Allura masih berkutik dengan akun dating-nya. Terus mengobrol dengan wanita yang membuatnya yakin, bahwa ia sudah menemukan wanita yang tepat. Wanita itu bernama Safiya. Wanita sederhana dengan rambut hitam panjang. Seorang sekretaris cantik di sebuah perusahaan ternama. Bukankah ia akan sangat serasi jika disandingkan dengan Rayan? Dibandingkan dengan Allura yang hanya admin pergudangan dan memiliki penyakit yang mematikan. Yang membuat mimpinya dan Rayan menjadi orang tua terancam. Atau bahkan nyaris tidak terwujud.
Rayan sudah berangkat kerja sejak tadi. Hari ini ia ada meeting penting. Sebab itu ia sudah membuka laptop padahal hari masih petang. Menyiapkan presentasi sebaik mungkin. Sementara Allura kini sangat asyik mengobrol dengan Safiya. Saking asyiknya sampai Allura memberitahu Safiya kalau Rayan sudah beristri.
Safiya Lazuardin
Pagi hari pasangan suami istri ini penuh dengan kecemasan. Bagaimana tidak? Pagi-pagi sekali Rayan sudah bolak-balik ke kamar mandi. Ini semua karena ia menghabiskan dua posri sate ayam sendirian dua hari yang lalu. Sedangkan Allura, ia terus merasa mual dan harus bergantian dengan Rayan untuk memakai kamar mandi. Jadilah mereka berdua ke rumah sakit bersama. Rayan akan ada rapat penting sore nanti. Tidak mungkin kalau ia harus menunggu selama beberapa hari hanya untuk sembuh dari diare. Saat mengantre, Rayan melihat wajah Allura sangat pucat.“Dek, wajah Adek terlihat sangat pucat. Ayo kita periksa sekarang,” pinta Rayan.“Ah, tidak Mas. Ini hanya karena mual saja. Adek juga belum makan apa pun dari pagi,” jelas Allura.“Tapi, Dek, mumpung kita di rumah sakit. Apa salahnya memeriksakan diri?”“Adek tidak apa-apa, Mas.” Allura mencoba m
Hari pertemuan sudah tiba. Allura harus fokus untuk meyakinkan Safiya. Bagaimana pun caranya, Safiya harus setuju. Ia tidak ingin gagal lagi.Allura sudah menunggu selama beberapa menit di kafe dekat perusahaan Safiya bekerja. Ia tidak ingin terlambat sedikit pun. Tidak ingin kehilangan kesempatan untuk bertemu dengan wanita seperti Safiya. Dari pesan yang Allura terima, Safiya akan sampai sebentar lagi. Dengan penuh kecemasan Allura terus mengelus perutnya. Ia harus yakin, ia akan berhasil meyakinkan Safiya. Instingnya tidak akan salah, Safiya lah wanita yang selama ini dia cari. Wanita yang akan membuat misinya berhasil.“Mbak Allura?” tanya seorang wanita dengan jaz abu-abu dan rambut hitam panjangnya.“Iya. Safiya, terima kasih sudah setuju untuk bertemu!” Allura langsung memeluk Safiya tanpa aba-aba.Safiya yang terkejut dengan perlakuan Allura pun hanya bisa diam di pelu
Usai bertemu dan mengobrol dengan Allura, Safiya merasa dilema berat. Sebelum ini ia sangat bersikukuh menolak alasan apa pun yang Allura berikan. Ia tidak ingin menikah dengan pria yang tidak mencintainya. Namun, selalu lagi polemik stigma masyarakat soal perawan tua menghantuinya. Hidup di tengah masyarakat yang suka menilai memang sangat sulit. Apalagi jika penilaian itu tergolong penilaian yang buruk. Sebaik apa pun kita ingin mengubahnya, tetap saja, penilaian masyarakat akan terus menempel seperti bayangan kita sendiri.“Safiya, ini adalah adik saya, namanya Brian. Brian, ini Safiya, sekretarisku di sini. Dia akan menjelaskan tentang tugas dan kantor ini padamu,” ujar Hans–CEO perusahaan Safiya bekerja.“Baik, Pak.” Allura mengangguk paham. “Mari Pak Brian.” Safiya pun mengajak Brian untuk mengelilingi perusahaan terlebih dahulu sembari menjelaskan fungsi-fungsinya.
