"Kak!" Salsa pun tersentak saat mendengar suara adiknya. Mungkin karena isi pikirannya yang sedang tidak baik-baik saja? "Kamu ngagetin aja!" kesal Salsa. "Ihh, kok nyalahin Dara? Kakak, yang aneh. Dara di sini dari tadi nggak dilihat." "Begitu dipanggil malah marah," kesal Dara. Benarkah?Salsa pun tersenyum mendengarnya.Tapi sungguh ia tak menyadari keberadaan sang adik. Ini karena pikirannya yang terkuras hanya pada perlakuan manis Raka. "Lah, melamun lagi," gerutu Dara yang melihat Salsa kembali larut dalam pikirannya. "Kamu nggak aneh-aneh 'kan selama Kakak nggak pulang?" tanya Salsa dengan serius. "Nggak, Dara tidur sama Mita, Kak," jelas Dara. "Iya, sepertinya dia teman yang baik walaupun kita orang baru di sini." "Iya."Hanya saja, saat kakak-beradik itu tengah berbincang-bincang, tiba-tiba terdengar suara ponsel Salsa. Ternyata Mayang yang menghubungi dirinya! "Halo, May," jawab Salsa. "......" Sesaat panggilan selesai Salsa pun kembali menatap
Salsa kini memasuki kamarnya, kemudian dia pun menatap paper bag yang baru saja diberikan oleh Oma Mala. Bahkan tadi Oma Mala sampai mengatakan ingin menjodohkan dirinya. Bagaimana mungkin? Huuuufff. Salsa pun membuang nafas kasar karena kebingungan harus melakukan apa untuk menolak keinginan Oma Mala. "Heh!" pekik Indri. Seketika saja Salsa dikejutkan dengan kehadiran Indri yang tiba-tiba. Secepat mungkin Salsa memasukkan kembali gaun yang baru saja dia keluarkan dari paper bag. "Nyonya," Salsa pun meremas bajunya karena takut. Tatapan mata Indri penuh intimidasi, dia menatap remeh seakan merasa jijik terhadap Salsa. "Sudah 30 hari kontrak kerja sama kita berjalan, bagaimana? Apakah kamu sudah hamil?" Degh! Hamil? Pertanyaan Indri sungguh mengejutkan Salsa, tetapi juga tidak salah. Karena, keberadaannya di sana memang untuk mengandung. Namun, entah mengapa saat ditanyakan hal seperti ini seakan ada rasa yang tak dapat dijelaskan olehnya. Rasa takut yang
"Kamu menangis?"Salsa pun kembali dikejutkan dengan kehadiran Raka.Dia pikir Indri kembali. Tapi, kali ini Raka ternyata hanya sendiri. "Jangan pikirin ucapan Indri." Seolah tahu kekhawatiran Salsa, Raka mengusap wajahnya yang basah. Salsa sendiri hanya terdiam dalam pikirannya. Ia benar-benar tidak baik-baik saja. Sebelumnya Raka terlihat dingin saat Indri juga berada di sana. Tetapi saat ini sangat jauh berbeda, pria ini terlihat sangat hangat terhadap dirinya. Bahkan menangkup wajah Salsa dan mencium keningnya. Deg! Jantung Salsa kembali berdetak kencang karena perlakuan Raka yang begitu hangat. "Ayo tidur. Sudah malam." Salsa pun mengangguk sebagai jawaban.Hanya saja, Salsa bingung karena Raka tampak berbaring di atas ranjang, tidak mungkinkan Raka tidur di kamarnya?Jika benar itu terjadi, sama saja Salsa berada di ujung tanduk.Indri bisa marah besar padanya. "Mas ngapain di sini?" "Tidur," jawab Raka dengan santainya. "Iya, tapi, Mas nggak di sini ju
Pesta ulang tahun ke-75 Oma Mala dirayakan di Hotel Bintang 5 milik Keluarga Januartha. Meski demikian, penampilan Oma Mala masih sangat segar.Kulitnya memang tampak mulai mengeriput. Akan tetapi, dia masih begitu cantik.Mungkin karena jiwa muda yang dia miliki masih bergelora danj tentunya perawatan kulit dengan harga fantastis!Yang jelas, itu bukan masalah untuk seorang Mala Januartha. Sebab, kekayaannya saja mencapai triliunan rupiah.Hal serupa juga berlaku bagi anggota Keluarga Januartha lainnya yang tengah hadir di sana.Mereka semua tampak sangat elegan dengan gaun berharga fantastis! "Selamat ulang tahun, Bu," ucap Rama Januartha yang tak lain adalah putra satu-satunya Mala Januartha. Mala pun tersenyum dan menyuapi putranya itu sepotong kue ulang tahun yang baru saja dia potong. Rama memilih menjadi seorang dokter. Awalnya, Oma Mala sedih. Untungnya, Rama miliki 3 orang anak; Raka Januartha, Fika Januartha, dan Intan Januartha. Dan Raka Januartha ternyata jenius bis
