“Sharon, kalau kamu kayak begini, mending aku nggak usah ngomong,” kata Cecilia.Baru bicara sepatah kata saja Sharon sudah meledak, bagaimana kalau Cecilia menceritakannya sampai habis?“Oh ya, aku baru ingat masih ada urusan di rumah. Aku pergi dulu, ya!”“Tunggu, jangan kabur kamu! Baru juga cerita setengah, nggak jelas pula. Kamu sengaja mau bikin aku marah-marah sendiri, ya? Coba kasih tahu, dari mana kamu dengar Kak Brandon sudah tunangan? Sama siapa?”Kata-kata terakhir yang Sharon tanyakan terasa sangat ragu-ragu, sepertinya dia masih tidak bisa percaya dengan apa yang dia dengar. Dia sudah begitu lama berada di sisi Brandon. Jangankan perempuan, bahkan hewan betina saja tidak pernah ada yang dekat-dekat dengannya. Mana mungkin lelaki yang bahkan pacar saja tidak punya bisa tiba-tiba bertunangan?Kalau Sharon mendengar kabar itu dari orang tak dikenal, mungkin dia hanya menganggap itu sebagai lelucon, tapi karena faktanya dia mendengar itu dari mulut Cecilia, reaksinya tentu sa
Alasan mengapa selama ini Sharon masih bisa bersabar adalah karena meski sudah berkali-kali ditolak, setidaknya Brandon tidak punya pacar. Sharon berasumsi Brandon mencintanya, tapi Brandon tidak menyadari hal itu. Sharon tidak keberatan menunggu hingga Brandon sadar bahwa dia menyukai Sharon, tapi kemunculan orang ketiga ini sontak membuat rasa insecure Sharon muncul.“Iya juga, sih. Makanya pas pertama kali dengar aku juga kaget. Aku mikir kayaknya nggak pernah dengar kamu sudah tunangan sama dia!” kata Cecilia.“Terus, ayo ceritain terus!” kata Sharon dengan tidak sabarnya.“Intinya, pas di acara ulang tahun Pak Gideon, omku ngajak anaknya pergi ke sana. Pas pulang mereka ada ngobrol soal tunangan itu. Aku nggak sengaja dengar obrolan mereka.”“Terus? Sudah? Cuma segitu doang?”“Iya!”“Apa-apaan, masa cuma segitu doang sudah habis?! Kamu belum kasi tahu aku dia tunangan sama siapa. Om kamu ceritanya gimana?”Bagian yang paling penting justru adalah siapa tunangannya. Kalau Sharon ti
Bertanya langsung ke Brandon jelas bukan pilihan, tapi yang namanya strategi perang pasti punya banyak alternatif.Akhir-akhir ini Calvin tidak terlalu sibuk. Ketika dia baru saja meluruskan kakinya di kursi dan meraih ponselnya, tiba-tiba sang adik datang berlarian ke ke ruang kerjanya.“Tumben amat kamu datang ke aku, bukannya ke Uniasia,” kata Calvin. “Sampai bawa makanan segala pula, ini buat aku?”Sharon menaruh kue dan milk tea yang baru saja dia beli di atas mejanya Calvin dan berkata, “Iya, ini aku beli khusus buat kamu. Terharu?”“Serius?! Wah, ini kue lapis rasa durian favoritku, terus ada Chivas Regal Milk Tea juga. Terharu, aku terharu banget!”“Kalau begitu cepat dimakan.”“Nggak, ngga. Aku nggak mau makan.”“Kenapa? Bukannya ini kesukaan kamu? Aku sudah beliin, lho. Yakin kamu nggak mau makan?”Aroma khas krim dari milk tea menyerbak berpadu dengan aroma durian yang kuat. Sharon langsung menutup hidungnya karena tidak kuat dengan baunya yang sangat pekat. Kalau bukan kare
“Enak, enak banget! Kamu beli di tempat biasa? Aku kasih tahu, ya, mereka punya sudah yang paling mantap. Nggak ada toko lain yang bisa ngalahin! Serius! Aku nggak bohongin kamu, mau coba?” seru Calvin sambil menyendoki sepotong kue kecil dan menyodorkannya ke mulut Sharon. Akan tetapi Sharon malah menghindar, dan Calvin pun hanya bisa geleng-geleng, “Dasar, nggak tahu makanan mana yang enak!”Sampai kuenya sudah termakan separuh, barulah Sharon berkata, “Kak, akhir-akhir ini ada ketemu Kak Brandon?”“Nggak!”jawab Calvin. Dia masih sangat menikmati kuenya sambil sesekali menyeruput milk tea. “Akhir-akhir ini aku lagi nggak ada proyek bareng sama dia. Aku sibuk sendiri, dia juga sibuk sendiri. Kamu tahu sendiri dia kalau diajak minum itu susahnya setengah mati. Kamu saja masih lebih sering ketemu dia daripada aku. Memangnya kenapa?!”Sampai di sini, Calvin mulai menyadari ada sesuatu yang tidak beres.“Apa yang mau kamu omongin?”“Nggak apa-apa, aku cuma mau minta bantuan buat cari tahu
