehamilannya bertambah besar," katanya memecah keheningan. Ayah Rachel menelan ludah, dia menunduk ke lantai sambil memikirkan hutang yang dia miliki kepada keluarga Peyton. "Tentang hutangmu pada keluarga Peyton akan kubayar lunas, jangan khawatir," tambah Nicholas seolah bisa membaca pikiran ayah Rachel.Orang tua Rachel langsung mendongak, wajah mereka terlihat lebih terkejut dari sebelumnya. Di sebelah Nicholas Rachel cukup menikmati situasinya, dia mungkin terdengar kejam karena dia merasa orang tuanya perlu diberi pelajaran. Dia masih tidak percaya mereka berencana menikahkannya dengan pria setengah gila
"Apa yang sedang kau lakukan?" Rachel berbisik, dia memelototi Nicholas dengan bingung. Nicholas hanya mengedipkan satu matanya diam-diam. Dengan alis berkerut Rachel berbalik menghadap ayah dan ibunya yang sedang menatap layar ponsel Nicholas, wajah mereka benar-benar terkejut."Apakah ini benar-benar bayimu..." kata ibu Rachel tak percaya.Rachel menghela napas panjang, "Kenapa aku harus berbohong?" gumamnya, berusaha keras untuk tidak menatap mata orangtuanya. Tiba-tiba dia mendengar suara isak tangis yang tertahan, ketika dia mendongak dia menemukan ibunya sedang menangis. Rachel membelalakkan matanya karena terkejut, "Mom? Kenapa kau menangis?" dia bertanya, mencondongkan tubuh ke arah ibunya sambi tangannya terulur untuk mengusap-usap bahunya yang terguncang."Bagaimana aku bisa begitu rela menikahkanmu dengan Tom Peyton padahal kau sedang mengandung cucuku, ya Tuhan ibu macam apa aku?" gumamnya, menyeka hidungnya dengan lengan bajunya."Ibumu benar, maafkan aku Rachel, kami mem
"Apa?! Pernikahan Disney? Apa kau bercanda?!" teriak Nicholas tak percaya.Rachel mengerucutkan bibirnya, "Walaupun pernikahan kita bukanlah pernikahan yang sesungguhnya, tetap saja bagiku ini adalah pernikahan yang pertama..." ucapnya dengan sedih.Nicholas menarik napas dalam-dalam, "Kita tidak punya waktu, pernikahan tinggal beberapa hari lagi, tema klasik akan lebih mudah, kau pikir aku pesulap yang bisa menyiapkan apa saja dalam waktu yang singkat! Ayolah! Tidak bisakah kau bersikap sedikit dewasa?" ujarnya dengan wajah lelah.Raut wajah Rachel langsung berubah kecewa dalam sekejap dari sedih menjadi sangat sedih."Oke! Oke! Kita akan menggunakan tema Disney sialan itu!" Nicholas akhirnya memutuskan, dia tahu dia tidak boleh egois. Dia tidak hanya membuat seorang wanita harus menikahinya secara tiba-tiba, tetapi juga membuatnya kehilangan kesempatan untuk membangun hubungan dengan orang lain. Siapa tahu setelah menikah dengannya dan bercerai nanti Rachel tidak akan memiliki kesem
"Kurasa bukan ide yang baik untuk tidur bersama seperti ini," gumam Rachel sambil menatap ke arah tempat tidur dengan tangan terlipat di depan dada. Nicholas mengangkat tangannya, melepas kaos oblong dari tubuhnya membuat Rachel memalingkan wajahnya dengan gugup, dia tidak ingin melihat tubuh berototn Nicholas yang bisa memancing hasrat bodohnya."Apa yang sedang kau lakukan?!" bentaknya, gelisah."Kenapa? Aku mau mandi, kau tidak tahan melihatku tanpa pakaian begini ya? Haruskah aku mandi dengan