Sudah berada di dalam kamar, Clara entah kenapa merasa lega. Di dalam sini tidak ada sosok Noah, yang ada rasa kagum pada ruang kamar yang megahnya tidak jauh berbeda dengan rumah ini.
Clara berjalan maju dengan sedikit bibir terbuka, sementara bola mata memutar menyapu setiap sudut ruangan.
"Di sinikah aku akan tidur?" gumam Clara. "Seperti di dunia dongeng."
"Sedang apa kau!"
"Eh!" Clara sontak berjinjit dan mendaratkan telapak tangan di dada saat dikejutkan dengan suara dari arah belakang.
Begitu Clara sudah menoleh, saat itu juga Ia harus membuang muka dari hadapan pria yang saat ini berdiri di hadapannya. Noah, kini tengah berdiri di depan pintu kamar mandi hanya dengan memakai handuk yang melilit di pinggangnya.
"A-aku, aku akan segera keluar!" Clara menghampur keluar dari kamar.
"Dasar wanita aneh!" dengus Noah.
Clara berlari dengan cepat menuruni tangga meski harus bersusah payah dengan gaunnya yang panjang. Untung saja gaun yang ia kenakan bukanlah gaun bak cinderella ataupun Aurora, jadi melangkah lebar pun masih bisa ia lakukan.
"Dia sungguh menyebalkan!" maki Clara sepanjang berjalan.
Sampai di lantai satu, Clara bingung harus apa dan kemana. Selain rasa gerah karena belum mandi dab ganti pakaian, Rania juga kebingungan sendiri.
"Nona," panggil Bibi Tere, salah satu pelayan pada Clara.
Clara sontak menoleh. "Iya."
"Sedang apa di sini?"
Clara nyengir sambil garuk-garuk kepala. "Aku bingung harus apa. Aku butuh pakaian ganti sekarang."
"Oh, biar saya persiapkan, Nona. Nona bisa mandi di kamar tamu. Nanti akan saya siapkan di sana."
Perlahan, bibir Clara pun tersungging senyuman. "Baiklah, di mana tempatnya?"
Bibi Tere berjalan lebih dulu, menunjukkan di mana letak kamar tamu. Sampai di depan pintu berwarna putih, Bibi Tere lantas membukanya kemudian menjulurkan tangan mempersilahkan Clara masuk.
"Terimakasih, em … Bibi … aku harus panggil siapa?" Clara nampak bingung.
"Saya Bibi Tere. Kalau butuh apa-apa bisa panggil saya."
"Oh, okelah. Baik Bibi."
Pergi meninggalkan Clara, Bibi Tere bergegas menaiki tangga menuju lantai dua. Sampai di atas, beliau mengetuk pintu kamar Noah.
"Tuan, ini Bibi. Boleh masuk?"
Sudah tidak asing lagi dengan suara yang memanggilnya, Noah pun bergegas membukakan pintu.
"Ada apa, Bibi?"
"Bibi mau ambil pakaian untuk Nona Clara," ujar Bibi Tere.
Noah terdengar berdecak lalu melengos begitu saja usai mendengar alasan Bibi Tere kenapq datang ke kamarnya. Noah berjalan ke arah ruang ganti sembari menggosok-gosok rambutnya yang basah.
"Cari saja di lemari itu …" Noah menunjuk ke ararah lemari di ruang ganti. "Ibu pasti sudah menyiapkannya di sana."
Bibi Tere mengangguk paham. Setelah mendapatkan pakaian yang dirasa akan cocok untuk Clara, Bibi Tere lantas pamit ke luar.
Sampai di lantai satu lagi, Bibi kembali masuk ke dalam kamar tamu yang di mana ada Clara di dalam sana.
"Nona," panggil Bibi Tere sambil menutup pintu.
Bibi Tere perlahan masuk sambil melihat ke sekeliling. "Apa Nona masih di kamar mandi?"