Pagi hari seperti biasanya, Allura sedang menyiapkan sarapan untuk Rayan. Ia masih sering teringat pada Safiya, masih menunggu pesan darinya. Tetapi Safiya tidak mengiriminya satu pesan pun. Allura pikir Safiya sedang sibuk. Ia hanya perlu bersabar. Jika pun Safiya menolak, pasti ia sudah mengatakan tidak saat itu juga–saat bertemu dengan Allura.“Oh, iya, Mas. Adek lupa bilang kalau nanti siang Adek ingin bertemu dengan Lysha. Adek merindukannya, berdiam diri di rumah saja juga membuat Adek jenuh.”“Baiklah, Mas temani ya. Mas bisa mengambil cut–““Jangan!” jawab Allura dengan cepat memotong kalimat Rayan.“Kenapa?”“Maaf, Mas. Adek hanya tidak ingin merepotkan Mas saja. Lagi pula, Adek ingin bersenang-senang dengan Lysha berdua saja. Jadi, biarkan Adek pergi ya.” Allura memohon dengan sangat manis. Bagaimana Rayan bisa menolak wajah i
Rayan POVKulihat wajah Allura yang pucat pasi, Aku pun mulai kembali khawatir. “Adek, ayo kita ke dokter saja,” ajakku padanya.“Kenapa Mas? Adek baik-baik saja. Bukankah tadi Mas sudah setuju kalau kita tidak perlu ke dokter?” jawabnya dengan pertanyaan.Aku merasa aneh dengan sikapnya. Ia selalu menolak jika kuajak ke dokter. Padahal kesehatannya terus menurun selama hamil. Sungguh, aku hanya tidak ingin terjadi apa-apa padanya. “Wajah Adek terlihat pucat,” tuturku.“Ini karena seharian Adek terus bergerak. Jalan-jalan bersama Lysha begitu menyenangkan, sampai Adek lupa waktu. Dan Adek lupa kalau Adek sedang hamil, hehe,” jelasnya.Aku sama sekali tidak suka mengganggu kebahagiaannya. Apa lagi kalau harus berdebat hanya karena masalah sepele. Tapi aku benar-benar mengkhawatirkan soal kesehatannya. Bagaimana aku katakan padanya, bahwa aku sangat takut kehila
Hari-hari yang dilewati pasangan suami istri ini mulai berubah. Rayan dan Allura sudah berniat menjadi hamba yang lebih baik dari sebelumnya. Allura menjadi lebih sering bersholawat ketika sedang mengerjakan sesuatu. Ia bahkan tetap memakai hijabnya ketika berada di rumah.“Adek benar-benar berubah banyak,” ujar Rayan pada Allura yang sedang menyiapkan sarapannya.“Berubah bagaimana Mas?”“Mulai dari penampilan hingga sikap Adek terhadap Mas, sebagian besar berubah.”“Lalu katakan pada Adek, apa perubahan ini bagus? Apa Mas senang dengan perubahan yang Adek lakukan?”“Tentu saja semua ini bagus, Dek. Adek mengingatkan Mas akan bekal ke akhirat nanti. Sungguh, Mas merasa sangat senang dengan itu sayang.”“Terima kasih sudah mau mendukung keputusan Adek, Mas.”“Kembali kasih, kita sama-sama belajar ya. Kita juga harus
“Bagaimana denganmu Safiya? Kenapa sampai sekarang masih single?” tanya Allura penasaran. Raut wajah Safiya sedikit berubah menjadi murung. “Mulai dari mana harus aku ceritakan Mbak? Takdir cintaku begitu buruk. Seolah-olah aku hanyalah mainan baginya ....” Beberapa memori di masa lalu muncul di kepala Safiya. Membuatnya ingat akan kenangan pahit yang berusaha ia tutupi selama ini. Kenangan yang selalu berhasil membuat hatinya perih. Nyatanya kenangan itu sudah membuat luka abadi di hati Safiya. Belum ada yang berhasil membuat luka itu sembuh selama ini. Safiya sudah berusaha mencari seseorang itu, orang yang dengan ajaib akan membuatnya lupa akan kenangan-kenangan buruknya dalam cinta. Flashback on. Hari itu Safiya tengah berbunga-bunga hatinya. Ia baru saja menjalin asmara dengan pemuda yang ia idam-idamkan selama ini. Risky Fardiano, pria yang acap kali dip