pakaianku saja?" goda Nicholas dengan menjengkelkan."Arghhh, kau benar-benar menyebalkan!" desis Rachel nyaris tak terdengar, dia takut orangtuanya mungkin mendengar percakapan mereka. Dia melihat sekeliling ruangan, tidak ada tempat lain untuk tidur selain tempat tidur ukuran queen yang dia miliki. Tidak punya pilihan dan merasa sudah sangat lelah akhirnya Rachel melompat ke atas tempat tidurnya dan tak lama kemudian matanya tertutup rapat.Rachel mencium aroma aftershave tepat di lubang h
"Whoa whoa, Peyton tenanglah! Letakkan pistolnya dengan perlahan!" kata Nicholas dengan panik sementara di depannya Tom Peyton sedang mengacungkan pistol hitamnya dengan gugup. "Ya Tuhan, haruskah aku memanggil polisi?" bisik Rachel, mencengkeram tangan ibunya erat-erat. "Tidak, tunggu," desis Nicholas, dia berjalan mendekati Tom yang tangannya gemetar hebat. Dalam satu gerakan cepat, dia merebut pistol dari Tom yang langsung melotot dan jatuh ke tanah. Tapi tiba-tiba Nicholas mengarahkan pistolnya kembali ke Tom menyebabkan Rachel dan ibunya berteriak, "Nic, berhenti! Apa yang kau lakukan!" teriaknya, sambil menarik bagian belakang crewneck biru tua yang dikenakan Nicholas, meminta Nicholas untuk berhenti menodongkan pistol.Terjadi ketegangan selama beberapa detik sebelum akhirnya Nicholas melemparkan pistol itu ke tanah, "Jangan khawatir, itu pistol mainan!" serunya, melirik Tom yang tidak mengatakan apa-apa dan hanya berdiam diri dengan wajah bodohnya. Rachel mengalihkan pandangan
"Ketika aku masih kecil, ibuku bunuh diri karena depresi, dua tahun kemudian ayahku melakukan hal yang sama, itulah alasan mengapa aku tinggal bersama nenek..."Rachel sepertinya ditampar oleh pengakuan Nicholas, dia menatapnya dengan tatapan terkejut."Well, hanya itu yang perlu kau ketahui!" tutup Nicholas dengan sedikit gugup. Rachel mengerutkan kening kecewa, mengharapkan Nicholas untuk mengatakan lebih banyak, tapi ia tahu ia tidak bisa memaksanya untuk bicara."Jangan menatapku seperti itu!" katanya singkat, bahkan tanpa menoleh ke arah Rachel, dia tahu Rachel sedang menatapnya dengan tatapan sedih.Rachel mendengus,"Apa? Aku bahkan tidak menatapmu! Kau lucu sekali," sahutnya lalu cepat-cepat menggigit sebatang coklat di tangannya, dia membuang muka tidak ingin Nicholas melihatnya saat ia menyeka air mata dari sudut matanya yang basah. Bagaimana dia bisa mengeluh tentang hidupnya ketika dia memiliki keluarga yang sempurna? Dia tidak pernah tahu bahwa seseorang seperti Nicholas
Rachel berdiri kaku, panik, tidak tahu apa yang harus ia lakukan tetapi tiba-tiba Nicholas meraih tangannya dan membawanya lebih dekat ke neneknya."Nenek, ini Rachel, pacarku," katanya santai, sementara di sampingnya Rachel sibuk menenangkan jantungnya yang berdebar kencang, memekakkan telinga."Selamat malam Mrs. Anthony," sapanya ragu-ragu. Sesaat Zelda Anthony, nenek Nicholas hanya menatapnya dalam diam. Dia tidak mengatakan apa-apa setelah itu dan memalingkan wajahnya kembali ke kolam ikan, membuat Rachel merasa kalah telak. Apakah ia baru saja di tolak?"Rose! Bawa aku kembali ke kamarku!" kata nenek melambai pada perawatnya yang berdiri tidak jauh darinya. Rachel menatap Nicholas dengan bingung, dia tidak tahu bahwa Nicholas dan neneknya sedang dalam perang dingin."Nenek, kita..." Kata-kata Nicholas menggantung di udara saat Nenek mengangkat tangannya, menyuruhnya berhenti. "Rose, aku sangat mengantuk," katanya kepada Rose, mengabaikan cucunya seolah-olah dia tidak ada di sana