"Ya, Bibi Tere. Aku masih di sini," sahut Clara dari dalam sana.
Bibi Tere berjalan ke arah ranjang. "Bibi letakkan bajuny di atas ranjang."
"Baik, Bibi."
Siang menghilang kini perlahan mulai petang. Clara pun juga sudah memakai pakaian yang disiapkan Bibi Tere, tadi.
"Ini seleraku, bagaimana mereka tahu?" gumam Clara sambil memiringkan badan beberapa kali di depan cermin.
Clara saat ini tengah mengamati dirinya yang memakai baju dari keluarga Noah. Clara tentu tahu betul kalau ini bukanlah baju dirinya, sepertinya juga ini baju baru. Terlihat dari warnanya yang masih begitu cerah.
Tidak lama setelah Clara termenung, terdengar pintu kamar diketuk dari luar. Clara pikir itu Bibi Tere.
"Ada apa, Bi?" sahut Clara.
Ketukan itu berhenti dan perlahan pintunya terbuka. Masih tidak jauh dari hadapan cermin, Clara mengamati siapa gerangan yang ada di balik pintu tersebut.
"Bibi Lily," lirih Clara.
"Halo sayang. Boleh ibu masuk?"
"Bo-boleh, Bibi." Clara menjawab dengan gugup.
Lily tersenyum sumringah dan berjalan mendekat. Ia masih saja memandangi Clara dengan saksama.
"Bagaimana, apa baju yang aku siapkan cocok untukmu?" tanya Lily.
Clara tertunduk malu. "Cocok, Bibi. Aku sangat menyukainya."
Senyum Lily kian melebar, satu tangannya mengusap pundak Clara. "Kau tunggu di ruang makan, di sana sudah ada Jou bersama susternya."
"Jou?" Clara bergumam sambil berpikir.
Ya, Jou. Aku hampir melupakan ponakanku sendiri. Aku bisa berada di rumah ini tak lain adalah sebagai ibu pengganti untuk ponakanku sendiri. Tentunya juga sebagai suami si bengis itu.
Clara diam masih melamun sampai mengabaikan suara ibu mertuanya yang sedari tadi memanggilmya.
"Clara, hei!" Lily sampai menepuk pundak Clara supaya tersadar dari lamunan.
"Oh, maaf, Bibi. Aku melamun." Clara berkedip dan tersenyum kaku.
"Jangan panggil aku Bibi. Aku ini juga ibumu, maka panggil aku ibu," kata Lily.
"Ba-baik, Bi. Em, maksudku ibu."
Masih sambil tersenyum, Lily pamit keluar dan meminta Clara untuk segera menemui Jou.
"Lho, ibu sudah di sini?" tanya Noah yang sebelumnya sempat terkejut melihat ibunya sudah berdiri di depan pintu kamar.
Lily tidak peduli dengan pertanyaan Noah dan malah justru menendang betis Noah dengan cukup kencang.
"Aw! Apaan sih, Bu!" keluh Noah. "Sakit!"
Lily mendengkus kesal. "Kenapa kau menyuruh Clara tidur di kamar tamu?"
Noah spontan mengerutkan dahi. "Aku tidak menyuruhnya untuk tidur di sana."
"Bohong!" sembur Lily. "Kau boleh saja masih mengharapkan Chloe, tapi ingat, Clara yang sekarang jadi istrimu."
Noah berdecak. Ia paling enggan jika harus berdebat dengan sang ibu. Selain karena keinginannya selalu harus dituruti, Noah juga paling tidak tegaan jika sang ibu sudah mulai memohon.
"Ibu, aku juga harus mempersiapkan diri. Ini tidak mudah untukku. Clara memang kembar dengan Chloe, tapi bukan berarti aku tidak bisa merasakan perbedaannya."
"Kalau begitu, berusahalah!" Jawab Lily. "Ibu mau kau melupakan wanita tak berguna itu."
