Bukan tanpa alasan baik Arjuna atau Laras terdiam selama 10 menit, melainkan Clau menguping di balik pintu. Arjuna memberi isyarat kepada ibu mertuanya untuk menahan bicara. Setelah aman, dan memastikan Clau benar-benar pergi ke kantin, Bu Laras mulai buka suara. Mengajukan pertanyaan yang sama kepada Clau, ingin mendengar secara langsung dari bibir Arjuna. Laras juga tahu Arjuna pria baik-baik tetapi keadaan merubahnya menjadi dingin dan kejam.“Karena aku mencintai Claudya.” Jawaban singkat Arjuna membuat Laras menegakkan punggung.“Ini bukan dusta? Ibu tahu, Clau pasti menukarnya dengan uang untuk membayar biaya pengobatan.” Perasaan Laras campur aduk, antara kesal, sedih, bingung menjadi satu.“Apa Nak Arjuna serius? Ibu tidak mau Clau sakit hati, ibu juga tahu kamu susah melupakan Clara. Kalau Arjuna tidak bisa memberi kebahagiaan, sebaiknya lepaskan Clau. Masalah anak, ibu tidak akan melarang Arjuna datang ke rumah. Maaf atas segala perbuatan Clara.” Tukas Laras begitu malu akan
Setelah 3 minggu berlalu, Arjuna tak sekalipun mengabaikan istrinya sendirian di rumah sakit. Ia benar-benar merealisasikan ide gilanya, hingga Clau pasrah. Setiap malam berbagi ranjang pasien dengan Arjuna, dan beruntung tidak terlalu sempit. Walau keduanya harus saling berdempetan.Arjuna akan menunjukkan kepada ibu mertua, bagaimana ia sungguh telah membuka hati bagi Clau. Jujur saja menghapus kenangan indah bersama Clara memang sulit, tetapi ia berjuang demi buah hati. Seiring berjalannya waktu, Arjuna yakin bisa mencintai Clau sepenuh jiwa dan raga.Setelah Clau terlelap, Arjuna turun dari brankar, meregangkan otot kaku dan membuka laporan yang dikirim Givano. Ia memang datang ke kantor setiap hari tetapi tidak sampai sore, Arjuna khawatir Clau bertemu sosok pria lain.“Tidur lah yang nyenyak Claudya, istriku.” Bisik Arjuna dan mengecup pipi yang kini tampak montok.Perubahan Arjuna tidak sia-sia, menuruti anjuran dokter kandungan dan psikolog mulai terlihat. Clau tidak lagi kuru
Puas merajuk, akhirnya Clau menghabiskan sup hangat dan roti lapis. Namun kesalnya belum pudar, seandainya tidak mengandung pasti Arjuna memperlakukannya dengan kasar. Ia juga tidak tega melihat mimik penyesalan terpancar begitu jelas. Clau mengesampingkan egonya dan menghargai Arjuna.“Kamu mau lagi?” tawar Arjuna tercengang bagaimana Clau mampu melahap cepat semua makanan.“Cukup, aku kenyang.”Clau tahu sikap posesif suaminya karena Arjuna terlampau takut. Jika Clau pergi bersama pria lain dan mengkhianati cinta yang baru saja tumbuh menjadi tunas.Di sela sepasang suami istri saling pandang, tim medis masuk ke ruangan. Mengabarkan hasil tes laboratorium Laras, ketiganya menyimak penuturan dokter. Hingga senyum mengembang dari bibir Clau, ibunya dinyatakan cukup stabil dan diizinkan pulang hari ini.Segera Arjuna mengutus anak buahnya menyelesaikan administrasi. Merapikan seluruh barang Laras dan mengambil obat-obatan dari instalasi farmasi.Clau melingkarkan tangan pada lengan La
