"Chiara, apa kau ada di dalam? Cepat buka pintunya." Patrick mengetuk pintu dengan keras saat tak segera mendengar sahutan dari dalam. Ketukannya semakin keras diiringi teriakannya yang menggelegar.
"Aku tahu kau ada di dalam kan? Cepat buka!"Chiara berdiri di balik pintu sambil merapalkan doa. Ia tak mau menemui Patrick. Ia sudah terlanjur muak dan kesal hanya untuk melihat wajahnya. Ia mengunci pintunya dan menghiraukan semua teriakan Patrick, bahkan saat pria itu memanggilnya dengan sebutan 'jalang'."Jalang, cepat keluar! Atau aku dobrak pintumu! Cepat buka, sialan!" Kesabaran Patrick sudah habis. Dengan mengerahkan semua kekuatannya ia menendang pintu rumah Chiara. Dalam keadaan mabuk, tenaganya semakin kuat. Hingga dua kali tendangan, pintu tersebut berhasil dibukanya."Patrick, kenapa kau di sini?! Hubungan kita sudah berakhir. Pergi dari rumahku! Jika tidak, aku akan menelepon polisi sekarang juga." Chiara memundurkan langkah, merasa ada yang aneh dari Patrick. Ia dengan cepat meraih ponselnya. Tapi, Patrick merampasnya.Patrick menyeringai. "Gadis sialan, beraninya kau mengancamku dan mengusirku."Patrick melangkah mendekati Chiara, mengikis jarak di antara keduanya. Dengan sebelah tangan dan kakinya yang tertumpu pada dinding, ia mengunci Chiara agar gadis itu tak bisa kabur dari kungkungannya.Chiara mengernyit. Ia mencium bau alkohol yang menyeruak dari napas Patrick yang menerpa wajahnya. Itulah yang membuat pria itu memiliki gelagat aneh. Patrick ternyata dalam pengaruh alkohol. Patrick mabuk. Dan seketika Chiara dilingkupi ketakutan akan kemungkinan terburuk yang akan terjadi setelah ini."Tak perlu takut, Sayang. Aku hanya ingin bersenang-senang denganmu." Patrick membelai pipi Chiara. Tapi, ia berubah jengkel saat Chiara menghindarinya.Patrick menahan wajah Chiara agar mau menatapnya. Tanpa aba-aba ia mencumbu bibir ranum Chiara, menyesapnya dengan penuh gairah."Lepaskan, brengsek! Lepas!" Chiara berusaha berontak. Tapi, tenaganya tentu tak sebanding dengan Patrick yang sekarang berhasil menghempaskan tubuhnya di kursi.Chiara meringis menahan sakit di punggungnya akibat benturan keras dengan kursi kayu. Ia bergeleng cepat saat Patrick menindihnya dan mulai menjelajahi tubuhnya dengan tangan laknat yang menjijikkan."Lepas, Patrick! Aku mohon." Air mata Chiara kini sudah meleleh. Hatinya hancur. Tubuhnya telah dijajahi Patrick. Bahkan kini pakaiannya sudah disobek pria itu dengan ganas hingga tak menyisakan apapun.Ketika Patrick hendak menyatukan tubuhnya dengan Chiara. Ponsel yang tadi ia lempar di sisi Chiara berdering keras mengganggunya."Sialan. Mengganggu kesenanganku saja," runtuk Patrick kesal. "Kau jangan bergerak. Aku akan mengatasinya dengan cepat."Setelah berucap, Patrick menggeser layar ponsel Chiara, merespon panggilan dari nomor asing."Sialan, berhenti memanggil!" gertak Patrick langsung pada seseorang di seberang telepon."Siapa kau? Mana Chiara?"Chiara bisa mendengar suara yang begitu familier di telinganya. Itu suara Lucas. Chiara berteriak meminta tolong. "Tuan, ada orang gila yang sedang menyerangku. Aku mohon tolong aku."Chiara berteriak menyebutkan alamat rumahnya. Membuat Patrick merasa lebih geram."Diam kau, Jalang!" Patrick menampar keras pipi Chiara hingga memerah dan bibir gadis itu sobek.Chiara tak tinggal diam. Ia semakin berteriak. "Cepat kemari, Tuan. Jika tidak, aku akan mati!"Patrick menampar Chiara sekali lagi. Lalu, berkata di telepon. "Chiara adalah kekasihku. Jangan mengganggunya. Atau aku buat kau menyesal.""Itu bohong! Jangan percaya!" Chiara tak bisa bergerak karena Patrick masih berada di atasnya.Patrick meraih rambut Chiara dan menjambaknya tanpa perasaan. "Dia tidak akan pergi menolongmu. Kau milikku. Sampai kapan pun kau tetap milikku, Chiara. Tidak ada yang bisa menjauhkanmu dariku," desisnya setelah melempar ponsel Chiara ke sembarang arah.Patrick membenamkan kepalanya pada dada Chiara. Dan kembali menjelajahi tubuh telanjang Chiara. Tapi kini dengan lidahnya."Brengsek! Berhenti!"