Cuaca mulai mendung. Awan hitam sudah menutupi matahari tepat di atas kepala. Safiya terus memperhatikan rintik hujan yang perlahan mulai turun. Sampai akhirnya ia tersadar kalau mobil Iky sudah berhenti. “Kita sudah sampai?” tanya Safiya heran. “Iya,” jawab Iky dengan senyum khasnya. Ia pun turun dan membukakan pintu untuk Safiya. “Ayo,” ajaknya dengan mengulurkan tangan. Safiya pun memberikan tangannya pada Iky. Ia digandeng menuju sebuah toko. “Toko perhiasan?” tanyanya bertambah bingung. “Duduk di sini, tunggu sebentar ya.” Iky memanggil seorang penjaga toko lalu entah berbicara apa padanya. Kemudian penjaga toko itu mengambil satu kotak merah berukuran kecil. Ia memberikannya pada Iky dan Iky pun memberikan uang padanya. “Sudah. Ayo kita pergi,” ajak Iky lagi. Safiya lagi-lagi menurut tanpa bertanya. Ia tahu Iky akan menjawabnya seperti saat di mall tadi.
Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba, tidak terlalu cepat jaraknya sejak Rayan datang ke rumah orang tua Allura di kampung halamannya yang lumayan jauh jaraknya dari Jakarta. Pernikahan digelar di kampung saja karena Rayan sangat-sangat menghargai keputusan ibu dan ayah Allura yang ingin menjalankan tradisi adat di kampung beliau juga, ibu dan ayah Rayan tidak keberatan dengan hal itu karena menurut mereka apapun yang membuat anaknya bahagia maka biarlah seperti itu.Allura sudah mandi kembang di pagi-pagi hari sekali sesuai adat kampungnya, tidak ada yang menyalahi syariat dalam ajaran agama Islam menurut Rayan juga Allura karena itulah kedua sama-sama yakini.Acara pernikahan akan dilaksanakan pagi hari sekali di aula perkampungan. Seluruh warga di kampung sangat bersyukur dapat juga berpartisipasi dalam menyiapkan aula kampung sebagai tepat ijab kabul nanti dilakukan.Suasana kampung sangat meriah di hari sebelum hari pernikahan ini. Ada yang memasak, merapikan
Jujur saja seperti tidak ada pilihan yang tepat selain jawaban iya dari Allura karena memang itulah yang sekarang ada di hatinya. Rayan benar-benar mengagetkannya dengan lamaran yang mendadak ini dan mengatakan akan melakukan semuanya dalam waktu cepat, jika tidak ada yang sedang ditunggu-tunggu dan jika bisa.Saat ini hatinya benar-benar sedang berbunga-bunga karena Rayan akhirnya melamarnya dan mengatakan akan segera juga menyampaikan niat baiknya kepada keluarganya Allura di kampung.Seusai ke area panahan pun Rayan mengajak Allura ke tempat makan di kapal yang ada di tengah sungai tidak jauh dari tempat panahan itu. Allura masih dalam mode diam yang senang, tidak bisa merespon apapun yang sedang Rayan ingin lakukan dengannya.“Allura,” panggil Rayan sambil sedikit menepuk pundak Allura hingga gadis yang sudah mengetahui perasaannya juga tujuannya untuk masa depannya itu menoleh ke arahnya.Masih gugup, masih sangat gugup.
