“Emmn, macakan Ante enak cekali.” Raut wajah Jasmin semakin terlihat bahagia ketika menyantap makanan yang dimasak oleh Afifa. Gadis kecil itu sangat lahap menikmati sarapannya kali ini padahal biasanya setiap pagi Roy harus mengumpulkan kesabarannya terlebih dahulu agar Jasmin mau makan.Afifa tersenyum menanggapi ucapan Jasmin, ia juga ikut bahagia jika Jasmin suka dengan makanannya. Afifa mengusap sudut bibir Jasmin yang terdapat noda kecap di sana kemudian berkata, “Syukur lah kalau Jasmin suka dengan masakan Ante. Lain kali nanti Ante masakin lagi ya.”Jasmin mengangguk penuh semangat. “Benelan Ante?”Afifa kembali mengangguk, kemudian berkata. “Iya sayang, jadi jangan kapok ya main ke rumah Ante.”Roy hanya bisa mendengarkan secara seksama interaksi antara Jasmin dan Afifa, ia melihat putrinya sangat antusias menghabiskan makanan yang ada di dalam piringnya. Memang benar Jasmin suka dengan ayam kecap, tapi tidak biasanya lahap seperti ini.“Ayah, boleh kan kalau nanti Jasmin ma
Sekarang Dara dan Endara sedang sibuk mempersiapkan untuk acara syukuran atas berita kehamilan Dara. Endara sangat antusias menyiapkan semuanya, mulai dari menyewa tenda, makanan, dan lain sebagainya lelaki itu sendiri yang mengurusnya bahkan Dara tidak boleh ikut campur sedikit pun. Seperti malam ini Endara sedang sibuk dengan laptopnya entah apa lagi yang akan lelaki urus untuk persiapan acara syukuran yang akan di gelar sebentar lagi.“Mas, belum selesai pekerjaannya?” Dara menghampiri Endara yang sedang duduk di meja kerja membawakan lelaki itu teh hangat agar tidak masuk angin. Sebab, sejak tadi Endara hanya duduk sana di sana, ditambah lagi AC selalu menyala Dara khawatir kondisi lelaki itu akan tidak baik-baik saja.“Belum sayang, masih banyak persiapan yang belum selesai,” kata Endara, sambil memperlihatkan layar laptopnya kepada Dara lelaki itu ingin istrinya tahu betaapa banyak persiapan yang sedang ia rencanakan. Padahal Dara mintanya hanya syukuran kecil-kecilan saja.“Kok
Keesokan harinya …. Pagi-pagi sekali Jasmin sudah dijemput pulang oleh Roy dan sebenarnya gadis kecil itu tidak mau pulang karena akibat ancaman Roy yang tidak akan pernah mau membawa Jasmin main ke rumah Afifa lagi kalau tidak mau pulang akhirnya Jasmin mau juga dibujuk untuk pulang. Sekarang Afifa di rumah, ia izin karena tiba-tiba saja badannya sakit. Afifa sengaja tidak bilang kepada Roy, karena pasti lelaki itu akan menyalahkan Jasmin padahal sakitnya Afifa bukan karena gadis kecil itu. Afifa memutuskan kembali ke kamar untuk istirahat setelah ia membuat teh hangat agar tubuhnya menjadi hangat. Ia mematikan AC dan menutup seluruh tubuhnya menggunakan selimut. Pada saat Afifa ingin memejamkan mata, tiba-tiba saja ponselnya berdering menandakan ada telepon masuk. “Halo Dara.” “Mbak Afifa ada di rumah tidak?” tanya Dara, terdengar suaranya penuh antusias. “Mbak ada di rumah sih, tapi lagi nggak enak badan,” jawab Afifa dengan suara serak. “Ya ampun, kalau begitu Dara ke sana ya