Beberapa minggu kemudian,"Aku tidak percaya diri dengan tubuhku..." bisik Rachel ketika Nicholas mencoba membuka resleting gaunnya. "Jangan merasa seperti itu, kau wanita paling seksi yang pernah kukenal dalam hidupku..." kata Nicholas, mencium bagian belakang lehernya. Gaun Rachel jatuh ke lantai, hanya menyisakan bra dan celana dalam. Dia memejamkan mata, menikmati setiap sentuhan bibir Nicholas di kulitnya.Dia mengangkatnya dan membaringkannya di tempat tidur dengan lembut. "Kau hanya perlu berbaring dengan santai, aku akan melakukan segalanya..." gumam Nicholas dan mulai menurunkan celana dalam Rachel. "Jangan masuk ke sana, aku tidak ingin kita menyakiti bayi itu," kata Rachel saat Nicholas mulai membenamkan wajahnya di antara pahanya. Nicholas mendongak, dia tersenyum, "Apakah kau merasa tidak nyaman? Maksudku tidak apa-apa, kita bisa melakukannya lain kali?" katanya Nicholas dengan ringan.Rachel berdeham, pipinya memerah, "Entahlah, aku hanya, kau tahu kehamilan ini adalah s
"Rach, haruskah kau membeli sebanyak itu?" kata Nicholas, menatap tumpukan makanan yang dijejalkan Rachel ke dalam bagasi mobil."Julia pasti punya banyak teman di sel nya, bagaimana kita bisa membawanya hanya sedikit makanan? Kau benar-benar pelit!" celoteh Rachel setengah bercanda."Jadi sekarang kau teman dekat Julia atau apa? Kenapa kau begitu peduli padanya padahal dia pernah membahayakan nyawamu," gertak Nicholas saat mengemudikan mobilnya ke Pulau Rikers."Dia sudah bilang maaf, setiap orang selalu punya kesempatan kedua," kata Rachel acuh tak acuh. Dia membuka keripik kentang dan sibuk memasukkannya ke dalam mulutnya.Nicholas tersenyum bangga pada wanita yang duduk di sebelahnya, "Kau selalu mengejutkanku sepanjang waktu, aku tidak menyangka kau bisa bertindak begitu dewasa seperti ini, jangan salahkan aku jika aku akan terus memujimu setiap hari, " ucapnya tulus."Ya Tuhan Nic, kau harus berhenti memujiku! Aku bisa terbang ke langit dan merusak atap mobilmu!" Rachel bercanda
"Apakah itu Lucy? Lucy temanku?" Rachel bertanya ketika dia melihat Nicholas menutup telepon. Nicholas menggaruk kepalanya, "Ya...""Mengapa kamu mematikan panggilan?" Rachel semakin curiga."Um, aku hanya sedang tidak ingin bicara," kata Nicholas gugup yang hanya membuat Rachel menyipitkan mata ingin tahu.Telepon Nicholas berdering lagi, Lucy.“Kau masih tidak mau menerimanya juga? Jika kamu tidak memiliki rahasia yang kau simpan, terima telepon dan pasang di pengeras suara agar aku bisa mendengar apa yang kalian bicarakan,” kata Rachel dengan tangan terlipat di dada.Dengan ragu Nicholas menekan tombol hijau,"Nic! Kau gila ya! Kenapa kamu menolak panggilanku? Jadi kau sudah bicara dengan Nenek?! Beritahu Nenek ibuku akan datang malam ini! Okay? Halo? Nico kau di sana kan?"Rachel terperangah, dia menatap Nicholas dengan mata terbelalak."Lucy, apa yang kau bicarakan?""Astaga! Rachel? Apakah itu kau?""Ya, ini aku! Jadi apa yang kalian sembunyikan dariku!” katanya kesal."Lucy, ku
