“Jangan takut, aku nggak akan melakukan apa pun padamu.”Dhara menatapnya curiga. Gading sangat berani mengakui perselingkuhannya dengan Veera di depannya. Apa dia takut Dhara akan melaporkan ini pada Baskara?“Mengapa Bapak mengakui perselingkuhan Bapak dan Bu Veera sama saya? Apa bapak nggak takut saya akan melaporkan ini pada Pak Baskara?” kata Dhara memberanikan diri.Gading menyeringai.“Silakan laporkan saja pada bosmu. Kamu juga sudah tahu aku berselingkuh dengan istri Baskara, buat apa aku sembunyikan lagi. Aku nggak akan rugi apa-apa, paling-paling hubungan aku dan Baskara memburuk. Dari dulu juga aku dan Baskara nggak pernah akur. Tapi aku bisa melakukan apa pun padamu,” ujar Gading menatap Dhara tajam dan mengancam.“Akan kubuat kamu nggak pernah mendapat pekerjaan di mana pun. Aku bisa melakukan apa pun untuk menghancurkanmu.”Dhara mengepalkan tangan di bawah meja. Matanya membelalak menatap Gading tak percaya. Pria itu sungguh akan melakukan itu padanya? Dia sangat jahat
Beberapa hari ini Dhara gelisah sejak pertemuannya dengan Gading. Dia sudah membuat Gading marah karena menolak menjadi mata-mata di kantor Baskara. Dhara takut menyinggung orang-orang yang berkuasa seperti Gading. Belum lagi Dhara tahu tentang perselingkuhan istri bosnya dengan Gading.Tinggal masalah waktu Veera akan menemuinya untuk ‘membungkam’nya seperti yang dilakukan Gading.Orang-orang kaya ini sangat menakutkan. Dia hanya orang biasa yang bekerja untuk menyambung hidup. Mengapa dia harus terlibat dalam masalah pelik ini?Dhara takut dengan ancaman Gading, tapi tidak mau mengkhianati kepercayaan Pak Hadi, Rio dan bahkan Baskara yang sudah mempekerjakannya.Dhara menghembuskan napas berat.“Apa kamu punya masalah?” Suara Rio tiba-tiba terdengar dari sebelahnya.Dhara tersentak menatap Rio yang berdiri di sebelahnya. Rio datang untuk meninjau pekerjaan Dhara seperti biasa.“Enggak kok Pak,” balas Dhara menatap Rio.“Kamu dari menghembuskan napas berat terus. Kamu sampe salah men
Dhara berkedip. “Hmm, nggak .. aku nggak punya pacar.”Rio menggaruk kepalanya agak malu. Dia bertanya tanpa sadar. Dia sudah menahan pertanyaan ini selama beberapa minggu. Dhara sangat cantik dan sopan, dia tidak genit seperti beberapa karyawan wanita yang menggodanya.Rio berdeham dan bersandar santai di meja Dhara, dia tidak mau terlihat salah tingkah di depan Dhara. Ego laki-laki melarangnya.“Oh, cuma nanya aja. Tapi masa sih nggak punya pacar. Mbak Dhara sangat cantik loh ....”Dhara tersenyum canggung. “Makasih Pak, saya selama ini bekerja untuk membantu keluarga. Saya nggak punya waktu buat pacaran.”Lebih tepatnya dia tidak mau merasakan patah hati yang kedua kali setelah dicampakkan dan tinggal nikah oleh mantannya. Tapi mantannya itu sekarang malah menjadi bosnya.Kalau dipikir-pikir ini kebetulan yang aneh. Dhara tidak percaya dengan takdir.“Kalo sekarang gimana. Nggak ada niat buat pacaran gitu?” Rio berkata dengan nada menggoda.“Kalo sekarang sih saya belum kepikiran.”
