Amara kelihatannya sangat panik. “Cincin! Itu cincin pernikahanku dengan papamu. Kenapa bisa hilang? Padahal aku selalu memakainya!”Wajah Amara seketika merona. Dia mencari-cari di dalam mobil. “Jatuh di mana, ya ….”“Apa tadi Nenek lupa pakai hari ini?” tanya Yuna, “Ketinggalan di rumah?”“Tidak mungkin!” sangkal Amara, “Cincin itu adalah cincin nikah aku dengan kakeknya Brandon. Aku tidak pernah melepaskannya selama puluhan tahun ini. Tidak mungkin aku ketinggalan di rumah. Pasti aku sudah menghilangkannya. Seingatku, tadi masih ada sewaktu di rumah kalian. Saat aku mengobrol di ruang tamu, cincin itu masih di tanganku. Aku pasti sudah menjatuhkannya.”Amara menunduk terus mencari. Dapat terdengar suara terisak-isaknya. “Cincin ini adalah peninggalan Jason kepadaku. Kalau aku tidak menemukannya, aku merasa bersalah terhadap kakekmu! Cincin ini lebih berharga daripada nyawaku!”Brandon juga ikut mencari. Dia terdiam sejenak, lalu berkata, “Seharusnya bukan di mobil. Apa mungkin jatuh
Dari tadi Steve membuka speaker ponselnya. Setelah selesai menelepon, dia sengaja menggoyangkan ponsel ke depan penjaga pintu. “Gimana?”Majikan sudah bersuara. Penjaga pintu tentu akan membiarkan Steve masuk.Steve mengendarai mobilnya dengan perlahan. Dia merasa sangat lega sekarang. Tempat tinggal Brandon sangatlah susah untuk dimasuki, terkecuali di saat Brandon sedang berada di rumah. Jika tidak, siapa pun tidak diizinkan untuk masuk. Namun sekarang, Steve bisa memasuki rumah dengan terang-terangan.Begitu masuk ke dalam rumah, tampak pembantu sedang sibuk untuk mencari cincin. Steve pun berkata, “Kalian pergi sana, biar aku cari sendiri saja!”“Tapi … Tuan sudah berpesan agar kami membantumu untuk mencari cincin.” Pembantu menunjukkan ekspresi serbasalah.“Nggak usah! Kalian juga nggak tahu gimana bentuk cincin itu. Brandon memang percaya sama kalian, tapi bukan berarti aku percaya. Cincin mamaku itu adalah barang berharga keluarga kami. Gimana kalau ada yang memendam niat jahat,
Steve langsung berjalan ke lantai dua. Dia tidak tahu di mana keberadaan kamar utama. Hanya saja, pintu kamar ruangan lain dalam keadaan terbuka, cuma ada satu ruangan yang pintunya ditutup dengan rapat. Setelah dipikir-pikir, Steve merasa pasti ada sesuatu di dalam ruangan itu.Tanpa berpikir panjang, Steve langsung berjalan masuk ke kamar itu. Ketika tangannya hampir menyentuh gagang pintu, langkah Steve pun terhenti.Jika ruangan ini adalah kamar utama, jika kitab rahasia disimpan di dalam sana, ruangan ini pasti dipasang banyak perangkap.Brandon adalah orang yang sangat waswas. Entah ada berapa banyak perangkap dipasang di dalam dan di luar rumah. Jadi, tidak mungkin tidak ada perangkap di tempat penyimpanan barang berharga.Steve kembali mengulurkan tangannya untuk membuka gagang pintu. Dia sungguh terkejut ketika menyadari pintu dalam keadaan tidak dikunci. Semua ini terasa sangat mencurigakan.Setelah dipikir-pikir, Steve tidak mungkin pulang dengan tangan kosong. Dia mengeluar