-Bersambung-Lucas meremang sambil menggenggam erat ponselnya. Wajahnya mengeras menunjukkan kemarahannya."Ada apa, Tuan Lucas? Apa yang terjadi pada Nona Chiara?" tanya Albert mendekati tuannya.Lucas menatap Albert. "Cepat siapkan mobil! Kita akan pergi ke rumahnya sekarang!""Baik, Tuan," jawab Albert tanpa membantah. Ia berlari mengerjakan perintah Lucas.Napas Lucas memburu. Ia tidak akan membiarkan siapapun merampas incarannya. Jika ia menginginkan sesuatu, maka ia harus mendapatkannya juga. Bagaimana pun caranya. Seperti halnya dengan Chiara. Ia akan mendapatkan gadis itu dan membuatnya tunduk padanya. ***Chiara terus menahan agar Patrick tidak memasukkan miliknya pada milik Chiara. Meski, wajahnya kini penuh memar dan luka karena pukulan serta tamparan Patrick."Berhenti, Patrick! Jangan lakukan itu," ucap Chiara berusaha untuk terus menjauhkan Patrick darinya. Ia tak mau merelakan hal berharganya yang telah ia jaga selama dua puluh dua tahun dirampas oleh pria berengsek itu begitu saja
Chiara masih enggan untuk berbicara setelah kejadian tadi. Ia masih tak menyangka Patrick, mantan kekasihnya tega melecehkannya dan bersikap kasar padanya. Lebih dari itu, Patrick telah membuat luka di hati Chiara terkoyak lebih lebar lagi."Kita akan menunggu sampai Tuan Lucas kembali," tukas Albert seperti tahu kekalutan yang tengah mendera Chiara. Ia sesekali melirik gadis itu lewat cermin yang tertempel di atas dashboard depan mobil.Chiara hanya mengangguk pelan, kemudian menunduk dalam. Sampai suara terbukanya pintu mobil menarik perhatiannya.Kedua mata Chiara menatap sosok Lucas yang kini mendudukkan tubuhnya di bangku depan, tepat di sisi Albert. Dalam sepersekian detik pandangannya terkunci pada pria itu. Dengan bibirnya yang masih terasa perih karena sobek, Chiara memaksa agar bibirnya itu terbuka dan bergerak untuk mengatakan sesuatu."Terima kasih, Tuan Lucas. Kau sudah datang menolongku." Satu kalimat terlontar dari bibir Chiara disusul dengan sebuah senyuman tulus. Ia m
Paginya. Chiara menarik napas dalam dan menghembuskannya kembali dengan pelan. Kegugupan mulai merambatinya. Ia pandangi wajahnya lagi yang terpantul pada cermin di depannya.Chiara berkedip, sedikit tak percaya dengan apa yang sudah ada di hadapannya. Ia kini mengenakan gaun pernikahan yang semalam telah ia coba. Wajahnya yang biasanya terlihat pucat sekarang terlihat lebih segar karena sentuhan make up yang tebal, namun tetap natural. Semua bekas luka dan lebamnya pun tersamarkan."Mempelai wanitanya sangat cantik," puji pelayan berbisik pada temannya, tapi ucapannya itu masih bisa Chiara dengar dari tempatnya duduk.Chiara memaksakan senyumnya. Ia sama sekali tak bahagia. Untuk para mempelai yang lain, saat menjelang acara pernikahan mereka pasti dipenuhi rasa haru akan kebahagiaan. Tapi, sangat berbeda dengan yang Chiara rasakan sekarang. Chiara kini berusaha menutupi kesedihannya sambil berulang kali mengingat semua tulisan yang ada di dalam buku berisi aturan yang harus ia patuh