Dia mendengar suara siulan yang semakin dekat, Rachel mencengkeram benda di tangannya dengan erat, sebelum itu, dia berusaha sangat keras sehingga dia akhirnya berhasil melepaskan tangannya dari borgol, dia tidak yakin apakah ibu jarinya patah atau tidak tapi rasa sakit yang dia rasakan tak tertahankan.Pintu terbuka, Trey Cole muncul dengan wajah polosnya."Hanya seorang pengantar makanan, aku tahu kau lapar, aku membelikan pizza untukmu!" katanya riang. Rachel terdiam, dia yakin Trey Cole benar-benar kehilangan akal sehatnya."Buka mulutmu," katanya, mengangkat sepotong pizza tinggi-tinggi dan memasukkannya ke mulut Rachel, "Aku tidak bisa memakannya, mendekatlah sedikit," kata Rachel, sedikit gemetar. Dia tahu jika rencananya gagal, Trey mungkin akan marah dan dia mungkin akan melakukan sesuatu yang lebih gila lagi.Trey tersenyum, dia melangkah maju sambil menyodorkan pizza ke mulut Rachel, saat itulah Rachel bergerak cepat. dia menyetrum Trey dengan alat setrum portabel yang diti
Rachel menatap layar ponselnya, menunggu kabar dari Nicholas, tetapi sampai satu jam kemudian tidak ada panggilan sama sekali. Dia mendorong kursi rodanya ke sekeliling ruangan dengan gugup, apa yang harus dia lakukan? Ini semua salahnya, Trey Cole bertingkah gila karena kesalahannya. dia seharusnya sudah mengantisipasinya sejak awal, semuanya sudah terlambat.Saat dia menggigit kukunya dengan gugup, dering telepon mengagetkannya. Dari Lucy,"Ya! Kabar baik please!" katanya cemas."Aku berhasil menghubungi Michael Ford, ini benar-benar mengejutkan, dia masuk ke kantor Michael dan mengambil dokumen begitu saja, dia mematikan semua CCTV tetapi dia lupa CCTV yang terselip di tumpukan dokumen, Mike sedang melakukan sesuatu sekarang," kata Lucy cepat."Syukurlah Lucy, aku tidak tahu apa yang bisa kulakukan tanpamu, terima kasih banyak! Aku selamanya berhutang budi padamu!""Omong kosong! Aku hanya melakukan hal-hal kecil! Jadi bagaimana Nenek?"Rachel menarik napas dalam-dalam,"Aku masih
"Wow! Ada apa dengan semua makanan sehat ini? Apakah kau dirasuki oleh hantu yang sehat atau semacamnya?” celoteh Lucy saat melihat Rachel makan semangkuk besar sup sayuran dengan potongan ikan Dory di dalamnya. Rachel tersenyum kecil, tidak mengatakan apa-apa.Lucy menutup mulutnya,"Tidak mungkin! Kau tidak benar-benar hamil kan?!" katanya kaget.Rachel hanya mengangkat bahu sebentar membuat Lucy semakin penasaran."Rach! Katakan padaku!" tuntut Lucy, sambil memegang bahu Rachel."Kau akan menjadi bibi...""AAAAAAAH!" Lucy berteriak gembira, dia memeluk Rachel dengan hangat, tetapi beberapa detik kemudian dia melepaskannya perlahan, wajahnya berubah."Tapi bagaimana dengan hubunganmu? Maksudku, apakah Nicholas...""Dia bersedia mempertimbangkannya, aku yakin begitu dia memulai sesi terapinya, semuanya akan baik-baik saja," kata Rachel dengan keyakinan penuh.Lucy tersenyum lebar, "Aku senang melihatmu seperti ini, lihat senyum di wajahmu, itu sangat tulus dan murni..."Rachel melamb