Sementara itu, Salsa tampak sangat tegang saat berdansa dengan Gio. Jika saja bukan karena takut pada Oma Mala, ia tak akan mau berdansa. Apalagi, harus begitu dekat dengan Gio yang begitu asing baginya. "Kamu tegang sekali," ujar Gio yang mengetahui bahwa Salsa sedang tidak nyaman.Gadis itu sontak menjawab dengan senyuman kecil. "Tidak usah tegang, santai saja. Jika kita menolak, Oma justru akan memaksa dan terus mendesak. Lagi pula, tidak boleh ada yang curiga tentang kamu dan Bos," bisik Gio.Agar tak ada yang mendengar apa yang dikatakan, mulut Gio begitu dekat dengan telinga Salsa. Dia ingin memastika Salsa mengerti bahwa kini mereka hanya berpura-pura saja agar semuanya tampak baik-baik saja. "Tapi, saya takut nantinya dituduh yang bukan-bukan," jawab Salsa dengan suara tak kalah pelan sambil melihat ke arah orang-orang di sekitarnya.Ya, Salsa tidak lupa saat Raka pergi mengatakan bahwa; jangan sampai kamu hamil anak orang lain, tapi mengatakan bahwa itu anak saya.Ju
"Salsa?" Evan tampak terkejut melihat Salsa yang juga menghadiri pesta ulang tahun Oma Mala. Teman kuliah Salsa itu memang menemani Maminya untuk menghadiri acara ini karena Papinya yang seharusnya hadir bersama Maminya sedang di luar negeri untuk pekerjaan. Awalnya Evan menolak, tapi setelah dibujuk oleh sang Mami dia pun akan ikut. Hingga ternyata malah bertemu dengan Salsa.Salsa, gadis cantik yang sebenarnya selama ini begitu membuatnya terpesona. Haruskah Evan mengucapkan syukur atas bujukan sang Mami untuk ikut? "Evan, kamu di sini?" Salsa juga terkejut dengan kehadiran Evan. "Ya, kebetulan sekali ya kita bertemu di sini." "Aku hanya pembantu di sini, bukan tamu," terang Salsa. "Tapi, kamu cantik sekali!" Evan pun memuji kecantikan Salsa meskipun tanpa mekaup yang menonjol. "Kamu bisa aja, ini Tuan Gio, Tuan Gio ini Evan," Salsa pun mengenalkan kedua pria yang ada didekatnya itu. "Hey, gembel, sok kecantikan!" sinis Indri yang menghampiri Salsa. Melihat wan
"Majikan kamu jahat banget ya," ucap Evan setelah melihat perlakuan Indri pada Salsa.Alih-alih menjawab, gadis itu memilih diam sambil melihat Evan terus membalut lukanya dengan perban.Jujur, Salsa tengah menahan rasa sakitnya saat harus mendapatkan hinaan dari Indri dihadapan semua orang. Entah apa sebabnya sehingga Indri begitu membencinya?Bukankah Indri sendiri yang menariknya masuk ke dalam rumah tangganya? "Makasih ya, kamu udah ngobatin tangan aku," kata Salsa sambil melihat tangannya. "Aku senang sekali bisa ngobatin kamu," ujar Evan."Berarti kamu senang melihat aku terluka?""Nggak gitu juga maksudnya," Evan pun bingung sendiri dengan ucapannya. "Aku juga cuman becanda."Terlihat keduanya pun saling melempar senyuman karena candaan mereka, tepatnya Evan yang berusaha untuk menghibur Salsa.Sedangkan Salsa merasa senang memiliki sahabat sebaik Evan."Sa, sebenarnya aku mau ngomong sesuatu ke kamu," ucap Evan tiba-tiba.Hal ini jelas membuat Salsa penasaran dengan ap
