Allura ketagihan dalam menggendong anaknya sendiri meski masih tidak diberi izin untuk memberi asi sampai sekarang, namun itu tidak menjadi masalah bagi Allura selama ia masih bisa selalu dekat dengan Almira, nama yang diberikan olahnya kepada anaknya yang disarankan oleh Dokter Albert.
Badai selalu datang ke Rumah Sakit namun tidak pernah ia memasuki ruangan perawatan Allura lagi, hanya sesekali menjenguk di kaca yang menjadi sarana untuk melihat pasien yang berada di dalam ruangan untuk menjalani perawatan.
Badai sebanarnya sangat ingin masuk dan ikut bercanda ria saat Allura dan anaknya kelihatan bersenang-senang. Badai terus menahan dirinya agar Allura bisa menikmati waktu maksimalnya bersama anaknya karena Badai tidak akan pernah tahu kapan kondisi Allura akan turun kembali, karena kondisi Allura selalu tidak dapat diprediksi.
“Badai!” panggil Allura, tapat saat Badai sedikit menjenguk dari kaca yang membuat Badai menghentikan langkahnya dan men
Mentari bersinar lebih terang dari hari-hari sebelumnya, bunga-bunga di taman lebih segar dari hari biasanya. Mawar dan tulip seakan awan-awan dan bintang-bintang yang menghiasi langit di taman itu.Taman yang semuanya hanya tempat semua orang bersendu, disulap dengan begitu rupawan oleh seorang yang memiliki nama Badai. Entah kanapa orang tuanya memberi nama seperti itu kepadanya, entah ia harus menjadi badai untuk membuat semua orang kesulitan, atau menjadi menjadi badai yang kuat, sekuat diri sekarang.Kursi-kursi bernuansa kelabu sangat cocok untuk jas abu-abu yang sekarang Badai kenakan, mata gelap yang sekarang menjadi terang membuktikan bahwa kehabagiaan sedang tepat di dalam dirinya, dan Semesta benar-benar membuatnya menjadi orang paling bahagia hari ini.Badai dengan setelan yang sangat maskulin berjalan begitu gagah ke arah ruangan Allura yang sedang didandani. Badai ingin segera menjemputnya untuk segera datang ke taman yang telah ia siapkan semua or
Beberapa minggu berlalu, sampai menemui titik dimana akhirnya Allura diizinkan untuk bisa keluar dari Rumah Sakit dan diizinkan untuk dirawat di rumah saja.Alluara sangat bahagia karena bisa meninggalkan ruangan putih yang sudah lumayan lama ia berbaring di sana. Berstatus sebagai istri Badai sekarang, tidak boleh lagi manja, walau Allura kadang tidak bisa menahan agar dirinya tidak bersifat seperti itu ketika dengan Badainya."Sayang, Allura sangat senang akhirnya bisa pulang. Eh, tapi Allura ini pulangnya ke mana yaa?" tanya Allura sontak yang bingung dirinya akan tinggal di mana, tetap di rumahnya atau di apartemen Badai, kepada Badai yang sedang disampingnya mengupas apel dari kulitnya.Badai terkekeh. "Emang Allura maunya pulang ke mana?" tanya Badai balik menanggapi pertanyaan Allura sebelumnya."Allura mah terserah yaa, asal sama Badainya Allura." Pisau yang Badai gunakan untuk mengupas apel tiba-tiba terjatuh."Kaget ya ampun, Allura!" ser
Beberapa surat yang entah isinya apa untuk siapa hampir selesai Allura tulis dan dimasukkan ke dalam amplop berwarna putih polos yang sudah Allura beri tanggal dan nama di setiap amplop itu.Pukul 4 pagi, Badai masih terlelap dengan Almira yang berada di sampingnya. Allura tersenyum sambil menahan rasa sakit yang sangat terasa di kepalanya mulai menusuk-nusuk ke persendiannya.Di kepalanya hanya ada wajah Badai dan Almira yang terlihat sangat bahagia, dan seperti mereka juga akan bisa bahagia tanpanya, Allura benar-benar merasa kalau dirinya akan sebentar lagi dipanggil oleh yang Menciptakannya.Kepala Allura terasa sangat sakit, terjadi sangat tiba-tiba membuat seluruh badannya tidak bisa digerakkan sama sekali. Padahal ingin sekali ia menggapai tubuh Badai untuk ia peluk sekali lagi, kalau diingat-ingat selalu Badai yang memulai memeluknya, tidak pernah ia yang berusaha mencintai Badai seperti yang Badai lakukan padanya, karena keterbatasan dirinya sekarang.