Dengan berpikir seperti ini, Steve memutuskan untuk langsung mencobanya. Dia pun memutar kata sandi yang diingatnya waktu itu.Steve memutar beberapa kali ke kiri dan beberapa kali ke kanan dengan penuh hati-hati. Dia sungguh takut akan menyentuh perangkap lainnya. Hingga terdengar suara “krak”, Steve pun langsung tersenyum. Akhirnya pintu brankas berhasil dibuka!Baru saja Steve hendak membuka pintu brankas, tiba-tiba tangannya malah terhenti. Dia langsung memiringkan tubuhnya, lalu mengambil tongkatnya untuk mengadang tembakan dari sebelah kiri dan kanan ….Terdengar suara “swoosh”, lalu tampak dua anak panah tajam memelesat di depan brankas. Melihat anak panah itu, kening Steve pun langsung berkeringat dingin.Nyaris!Ternyata memang ada perangkap di depan brankas ini. Ini barulah gaya Brandon! Steve membukanya, lalu tampak sebuah buku di dalamnya. Dia pun merasa sangat gembira saat ini.Ini! Ini kitabnya!Buku yang diletakkan di dalam kamar, dikunci di dalam brankas, dan dipasang b
Pengurus rumah segera mengangguk, lalu membalas, “Benar, benar apa kata Tuan Steve! Kami memang bersalah atas kehilangan barang Nyonya Amara. Apa barangnya … sudah ditemukan?”Setelah terdiam sejenak, pengurus rumah menyadari cincin di tangan Steve. Dia pun menghela napas lega.Steve mengangguk. “Emm, sudah ditemukan! Aku akan antar cincin ini kepada mamaku. Kalian bereskan lagi, siapa tahu kalian bisa menemukan barang hilang lainnya.”“Iya, benar apa kata Tuan Steve! Kami akan merenungkan kesalahan kami. Kami pasti akan memeriksa dengan teliti.” Pengurus rumah bersikap sangat sungkan. Sikapnya membuat Steve merasa lebih nyaman. Apalagi sekarang barang sudah di tangan Steve. Dia merasa girang ingin segera meninggalkan rumah. “Sudah, aku pergi dulu. Kamu … renungkan kesalahanmu!”Pengurus rumah membungkukkan badannya, mengantar kepergian Steve dengan tersenyum. Saat dia menegakkan tubuhnya, tidak tampak lagi senyuman di wajahnya.Di dalam mal, Amara menarik Yuna untuk memasuki toko bar
“Siapa lagi kalau bukan om kamu yang bodoh itu!” Amara kelihatannya sangat marah. “Cari cincin saja selama itu. Tapi untungnya, cincin sudah ditemukan …. Katanya, jatuh di dalam celah sofa. Aku tidak merasa aku menjatuhkannya, haish!”“Baguslah kalau sudah ditemukan. Sekarang waktunya juga pas. Setelah dia datang, Nenek bisa langsung pergi nonton,” ucap Brandon sambil melihat jam tangannya.Amara mengangguk. “Untung saja ada kalian yang menemani Nenek. Kalau tidak, Nenek pasti akan panik sendiri.”Tak lama kemudian, Steve sudah menampakkan batang hidungnya. Dia tahu mereka sedang berada di kafe. Jadi, dia pun segera menyusul. Begitu pintu didorong, Steve langsung berjalan ke arah mereka. “Ma, sudah ketemu.”Sambil berbicara, Steve mengeluarkan sebuah cincin, lalu menyerahkannya kepada Amara. “Ma, ini, ‘kan?”“Iya, iya, cincin ini tidak pernah terlepas dari tanganku. Aku malah menghilangkannya. Aku memang semakin ceroboh saja!” Amara segera mengambil cincin, lalu memasangnya ke jarinya.