"Ampun, Tuan....."Perlahan cengkraman Raka pun mun mulai merenggang, hingga akhirnya melepaskan tangan Salsa setelah menyadari bahwa dirinya baru saja menyakiti Salsa. Raka pun mendesah panjang karena sempat terbakar emosi. Saat itu, tampak Salsa pun mengibas-ngibaskan tangannya untuk meredam rasa sakitnya. Sesekali gadis itu meniupnya sambil menahan air matanya untuk tidak menetes lagi. Bahkan, Salsa menahan suaranya agar tidak mengeluarkan rintihan kesakitannya. Padahal sebenarnya Salsa ingin menjerit keras karena merasa kesakitan. "Duduklah!" Raka pun segera menarik tangan Salsa yang satunya lagi untuk duduk di sofa bersama dirinya. Setelah itu, ia mengganti perban tangan Salsa dengan yang baru. Sebab, perbannya sudah berdarah, serta Raka kesal karena sebelumnya yang memasangkan perban itu adalah pria lain. 'Maaf.' Entah mengapa, bibir Raka sulit untuk mengeluarkan satu kata tersebut, sehingga hanya mengucapkan di dalam hatinya. Tapi, saat Raka membersihkan dara
Salsa merasa sedih karena Indri telah memutuskan untuk pergi. Tapi apa yang bisa dia lakukan untuk mencegahnya, meskipun telah berusaha untuk meyakinkan Indri tapi hasilnya tetap sia-sia. *** Kini Salsa telah menjadi istri satu-satunya, pernikahannya pun tak lagi menjadi rahasia, semua orang juga telah mengetahui bahwa Salsa lah istri Raka yang sah. Hingga beberapa bulan kemudian Salsa pun melahirkan seorang anak perempuan, keluarga besar Januartha sangat berbahagia menyambutnya. Salsa juga tidak lagi merasa takut, jelas terlihat semua anggota keluarga suaminya menerima anaknya penuh kehangatan. Salsa melahirkan anaknya secara normal, tapi Raka merasa kasihan terhadap istrinya tersebut karena menyaksikan sendiri bagaimana sebelumnya Salsa menahan sakit sendirian. Andai saja rasa sakit itu bisa dibagi dia mau mengurangi rasa sakitnya. "Terima kasih," ucap Raka sambil menggenggam tangan Salsa dengan sangat erat. Salsa pun tersenyum sebagai jawaban, dia merasa sempurna
"Kak Indri," ucap Salsa sambil berjalan masuk ke kamar Indri. Krang! Piring di tangannya seketika terjatuh dari tangganya, tak menyangka melihat Indri telah berdiri tegak. Dirinya seperti sedang dikejutkan dengan apa yang kini dia lihat. "Salsa," panggil Indri. Saat itu Salsa pun mulai tersadar dari keterkejutannya. Dia tak menyangka jika kini Indri bisa berdiri sendiri. "Salsa, ada apa?" tanya Sinta yang menyusul masuk setelah mendengar suara pecahan. Sinta takut jika saja Salsa yang terpeleset, bagaimana dengan keadaan janinnya? Bahkan Sinta juga sangat mengkhawatirkan keadaan Salsa. Semua pikiran buruknya benar-benar membuatnya panik bukan main. Tapi dia pun dibuat terkejut melihat Indri sudah bisa berdiri. Rasanya tak percaya dengan apa yang telah dia lihat saat ini. Ini seperti tidak mungkin, tapi itulah yang terjadi. "Indri?" Sinta menatap tidak percaya tapi inilah kenyataannya. Matanya membulat sempurna tanpa bisa berkedip sama sekali, sekarang dia men
Salsa pun tersenyum bahagia karena hari ini dirinya telah menjadi seorang sarjana, tidak ada yang menyangka bahwa dirinya mampu untuk menyelesaikan pendidikan. Bahkan dirinya sendiri sekalipun merasa ini adalah sebuah hal yang mengejutkan, siapa sangka ternyata disaat dirinya merasa terjatuh-sejatuh-jatuhnya ternyata ada setitik cahaya yang membawanya sampai di hari ini. Hari dirinya menjadi salah satu dari mereka yang menyelesaikan pendidikan seperti yang diinginkan oleh sang Nenek. Ya, air mata Salsa juga menetes haru seiring mengenang kembali wajah mending sang Nenek yang telah menghadap sang illahi. Semua ini juga tak lepas dari peran penting dalam proses pencapaian pendidikannya. Mendukungnya dalam segala hal, sayang kini Neneknya tak bisa mengucapkan selamat padanya. Padahal Salsa juga ingin mengucapkan selamat juga pada sang Nenek karena perjuangan Neneknya tidak sia-sia. Kini hasilnya dirinya telah seperti ini, bahagia rasanya tak dapat terucap oleh kata-kata.