Chiara menatapi cincin berlian yang tersemat di jari manisnya dengan diiringi napasnya yang terbuang berat. Ia tersenyum nanar sambil berucap pada dirinya sendiri. "Aku harus bisa bertahan. Hanya tiga bulan. Tiga bulan saja."Chiara kemudian bangkit dari tempat tidur untuk mengganti gaunnya dengan pakaian santai. Ia sudah menghapus make upnya dan kini ia berjalan mendekati lemari.Tangan Chiara terulur untuk mengambil satu set pakaian. Dengan perlahan ia mulai melepas gaunnya. Lalu, ia melangkah dengan tubuh setengah telanjang menuju kamar mandi, sementara gaunnya sudah jatuh teronggok di lantai.Saat Chiara mulai menggerakkan kakinya, tiba-tiba ia dikejutkan dengan suara gebrakan pintu kamarnya. Ia membulatkan matanya dan spontan berteriak keras saat melihat seseorang berdiri di ambang pintu."Arghhh!" Chiara berusaha menutupi tubuhnya dengan kedua tangan.Sedang Lucas yang masuk ke kamar Chiara tanpa permisi, hanya menatap dingin gadis itu. Ia bersedekap sambil memutar mata malas. "
Keesokan paginya. Lucas sudah meluncur ke bandara untuk menjemput kedua orang tuanya. Langit kota New York tampak mendung, seakan mendukung perasaan Lucas sekarang yang sedang kesal. Sementara, di tempat lain. Di kamar Chiara. Gadis itu masih tertidur dengan pulas. Selimut masih membungkus tubuhnya dengan nyaman. Chiara bergerak pelan, menggeliat. Ia berguling ke samping saat ia kesulitan melepaskan diri dari selimut. Alhasil, ia terjatuh ke lantai. "Aww... punggungku," erang Chiara kesakitan. Ia berusaha melepaskan selimut dengan cara menendangnya, lalu ia menghela napas begitu berhasil bebas. Ia bangkit duduk dan terdiam sebentar sampai sebuah ketukan di pintu terdengar. "Siapa?" tanya Chiara pada seseorang yang ada di luar kamar. "Ini saya Melly, kepala pelayan, Nona. Saya ingin mengantarkan sarapan untuk Anda." Chiara beranjak untuk membukakan pintu. Ia memundurkan langkah agar wanita paruh baya di depannya bisa lewat. "Bibi tak perlu repot-repot membawanya ke kamarku. Aku b
Lucas menarik Chiara mendekat dan melingkarkan tangannya di pinggang ramping gadis itu. "Iya, Mom. Dia istriku," ucapnya penuh penekanan.Chiara menahan napasnya. Meski, sebelumnya ia pernah mendapati dirinya begitu dekat dengan Lucas saat ia terjatuh karena tergelincir gaunnya sendiri. Tapi, sekarang ketika tangan kekar Lucas menempel di pinggangnya, dan pria itu tampak posesif. Entah kenapa, membuat jantungnya berdebar tanpa sebab.Chiara terpaku menatap Lucas, dan segera membuang pandangan begitu ia tertangkap basah oleh Lucas. "Dia ternyata masih hidup?" tanya Sarah dilingkupi rasa tak percaya. Ia nyaris menjatuhkan rahangnya saat menyadari jika gadis yang telah ia kira pelayan, ternyata istri putranya sendiri yang tak lain gadis kecil yang meninggal tujuh belas tahun yang lalu. Pantas saja wajahnya terlihat sangat familier. Tapi, bagaimana bisa dia masih hidup? Padahal keadaannya dulu sangatlah mengenaskan, saat kecelakaan terjadi. Sarah melihat dengan mata kepalanya sendiri.Ba
"Maaf, Tuan. Aku begitu lalai sampai lupa dengan perintah Anda untuk tetap tinggal di kamar. Aku tidak tahu akan berakhir seperti ini. Maafkan aku, Tuan," ucap Chiara penuh penyesalan dan sedikit takut karena tatapan tajam yang dingin dan menusuk milik Lucas terus mengarah padanya. Jika, tatapan itu menjelma menjadi pisau, sudah dipastikan Chiara akan berdarah-darah sekarang. Ia amat menyesali kecerobohannya. Apalagi mengingat ia sempat membentak ibunya Lucas, semakin membuatnya merasa bersalah.Lucas tak berucap. Ia mengeluarkan napas kasar sekali lagi dari bibirnya. Pandangannya kemudian jatuh pada tangan kanannya yang terluka. Darah merembes dari sana setelah pecahan kaca merobek kulitnya. Ia langsung memejamkan kedua matanya begitu kepalanya berdengung sakit. Ia membenci darah, dan setiap kali melihatnya ia akan merasa mual, pusing, dan bisa saja ia kehilangan kesadaran saat itu juga.Chiara menaikkan pandangannya ketika ia tak menemukan reaksi seperti yang ia takutkan dari Lucas.