Di meja makan, Clau duduk menggenggam erat secangkir teh hangat. Pandangannya lurus ke arah jenedela, Clau sengaja membuka tirai. Tujuannya melihat Arjuna pulang dengan selamat, Clau tidak ingat kalau pagi tadi suaminya mengatakan pulang ke mansion.Setiap pergantian menit, Clau melirik ponsel mencari pesan dari Arjuna. Tetapi kosong, entah sudah berapa banyak pesan singkat dan panggilan telepon yang dilakukan tak kunjung dapat balasan. Clau menghela napas panjang tidak tahu keberadaan suaminya. Bahkan Givano saja telah tiba di apartemen beberapa jam lalu. Clau semakin tidak bisa tidur nyenyak, mendengar kabar buruk dari asisten pribadi. Rasanya kasur empuk berubah keras dan berbatu.“Kenapa dia selalu begini?” mencebikan bibir. Mengulang panggilan suara dan video, sampai hatinya dibuat kesal dan melempar ponsel ke atas meja. Clau berdiri, melirik jam dinding, lalu menggosokan telapak tangan sebab udara dingin meningkat. Ia nekat keluar rumah, berdiri di halaman, berjalan mondar-man
Tanpa menggunakan pakaian, dengan perut besarnya Clau memapah Arjuna. Membaringkan lelaki itu pada ranjang, sedetik kemudian ia merasa bersalah telah marah. Telapak tangan Clau menyentuh area kening, tubuhnya terlonjak karena Arjuna cukup panas. Clau pun beranjak dari atas kasur, segera memasang pakaian santai. Keluar kamar mencari Laras di teras belakang rumah.“Bu? Termometer di mana ya?” panik Clau.“Siapa sakit? Arjuna kah?” “Iya Bu, badannya panas.” Kedua tangan Clau masih sibuk membuka laci dan lemari.Tak lama Laras menyerahkan kotak kecil, Clau langsung menuju kamarnya. Ia menjepitkan alat pengukur suhu pada ketiak Arjuna. “Maaf. Harusnya aku tidak marah.” Lirih Clau menatap wajah Arjuna yang tengah memejamkan mata.Usai mengetahui ukuran suhu, ia gegas menyeka tubuh sang suami menggunakan air hangat. Beruntungnya Arjuna tidak demam tinggi dan tidak ada penyakit lain. Sebab Clau menghubungi dokter pribadi suaminya.Selepas dokter pergi, Clau membuat makanan lunak dan berku
“Ibu?” Clau berusaha berdiri. Namun, lagi-lagi Arjuna menahannya, Clau tahu suaminya salah besar. Hatinya tidak tega melihat ibu dan suaminya bermusuhan. “Keluar dari sini Arjuna! Pintu rumah kami terbuka, silakan keluar!” Laras merentangkan lengan, menunujuk pintu utama. Manik hitam legamnya melebar, sakit hati melihat wajah Arjuna.“Claudya, masuk ke kamar. Biarkan Arjuna pulang ke kediaman Caldwell.” Pungkas Bu Laras meraih lengan Clau, berusaha melepaskan dari genggaman tangan Arjuna.“Ta-tapi Bu …” Clau terbata, ia tidak berkutik saat ibunya membawa masuk ke kamar.Sedangkan Arjuna mengela napas panjang, tidak terkejut lagi akan reaksi Laras. Segala sesuatu memang beresiko, ia menganggap ini sebagai akibat dari dendamnya. Arjuna keluar dari rumah sederhana ini, langkah kakinya terhenti di depan jendela kamar Clau. Cukup lama melihat ke arahnya, berharap sang istri melongokan kepala. Sayangnya dari dalam Clau hanya bisa memandang nanar wajah sang suami. Ia meneteskan air mata
Selesai rapat Arjuna menginjak pedal gas seperti orang kesetanan. Ia menolak tawaran Givano yang hendak menemani. Namun asisten pribadi itu dan pengawal segera membuntuti tuannya. Khawatir terjadi kerusuhan akibat Arjuna tidak bisa menahan emosi.Givano sampai berteriak ketakutan sebab sopir mengemudi dengan kecepatan tinggi. Beruntungnya mereka semua tiba tepat waktu. Hingga bisa mencegah aksi kebrutalan Arjuna, hanya gebrakan meja saja terdengar keluar.“Tuan … Anda tolong tenang. Kalau Anda terus tidak bisa mengontrol emosi Nyonya Clau pasti sedih.” Bisik Givano, dan akhirnya Arjuna melunak.Sebagai juru bicara dan tangan kanan Presdir Cwell Group, Givano negosiasi dengan agen property. Cukup alot dan sulit sebab bukan perkara mudah karena pembeli telah membayar sebagian biaya. Givano terus berupaya mengusahakan agar rumah tersebut jatuh ke tangan tuannya.“Tuan … apa Anda bersedia membayar biaya ganti rugi?” bisik Givano menyampaikan usulan lebih dulu.“Tentu saja. Aku tahu bagaim