Sudah sejak ia bertemu Allura Rayan memikirkan banyak cara untuk memberi Allura sesuatu yang mengejutkan di kehidupan Allura.Ingin sekali Rayan selalu memberi kebahagiaan kepada Allura yang saat ini sedang menghiasi pikirannya di setiap malam yang kini selalu terasa panjang karena rindu.Seminggu sudah Rayan menyiapkan satu kejutan besar untuk Alluara. Harinya telah tiba, hari di mana Rayan akan memberi Allura sesuatu yang sepertinya akan terjalin seumur hidupnya, rencana Rayan.Semuanya Rayan lakukan sangat rahasia, karena Rayan ingin menjadi satu hal yang paling membahagiakan di hidup Allura. Rayan selalu berpikir itulah tujuannya kanapa dirinya selalu bernafas hingga saat ini.Rayan sudah janjian dengan Allura tiga hari yang lalu, ketika Rayan sudah yakin kalau kejutannya sudah siap.Kebetulan sekali Allura tertarik kepada panahan, Rayan mengajaknya ke tempat panahan yang berada di taman yang cukup indah, Taman Cornalia yang berte
Hari nampak mendung kebetulan yang sangat langka kembali terjadi, ini seakan pertemuannya yang pertama dengan Allura. namun kali ini tidak sama dengan kali pertama karena Rayan sudah banyak sekali mengetahui tentang kehidupan Allura dengan baik, bahkan dengan sangat baik. “Hay,” sapa Rayan kepapa Allura yang tengah berdiri seperti biasa menunggu bus yang tak kunjung datang. “Masih jadi misteri ya, Rayan.” Allura tiba-tiba mulai berkata namun terhenti setelah melihat wajahnya. Rayan bertanya, “Misteri, kenapa?” Allura malah tersenyum. “Ini … kenapa setiap mendung busnya telat datang, padahal kan semua orang kalau sudah mendung seperti ini pasti tergesa-gesa dan menjadi cepat kerena takut nanti hujan. Lah, coba lihat bus yang sekarang tidak ada di sini, ini sudah melanggar etika duniawi. Busnya malah telat datang. Aneh sekali, bukan?” tanya Allura kepada Rayan yang sangat tertawa karena Allura yang tidak seperti biasanya memikirkan hal ya
Rayan dan Allura sudah jarang bertemu untuk jalan-jalan bersama semenjak keduanya fokus pada pekerjaan masing-masing. Namun, keduanya masih sempat mengirim kabar melalu pesan singkat ataupun telepon suara. Allura kini sudah bisa memaklumi kalau Rayan begitu sibuk dan kadang tidak membalas pesannya walaupun masih dengan sedikit rasa kesal karena terabaikan. Ia juga masih sering curhat perihal Rayan pada Jena. Tentu saja Jena sebagai wanita yang lebih berpengalaman dalam hal pacaran daripada Allura pun memberinya banyak saran dan masukan. Walau terkadang saran dari Jena itu agak melenceng dan berbau hal-hal dewasa, tetapi Allura bisa memilahnya. Ia juga paham bagaimana sifat sahabatnya yang satu itu.Allura sangat senang karena ia baru saja mendapatkan kenaikan gaji setelah bekerja begitu keras. Ia sangat ingin membagi kebahagiaannya itu bersama Rayan. Saat itulah muncul ide untuk memberi sang kekasih kejutan. Allura berniat untuk datang ke rumah Rayan tanpa sepengetahuannya. U
"Jen, tanganmu kok jadi kekar begini sih? Kamu sering olahraga, ya?" tanya Allura memandang ke arah bawah tempat ia mengambil biji popcornnya. Ia merasa takut ketika tangan itu bukanlah tangan putih susu milik Jena. Melainkan tangan dengan warna tone yang lebih gelap.Allura langsung mengarahkan pandangannya ke samping. Betapa terkejutnya ia ketika mengetahui pemilik tangan itu bukanlah Jena. Pemilik tangan itu langsung tersenyum lebar ketika Allura memandangnya dengan tatapan terkejut. Mungkin jantungnya sudah hampir copot saat itu."Apa kabar, sayang?" tanya Rayan dengan senyum yang masih mengembang."Uhuk uhuk!" Allura langsung tersedak popcorn yang baru saja ia telan. Bagaimana bisa teman kostnya berubah menjadi Rayan?"Hei, pelan-pelan kalau makan. Ini minumlah," Rayan menyodorkan minuman lemon tea yang sudah ia beli sebelum masuk ke bioskop. "Kalau makan juga jangan sambil berbicara, yang ada kamu akan tersedak seperti ini."'Astaga bisa-bisa