Chiara masih menautkan kedua alisnya, tercenung menatap dress warna nude tanpa lengan dengan model rok asimetris di depannya. Ia heran kenapa Lucas memberikan dress cantik ini padanya. Namun, ia menarik pandangannya kepada Lucas dengan curiga. Pasti ada tujuan tertentu di balik pemberian Lucas ini.Lucas memasang wajah datar dengan jengah. "Ini untukmu. Besok akan ada acara makan malam keluarga Knight. Gunakan ini saat kau datang sebagai pasanganku."Chiara menggerakkan kepalanya pelan tanda ia paham. Benar dugaannya, Lucas memiliki tujuan tersembunyi. Ternyata Lucas mengajaknya untuk ikut acara makan malam bersama keluarga pria itu. Dan ia harus memakai gaun yang sedikit terbuka di bagian dadanya tersebut. Ah, ia sama sekali tak terbiasa dengan pakaian yang terbuka. Tapi, apa boleh buat. Ia tidak bisa menolak perintah Lucas."Hanya itu kan yang ingin Tuan katakan?" tanya Chiara begitu Lucas sudah selesai berucap. Ia menundukkan pandangan dengan cepat saat kedua mata hazel Lucas yang
Robert menekuk wajahnya. Ia lalu mengalihkan tatapan ke arah Zyan yang baru saja mengulum senyum saat menatap kepergian Lucas. Setelahnya, pria itu justru membalas tatapan Robert sambil mengedikkan bahu.Sontak Robert menggertakkan gigi. Ia segera menggerakkan tangan demi menjalankan kursi rodanya. Sedangkan Sarah bingung dengan apa yang tengah dilakukan Robert."Sayang, kau mau kemana?" tanyanya. Karena Robert tak meresponnya sama sekali, ia jadi khawatir.Sarah kemudian harus membungkukkan badan berkali-kali demi meminta maaf kepada tamunya karena ia akan menyusul Robert. Lantas, Sarah bergerak cepat untuk membantu mendorong kursi roda Robert."Kau mau pergi kemana, Sayang? Biar aku bantu," desis Sarah."Antarkan aku kepada Zyan," tegasnya.Meskipun bingung, tapi Sarah tetap mengikuti permintaan suaminya tersebut. Mendekat ke posisi Zyan, Robert sudah bersiap-siap."Apa yang kau lakukan sampai adikmu pergi begitu saja, hah?!" gertak Robert langsung.Zyan justru memiringkan senyum. "
"Dad, kau menaruh kamera CCTV mikro di sini?"Pertanyaan Poppy seketika langsung menghentikan perbincangan kedua pria di depannya. Kedua orang itu tampak saling melempar pandang sekarang.Chen Ze kemudian segera melangkahkan kaki untuk memeriksanya. Ia pun jadi sedikit terkejut."Tuan, ada yang mengawasi kita!" celetuk Chen Ze yang membuat napas Franklin tercekat.Franklin mau tak mau berderap mendekat juga. Ingin membuktikan langsung dengan mata kepala sendiri. Setelah mengamati CCTV tersebut, bibirnya tekatup rapat."Sial! Siapa yang melakukannya?! Sejak kapan kamera itu berada di sini!" umpat Franklin kesal. Ia berkacak pinggang dengan sesekali membuang napas gusar.Chen Ze juga terlihat berpikir keras. Ia terdiam selama sepersekian detik sebelum menyebutkan sebuah nama."Menurut Anda, apakah Albert adalah anak Ashley, Tuan?"Mendengar itu, perhatian Franklin akhirnya tersedot kepada Chen Ze juga. Kedua matanya saling mencari-cari jawaban ketika saling berhadapan."Seharusnya kita