Acara penting yang sudah direncanakan Endara jauh-jauh hari kini sudah tiba. Seperti ucapan lelaki itu beberapa hari yang lalu, ia menyewa sebuah gedung yang cukup besar hanya untuk acara syukuran Dara telah kembali hamil. Tidak hanya tetangga sekitar yang datang, tapi teman rekan kerja serta karyawannya ikut hadir tanpa terkecuali. Endara adalah sosok yang paling terhormat, jadi tidak heran jika tamunya sangat banyak bahkan setara dengan acara resepsi pernikahannya kemarin.“Mas, kok tamunya yang datang banyak sekali?” Dara berbisik di samping suaminya dan ke dua matanya tidak berhenti menatap para tamu yang datang. Dara heran katanya acara syukuran kecil-kecilan, tapi mengapa yang datang bisa sebanyak ini?“Mas sengaja mengundang mereka semua, kan tidak ada salahnya berbagi kebahagiaan dengan yang lainnya juga kan sayang? Sudah, kamu tidak perlu khawatir, setelah acara selesai kamu tidak perlu memikirkan siapa yang akan membereskan semua ini, karena semuanya sudah Mas ranjang jauh-j
“Afifa, sebaiknya kamu makan saja bair Jasmin saya yang akan mengurusnya sendiri,” kata Roy, lelaki itu baru saja selesai menyantap makanannya dan sekarang giliran lelaki itu yang akan menyuapi putrinya karena sejak tadi ia melihat Afifa tidak kunjung menghabiskan makannya.“Nggak mau, Jasmin maunya sama Ante.” Gadis kecil itu menolak mentah-mentah ia tidak mau disuapi oleh sang papa karena terkadang Roy sedikit dengan emosi ketika Jasmin tidak kunjung menghabiskan makannya. Berbeda dengan Afifa, wanita itu sangat sabar meskipun Jasmin tidak kunjung menghabiskan makanannya.“Jasmin maunya sama aku, jadi kamu makan saja atau mengobrol dengan yang lain,” kata Afifa, dengan senyum di wajahnya. Afifa tidak keberatan jika harus menyuapi Jasmin karena ia melihat gadis kecil itu sangat nyaman berada di sisinya.Roy berdecak kesal, lama kelamaan ia melihat Jasmin sangat manja kepada Afifa posisinya seperti tersingkirkan di sini. Roy sama sekali tidak beranjak dari tempatnya lelaki itu justri
Beberapa hari setelah acara syukuran kehamilan Dara, hari-hari Afifa pun kembali berjalan normal seperti biasanya lagi. ia pergi ke kantor dan pulang kemudian istirahat, begitu terus kegiatannya terkadang sampai membuat Afifa bosan. Namun, ia tidak boleh mengeluh karena masih banyak orang di luaran sana yang ingin bekerja seperti dirinya.Hari ini Afifa sengaja berangkat sedikit siang karena pekerjaan rumah yang cukup menumpuk akibat beberapa hari yang lalu ia terlalu sibuk dengan pekerjaan kantor. Untuk saja atasannya di kantor sangat memahami dan memberikan Afifa izin untuk datang terlambat. Saat Afifa sedang bercermin merapikan penampilannya sebelum berangkat ke kantor, tiba-tiba saja ponselnya berdering menandakan ada telepon masuk.“Iya, Halo.” Afifa menyapa seseorang yang ada di seberang sana. Wanita itu sedikit heran mengapa Roy tiba-tiba saja menghubunginya? Padahal sejak acara syukuran kehamilan Dara mereka berdua tidak lagi bertemu dan mengobrol.“Ante bisa datang ke lumah J
Roy menuruni anak tangga dan tidak sengaja hidungnya mencium bau masakan yang sangat harum. Lelaki itu bertanya-tanya siapa yang sedang memasak di rumahnya? Tidka mungkin Jasmin, karena masih terlalu kecil untuk bermain kompor di dapur. Karena Roy tidak mau penasaran lagi, lelaki itu pun menghampiri dapur dan melihat ada punggung seorang wanita sedang sibuk mengaduk sesuatu.“Sejak kapan kamu ada di dalam rumah saya?” Roy menatap wanita itu penuh selidik. Roy paling tidak suka jika ada orang lain masuk ke rumahnya tanpa seizin darinya.“Oh, sudah bangun rupanya?” Afifa menoleh sekilas, kemudian wanita itu kembali melanjutkan acara memasaknya yang sempat tertunda. Afifa hanya memasak dengan bahan-bahan seadanya di dalam kulkas, berhubung di dalam kulkas masih ada ayam maka dari itu ia memutuskan untuk membuat sup.“Jawab pertanyaan saya!” Roy terlihat marah karena Afifa masuk ke dalam rumahnya tanpa seizin darinya.“Dari tadi, setelah Jasmin meneleponku dan memberi tahu bahwa kamu seda