"Cukup, Ibu!" hardik Noah. "Jangan menyebutnya seperti itu. Biar bagaimanapun juga aku masih mencintainya."
"Ibu tidak mau mendengar apapun. Yang jelas, saat ini kau dan Clara sudah menikah. Dan ibu harap kau berusaha menerimanya."
Setelah berkata cukup panjang dengan sedikit ngotot, Lily berbalik badan meninggalkan Noah. Sementara Noah yang masih berdiri di ambang pintu, mulai mengacak rambut dan meraup wajah dengan kasar.
"Kenapa harus jadi begini!" kata Noah dengan kesal. "Aku harus segera meminta penjelasan dari Chloe!"
"Kenapa wajahmu muram begitu?" tanya Josh yang bertemu Lily di ruang tengah.
"Putramu membuatku kesal!" jawa Lily.
Josh menghela napas lalu meraih tangan sang istri dan meminta ikut duduk. "Tenanglah, tidak usah buru-buru."
Dari jarak cukup dekat-- sekitar tiga meter--Lily melengkungkan senyum saat memandangi Clara yang sedang berbincang dengan Jou. Bayi berumur satu bulan itu, sepertinya bisa langsung menerima kehadiran Clara. Terbukti dari cara Clara yang menggendong Jou tanpa menangis. "Kau sangat lucu," kata Clara yang terus menggendong sambil menimang-nimang baby Jou. Baby boy itu terus saja memandangi wajah Clara yang juga memandangnya sambil sesekali berceloteh macam-macam. "Sepertinya kau begitu suka dengan bayi," kata Lily ketika sudah berdiri di samping Clara. "Jou juga sepertinya nyaman denganmu." Clara tersipu. "Aku memang suka bayi, Bu. Dulu aku sering mengunjungi panti asuhan dan membantu ibu panti mengurus bayi." Lily menarik satu kursi yang semula berada
Pagi datang, Clara lumayan bisa tidur dengan nyenyak untuk pertama kali di rumah ini. Meski terdengar keterlaluan, karena Lily harus meninggalkan Jou bersama Clara, tapi sebenarnya ada maksud tertentu. Toh Clara sepertinya tidak keberatan dengan keberadaan Jou di sini. Tidur bersama Baby Jou juga terasa nyaman. "Apa Nona butuh bantuan?" tanya Mela yang baru saja datang ke kamar Clara. "Bantu siapkan air hangat untuk mandi dan pakaian ganti," sahut Clara. Di atas ranjang, Clara mulai melucuti pakaian Jou bergantian. Selesai dari itu dan Mela juga sudah mempersiapkan semua yang tadi Clara katakan, Jou ia fendong dan mengarahkan pada Mela. "Kau mandikan dia. Aku bangunkan tuan rumah dulu," kata Clara setelah Jou ada dalam gendongan Mela. "Baik, Nona."
