Hai apa kabar, bagaimana menurut reader tentang bagian ini? beri ulasan di kolom komentar ya^__^
“Aku nggak pergi, aku akan menjagamu sampai sembuh.”“Tapi bagaimana dengan istrimu? Emangnya istrimu nggak cari kamu kalau kamu nggak pulang?” Dhara berkata acuh tak acuh.Baskara diam.“Tolong pergilah, aku nggak mau ada yang liat nanti kamu bersamaku dan menuduhku pelakor.”Baskara menghela napas mengusap keningnya. “Dhara, hari ini bisa nggak kita nggak bertengkar. Kamu masih sakit.”“Aku nggak bertengkar kok. Aku cuma ngingetin kamu cepat pulang biar nggak dicariin istrimu,” balas Dhara.Baskara menggosok keningnya dan berdiri. “Kamu belum makan seharian. Aku memesan bubur di restoran depan rumah sakit Setengah jam lalu dan diisi di termos. Seharusnya masih hangat.” Dia mengambil termos berisi bubur dan menuangkannya di mangkuk putih.Bubur itu mengeluar aroma bubur ayam yang sangat familiar. Dhara merasa perutnya berbunyi kelaparan begitu mencium aroma bubur ayam.Baskara menyendok bubur ayam itu ke bibir Dhara.Dhara mengerut kening melihat tindakan Baskara yang langsung menyua
“Kenapa nggak diangkat?”Baskara tersentak dan buru-buru mematikan ponselnya.“Sudah selesai? Mau tidur?” tanyanya mencoba mengalihkan perhatian Dhara.Dhara menatap datar dan tidak mengatakan apa-apa. Dia berjalan ke tempat tidur sambil mendorong tiang infus. Baskara memegang lengan dan pinggangnya melihat Dhara berjalan pelan karena lemah.Dhara tidak berusaha mendorongnya dan berbaring di tempat tidur dengan bantuan Baskara.“Pak Baskara pulang saja. Takutnya istri kamu nanyain kalo nggak pulang.”Baskara mengerut kening agak tidak senang. “Istriku sedang di Italia. Bisakah nggak jangan membahas istriku lagi.”Veera hanya menelepon. Itu kebiasaannya selalu menelepon setiap dua atau tiga kali sehari.Baskara selalu menanggapi panggilannya tapi lama-lama dia merasa Veera terlalu sering menelepon. Sehari dia bisa delapan atau sepuluh kali menelepon. Dia lebih sering bertanya tentang aktivitas Baskara dan sedang bersama siapa. Lama-lama Baskara merasa Veera sedang mengawasinya. Baskara
“Mari jalani aja dulu, tapi kamu nggak bisa menggugurkan anak ini,” ujar Baskara sedikit memperingatkan Dhara. “Kamu nggak usah masuk kerja, jangan khawatir tentang masalah yang terjadi di perusahaan, aku akan mengurusnya. Kamu hanya perlu menjaga kandunganmu dan makan makanan yang bergizi.”“Jadi kamu tetap mau aku melahirkan anak ini tanpa status yang jelas?” kata Dhara cemberut. “Baskara, aku nggak menuntut kamu bercerai dari istrimu. Kamu juga nggak usah egois minta aku lahirin anak kamu.” Dhara berhenti sejenak sebelum melanjutkan kalimatnya dengan berat. “Aku nggak mau jadi istri keduamu, dan aku juga nggak mau dituduh jadi orang ketiga dalam rumah tanggamu.”Tidak peduli seberapa kaya Baskara, Dhara tidak mau terlibat dengannya untuk mendapat kehidupan yang mewah seperti yang diinginkan kebanyakan wanita.. Sejak muda dia selalu mengandalkan dirinya untuk bekerja keras hingga tidak bergantung pada orang lain.Jika dia menerima tawaran Baskara, Dhara akan menghadapi tuduhan sebag
Dia tidak menyangka Miranda sangat berani dan jahat. Dia menggunakan namanya menjual data teknologi yang dia curi dan kabur begitu saja. Mengingat panggilan telepon terakhir dengan ayahnya Dhara sangat sakit hati. Ayah kandungnya lebih membela adik tirinya dan bahkan mengancam akan mengeluarkan Dhara dari kartu keluarga.Matanya memerah, air mata mengenang di pelupuk matanya. “Ya, PT. Nexus Tecnhology menggunakan alasan ini balik menuntut kami. Mbak Dhara kamu mungkin akan jadi tersangka kasus ini,” ujar Hadi.Dhara menarik napas dalam-dalam menenangkan sakit di dadanya.“Pak Hadi, saya bersumpah nggak pernah bekerja sama dengan adik saya atau memberi data proyek pada adik saya untuk dijual. Tapi semua ini salah saya karena nggak bisa menjaga data proyek. Saya siap datang ke pengadilan untuk membuktikan diri dan menerima sanksi dari perusahaan karena karena perilaku adik saya,” ujarnya dengan suara bergetar.Hadi mendesah tidak puas mendengar kalimat terakhir Dhara. Jika bukan karen