“Dokter … saya mohon selamatkan Allura, hanya dia orang yang bisa membuat saya merasa lebih hidup,” tangis Badai yang hanya bisa meringis meminta Dokter Albert untuk menyelamatkan Allura yang sudah tidak bernafas lagi.Dokter Albert hanya diam tidak bisa mengatakan apa-apa karena karena sudah kesekian kali ia mengatakan kepada Badai kalau Allura sudah tidak bisa diselamatkan lagi bagaimana pun caranya.Badai menghubungi Safiya untuk menjaga Almira yang ia tinggalkan di rumah bersama tetangga apartemannya sebelum berangkat membawa Allura ke Rumah Sakit. Semuanya terlihat begitu cepat bagi Badai, seperti tidak ada yang bisa ia lakukan selain hanya memanggil nama Allura berkali-kali dan berdoa agar Allura segera bangun dari tidurnya.Namun harapannya sirna setelah ia sebenarnya juga merasakan dinginnya raga Allura malam itu, Allura yang tergeletak bersama dua surat yang hanya setengah terisi, Badai melihat sekilas sewaktu mau menganggkat raga All
Awan yang sudah kemalut menjadi hujan yang sangat deras, seakan bumi kehilangan orang terpenting yang membuat bumi akan kelihatan indah. Tidak ada lagi suara tangis yang begitu terisak digantikan langit yang berjatuhan air membuat suara tangis membisu.Dunia seakan mati bagi Badai, dirinya bahkan tidak bisa menangis, air matanya tidak mau turun. Hatinya begitu hancur, melihat seorang yang ia sangka akan mengisi seluruh dunianya malah membuat dunianya Badai semakin kosong dan hampa.Tubuh seorang yang sangat dicintainya berbalut kain dan kemudian di masukkan ke dalam tanah membuat jiwanya begitu patah, padahal baru saja ia banyak merencanakan rencana untuk dapat selalu membahagiakan Allura dan Almira.Badai kira akan ada sangat banyak waktu yang akan ia bisa lewati dengan Allura, namun nyatanya tidak. Entah Semesta hanya terlalu menyayanginya atau Semesta hanya ingin semakin membuat Badai menderita karena itulah Allura diambil. Andai Badai tahu kalau hari-hari se
Badai sebenarnya sungguh tidak peduli dengan apapun yang dibawa Doketr Albert ke apartemannya. Tapi jika hal itu berhubungan dengan Allura maka rasanya akan berbeda. Semua hal tentangnya membuat Badai penasaran termasuk isi kotak yang sekarang berada di sampingnya.Dokter Albert sudah beberapa menit yang lalu pergi karena sudah memastikan kalau Badai dalam keadaan aman dan tidak perlu dikhawatirkan. Badai sedang mengalami proses penerimaan dan semua hal yang Badai lakukan wajar karena telah kehilangan orang yang ia cintai. Malah kalau Badai tidak melakukan respon apapun itu justru yang aneh.Supir yang semulanya begitu khawatir akan apa yang terjadi dengan Badai akhirnya bisa menghembuskan nafas dengan lega, mendengar kabar dari Dokter Albert yang memperbolehkannya untuk pulang.Badai bangkit dari posisi berbaringnya dan duduk memandangi sekitar dan kemudian tersenyum kaku. “Kalau Allura lihat ini pasti marah sih,” gumam Badai memandangi perabotan ru
Rayan menangis membaca pesan dari Allura yang Badai hantarkan untuknya, Badai masih menggendong Almira dan tersenyum lalu bergumam, “Ibu peri itu sangat hebat sekali dalam hal menggerakkan hati seseorang, Peri kecil.” Sambil memandangi Almira yang sudah tertidur lelap di pelukannya.“Badai …,” lirih Rayan dengan suara yang berbeda, suara yang terisak-isak oleh tangisannya sendiri.Badai menatap Rayan dan tersenyum. “Yaa?” sahut Badai, seakan Badai tahu apa yang sebenarnya Allura tulis untuk Rayan, pastilah itu suatu hal yang sangat ingin Rayan inginkan dan sesuatu itu selalu bisa Allura berikan untuknya, bentuk dari kebahagiaan.“Almira ya?” tanya Badai dengan senyuman tulus.Rayan menganggukkan kepalanya memberi tahu kalau benar apa yang berada di kepala Badai. “Allura menitipkan Almira kepada kami, Badai,” lirih Rayan kepada Badai yang masih menatapnya dengan senyuman.“Jaga