Mau berniat dirahasiakan seperti apa, pernikahan tersebut pastilah banyak yang tahu. Meski mereka-mereka hanya menebak-nebak dan tidak seratus persen yakin, tapi gunjingan atau omongan orang-orang tetap ada. Ada yang membicarakan sisi baik, ada juga yang memihak sisi buruknya. Setelah ditinggal pergi oleh Noah ke kantor, Clara diam di rumah bersama suster dan Baby Jou. Awal pernikahan yang buka keinginannya tetaplah harus ia buat seolah tidak menjadi beban. "Mela," panggil Clara saat suster Jou itu tengah membuatkan susu untuk Jou. "Iya, kenapa Nona?" "Apa kau bekerja bersama keluarga Noah baru saat Jou ada?" "Tidak, Nona. Saya sudah ikut keluarga Tuan Josh sekitar enam tahun yang lalu." Clara manggut-mangg
"Ibu tahu aku menikah bahkan karena terpaksa. Bisa-bisa menyuruhku seranjang dengan wanita itu," cerocos Noah sambil melangkah masuk. Melangkah sampai ke ruang dalam, beberapa pelayan menunduk sopan. Noah terus saja berjalan angkuh seperti biasanya. Ia berjalan menaiki anak tangga. Ceklek! Bunyi pintu terbuka, membuat Clara yang sedang berada di ruang ganti mendadak gelagapan sendiri. Ia baru saja selesai memakai piama yang ibu mertuanya belikan. Piama tersebut terbuat dari bahan satin silk. Tidak terlalu terbuka karena dilengkapi jubah, hanya bagian roknya yang sedikit tinggi di atas lutut. "Haruskah aku seperti ini?" batin Clara. "Aku bahkan terlihat seperti wanita aneh." Ketika terdengar pintu sudah tertutup, kini Clara bisa mendengar suara tapak s
Pagi datang lagi, seperti biasanya Clara sudah terbangun sekitar pukul lima pagi. Ia belum sempat mandi apalagi berganti pakaian karena pakaian ganti semua ada di kamar atas. Clara hanua merapikan diri dengan menyisir rambut lalu menjapitnya. Semalam Clara hanya tidur sendiri. Kata Mela, dia yang akan tidur bersama Jou beberapa hari ini. Ternyata semua itu atas perintah Nyonya Lily. "Pagi semuanya!" sapa Clara pada para pelayan yang sedang menyiapkan sarapan. Mereka nampak antusias menjawab sapaan dari Clara. "Pagi, Nona." Begitu jawab mereka bersamaan. "Ada yang bisa aku bantu?" Clara berjalan mendekati meja konter dapur yang terlijat ada beberapa sayuran mentah. Ke tiga pelayan itu saling pandang sejenak.
Tania pulang sekitar pukul lima sore. Seharian dia di sini, lebih banyak mengagumi keadaan rumah dari pada mengobrol atau sekedar bertanya bagaimana keadan Clara selama tinggal di sini. Yang Tania temui sambil tersenyum-senyum tentunya Baby Jou. Kalau dengan Clara, ya … tidak ada yang istimewa selain obrolan yang tidak terlalu penting. "Ibu bahkan sama sekali tidak menanyai bagaimana kabarku," dengus Clara. Clara menggerutu sambil coret-coret kertas putih. Ia biasanya mengisi kesuntukan dengan menggambar sesuatu. Misalnya gaun atau model baju yang sedang trend. "Apakah ibu tidak peduli bagaimana keadaanki di sini?" lanjut Clara lagi. Ia meletakkan pensilnya di atas kertas lalu bersandar pada kursi. Ia meraup wajahnya dan membuang napas seolah ingin melepas segala penat yang ada.