Di vila Monica.Baru saja Monica pulang, dia pun kedengaran ada suara dari dapur. Saat Monica berjalan ke dapur, dia pun menyadari ternyata Hanny sedang berada di dalam sana. Raut wajah Monica langsung berubah muram. “Kenapa kamu berada di dalam sana?”Suara itu mengejutkan Hanny. Tangan yang sedang memegang tutup panci tampak gemetar. Uap panas dari dalam panci mengepul keluar mengenai tangan Hanny. Dia pun merasa kepanasan dan refleks berteriak.“Ceroboh sekali!” Monica berkata dengan sangat tidak senang, “Keluarlah!”“Maaf.” Belakangan ini sepertinya Hanny selalu minta maaf dan selalu membuat kerepotan saja. Tak lama kemudian, Hanny dengan patuhnya keluar dari dapur sambil menyuguhkan semangkuk sup.Sup itu tampak masih beruap. Hanya saja, aromanya cukup wangi.“Apa itu?” tanya Monica dengan mengernyitkan keningnya.“Aku … aku masak sup buat Kakak,” balas Hanny dengan suara kecil. Dia tidak berani bertatapan dengan kakaknya. Dia memasak sup juga demi menebus kesalahannya.“Siapa sur
“Sup apaan itu? Aku nggak mau!” tolak Monica sambil menatap semangkuk sup di hadapannya. Sup itu kelihatannya sangat keruh, seperti sup herbal saja. Hanya saja, aromanya cukup wangi, meningkatkan selera makannya. Monica pun bertanya, “Sup apa?”Mendengar pertanyaan Monica, Hanny langsung merasa sangat gembira. Dia segera membalas, “Sup ayam herbal. Sup ini berkhasiat sebagai penambah darah. Kakak sedang mengalami cedera, perlu menutrisi tubuh.”“Penambah darah?” Monica melirik Hanny sekilas, lalu mengeluarkan ponselnya untuk mengecek keaslian ucapannya. Ternyata Hanny tidak sedang berbohong. “Kenapa kamu tahu sup ayam herbal bisa berkhasiat sebagai penambah darah?”“Sebelumnya aku melihatnya ketika menonton sinetron,” balas Hanny dengan segera, “Aku lihat di dapur ada bahannya, jadi aku masakin buat Kakak. Saat ini, nggak ada orang di dapur. Kakak tenang saja, nggak ada yang melihatku.”Mengenai hal ini, Monica tentu tidak mencemaskannya. Selain beberapa pembantu pribadi yang berasal d
Harus diakui, setiap tutur kata yang Yuna ucapkan sangat mengena di sanubari Ratu. Memang benar meski Ratu tidak bisa lagi menunggu, toh sekarang ada waktu kosong. Tidak ada salahnya bagi Ratu untuk memberi kesempatan kepada yuna untuk mencoba. Kalau yuna gagal, tinggal lakukan sesuai dengan rencana awal.Rencana R10 ini sejak awal memang sudah mendapat berbagai macam halangan. Pertama adalah perlawanan dari anaknya sendiri, kemudian jika diumumkan pun, entah akan seperti apa kritik dan tekanan dari opini publik. Namun di luar semua itu, yang paling penting adalah bahwa Ratu sendiri juga tidak yakin dengan keputusannya sendiri.Dari luar, Ratu mungkin terlihat tegas. Namun hanya dia sendiri yang tahu kalau sebenarnya dia pun sering meragukan keputusannya. Jika Ratu tidak ragu, pada hari itu juga dia akan tetap melanjutkan eksperimennya, bukan malah menunggu seperti sekarang. Dengan diberhentikannya eksperimen R10 untuk sementara, Ratu makin bimbang.“Kamu butuh apa?” tanya Ratu. Berhub
Saat Yuna mengatakan itu, ekspresi wajah Ratu masih tidak berubah. Ratu hanya menutup kelopak matanya untuk menutupi sorotan yang terpancar dari bola matanya. Tentu saja pada awal eksperimen ini dilakukan, dia menyembunyikan faktanya dari semua orang agar tidak ada yang tahu.Eksperimen ini sejatinya adalah sesuatu yang membahayakan nyawa manusia. Ratu tahu betul akan hal tersebut, karena untuk membuat dia hidup abadi, dia harus mengorbankan nyawa orang lain. Kalau sampai ada satu orang saja yang tahu dan kemudian tersebar luas, tentu saja seluruh dunia akan mengecamnya.Namun di sisi lain, Ratu tidak mungkin dan tidak akan mau menyerah. Makanya saat melakukan penelitian, dia hanya memberikan satu resep kepada setiap grup, kemudian meminta mereka untuk menjalankan eksperimen sesuai dengan instruksi yang tertera di setiap lembaran resepnya.Tentu untuk menutupi agar orang lain tidak bisa menerka apa yang sedang mereka lakukan, Ratu memberikan banyak resep yang sebenarnya sama sekali tid