Dhara menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan perasaan gelisah dan gugup selagi menunggu Baskara.Hari ini kepulangan Baskara dari perjalanan bisnis di Paris. Dhara diminta untuk menjemput bosnya di bandara karena Rio sedang mengikuti rapat di sore hari. “Ingat Dhara, kamu harus mengunci mulutmu ketika di depan Baskara,” gumamnya pada dirinya sendiri sambil meringis.Beberapa saat kemudian sekelompok orang keluar dari gate kedatangan dan berpencar. Sosok Baskara yang tinggi dan tampan langsung menarik perhatian Dhara.Baskara datang sendiri mengenakan kaos hitam polos yang dipadu jas krem c menarik koper besar di tangannya. Tidak ada Pak Hadi yang menemaninya. Wajah pria itu terlihat lelah dan tanpa ekspresi saat mengedarkan pandangannya ke sekeliling bandara. Begitu melihat Dhara, dia berhenti. Wajahnya sedikit tersenyum melambai pada wanita itu.Dhara segera menghampiri bosnya.“Apa kabar Pak Baskara, saya datang menjemput Bapak.” Dhara menyapa dengan sopan dan hormat. Dia men
Dhara pulang jam delapan malam setelah mengantar mobil. Dia pulang lebih lambat karena terjebak macet. Miranda tidak ada di kamar kontrakkannya saat dia pulang. Akhir-akhir ini Miranda selalu pulang tengah malam.Miranda pulang tengah malam saat Dhara tidur, dan Dhara pun berangkat kerja saat Miranda tidur. Mereka jadi jarang berbicara. Namun Miranda masih belum pindah dari kamar kontrakkan Dhara.Dhara tidak mau memikirkan apa yang dilakukan Miranda, tapi selalu membuatnya kesal melihat kamarnya berantakan setiap pulang kerja karena Miranda.Kotak make up Miranda bertebaran di meja dan baju-bajunya berserakan di atas ranjang. Ini selalu terjadi dan Dhara tidak bisa mentolerir ini lagiDia langsung menelepon Miranda dan menegurnya dengan keras.“Kalo kamu bikin berantakan kamarku lagi, sebaiknya kamu cari tempat tinggal lain atau aku akan membuang baju-bajumu dan make up-mu!”“Apaan sih Mbak! Marah-marah nggak jelas banget! Aku lagi kerja tahu,” balas Miranda kesal.“Rapikan baju-baj
Kelopak mata Dhara mengerjap sebelum akhirnya terbuka. Dia mengerang mengusap mata karena pencahayaan yang sangat terang mengganggunya. Setelah beberapa saat dia membuka matanya. Dia disambut dengan langit-langit kamar yang dicat putih dan bau antiseptik.Dhara mengerang mencoba bangun.“Jangan bangun dulu, kamu masih sakit.” Sebuah suara disebelahnya menahan pundak Dhara agar tetap berbaring.Dhara menoleh ke samping yang disambut sosok Baskara yang duduk di sebelah ranjang dengan ekspresi serius.“Pak Baskara ....” Dhara tergagap dan buru-buru ingin bangun.“Tetaplah berbaring.” Baskara berdiri menahan Dhara agar tetap berbaring.Dhara berbaring dengan ekspresi bingung menatap Baskara.“Kenapa Pak Baskara ada di sini?” tanyanya lalu menatap ke sekeliling kamar. "Di mana saya?”“Kamu di rumah sakit. Kamu pingsan di kantor.”Dhara mengingat apa yang terjadi sebelum dia pingsan. Wajahnya langsung memucat, dia mencoba bangun dan meraba perutnya panik. Dia ingat darah mengalir di kakiny
“Apa aborsi saja?” bisik Dhara pada dirinya sendiri.Dhara mencengkeram rambutnya frustasi dan panik. Hidupnya sudah sulit, dia adalah generasi sandwich di keluarganya. Dia hamil dari pria yang tak dikenalnya. Jika dia melahirkan anak ini tanpa menikah, anak ini hanya akan menderita dan membuat hidupnya yang sulit tambah sulit.Aborsi adalah pilihan yang tepat.Air matanya mengalir di pipinya saat dia mengelus perutnya.“Maaf Nak, semua ini salahku. Kamu nggak bisa lahir dengan keadaan ibumu seperti ini.”Dhara menutup wajahnya dan menangis. Dia sangat takut dan menyesal. Selama seharian itu Dhara menangis di kamar rawat.....Setelah seharian menangis, Dhara mulai tenang dan meninggalkan rumah sakit.Rio meneleponnya untuk menanyakan keadaannya lalu menyuruhnya istirahat dan mengambil cuti besok. Kata pria itu Baskara menyuruhnya cuti seminggu. Rio tidak menyinggung sesuatu tentang kehamilannya yang membuat Dhara bersyukur.Tapi dia tidak ingin mengambil cuti. Tidak mudah mendapat
“Akh!” Miranda tersentak kaget dan menoleh dengan cepat.“Mbak Dhara kok pulang cepat.” Dia tersenyum dan menutup laptop Dhara dengan cepat.Dhara mengerut kening, tidak senang Miranda mengacak-acak barangnya. “Apa apakan laptopku itu?”“Aku pinjam laptop Mbak. Ada tugas yang aku urus,” Miranda cengengesan.“Kamu punya laptop sendiri, kenapa pake punyaku.”“Punyaku rusak. Aku pinjam laptop Mbak, nggak lama kok.”“Terus kenapa kamu acak-acak lemari buku dan berkas-berkas kerjaku!” Dhara masih tidak senang.Miranda orang yang sangat berantakan. Dia malas merapikan barang-barang yang sudah diacak-acak.“Nanti aku rapikan kok.”“Alah, nggak pernah kamu ngerapiin. Kapan kamu pindah tempat? Kamu bahkan nggak bayar biaya kontrakan.” Dhara sudah jengkel tinggal bareng adik tirinya.Miranda hanya tinggal dan tidur secara gratis, tapi tidak pernah sedikitpun membantunya bersih-bersih atau merapikan tempat tinggal mereka. Dia hanya tahu membuat tempat tinggalnya berantakan.Miranda cemberut.“Ce