“Makanya kamu coba tanya dia!” pinta Sharon seraya menggoyangkan lengan kakaknya, “Kan cuma bantu aku ngorek informasi doang, masa begitu saja nggak mau bantuin?”Memang benar itu bukan masalah besar, tapi masalahnya, dari mana Sharon mengetahui informasi itu.“Masa kamu percaya sama begituan? Aku kira kamu orangnya percaya diri! Sejak kapan kamu pernah ngelihat Brandon punya pacar? Bukannya semua betina yang dekat-dekat sama dia selalu kamu usir? Aku masih lebih percaya kalau kamu bilang Brandon suka cowok. Oh, dia nggak mungkin tunangan sama cowok, ‘kan?”“Sembarangan! Kamu suka sama cowok mah mungkin saja, tapi mana mungkin Kak Brandon suka sama cowok! Kuminta tanyain ya tanya saja, nggak usah banyak omong!” ujar Sharon kesal dengan tangan mengepal erat.“Iya, iya. Nanti aku tanyain! Tega amat kamu bilang aku bisa suka sama cowok. Kalau aku suka sama cowok, keluarga kita nggak ada penerus, dong?”Namun, melihat Sharon yang hendak memukul dengan kepalan tangannya, Calvin pun segera
Awalnya Calvin berpikir seharusnya tidak sulit untuk mengajak Brandon bertemu, tapi teleponnya malah ditolak begitu saja.“Aku tahu kamu sibuk, tapi masa sampai waktu buat ketemuan saja nggak ada?! Kapan saja nggak masalah. Mau siang, sore, atau malam, terserah. Aku ikut saja jadwal kamu!” kata Calvin.“Nggak ada waktu,” balas Brandon sambil melihat-lihat jadwalnya selama beberapa hari ke depan.“Mana mungkin! Gimana kalau besok siang saja?”“Aku sudah bikin janji sama orang dari agency sejak setengah bulan yang lalu.”“..., kalau begitu besok malam saja, gimana!”“Besok malam aku juga sudah bikin janji sama orang lain.”“Kalau begitu lusa ….”“Lusa ada inspeksi bulanan perusahaan.”“Besoknya lagi?”“Sudahlah, mending kamu nyerah saja. Jadwalku buat setengah bulan ke depan sudah penuh. Aku benar-benar nggak punya waktu kosong.”“..., masa sebentar saja nggak bisa? Aku nggak percaya! Kamu pasti tetap butuh waktu buat makan. Ayo kita makan bareng! Kan kita bisa ngobrol sambil makan.”“Ng
Namun sebenarnya, tidak ada satu pun yang Brandon tutupi dari Calvin. Dia memang benar-benar sibuk. Mendekati akhir tahun, banyak hal yang harus dikerjakan seperti merangkum laporan dari setiap cabang perusahaan, termasuk kegiatan dengan karyawan di kantor dan lain hal. Tentu saja tidak hanya itu. Semua itu sebenarnya bisa dikerjakan pelan-pelan, tapi Brandon ingin semuanya selesai secepat mungkin agar dia punya waktu untuk menemani istri tercintanya.Dulu Brandon menjalankan pekerjaannya sesuai jadwal bahkan meski bentrok dengan jadwal tahun baru. Namun, sekarang situasinya sudah berbeda. Kii dia memiliki orang yang ingin dia habiskan waktunya bersama.Setelah sibuk seharian, Brandon mengadakan rapat terakhir di hari itu dan ketika melihat waktu di jam tangannya, ternyata dia sudah terlambat. Dengan hati yang sudah tidak sabar ingin pulang ke rumah secepatnya, dia langsung kembali ke ruang kantornya untuk menandatangani surat yang dibawakan oleh asisten. Begitu dia membuka pintu, dia
Dari kegigihannya ini, kurang lebih Brandon sudah bisa menebak apa alasan Calvin berbuat seperti ini, tapi dia tidak berkata apa-apa dan hanya meminta Frans untuk segera berangkat.Mobil pun melaju dan Calvin langsung menutup pintu. Hal ini juga bukan sesuatu yang mudah bagi Calvin! Dia harus menyempatkan diri di tengah kesibukannya, bahkan mobilnya masih tertinggal di tempat parkir. Setelah susah payah mendapatkan kesempatan untuk duduk satu mobil dengannya, kini Calvin harus memikirkan bagaimana dia memulai topik.Di saat Calvin masih sibuk berpikir keras, tiba-tiba Brandon bertanya, “Pasti Sharon yang nyuruh kamu, ya?”Calvin, “….”“Aku nggak bisa baca pikiran, tapi semua itu kelihatan jelas dari ekspresi muka kamu!”Calvin, “….”“Aku tahu kamu lagi mikir apa dan apa yang mau kamu tanyain.”“Ka-ka-kalau begitu … jadi rumornya benar?”Kalau tidak, mana mungkin Brandon bisa menebak isi kepala Calvin dengan begitu akurat, bahkan sampai tahu apa yang ingin dia tanyakan.“Iya,” jawab Bra