Noah terus saja memikirkan kalimat sang ibu yang menohok. Meski pernikahan ini sungguh tidak ia sukai, tapi semua ini juga bermula dari kesalahannya sendiri. Sampai pagi menjelang, Lily masih betah menemani Clara tidur. Clara menangis semalaman karena ulah Noah tentunya. Cukup lama Lily menenangkan Clara sampai akhirnya semalam bisa tidur. "Kau bangun, Sayang?" celetuk Lily ketika Clara menggeliatkan badan. Lily sendiri saat ini sebenarnya baru saja terbangun, tapi sudah terduduk di tepi ranjang sambil sesekali menguap. "Maaf, Bu. Aku jadi merepotkanmu," kata Clara sambil meraup wajah. Lily tersenyum sambil mengusap lengan Clara. Meski kedekatan dengan Noah masih begitu jauh dan entah ada harapan dekat atau
Noah sudah turun sambil menjinjing tas kerjanya. Begitu masuk, semua karyawan yang berpapasan segera menunduk sopan dan menyapa. "Kupikir kau tidak hadir," kata Angela begitu sudah menyusul Noah masuk ke dalam ruangan kerja. Sebagai sahabat sekaligus sekertaris Noah, Angela bisa dengan leluasa berbicara tanpa rasa sungkan. "Memang kenapa aku harus tidak hadir?" sungut Noah. "Jangan katakan tentang bulan madu." Noah terlihat mendengus saat terduduk di kursi kerjanya. Angela juga ikut duduk. "Sudahlah, berhenti muram begitu. Semua bisa begibi juga karena ulahmu sendiri kan?" Lagi-lagi Noah merasa disudutkan. Tidak di rumah tidak di kantor, sepertinya selalu disalahkan. Noah yang cukup kesal, menatap Angela de
Noah sudah mengeraskan rahang dan mencengkeram kuat bundaran setir saat melihat rekaman yang dikirim dari para pengawalnya yang ia tugaskan untuk mencari Clara. Seberapa kencang laju mobilnya, Noah tidak peduli asal bisa cepat sampai di tujuan."Kamu harusnya sadar diri, Clara." Chloe membungkuk dan kembali mencengkeram pipi Clara. "Selamanya, Noah akan menjadi milikku. Paham!"Chloe tertawa lebar, membuat suaranya bergema di gedung kosong ini. Cara tertawanya, seperti seorang yang sudah dirasuki sesuatu yang lain. Suaranya yang menggelegar bahkan membuat Clara merinding ketakutan. Meski mustahil, Clara bahkan sampai coba berontak melepas kedua tangannya yang terikat.Jelas itu bukan Chloe. Pikir Clara begitu. Rasa cintanya pada Noah membuat Chloe mati rasa dan memilih apapun akan ia lakukan asalkan yang ia inginkan bisa didapatkan.Tidak jauh dari mereka, para pengawal suruhan Noah sedang memantau lebih detail keadaan di sana. Sebelum menyergap, tentu mereka akan lebih dulu memastika
Lily sudah kembali pulang. Sampai di rumah dia langsung menghubungi Noah karena sudah saking khawatirnya dengan keadaan Clara."Kenapa kau tidak bilang pada ibu!" Lily langsung menyalak.Noah sedang duduk di ruang kerjanya sambil menunggu kabar dari para pengawalnya. "Aku harus fokus dulu, Bu. Aku tidak mau buat semuanya panik."Lily berdecak. Di sampingnya ada sang suami yang juga sudah tidak sabar menunggu kabar."Kabari ibu secepatnya!" tegas Lily sebelum panggilan tetutup.Setelah itu, Noah menghela napas panjang lalu bersandar pada sofa. Ia memijat panggal hidungnya masih sambil berdoa supaya lekas dapat kabar dan Clara dalam keadaan baik-baik saja."Sebaiknya aku memastikan di rumah saja." Noah bangkit. Dia menjambret kontak mobil dan jasnya lalu pergi meninggalkan ruangannya.Tidak lama kemudian, Noah sampai di tempat tujuan. Dia sudah berada di halaman rumah di mana istri tercintanya dilahirkan. Sebelum turun, Noah melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan. Terpampang j