“Claudya apa yang kamu lakukan, hah?” sentak Arjuna penuh penekanan dengan suara tertahan.Clau gelagapan sembari menunjuk pintu kamar. Ia tidak lagi memikirkan kemarahan Arjuna, melempar kemeja dan sabuk kepada pria itu.“Sebaiknya kamu keluar sekarang juga. Ibu mengetuk pintu.” Panik Clau menggiring Arjuna mendekati jendela. “Nak, kamu sudah tidur belum? Ibu boleh masuk?” handle pintu bergerak-gerak cukup cepat.Akhirnya Clau menggunakan asal piyama tidurnya dan mengunci Arjuna dalam kamar mandi. Bahkan mewanti-wanti pria itu agar tidak mengeluarkan suara apapun."Aku mohon jangan berisik."Keduanya seperti tertangkap basah melakukan sesuatu. Peringatan Clau ini mendapat pelototan tajam dari suaminya. “Kamu harus membayarnya mahal Clau!” gerutu Arjuna bersembunyi di balik pintu.Merasa situasi dan kondisi telah aman, Clau membuka kunci ganda serta pintu. Menampilkan senyum tipis, menyipitkan mata seolah baru bangun dari alam mimpi. “Boleh ibu masuk?” “Oh iya.” Terpaksa Clau meng
Setelah puas menikmati waktu berduaan di bibir pantai, Arjuna dan Clau bergegas kembali ke penginapan terapung. Hari semakin larut dan Arjuna teringat, istrinya belum menyantap makanan apapun. Penampilan Clau sangat berantakan, tidak mengenakan pakaian dalam, hanya kemeja biru kebesaran milik Arjuna. Berjalan tepat di balik punggung, melindungi dari tatapan pengunjung lain.Meskipun sepi Clau tetap tidak nyaman, berkeliaran hanya dengan sehelai pakaian saja. Alhasil tubuh Arjuna yang bertelanjang dada menjadi tameng.“Di sini sepi sayang, tidak ada siapapun. Mereka semua pasti sibuk dengan urusan masing-masing.” Arjuna terkekeh pelan.“Tapi … bagaimana kalau tiba-tiba ada yang keluar dari kamar? Aku malu Arjuna, kenapa melakukannya di luar?” Clau menunduk hingga menambrak punggung kekar sang suami.Ternyata Arjuna menghentikan langkah kaki. Mendengar penyesalan dari mulut Clau membuatnya tersenyum kecil, dan tidak tahan untuk melakukan kegiatan panas lagi. “Bukankah tadi kamu yang me
“Di mana Arjuna dan adik ipar? Kenapa dia lama sekali, jangan-jangan memilih menginap di villa? Ck dasar tidak kompak.” Geram Andreas.“Memangnya kenapa? Biarkan saja, mereka juga bisa datang ke sini sesuka hati, lokasi villanya tidak jauh.”“Tunggu! Dari mana kamu tahu kalau villa Arjuna jaraknya dekat? Apa kalian—“ pikiran Andreas melayang ke segala arah.Clara segera membungkam mulut suaminya, susah payah sebelah tangan bergerak. Ia tidak ingin membuka lembaran masa lalu, baginya sekarang hanya ada Andreas dalam hati bukan pria lain.Apalagi Clara dan Arjuna pernah menjalin kasih selama dua tahun. Dapat dipastikan jika keduanya bepergian berdua, begelung di atas ranjang dan saling menyebut mesra nama pasangan.Seketika wajah Andreas berubah merah padam. Dadanya bergemuruh, tangannya pun mengepal sempurna, isi kepalanya membayangkan hal itu.“Andreas sudahlah itu ‘kan masa lalu, aku juga tidak pernah mempermasalahkan kamu sering membayar wanita lain.” “Tapi Clara, itu beda! Aku mela