Pagi-pagi sekali Allura sudah terbangun untuk memeriksa ponselnya. Padahal ini hari weekend, tidak biasanya ia bangun sepagi itu, terlebih langsung memeriksa ponselnya. Penyebab perubahan tingkah laku Allura itu tak lain adalah Rayan kekasihnya. Sudah beberapa hari ini Rayan tidak membalas pesan dari Allura. Ia tahu kalau Rayan sedang sibuk, tetapi apakah begitu sibuknya sampai tidak bisa mengirim satu pesan pun pada pacarnya sendiri?Dengan kesal Allura melempar ponselnya sembarangan ke kasur. Kemudian menenggelamkan kepalanya di bawah tumpukan bantal. Mencoba untuk memejamkan matanya kembali lalu menikmati kebahagiaan di alam mimpi. Daripada menunggu kabar dari Rayan yang seperti menunggu Bang Toyib pulang saja."Arrgghh!" teriak Allura frustasi. Ia tidak bisa begini terus. Mencoba tidur pun gagal ketika pikirannya hanya terus diisi oleh Rayan. "Aku harus bagaimana untuk menghilangkannya dari kepalaku?" tanya Allura sembari memegangi keningnya.
"Gadis yang aku sukai itu kamu, Allura," ucap Rayan sembari menyerahkan buket mawarnya pada Allura. "Aku sudah jatuh hati padamu sejak awal pertemuan kita. Bagaimana aku bisa melakukan saran yang kamu berikan tadi kalau gadis yang aku sukai itu adalah kamu?"Tiap kata yang dikeluarkan oleh Rayan saat itu bak mantra sihir yang bisa membuat orang menjadi patung. Begitulah yang dialami Allura sekarang, hanya diam tak bergerak. Betapa ia merasa malu karena sudah bertingkah sangat bodoh di depan Rayan saat itu. Semburat merah langsung terpampang jelas di permukaan pipinya. Ia sudah tidak bisa menahan lagi desiran hangat itu. Sebelum Rayan mengatakan hal yang lebih lanjut lagi, cepat-cepat Allura menghabiskan makanan penutupnya.Rayan bingung ia harus bersikap bagaimana. Jelas-jelas sang gadis sedang merasa malu karena sikapnya sendiri, tetapi Rayan tidak bermaksud untuk seperti itu. Sikap Allura yang salah tingkah pun tampak menggemaskan bagi Rayan. Sampai-sampai ia sangat
Satu pekan sudah berlalu, keadaan Ayah Allura pun sudah membaik. Itu berarti saatnya Allura kembali ke Jakarta untuk bekerja. Selama perjalanan pulang pikiran Allura selalu terganggu dengan satu lelaki yang belakangan ini memang sering berada di kepalanya. Hatinya gelisah ketika memikirkan wanita yang disukai oleh Rayan. Ia tak ada niat untuk berharap lebih, tetapi apalah daya jika hati tak sanggup tuk berdusta. Allura sudah terlanjur memiliki perasaan pada Rayan, tetapi Rayan malah menyukai wanita lain–begitu pikirnya.Melihat pemandangan melalu jendela adalah hal yang sangat menyenangkan. Apalagi jika pemandangan seperti desa tempat Allura dibesarkan. Namun, tatapan Allura hanya kosong seolah tak menikmati pemandangan yang ditangkap oleh netranya."Ah, untuk apa aku memikirkannya. Lagi pula dia pasti sedang memikirkan gadis yang disukainya," gumam Allura yang masih saja menatap kosong ke arah luar.Beberapa menit berlalu Allura masih saja memikirkan Raya