Suara anak kecil yang menggemaskan itu membuat Yuna teringat, sewaktu dia terakhir kali bertemu dengan Nathan, saat itu dia memang sedang hamil. Seketika mendengar itu, Yuna pun tersenyum seraya memegangi perutnya yang kini sudah rata, “Mereka sudah lahir.”“Adik cowok, ya?” tanya Nathan penasaran.“Ada cowok dan cewek. Anak Tante yang lahir ada dua, lho!” ujar Yuna tersenyum sembari mengangkat dua jarinya.Sorot mata Nathan seketika bercahaya. Perasaannya yang sejak awal murung dan penuh waspada langsung berubah menjadi jauh lebih ceria selayaknya anak kecil pada umumnya.“Dua adik?! Wah, Tante hebat banget!”“Hahaha, makasih, ya! Nanti Tante ajak kamu ketemu mereka kalau ada kesempatan,” ujar Yuna tersenyum, nada bicaranya pun jauh lebih lembut saat dia berbicara dengan anak kecil. Melihat Nathan membuat Yuna teringat dengan anak-anaknya sendiri, hanya saja ….“Aku juga kangen sama mereka, tapi … kayaknya aku nggak bisa ketemu mereka lagi,” ucap Nathan dengan suaranya yang kian menge
Mungkin sekarang Nathan sudah tidak lagi disembunyikan seperti pada saat Fred yang memimpin. Namun tentu saat itu banyak hal yang Fred lakukan secara diam-diam. Dia mengira dia bisa menyembunyikan semuanya dari orang lain bahkan dari sang Ratu sekalipun. Namun dia tidak tahu bahwa sebenarnya Ratu sudah mengetahuinya sejak awal.Di luar kamar tempat Nathan ditahan ditempatkan seorang penjaga. Yuna sempat dicegat saat dia mau masuk ke dalam. Yuna menduga mungkin ini adalah perintah dari Ratu. Mereka semua juga diawasi dan dapat berkomunikasi dengan intercom.Nathan sangat patuh sendirian di dalam tidak seperti kebanyakan anak seumurannya. Bahkan sewaktu melihat Yuna, dia masih bisa tersenyum dengan santun dan menyapanya.“Halo, Tante.”“Kamu masih mengenali aku?” tanya Yuna.“Iya, Tante Yuna,” jawab Nathan mengangguk.Yuna pernah menyelamatkan nyawa Nathan saat mereka berada di Prancis. Yuna juga banyak membantu Nathan dan ada suatu waktu Nathan sering main ke rumah Yuna, tetapi kemudian
Tangan yang mulanya Ratu gunakan untuk mengelus wajah Ross langsung ditarik. Raut wajahnya juga dalam sekejap berubah menjadi berkali-kali lipat lebih sinis.“Jadi dari tadi kamu ngomong panjang lebar ujung-ujungnya cuma mau aku membuang eksperimen ini.”“Aku mau kamu merelakan diri sendiri,” kata Ross sambil berusaha meraih tangan ibunya lagi, tetapi Ratu menghindarinya.“Aku cape. Kamu juga balik ke kamarmu saja untuk istirahat,” ucap sang Ratu seraya berpaling.“Ma ….”Sayangnya panggilan itu tidak membuat Ratu tergerak, bahkan untuk sekadar menoleh ke belakang pun tidak.“Ricky!”Ricky yang dari awal masih menunggu di depan pintu segera menyahut, “Ya, Yang Mulia.”“Bawa Ross balik ke kamarnya.”Saat Ricky baru mau masuk untuk mengantar pangerannya pergi, Ross langsung berdiri dan bilang, “Aku bisa jalan sendiri.”Maka Ross pun segera berbalik pergi, tetapi belum terlalu jauh dia melangkahkan kakinya, dia kembali menoleh ke belakang dan berkata, “Ma, aku tahu apa pun yang aku bilang