Afifa dan Jasmin sedang asyik berbelanja ke duanya terlihat sangat kompak sekali seperti seorang ibu dan anak. Raut wajah sedih Jasmin kini sudah tidak ada lagi digantikan raut kebahagiaan di sana. Afifa ikut bahagia sosok gadis kecil yang sekarang bersamanya ini ikut bahagia. “Ante mau beli apa lagi?” tanya Jasmin, gadis kecil itu sangat antusias memasukkan apa saja yang Afifa tunjuk, tidak hanya itu sesekali Jasmin juga memilih bahan makanan sendiri seolah gadis kecil itu memang sudah benar-benar tahu kebutuhan di dapur. “Kita ke tempat ayam dan daging ya, Ante mau beli itu soalnya,” kata Afifa, wanita itu mendorong trolinya menuju tempat ayam dan daging. Setelah melihat-lihat Afifa tertarik pada paha ayam dan daging sapi, dia pun memasukkan ke dalam troli belanjaannya. “Ante, Jasmin mau itu.” Jasmin menunjuk salah satu tempat di mana persosisan berada. Dengan senang hati Afifa menuruti permintaan gadis kecil itu. Terlihat Jasmin sangat bersemangat kali ini. “Jasmin mau ambil yan
Beberapa hari setelah acara aqiqah Brian, Afifa dan Riy kembali pada aktivitas masing-masing apa lagi kalau bukan bekerja dari pagi sampai malam, namun entah mengapa pagi ini bos yang ada di kantor Afifa meminta agar Afifa libur saja padahal sebelumnya bosnya itu tidak pernah meminta Afifa libur. Karena Afifa sangat bosan pagi ini, ia pun memutuskan ke dapur untuk membuat makanan sebagai cemilannya hari ini kebetulan sekali di dalam kulkas masih ada sayuran untuk dijadikan bakwan. Afifa memotong kol dengan senandung kecil yang keluar dari bibirnya, namun tiba-tiba saja ponselnya berdering.“Hao, Roy.” Afifa menyapa seseorang yang ada di seberang sana. Tumben sekali Roy pagi-pagi sudah menelepon?“Aku tidak berangkat kerja, bos meminta aku untuk libur,” jawab Afifa.“Oh, tentu sangat boleh. Bawa saja Jasmin ke sini, aku juga tidak ada teman di rumah. Iya, sama-sama.”Kemudian sambungan telepon dimatikan. Sangat kebetulan sekali hari ini dirinya sedang libur dan Jasmin tidak ada teman d
Satu minggu sudah usia buah hati Dara dan Endara dan sekarang mereka berdua akan menggelar acara aqiqah untuk sang putra sekaligus memberikan nama untuk buah hatinya itu.“Persiapannya sudah selesai semua, Mas?” Dara bertanya saat suaminya masuk ke dalam kamar. Selama beberapa hari ini Dara hanya berada di dalam kamar karena takut meninggalkan sang putra sendirian di sana. Dara takut jika putranya harus dirinya tidak ada di dekatnya.“Sudah sayang, semuanya sudah selesai kok. Mulai dari makanan dan lain sebagainya. Kamu tidak usah khawatir, kamu fokus saja mengurus si Dedek yah,” kata Endara, lelaki itu duduk di tepian ranjang memperhatikan sang putra yang sedang asyi meminum asi dari sumbernya. Melihat sang putra begitu menikmati asi dari sumbernya itu membuat Endara menelan ludah karena ia juga ingin merasakan.“Hayo, lagi mikirin apa.” Dara melambaikan tangannya di depan sang suami, sebab wajah sang suami terlihat sangat mencurigakan.“Emangnya Mas nggak boleh nyoba ya sayang? Mas