Sebelum berangkat ke Bogor Rayan dan Safiya mengajak Almira untuk berziarah ke makan ibunya, Allura. untuk anak seumuran Almira sudah diperkenalkan kalau ibunya yang sebenarnya sudah berbeda alam dengannya berada jauh di surga, dan Almira menerima hal itu.Almira juga sudah bisa sedikit bisa berbicara diumurnya yang masih belia, meski hanya berbicara sedikit kata. Rayan dan Safiya benar-benar mendidik Almira dengan sangat baik, membuat Almira menjadi sangat cerdas.Almira bahkan sesekali menanyakan hal yang luar biasa yang membuat Rayan sering terkejut dengan pikiran Almira yang kritis dan pemikir akan banyak hal, Allura belum bisa membaca dan sedang belajar membaca, banyak buku yang sudah Almira minta dongenkan kenapa Safiya sebelum Almira tidur.Tumbuh baik seperti anak-anak pada umumnya dan yang penting penting Almira menjadi anak yang riang saat berteman dengan anak seusianya, meski kadang Almira tidak menggubris banyak orang ang ingin bicara padanya, entah
Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba, tidak terlalu cepat jaraknya sejak Rayan datang ke rumah orang tua Allura di kampung halamannya yang lumayan jauh jaraknya dari Jakarta. Pernikahan digelar di kampung saja karena Rayan sangat-sangat menghargai keputusan ibu dan ayah Allura yang ingin menjalankan tradisi adat di kampung beliau juga, ibu dan ayah Rayan tidak keberatan dengan hal itu karena menurut mereka apapun yang membuat anaknya bahagia maka biarlah seperti itu.Allura sudah mandi kembang di pagi-pagi hari sekali sesuai adat kampungnya, tidak ada yang menyalahi syariat dalam ajaran agama Islam menurut Rayan juga Allura karena itulah kedua sama-sama yakini.Acara pernikahan akan dilaksanakan pagi hari sekali di aula perkampungan. Seluruh warga di kampung sangat bersyukur dapat juga berpartisipasi dalam menyiapkan aula kampung sebagai tepat ijab kabul nanti dilakukan.Suasana kampung sangat meriah di hari sebelum hari pernikahan ini. Ada yang memasak, merapikan
Jujur saja seperti tidak ada pilihan yang tepat selain jawaban iya dari Allura karena memang itulah yang sekarang ada di hatinya. Rayan benar-benar mengagetkannya dengan lamaran yang mendadak ini dan mengatakan akan melakukan semuanya dalam waktu cepat, jika tidak ada yang sedang ditunggu-tunggu dan jika bisa.Saat ini hatinya benar-benar sedang berbunga-bunga karena Rayan akhirnya melamarnya dan mengatakan akan segera juga menyampaikan niat baiknya kepada keluarganya Allura di kampung.Seusai ke area panahan pun Rayan mengajak Allura ke tempat makan di kapal yang ada di tengah sungai tidak jauh dari tempat panahan itu. Allura masih dalam mode diam yang senang, tidak bisa merespon apapun yang sedang Rayan ingin lakukan dengannya.“Allura,” panggil Rayan sambil sedikit menepuk pundak Allura hingga gadis yang sudah mengetahui perasaannya juga tujuannya untuk masa depannya itu menoleh ke arahnya.Masih gugup, masih sangat gugup.