Noah berangkat ke kantor tentunya dengan perasaan gelisah. Yang ada di kepalanya saat ini tentu sang istri tercinta. Noah jadi berpikir mungkin Clara marah karena dirinya sempat membentak semalam. Noah sungguh tidak bermaksud, ia hanya sedang kelelahan.Noah coba menghubungi orang kepercayaannya untuk mencari tahu keberadaan Clara. Karena ponsel Clara berada di tangan Chloe, tentu akan sedikit butuh waktu mencarinya.Semoga saja tidak terjadi apa-apa dengan Clara."Segera temukan dia!" tekan Noah sebelum panggilan terputus.Noah melempar ponsel ke dasbor lalu memukul bundaran setir diikuti erangan kuat."Aku bahkan hampir melakukannya dengan wanita itu. Gila!" seru Noah lagi. "Untung aku segera menyadarinya."Hari ini Noah berangkat ke kantor tanpa diantar sopirnya. Pak Rey mengantar Tuan Muda Jou ke tempat kakek dan neneknya.Sekitar pukul sebelas, sepulangnya dari sekolah Jou sudah sampai di rumah Josh dan Lily."Bu, aku menitipkan Jou untuk sementara waktu," kata Noah di telpon."M
"Kau dari mana?" tanya Noah saat tiba-tiba Clara muncul dari balik pintu kamar.Sudah berkali-kali Noah coba menghubungi, tapi tidak kunjung tersambung. Dan tiba-tiba ternyata Clara sudah sampai di rumah."Maaf, tadi aku keluar sebentar," sahut Clara.Noah mengerutkan dahi. Wanita di hadapannya saat ini terlihat aneh."Untuk apa? Apa kau marah padaku karena hal tadi?" tanya Noah lagi.Clara menggeleng. "Tidak, aku hanya cari udara segar."Noah terdiam beberapa saat seperti tengah memikirkan sesuatu. Diam-diam, Noah mengamati wanita cantik di hadapannya saat ini. Tidak ada yang salah sepertinya, tapi entah kenapa Noah merasa aneh saja."Ada apa?" tanya Clara. "Apa kau marah padaku?"Noah bergidik seraya berkedip. "Ah, tidak. Aku tidak marah. Aku yang minta maaf karena tadi membentakmu."Clara lantas tersenyum lalu merangkul pinggang Noah. "Aku ngantuk. Ayo kita tidur!"Noah masih terlihat seperti orang bingung. Karena tidaka mau berpikiran macam-macam, Noah balas merangkul pundak Clara
Hari-hari mulai Noah lalui dengan sekumpulan celotehan Clara yang terasa tidak masuk akal. Clara menjadi sensitif dan begitu manja pada Noah. Sudah satu minggu ini, Noah menghadapi Clara hingga beberapa kali mengeluh pada ibunya. Bukan mengeluh untuk menyerah, melainkan hanya melapor karena tidak percaya wanita hamil bisa bertingkah di luar kendali."Wanita hamil memang begitu." Itulah yang selalu ibu katakan akhir-akhir ini.Jika sebelumnya Noah jarang bertemu atau menelpon ibunya, kini hampir tiap sore Noah melapor bagaimana keadaan di rumah. Terkadang Noah menggeram, menjerit dan menghentak-hentak merengek seperti anak kecil.Lily terkadang tidak tega, tapi mau menolong pun tidak bisa. Pada akhirnya Lily coba menenangkan. Dan hanya begitu terus yang Lily bisa lakukan."Kau sedang apa, Sayang!" Seru Noah saat melihat Clara tengah menaiki tangga besi.Clara terlihat berjinjit, sementara bagian leher ke atas tidak nampak karena masuk ke balkon langit-langit. Noah yang was-was segera m
Hari berikutnya Clara mendapat panggilan dari hunian rumah orang tuanya. Clara ragu untuk ke sana karena Noah pasti tidak akan memberi ijin. Akan tetapi, kalau tidak datang, tentu Clara tidak enak hati. Karena masih belum yakin, Clara akhirnya mengatakan akan minta ijin pada sang suami dan kemungkinan baru bisa datang esok hari.Selesai panggilan, Clara mendengar suara pintu ruang tamu diketuk. Saat Clara hendak berdiri, dengan sigap Mela berlari lebih dulu menuju ruang tamu. Melihat tingkah Mela, Clara mengulum senyum dan kembali duduk menatap layar tv yang sedari tadi terabaikan."Sore, Sayang," sapa Lily dari arah belakang Clara.Mendengar suara tak asing itu, Clara menoleh dan seketika senyumnya melebar. "Ayah, ibu?" ceplosnya. "Kalian datang? Dan ayah, em … kapan pulang?"Clara lantas berdiri menyambut kedua mertuanya dengan antusias. Barang bawaan mereka begitu banyak, Mela bahkan sampai meminta pelayan lain untuk membantu membawa ke belakang."Silakan duduk!" Clara mempersilahk