Sambil mengatupkan rahangnya, Sarah duduk di jok penumpang belakang dengan tubuh yang menegang. Bahkan pemandangan di sisi kanan dan kirinya tak mampu mengalihkan rasa emosinya. Masih terbayang-bayang olehnya tentang perkataan Poppy tadi pagi."Lucas dan Lala ternyata selama ini membohongi kita, Bu. Mereka hanya menikah secara kontrak."Waktu itu, kedua mata Sarah langsung terbelalak lebar. Rasanya kecewa dibohongi oleh anaknya sendiri. Apalagi itu Lucas.Sarah menggertakkan gigi. Ini semua pasti karena pengaruh gadis miskin itu. Padahal dari dulu, ia membenci Lala sekaligus keluarganya. Ia takut jika Lucas terpengaruh karena pola pikir orang miskin dan keluarganya berbeda. Apalagi sampai tertular penyakit mereka. Bulu kuduk Sarah meremang. Pokoknya, ia sangat anti dengan Lala yang miskin, kotor dan liar.Tak terasa mobil yang ia tumpangi sudah tiba di depan mansion Lucas. Si pegawai membukakan pintu, memberi jalan kepada Sarah. Sekarang wanita itu mendaratkan kakinya dengan yakin.Sa
Pagi buta sekali, dua mobil hitam berkilat meluncur cepat ke salah satu bangunan yang tinggi besar. Bangunan tersebut didominasi oleh dinding warna cream dengan sebagian catnya terkelupas. Sedang di depannya, hanya ada rolling door abu-abu tua yang menggantikan fungsi pintu pada umumnya.Pintu mobil akhirnya terbuka, menampilkan sejumlah pria yang berpakaian serba hitam memasuki bangunan tersebut secara diam dan cepat. Saking heningnya, kaki-kaki mereka tak terdengar menapak tanah.Sebagian dari mereka menjebol pintu samping. Sisanya memasuki bangunan itu dengan memanjat balkon dan menyusup dari atas.Berikutnya, mereka dengan gerakan cepat dan hening menangkap dan membius orang-orang yang ada di dalam. Hanya ada tiga pria dan satu wanita di dalam sana. Lantas pasukan pria yang memakai serba hitam mengumpulkan sejumlah korbannya di dalam gudang yang berisi banyak produk minuman berkarbonasi.Setelah orang-orang ditangkap tersebut siuman, salah satu pria melangkah maju. Menyodorkan seb
Beruntung, Zyan tangkas menangkap tubuh Chiara. Pria itu langsung menggendong Chiara dan melangkahkan kaki cepat menuju ke dalam mansion Lucas.Zyan harus melewati beberapa penjaga dulu. Baru saat Melly muncul di permukaan, Zyan diperbolehkan masuk. Melly mengekor di belakang Zyan sambil memasang ekspresi cemas.Mereka berlari menaiki tangga hingga akhirnya tiba di kamar Chiara. Perlahan Zyan menurunkan Chiara di atas ranjang. Sementara Melly langsung berhambur keluar untuk menghubungi Lucas yang masih berada di kantor.Zyan menumpukan kedua tangan ke permukaan kasur sambil memandang Chiara yang terpejam dan berwajah pucat. Perasaannya campur aduk. Sedih, frustasi dan marah. Ia akhirnya mendengus kasar dan memutuskan untuk berdiri. Begitu Zyan bangkit, Chiara yang masih lemah memanggil Zyan."Zyan…" lirih wanita tersebut hingga membuat langkah Zyan terhenti.Mau tak mau, Zyan berpaling lagi ke arah Chiara. Chiara tampak memijat pelipisnya, lantas membuka kedua mata sayunya perlahan. S
Wajah Lucas merah padam. Ia menggeram karena masa lalu tak mengenakan tersebut akhirnya menghampiri ingatannya kembali. Sejak saat itulah, Lucas tak mau berurusan dengan Zyan lagi. Beruntung waktu itu nyawa Lucas dapat diselamatkan karena Sarah mencari dua anaknya tersebut.Tapi, setelahnya Zyan dihajar habis-habisan oleh Robert. Sementara Sarah hanya tergugu, tak tega melihat anaknya dihajar. Jangan tanya dimana Lucas. Lucas kecil masih terlentang tak berdaya di kamar sambil menjalankan perawatan intensif dari dokter Isaac.Zyan yang waktu itu hanya selisih dua tahun dari Lucas menahan setiap cambukan yang Robert tancapkan ke setiap permukaan kulit hingga menganga, menghasilkan luka seperti terbakar. Zyan mengatupkan rahang. Wajahnya sudah merah padam. Ia bahkan tak bisa menangis lagi. Kedua mata hazelnya tajam memandang lurus. Sedangkan rasa bencinya terhadap Lucas kian bertumbuk."Bisakah kau mencari wanita lain dan itu bukan Chiara?!" sentak Lucas kepada Zyan. Mereka saling berhad