Seketika itu Ratu syok karena dia jarang sekali melihat anaknya bersikap seperti ini. Saking syoknya sampai dia tidak bisa berkata-kata dan hanya terdiam menatap dan mendengar apa yang dia sampaikan.“Ma, aku tahu sebenarnya kamu pasti takut. Takut tua, takut mati, takut masih banyak hal yang belum diselesaikan. Aku thau kamu juga bukannya egois. Kamu melakukan eksperimen ini bukan semata-mata untuk kepentingan pribadi, tetapi karena masih banyak hal yang mau kamu lakukan.”Di saat mendengar kata-kata Ross, tanpa sadar mata Ratu mulai basah, tetapi dia berusaha untuk menahan laju air matanya.“Aku juga tahu kamu pasti sudah capek. Orang lain melihat kamu berjaya, tapi aku tahu setiap malam kamu susah tidur, bahkan terkadang waktu aku pulang malam dan melewati kamarmu, aku bisa dengar suara langkah kaki lagi mondar-mandir. Kamu pasti capek banget karena harus menanggungnya sendirian. Sering kali aku mau membagi beban itu, tapi ….”Sampai di situ Ross terdiam dan tidak lagi meneruskan ka
“Aku nggak pernah dengar tentang itu,” sahut Ross dengan tenang.“Jelas kamu nggak pernah dengar. Itu hal yang sangat mereka rahasiakan, nggak mungkin mereka mau kamu tahu.”“Jadi Mama sendiri tahu dari mana?” Ross bertanya balik.“....” Ratu berdeham seraya berpaling, dia lalu mengatakan, “Aku punya jalur informasiku sendiri. Terserah kamu percaya atau nggak, tapi itu benar.”“Aku bukanya nggak percaya, tapi kamu yang takut aku nggak percaya. Kalau memang dirahasiakan, pastinya nggak akan mudah untuk mendapat informasi itu. Aku cuma penasaran dari mana kamu tahu itu. Tentu saja kamu bisa bilang informasi itu didapat dari jalur informanu sendiri, tapi coba pikir lagi. Kamu sudah melakukan eksperimen ini selama bertahun-tahun, tapi siapa yang tahu sebelum ini terbongkar? Atau kamu pikir kamu lebih pandai merahasiakan ini dari mereka?”“.… Ross, kamu ….”Saat Ratu baru mau berbicara, dia lagi-lagi disela oleh Ross yang bicara dengan suara pelan. “Ma, tolong jangan marah. Kamu marah karen
Bagaimanapun yang namanya anak sendiri, ketika sudah meminta maaf, amarah Ratu sudah tidak lagi berkobar.“Iya, aku tahu aku salah,” kata Ross menunduk. “Aku nggak sepantasnya ngomong begitu.”“Kamu benar-benar sadar kalau salah?” tanyanya. “Angkat kepalamu. Tatap mataku.”Lantas Ross perlahan mengangkat kepalanya sampai matanya bertatapan, tetapi tetap tidak ada satu pun dari mereka yang mengatakan apa-apa. Selagi menatap Ross dalam-dalam, Rat tersenyum dan berkata, “Ross, kamu nggak tahu kamu salah. Tatapan mata kamu memberi tahu kalau kamu sebenarnya masih nggak rela!”Bagaimana mungkin Ratu tidak memahami anaknya sendiri. Tatapan mata Ross mengatakan dengan sangat jelas kalau dia masih tidak mengaku salah, tetapi dia hanya mengalah agar ibunya tidak marah. Hanya saja setelah mengalami masa kritis dan setelah mengobrol dengan Juan dan Fred, pemikiran dan suasana hati Ratu sudah sedikit berubah.“Ross, kamu sudah lama tinggal di negara ini, jadi pemikiran kamu sudah terpengaruh sama
Ricky sudah menunggu di luar menantikan Ratu keluar dari kamar tersebut. Dia langsung memegang kursi roda tanpa mengatakan apa-apa, dan mendorongnya dalam kesunyian. Begitu pun dengan Ratu, dia juga hanya diam saja selama mereka berjalan menuju lift.“Pangeran Ross minta bertemu,” kata Ricky.Ratu memejamkan kedua matanya guna menyembunyikan perasaan yang mungkin bisa terlihat dari sorotan mata. Dia tidak menjawab dan hanya mengeluarkan desahan panjang. Walau begitu, Ricky mengerti apa yang ingin Ratu sampaikan dan dia pun tidak lagi banyak bertanya.Seiringan dengan lift yang terus naik, tiba-tiba Ratu berkata, “Bawa dia temui aku.”“Yang Mulia?”“Bawa dia temui aku.”Selesai Ratu berbicara, kebetulan lift juga sudah sampai di lantai tujuan. Ratu mendorong kursi rodanya sendiri keluar dari lift. Ricky sempat tertegun sesaat, tetapi kemudian dia kembali menekan tombol lantai di mana Ross berada.Tak lama kemudian, Ricky mengantar Ross masuk kamar tidur Ratu. Dia mengetuk pintunya, teta