“Apa?” pekik Andreas dan Kevin.Keduanya langsung melirik ruang kamar yang cukup sempit. Benar yang dikatakan Arjuna, kamar asing milik Presdir Cwell. Akan tetapi Andreas menyadari sesuatu, mana mungkin Arjuna tidak menyewa presidential suite.“Ini bukan kamarmu!” Andreas melotot dan menunjuk ke segala arah.“Siapa yang melakukan ini?!” Arjuna geleng-geleng kepala membenarkan tanggapan sahabatnya.“Mungkin para istri yang membawa kita ke kamar karena mabuk.” Jawaban Kevin paling masuk akal.Segera Arjuna bangkit dari kasur, merapikan penampilan dan memandang jijik. Sungguh rasanya alergi satu ranjang bersama Andreas dan Kevin, ia melepas jas lalu membersihkan diri dari debu. “Hey, tidak perlu berlebihan!” Andreas berteriak di dalam kamar.“Aku tidak pernah satu ranjang dengan pria kecuali Daddy-ku. Kalian berani sekali! Jangan sampai kejadian ini terulang lagi. Mereka benar-benar meminta hukuman rupanya.” Arjuna mengepalkan tangan tidak sabar bertemu Clau.Arjuna melirik jam tangan, k
Setelah pesta pernikahan yang digelar sederhana hanya mengundang kerabat dekat, Kevin dan Brigitta memisahkan diri. Pasangan baru itu layaknya anak muda yang menikah dadakan, baik pria atau wanita sama-sama canggung.Sejak tadi, Brigitta selalu meremas tangannya. Bahkan kedua kaki tak kuasa berdiri sebab gemetaran, khawatir terjatuh. Begitupun dengan Kevin, memilih mengguyur diri di bawah air dingin, sebagai seorang pria tidak dipungkiri mengharapkan sesuatu.Namun, saat ini jauh berbeda. Suasana tegang belum menghilang, antara takut dan terharu. Setengah jam menghabiskan waktu di kamar mandi, Kevin keluar hanya mengenakan handuk putih. “Umm … Brigitta?” panggil Kevin dengan pemandangan menambah beban kegugupan.Rambut basah Kevin menggoda Brigitta, sayangnya wanita ini tak kuasa untuk bertindak lebih dulu. Cenderung menunggu aksi dari Kevin, layaknya seorang gadis yang baru merasakan indahnya jatuh cinta.“Ya, K-Kevin a-da apa?”“Boleh minta tolong ambilkan bajuku di tas?”“Oh, ya …t
Dua minggu kemudian.Hamparan bunga beraneka warna menghiasi ballroom hotel, pengantin pria sedang menanti calon istrinya. Kevin berdiri tegak, kemeja putih tertutup tuksedo hitam melekat sempurna pada tubuh atletis. Didampingi oleh Arjuna dan Andreas, lelaki itu mengalami ketegangan luar biasa. Usianya hampir menginjak 40 tahun tetapi tidak membuat Kevin tetap tenang. Apalagi semalam menerima kabar dari calon mertua, bahwa Brigitta demam.Ingin rasanya Kevin terbang ke rumah calon istri. Tetapi apa daya, dua sahabatnya ini menahan, mereka melarang Kevin bepergian, demi menjaga keamanan.“Kau bisa diam tidak?” Andreas mendengus di telinga Kevin.“Kenapa Brigitta belum datang?” pandangan Kevin selalu tertuju ke pintu utama.“Tenanglah! Brigitta baik-baik saja. Clau bilang mereka sebentar lagi tiba. Sabar sedikit, kalian sudah memiliki anak remaja tetapi seperti baru pertama kali merayakan cinta.” Cibir Arjuna mengepalkan tinju pada lengan sahabatnya.Ketiga pria itu berada di altar per
“Umm … terima kasih Mom. Aku pikir Mommy sibuk, soalnya Daddy bilang kalau hari ini ada rapat penting.”“Daddy bohong! Mom tidak sibuk. Apapun demi Karen, Mom bangga sayang, kamu benar-benar hebat. Selamat ya berhasil menjadi juara dua, ini hadiah untuk Karen.”“Aku sayang Mommy. Wah, baju berenangnya bagus.” Karen memeluk Brigitta dari belakang, melingkarkan lengan ke dada ibunya.Pemandangan mengharukan bagi Kevin. Sebentar lagi keinginan Karen terwujud, setiap hari bisa melihat Brigitta, bahkan bermain bersama. Baik Kevin atau Brigitta sama-sama berkomitmen memberikan yang terbaik, mereka menebus hilangnya waktu di masa lalu.“Sekarang kita mau ke mana Dad? Boleh makan malam di luar?”“Iya, tapi ke salon dulu. Kita makan malam bersama kakek dan nenek.” Kevin tampak santai dan tak acuh.Sedangkan Brigitta dan Karen menegang, tidak menyangka pertemuan kurang dari tiga jam lagi. Brigitta menelan saliva, mencoba mengutarakan isi hati. Takut ayahnya bertindak sewenang-wenang, apalagi Kar