Beberapa karyawan yang mendengar itu tidak berkomentar tapi melirik Dhara sinis.Dhara mengepalkan tangannya berpura-pura tidak mendengar dan menunggu pintu lift terbuka. Begitu lift terbuka semua karyawan berbondong-bondong masuk. Dhara terhuyung hampir jatuh ketika seorang karyawan menabraknya. Tubuh Dhara terdorong oleh beberapa karyawan entah disengaja atau tidak. Dhara meringis dan mundur ke samping agar tidak didorong lagi. Bagaimana pun dia sedang hamil. Jika ada orang yang mengaja mendorong dan membuatnya jatuh, dia bisa saja keguguran.Dhara menatap dengan sedih ke lift yang sudah penuh dan tertutup di depan matanya. Dia hanya bisa menghela napas dan menunggu lift berikutnya.Beberapa menit kemudian Dhara sampai ke kantor Baskara. Hadi dan Rio ada di meja mereka. Dhara datang tanpa memberi kabar hingga mereka terkejut melihat kedatangannya.“Dhara, bagaimana kabarmu?” Rio yang terlihat senang melihat kedatangan Dhara dan menghampirinya dengan cepat. “Kenapa nggak ngabarin ka
Jika mereka mengadopsi anak, Baskara tidak akan mengambil anak yang sedang dikandung Dhara.Rio menatapnya. “Kamu nggak masuk beberapa hari karena itu kamu nggak tahu selama hampir seminggu ini suasana hati Pak Baskara jelek. Banyak direktur yang dimarahi karena salah memberi laporan dan macam-macam lah. Pokoknya semua orang dimarahi, termasuk aku dan Pak Hadi. Pak Baskara sampai bertengkar dengan istrinya. Kamu sebaiknya berhati-hati saat bertemu Pak Baskara.”“Rio, kembali bekerja. Jangan mengobrol di jam kerja,” tegur Hadi memutuskan percakapan Dhara dan Rio.“Ah maaf Pak,” kata Rio lalu buru-buru kembali ke meja kerjanya.“Mbak Dhara, bukannya kamu mau bertemu dengan Pak Baskara? Sebaiknya kamu cepat temui Pak Baskara,” ujar Hadi pada Dhara.Dhara menggigit bibirnya bawahnya ragu-ragu. Baskara baru saja bertengkar dengan istrinya. Jika dia masuk sekarang saat bosnya sedang marah, dia takut Baskara akan langsung mengusirnya. Mereka juga sempat bertengkar beberapa hari yang lalu kar
Baskara dibuat terdiam melihat tatapan Dhara padanya seolah dia adalah pelaku pelecehan seksual. Dia batuh kecil dan berdeham.“Dhara, jangan membuatku habis kesabaran. Aku hanya ingin anakku dilahirkan dengan sehat dan selamat. Kamu nggak bisa menggugurkan kandungan di negara ini secara ilegal. Dan kamu juga nggak mau kan anak kita dilahirkan tanpa status? Jika begitu berat bagimu menjadi istri kedua, kamu bisa meminta cerai setelah melahirkan anak itu dan anak kita pun tetap mendapat status. Pikirkan tawaran aku baik-baik,” ujar Baskara dan menyerahkan kembali surat pengunduran Dhara ke wanita itu.Wajah Dhara cemberut sedih. Dia menghentak kaki kesal. “Kamu nggak bisa memaksaku menuruti semua yang kamu mau. Selama kamu menceraikan istrimu, aku akan melahirkan anak ini. Jika tidak, aku akan menggugurkan anak ini!” ancam Dhara berani.Salah Baskara karena mencampakkannya demi Veera dan tidak percaya bahwa istrinya berselingkuh. Salah Baskara juga karena membuatnya hamil dan mengambil
Sudut bibir Veera melengkung dengan ekspresi mencibir melihat ekspresi tenang Dhara. “Sudah berapa lama kamu hamil? Bagaimana kamu bisa dekat dengan suami aku?” Veera langsung menanyainya tanpa basa-basi. “Kami nggak dekat tapi suamimu yang mengambil kesempatan saat aku nggak sadar hingga aku hamil,” balas Dhara tenang. Veera tertawa dingin. “Maksudmu suamiku memperkosamu saat kamu nggak sadar? Kamu pikir Baskara orang macam apa? Bercermin dong! Wajahmu itu udah murahan banget, kamu jelas-jelas dekatin suami aku karena dia kaya dan membiusnya agar kamu bisa tidur dengannya kan? Orang macam kamu tuh banyak di sekitar. Murahan dan menjijikkan!” desisnya. Untungnya kafe itu cukup sepi dan mereka berada di lantai dua yang dikhususkan untuk VIP hingga tidak ada mendengar percakapan mereka. “Pada kenyataannya seperti itu. Kenapa nggak tanya sendiri ke suamimu,” balas Dhara datar, tidak mau bertengkar dengan Veera. Veera menggertak gigi. Dia tidak berani menanyakan hal itu pada Baskara