Sebelum pergi ke butik, Lily lebih dulu datang ke kantor Noah. Dia sudah dirundung rasa penasaran karena semalam Noah menlpon. Begitu masuk ke dalam, para karyawan yang berpapasan dengannya maupun yang sedang di meja kerjanya menunduk sopan saat melihat Lily. Tidak perlu bertanya-tanya, Lily langsung menuju ruangan Noah. Dan ternyata, Noah baru saja sampai. Terlihat dari tingkahnya yang sedang melepas jas hitam lalu meletakkan tas kerjanya. Grep! Pintu tertutup. Noah yang menghadap meja kerja, berbalik karena terkejut. Dia tidak mendengar pintu terbuka, tapi mendengar saat pintu tertutup. "Ibu," celetuk Noah heran. "Ada apa ibu datang sepagi ini?" tanyanya kemudian. Lily berdecak lalu memukul lengan Noah menggunakan tas jinjingnya. "Bukankah kau yang meminta ibu datang?" Noah gantian berdecak lalu menggaruk-garuk kening hingga kepalanya sedikit menunduk. Setelah itu, Noah mendongak lagi menatap ibunya. "Memang begitu, tapi tidak sepagi ini juga, Bu. Ini masih jam kantor, ibu bis
Clara dibawa pulang sore harinya. Penyebab utama pingsan, kata dokter tentunya karena Clara kelelahan, dan juga karena berada di awal awal kehamilan. Itu sering terjadi pada para wanita yang sedang hamil muda."Pelan-pelan," kata Noah saat membantu Clara turun dari mobil.Clara berdecak kecil saat Noah coba meraih lengan bagian atas. "Kau tidak perlu memegangiku, aku bisa jalan sendiri."Noah balas berdecak. "Kalau kau tersandung bagaimana, Ha? Sudah, nurut saja."Clara mencebik lalu nurut saja saat Noah menuntun dirinya dengan kuat. Padahal Clara sudah yakin kalau dirinya bisa. Toh, tidak ada yang sakit dan sudah tidak pusing lagi."Bibi Tere!" seru Noah begitu sampai di dalam rumah. Saking kerasnya panggilan itu, Clara sampai mengatupkan kedua matanya."Buatkan minum untuk Clara! Bawa saja ke atas!" Tidak perlu menunggu Bibi Tere muncul, Noah kembali berteriak.Pak Rey yang sudah paham, bergegas ke belakang untuk memastikan apakan Bibi Tere mendengar perintah dari Noah atau tidak. S
Noah sudah masuk ke dalam. Dilihatnya ada Bibi Tere yang masih mondar-mandir dan Mela yang tengah duduk mencondongkan badan sambil bersangga tangan."Tuan," celetuk Bibi Tere sembari menundukkan kepala. Mela segera berdiri dan ikut menunduk."Di mana Clara?" tanya Noah dengan panik. "Apa yang terjadi?""Nona Clara sedang diperiksa, Tuan," kata Bibi Tere.Noah mengintip dari balik kaca, akan tetapi tidak terlihat. Kedua tangan mendadak dingin, badan pun terasa gemetaran hebat."Sebenarnya ada apa?" tanya Noah lagi.Bibi Tere dan Mela saling pandang sesaat karena bingung harus menjawab apa. Mereka sendiri tidak tahu Clara pingsan penyebabnya apa."Kami tidak tahu, Tuan. Saat saat mau mengantar minuman, Nona Clara sudah jatuh pingsan di lantai."Astaga! Saat itu juga Noah terasa lepas. Satu tangan menepuk kening dan sedikit menekannya. Belum sempat Noah ambruk terduduk, Dokter yang memeriksa Clara keluar. Noah sontak terkesiap dan berdiri tegak."Bagaimana keadaan istri saya, Dok?" tanya