Afifa terdiam haru pada saat melihat seorang bayi yang sedang tertidur pulas di atas pangkuan Dara. Bayi laki-laki itu baru saja tertidur pulas setelah minum asi yang Dara berikan. Afifa tidak bisa menahan air matanya, wanita itu benar-benar sangat terharu.“Dara, apa boleh Mbak menggendong anakmu?” tanya Afifa dengan sangat hati-hati. Ia takut jika Dara akan marah jika anaknya digendong olehnya karena biasanya seorang wanita yang baru saja merasakan menjadi ibu akan sangat sensitif jika anaknya digendong oleh orang lain.“Tentu saja boleh Mbak,” kata Dara, dengan senyum mengembang di wajahnya.Mendengar persetujuan dari Dara membuat Afifa bahagia sampai rasanya tidak bisa dijelaskan. Wanita itu duduk di tepian brankar rumah sakit memposisikan tubuhnya senyaman mungkin agar ia nyaman menggendong bayi laki-laki tersebut. Ke dua matanya terus menatap bayi yang sedang ada di dalam pangkuannya, rasanya Afifa seperti punya bayi kecil sekarang.“Dia sangat imut sekali,” kata Afifa, tanpa sa
Sekarang Endara sedang berada di ruangan bersalin, karena Dara ingin lahiran secara normal, jadilah Endara harus bersiap mendengar jeritan sang istri. Sebenarnya Endara tidak mau melihat Dara kesakitan seperti ini, tapi istrinya itu adalah perempuan yang keras kepala.“Atur napasnya ya Ibu, soalnya belum pembukaan sempurna,” kata sang dokter yang akan membantu proses Dara bersalin kali ini.“Tapi saya sudah tidak tahan Dok, rasanya ingin mengejan,” kata Dara, tangan kanannya ia gunakan untuk memegang pinggiran brankar rumah sakit dan tangan yang satunya lagi setia menggenggam tangan suaminya dan tentunya bukan hanya sekedar genggaman saja tangan Endara nyaris berdarah karena Dara terlalu kencang memegangnya.“Ditahan sayang, tunggu pembukaannya lengkap dulu baru kamu boleh mengajan,” kata Endara, lelaki itu terus berada di samping Dara meskipun dirinya sendiri nyaris pingsan karena terus mendapat siksaan secara fisik oleh istrinya.“Pokoknya Dara nggak mau hamil lagi Mas, ini sakit ba
Beberapa bulan kemudian ….“Aduh sayang, kan sudah aku bilang jangan naik turun tangga, perut kamu sudah besar banget itu,” kata Endara, lelaki itu meringis ngilu melihat Dara yag sejak tadi hanya naik turun tangga saja padahal perut wanita itu sudah sangat besar. Di usia kehamilan Dara yang sudah sembilan bulan itu membuat Endara sangat ketat menjaga gerak istrinya itu, tapi Dara tetap lah Dara yang ingin melakukan semua hal sendirian. “Habisnya kalau Dara di kamar terus nggak enak Mas, bosen,” kata Dara. “Lagian kata dokternya juga harus banyak gerak supaya biar cepat kontraksi dan pembukaannya,” sambung Dara. “Tapi kan kau bisa minta tolong sama aku.” Endara menghampiri Dara yang masih berada di tengah-tengah anak tangga lelaki itu membantu sang istri untuk naik dan mengantarkan ke kamar. “Mulesnya belum rutin sayang?” Endara bertanya sambil mengusap perut Dara yang terlihat sangat buncit dan besar. semalam Endara harus begadang karena kata Dara perutnya sudah sesekali mengalam
Makan malam bersama dengan keluarga Roy pun sedang berlangsung, tidak ada percakapan di sana yang terdengar hanyalah denting sendok dan piring yang sesekali beradu. Afifa merasa sangat terharu karena akhirnya ia kembali merasakan kehangatan yang namanya keluarga. Jika orang tuanya masih ada pasti ia akan sering melakukan makan bersama seperti ini.“Afifa, ditambah lagi itu nasinya,” ujar Aryan, kepada Afifa. sejak tadi lelaki itu melihat Afifa seperti ada yang sedang dipikirkan terkadang tatapan mata wanita itu terlihat kosong.“Iya Om, ini saja nasinya masih banyak,” kata Afifa, dengan senyum di wajahnya. Afifa kembali terlihat baik-baik saja meskipun sebenarnya di dalam hati wanita itu menjerit ingin menumpahkan semuanya.“Afifa.” Mariam menyentuh bahu Afifa karena kebetulan posisi duduk Mariam dan Afifa hanya bersebelahan saja.“Kamu kenapa? Dari tadi Tante perhatikan wajah kamu sedih.” Mariam melihat jelas bahwa wanita yang berada di sampingnya itu sedang dalam keadaan tidak baik-