Di kantor, Ayah Brigitta terdiam memandangi berkas berisi laporan bahwa lebih dari 50% saham perusahaannya dibeli oleh satu orang. Pria itu penasaran akan sosok pahlawan yang berhasil menyelamatkan usaha keluarga. Berulang kali mengucap syukur atas keberutungan yang tak terduga. “Siapa orang ini, apa kalian tidak bisa mencari tahu?” Ayah Brigitta menemui manajer keuangan.“Tidak Pak. Sepertinya Beliau pengusaha muda yang menjaga informasi pribadi. Kami juga terkejut karena mendadak asisten pribadinya datang.”“Pasti dia ingin menguasai perusahaanku. Sudahlah yang penting tidak bangkrut. Hubungi asisten pribadinya, aku ingin mengucapkan terima kasih.”Manajer keuangan itu mengangguk, kemudian keluar dari ruang pimpinan utama. Sedangkan Ayah Brigitta melupakan berita pagi yang mengejutkan. Seluruh perhatian tercurah pada usaha milik keluarga.Namun, niatnya untuk menikahkan Brigitta kepada seorang pria kaya tak pernah surut. Dia ingin perusahaan memiliki dukungan dari banyak pihak, sehi
Brigitta termangu, tubuhnya bergeming, gulungan kertas berisi ide tak dihiraukan. Pandangannya tetap lurus ke depan, lantas melirik kebun bunga. Dadanya terasa nyeri bagai dihantam bongkahan batu es, suhu badannya pun berubah dingin.“Brigitta? Kamu melamun?” Kevin berdiri dengan gagah di depan ibu dari anaknya ini. Sekarang Brigitta merasa rendah diri, tidak layak bersanding bersama Kevin. Roda kehidupan berputar sangat cepat, ia menyakini bahwa calon ibu sambung Karen adalah rekan bisnis Kevin. Selain fisik yang menggoda, Kevin memiliki pesona tersendiri. Tatapan teduhnya mampu menyihir orang, dia juga seorang pekerja keras.“K-Kevin. Umm … ini milikmu?” “Ya, sebenarnya aku sudah lama membeli tanah di sini, mungkin tiga tahun lalu. Tapi belum mempunyai uang untuk mendirikan rumah. Dan ya, sebentar lagi impian itu terwujud.”“Umm … selamat ya.” Brigitta segera menyadari statusnya, lantas menurunkan posisi tubuh, merapikan berkas berisi desain. “M-maaf, aku bisa mencetaknya dengan
“Umm … Kevin, terima kasih atas tumpangannya, kalau begitu aku masuk dulu ke dalam.” Brigitta menelan saliva yang terasa pekat, ia tidak kuasa menahan beban tubuh. Hari-hari ohnya sangat tragis, megetahui Kevin akan menikah menghapus harapan untuk bersama lelaki itu suatu hari nanti.“Ya, jangan begadang Brigitta. Kamu harus tetap sehat.” Kevin melengkungkan senyum, ingin rasanya membelai pipi lembut itu. Tetapi harus menyelesaikan permasalahan yang ada.Kendaraan roda empat milik Kevin menghilang dari hadapan Brigitta. Melesat cepat menuju tujuan akhir, sebab tidak ada waktu lagi. Semua terpaksa Kevin lakukan, demi memberi kebahagiaan untuk semua orang, ya menggunakan cara licik memang tidak baik.Namun, Kevin tidak bisa hidup sendiri. Keinginannya sebagai pria untuk memiliki Brigitta sangatlah besar. Hari ini juga, rencana yang telah disusun oleh Arjuna dituntaskan.Selama perjalanan, Kevin menghubungi asisten pribadinya. Raut wajah sangat serius menyampaikan setiap untaian kata.“