Sudah sejak ia bertemu Allura Rayan memikirkan banyak cara untuk memberi Allura sesuatu yang mengejutkan di kehidupan Allura.Ingin sekali Rayan selalu memberi kebahagiaan kepada Allura yang saat ini sedang menghiasi pikirannya di setiap malam yang kini selalu terasa panjang karena rindu.Seminggu sudah Rayan menyiapkan satu kejutan besar untuk Alluara. Harinya telah tiba, hari di mana Rayan akan memberi Allura sesuatu yang sepertinya akan terjalin seumur hidupnya, rencana Rayan.Semuanya Rayan lakukan sangat rahasia, karena Rayan ingin menjadi satu hal yang paling membahagiakan di hidup Allura. Rayan selalu berpikir itulah tujuannya kanapa dirinya selalu bernafas hingga saat ini.Rayan sudah janjian dengan Allura tiga hari yang lalu, ketika Rayan sudah yakin kalau kejutannya sudah siap.Kebetulan sekali Allura tertarik kepada panahan, Rayan mengajaknya ke tempat panahan yang berada di taman yang cukup indah, Taman Cornalia yang berte
Hari nampak mendung kebetulan yang sangat langka kembali terjadi, ini seakan pertemuannya yang pertama dengan Allura. namun kali ini tidak sama dengan kali pertama karena Rayan sudah banyak sekali mengetahui tentang kehidupan Allura dengan baik, bahkan dengan sangat baik. “Hay,” sapa Rayan kepapa Allura yang tengah berdiri seperti biasa menunggu bus yang tak kunjung datang. “Masih jadi misteri ya, Rayan.” Allura tiba-tiba mulai berkata namun terhenti setelah melihat wajahnya. Rayan bertanya, “Misteri, kenapa?” Allura malah tersenyum. “Ini … kenapa setiap mendung busnya telat datang, padahal kan semua orang kalau sudah mendung seperti ini pasti tergesa-gesa dan menjadi cepat kerena takut nanti hujan. Lah, coba lihat bus yang sekarang tidak ada di sini, ini sudah melanggar etika duniawi. Busnya malah telat datang. Aneh sekali, bukan?” tanya Allura kepada Rayan yang sangat tertawa karena Allura yang tidak seperti biasanya memikirkan hal ya
Rayan dan Allura sudah jarang bertemu untuk jalan-jalan bersama semenjak keduanya fokus pada pekerjaan masing-masing. Namun, keduanya masih sempat mengirim kabar melalu pesan singkat ataupun telepon suara. Allura kini sudah bisa memaklumi kalau Rayan begitu sibuk dan kadang tidak membalas pesannya walaupun masih dengan sedikit rasa kesal karena terabaikan. Ia juga masih sering curhat perihal Rayan pada Jena. Tentu saja Jena sebagai wanita yang lebih berpengalaman dalam hal pacaran daripada Allura pun memberinya banyak saran dan masukan. Walau terkadang saran dari Jena itu agak melenceng dan berbau hal-hal dewasa, tetapi Allura bisa memilahnya. Ia juga paham bagaimana sifat sahabatnya yang satu itu.Allura sangat senang karena ia baru saja mendapatkan kenaikan gaji setelah bekerja begitu keras. Ia sangat ingin membagi kebahagiaannya itu bersama Rayan. Saat itulah muncul ide untuk memberi sang kekasih kejutan. Allura berniat untuk datang ke rumah Rayan tanpa sepengetahuannya. U
"Jen, tanganmu kok jadi kekar begini sih? Kamu sering olahraga, ya?" tanya Allura memandang ke arah bawah tempat ia mengambil biji popcornnya. Ia merasa takut ketika tangan itu bukanlah tangan putih susu milik Jena. Melainkan tangan dengan warna tone yang lebih gelap.Allura langsung mengarahkan pandangannya ke samping. Betapa terkejutnya ia ketika mengetahui pemilik tangan itu bukanlah Jena. Pemilik tangan itu langsung tersenyum lebar ketika Allura memandangnya dengan tatapan terkejut. Mungkin jantungnya sudah hampir copot saat itu."Apa kabar, sayang?" tanya Rayan dengan senyum yang masih mengembang."Uhuk uhuk!" Allura langsung tersedak popcorn yang baru saja ia telan. Bagaimana bisa teman kostnya berubah menjadi Rayan?"Hei, pelan-pelan kalau makan. Ini minumlah," Rayan menyodorkan minuman lemon tea yang sudah ia beli sebelum masuk ke bioskop. "Kalau makan juga jangan sambil berbicara, yang ada kamu akan tersedak seperti ini."'Astaga bisa-bisa