Setelah mobil Roy selesai diperbaiki, lelaki itu langsung pulang ke rumah orang tuanya dan membawa Afifa ikut bersama. Bukan tanpa alasan Roy membawa Afifa ke rumah orang tuanya, karena tadi Jasmin bilang mau bertemu dengan wanita itu katanya kangen. Wajar saja, karena sudah beberapa hari tidak bertemu.Sekarang Roy dan Afifa sudah sampai di kediaman ke dua orang tua Roy. Afifa sangat disambut baik oleh Mariam dan suami. Meskipun suami Mariam belum pernah bertemu dengan Afifa sebelumnya, tapi lelaki itu bisa sudah seperti mengenal Afifa cukup lama. Aryan, adalah nama papa Roy.“Selama kamu bersama dengan anak ini dia tidak macam-maca kan sama kamu?” tanya Aryan lelaki itu menatap Roy tajam. Bagaimana bisa putranya itu sangat ceroboh membawa seorang wanita menginap di hotel di dalam kamar yang sama? sangat gila sekali bukan? Aryan tahu Roy sudah lama menduda, tapi tidak seperti ini cara melampiaskannya.“Memangnya Papa berpikir seperti apa? Roy tidak segila itu,” kata Roy, menatap sang
Roy dan Afifa masih berada di tempat yang sama, meskipun hari sudah larut malam, tapi acara di tempat pesta itu masih terlihat ramai oleh tamu yang datang. Sejak tadi Afifa tidak pernah jauh dari Roy, wanita itu terus berada di sisi Roy karena tidak mau hal buruk terjadi padanya. Pandangan mata lelaki yang berada si sekitar Afifa masih sama, masih menatap penuh minat. Sampai-sampai membuat Afifa risih dan ingin secepatnya pergi dari tempat itu.“Apa kita masih lama di sini?” tanya Afifa dia sudah bernar-benar tidak betah berada di sana. Bukan karena banyak orang yang berkerumun, tapi tatapan mata lelaki hidung belang yang penuh minat itu seolah Afifa adalah seorang perempuan yang bisa dibawa dengan mudah.“Kamu mau pulang sekarang?” tanya Roy lelaki itu bisa melihat jelas Afifa sedang dalam keadaan gelisah. Wajar saja, karena memang sejak tadi banyak laki-laki yang memandangi Afifa. Roy tidak menyangka ternyata pesona Afifa bisa menarik perhatian para lelaki yang hadir di sana. Pesona
Tiga hari telah berlalu …. Afifa sedang mempersiapkan diri untuk istirahat karena besok ia harus semangat untuk bekerja. Pada saat wanita itu ingin memposisikan tubuhnya untuk tiduran di kasur, tiba-tiba ponselnya berbunyi menandakan ada telepon masuk. “Iya, halo.” Afifa menyapa seseorang yang ada di seberang sana. “Afifa, apakah besok kamu ada acara?” Roy bertanya dengan suara yang cukup tenang. Ya, yang menelepon Afifa malam-malam adalah Roy, entah kepentingan apa yang membuat lelaki itu menghubungi Afifa di saat jam tidur seperti ini. “Seperti biasa berangkat kerja,” jawab Afifa, terdengar santai. Sesekali wanita itu menahan kantuk yang sudah mulai menyerangnya, Afifa berharap Roy akan segera mengakhiri panggilannya agar Afifa segera mengistirahatkan tubuhnya. “Besok malam ada acara pesta salah satu rekan bisnis saya, saya berniat untuk mengajak kamu untuk menghapus rumor bahwa saya adalah laki-laki penyuka sesama jenis,” jelas Roy sebenarnya lelaki itu malu mengatakan hal yang