Nicholas berjalan mendekat, ia terlihat semakin tampan dengan jeans dan crewneck hitam yang ia kenakan. Dia berjongkok di depan Rachel, menyeka air mata yang mengalir di pipi wanita yang menarik perhatiannya beberapa minggu terakhir, wanita yang sering membuat detak jantungnya berdetak lebih keras dan membuat darahnya mengalir lebih cepat. Dia menatapnya dengan kasihan, mengasihani Rachel karena jatuh cinta dengan pria bermasalah sepertinya."Kau baik baik saja?" dia bertanya dengan lembut. Rachel mencoba tersenyum, "Ya, aku hanya terpesona oleh kejutan yang kalian berikan," katanya gugup. Sejak berita kehamilan, mereka belum benar-benar berbicara dengan benar."Aku juga mengalami hal yang sama saat mengandungmu Rachie, hormon kehamilan sering membuat mood kita kacau," tiba-tiba ibu Rachel mendekat, dia membelai rambut Rachel dengan lembut. Rachel terkesiap, hormon kehamilan? Oh Tuhan! Kenapa dia tidak memikirkan itu? Tidak heran dia menjadi sangat sensitif dalam beberapa hari terakhi
Dr. Brown berdeham pelan,"Apakah berita ini benar-benar mengejutkan kalian berdua?" dia bertanya, menatap Rachel dan Nicholas secara bergantian. Mereka tampak sangat terkejut sehingga mereka tidak mengatakan apa-apa untuk sementara waktu."Mr. Anthony, sir?" Dr Brown melambaikan tangannya di depan wajah Nicholas."Maaf, aku benar-benar sangat terkejut!" Nicholas berkata gugup, dia melirik Rachel yang tampak masih terpana."Rachel?" dia mengulurkan tangannya, menyentuh tangan Rachel dengan lembut.Rachel segera tersentak, "Maaf, aku terlalu terkejut!" katanya dengan tawa yang dipaksakan. Dia menatap perutnya yang masih rata dan kemudian meletakkan tangannya di sana, "Jadi, aku hamil?" gumamnya masih tidak percaya."Menurut hasil lab ya kau hamil, tapi kita harus melakukan USG transvaginal untuk mengetahui usia kehamilanmu karena mungkin tidak muncul dengan USG normal," katanya sedikit kaku karena menyadari kabar yang dibawanya tampaknya bukan sesuatu yang diharapkan pasangan Anthony.
Rachel berbalik ke arah pintu ketika dia mendengar langkah kaki menjauh, "Nic, apakah kau mendengar itu?" dia bertanya dengan panik. Nicholas berjalan cepat ke pintu untuk melihat siapa yang ada di sana. Di lorong dia melihat seorang wanita berjalan cepat, dia mengerutkan kening karena dia bisa mengenali wanita itu dari belakang."Nic? Apa benar ada yang mengintip kita tadi?" tanya Rachel setengah berteriak."Entahlah, mungkin, tunggu sebentar aku harus memastikan sesuatu," katanya tanpa menoleh ke belakang.Rachel menggigit bibirnya, bukan karena dia malu jika ada yang melihat mereka tetapi karena dia punya firasat buruk bahwa Julia yang mengintip mereka. Tentu saja, dia seharusnya senang karena secara kebetulan Julia dapat melihat dengan jelas bahwa Nicholas dan Rachel sangat menginginkan satu sama lain, tetapi dia khawatir tentang hal lain, bagaimana jika Julia mulai mengacau lagi dan memasukkan Nicholas ke dalam posisi sulit lainnya?Dia mencoba untuk bangun dari tempat tidur teta