Pagi-pagi sekali Allura sudah terbangun untuk memeriksa ponselnya. Padahal ini hari weekend, tidak biasanya ia bangun sepagi itu, terlebih langsung memeriksa ponselnya. Penyebab perubahan tingkah laku Allura itu tak lain adalah Rayan kekasihnya. Sudah beberapa hari ini Rayan tidak membalas pesan dari Allura. Ia tahu kalau Rayan sedang sibuk, tetapi apakah begitu sibuknya sampai tidak bisa mengirim satu pesan pun pada pacarnya sendiri?Dengan kesal Allura melempar ponselnya sembarangan ke kasur. Kemudian menenggelamkan kepalanya di bawah tumpukan bantal. Mencoba untuk memejamkan matanya kembali lalu menikmati kebahagiaan di alam mimpi. Daripada menunggu kabar dari Rayan yang seperti menunggu Bang Toyib pulang saja."Arrgghh!" teriak Allura frustasi. Ia tidak bisa begini terus. Mencoba tidur pun gagal ketika pikirannya hanya terus diisi oleh Rayan. "Aku harus bagaimana untuk menghilangkannya dari kepalaku?" tanya Allura sembari memegangi keningnya.
"Gadis yang aku sukai itu kamu, Allura," ucap Rayan sembari menyerahkan buket mawarnya pada Allura. "Aku sudah jatuh hati padamu sejak awal pertemuan kita. Bagaimana aku bisa melakukan saran yang kamu berikan tadi kalau gadis yang aku sukai itu adalah kamu?"Tiap kata yang dikeluarkan oleh Rayan saat itu bak mantra sihir yang bisa membuat orang menjadi patung. Begitulah yang dialami Allura sekarang, hanya diam tak bergerak. Betapa ia merasa malu karena sudah bertingkah sangat bodoh di depan Rayan saat itu. Semburat merah langsung terpampang jelas di permukaan pipinya. Ia sudah tidak bisa menahan lagi desiran hangat itu. Sebelum Rayan mengatakan hal yang lebih lanjut lagi, cepat-cepat Allura menghabiskan makanan penutupnya.Rayan bingung ia harus bersikap bagaimana. Jelas-jelas sang gadis sedang merasa malu karena sikapnya sendiri, tetapi Rayan tidak bermaksud untuk seperti itu. Sikap Allura yang salah tingkah pun tampak menggemaskan bagi Rayan. Sampai-sampai ia sangat
Satu pekan sudah berlalu, keadaan Ayah Allura pun sudah membaik. Itu berarti saatnya Allura kembali ke Jakarta untuk bekerja. Selama perjalanan pulang pikiran Allura selalu terganggu dengan satu lelaki yang belakangan ini memang sering berada di kepalanya. Hatinya gelisah ketika memikirkan wanita yang disukai oleh Rayan. Ia tak ada niat untuk berharap lebih, tetapi apalah daya jika hati tak sanggup tuk berdusta. Allura sudah terlanjur memiliki perasaan pada Rayan, tetapi Rayan malah menyukai wanita lain–begitu pikirnya.Melihat pemandangan melalu jendela adalah hal yang sangat menyenangkan. Apalagi jika pemandangan seperti desa tempat Allura dibesarkan. Namun, tatapan Allura hanya kosong seolah tak menikmati pemandangan yang ditangkap oleh netranya."Ah, untuk apa aku memikirkannya. Lagi pula dia pasti sedang memikirkan gadis yang disukainya," gumam Allura yang masih saja menatap kosong ke arah luar.Beberapa menit berlalu Allura masih saja memikirkan Raya