Chiara mengeluarkan seluruh isi perutnya. Setelah mencuci bersih mulut, ia memandangi cermin kecil yang menempel dinding di hadapannya.Chiara menelan saliva saat kedua matanya beradu pada bayangan yang terpantul pada cermin. Cermin yang sebagian sudah retak tersebut secara kejam menjebol tanda tanya besar di benaknya sekarang.Lalu, suara langkah sepasang kaki terdengar tergopoh-gopoh mendatangi Chiara sekarang. Susan mendongak, memandangi Chiara dengan cemas."Sayang, apa kau tidak apa-apa? Apa kau salah makan pagi ini?"Chiara terdiam. Agak gugup jika harus memikirkannya. Kemudian ia buru-buru menggelengkan kepala agar Susan dan Alan tak khawatir."Tidak, Bu. Sepertinya hanya gangguan pencernaan biasa. Nanti juga pasti sembuh sendiri," tukas Chiara enteng.Susan masih memasang raut wajah cemasnya. "Sungguh, Chiara? Kau terlihat sangat pucat sekarang."Chiara mengulurkan kedua tangan demi menjamah bahu ibunya. Kedua matanya menatap lekat Susan. Berusaha mendapat kepercayaan dari wan
"Aku berubah pikiran, Lucas. Mari hentikan sandiwara ini," ungkap Poppy suatu pagi. Sekarang wanita tersebut dengan santai menyesap teh di hadapannya. Berusaha mengabaikan raut wajah kaget yang terpasang pada Lucas.Lucas mengernyit. Memperhatikan Poppy bergerak seenaknya. "Apa maksudmu? Kau akan menyerah?"Poppy menggelengkan kepala. Tangannya meletakkan kembali cangkir teh ke meja. Sedang mulutnya buru-buru menelan cairan teh yang telah terkumpul di rongga mulutnya."Bukan. Tapi, aku rasa perasaanku sudah berubah. Aku jadi jatuh cinta sungguhan padamu, Lucas," aku Poppy gamang. Matanya menatap lurus hingga menembus manik hazel milik Lucas.Napas Lucas tercekat. Jika ia pikir rencananya lancar, maka Poppy sudah menjadi salah satu hambatannya sekarang. Lucas menegakkan tubuhnya."Perjanjian tetaplah perjanjian. Kau harus profesional. Kau melakukan itu agar fasilitasmu tak blokir oleh Franklin. Sedang aku membutuhkan sandiwara ini untuk membungkam Robert. Kau harusnya ingat itu."Poppy
"Maaf ya, Bu. Aku belum bisa menjenguk Ibu dan Ayah. Kakiku masih sakit," ungkap Chiara sedih ketika Susan meneleponnya.[Tidak apa-apa, Sayang. Yang penting kau selalu sehat. Tapi, aku harus berterima kasih banyak kepada Lucas. Ia sudah melindungimu sejauh ini.]Chiara mengulum senyum. Lucas memang sudah berbuat banyak untuk dirinya.[Halo? Kau sekarang pasti sedang tersenyum ya, Sayang. Apa kau menyukai Lucas?]Chiara terhenyak. Kemudian buru-buru menegakkan badan sambil menggeleng. Meski ibunya tak melihat, tapi Chiara refleks menggerakkan tangannya juga."Tidak, Bu. Aku tidak menyukai Lucas sama sekali, kok," tandasnya berbohong. Bagaimanapun hati Lucas tetap untuk saudara kembarnya sendiri.Namun tanpa ia ketahui, Lucas tak sengaja mendengar kalimat itu terucap dari bibirnya. Lucas membeku di tempat. Sebelah tangannya yang memegang box cincin yang telah ia beli tadi pagi terlepas begitu saja.Chiara terkesiap. Ia langsung menoleh untuk memastikan sumber suara tersebut. Namun gera