Salsa langsung mengambil ponselnya dia tidak lagi menggunakan ponsel lamanya, karena kata Raka sudah butut. Lagi pula ponsel seharga 1 m nya juga harus digunakan, sebab dia sudah membayarnya mahal tadi malam. Tentu saja mahal karena dirinya harus bergoyang seperti orang gila, ah sudahlah. Salsa pun tidak lagi bisa berkata-kata. Dan ketika panggilan telepon tersambung dia langsung saja berbicara. "Abang, Salsa mau kasih tahu hal yang penting," ucap Salsa dengan cepat. "Kamu sakit? Mau melahirkan?" tanya Raka panik. Dia takut terjadi sesuatu pada istrinya tersebut. "Kok melahirkan? Hamil juga masih 6 bulan," gerutunya. "Jadi berapa bulan baru bisa melahirkan?" tanya Raka dengan bodohnya. Inilah Raka jika sudah berbicara dengan Salsa otaknya tak akan bisa bekerja dengan baik lagi. "Sembilan bulan, Abang!" kesal Salsa. "Oh iya, lupa," ucap Raka sambil menggaruk kepalanya. Dia sendiri bingung kenapa bisa bodoh seperti ini, tapi sudahlah saat ini dia ingin berbicar
Salsa pun tersenyum sambil melangkahkan kakinya, dia tak dapat menahan kebahagiaan yang tengah dia rasakan. Bahkan tidak menyangka jika hari ini keluarga suaminya begitu menyayangi dirinya. Hingga akhirnya langkah kakinya pun terhenti saat melihat Indri tengah berjemur di halaman. Segera Salsa pun melangkah mendekati Indri.Dia ingin melihat bagaimana keadaan Indri, semoga saja ada kemajuan. "Nyonya Indri, apa kabar?" tanya Salsa. Sebab, kemarin tidak bertemu dengan Indri sama sekali. Rasanya ada banyak hal yang harus dia tanyakan, terutama apakah sudah ada kemajuan.Meskipun sadar Indri tidak bisa menjawab pertanyaannya, tidak apa yang terpenting adalah kesehatan Indri baik. "Sa, aku ke toilet bentar ya," kata Mayang yang bertugas membantu Indri untuk melakukan segala sesuatunya. Termasuk berjemur juga. "Iya, nggak papa aku juga pengen berjemur dulu. Kamu istirahat dulu aja sekalian, nanti kalau ada sesuatu aku panggil kamu ya," jawab Salsa. "Siap, makasih Nyonya
Pagi ini rasanya sangat melelahkan karena malam panjang yang terlalu panas. Namun, meskipun sedemikian Salsa juga harus bangun pagi-pagi karena perutnya terasa lapar. Tentunya setelah dia mandi pagi. "Lho, kamu sudah sarapan pagi?" tanya Sinta ketika melihat Salsa sudah selesai sarapan. Padahal dirinya baru saja bangun dan sarapan pun tengah disiapkan oleh para Art. Sepertinya Salsa membuat sarapannya sendiri dan untuk dirinya sendiri saja agar lebih cepat prosesnya. "Iya, Ma. Maaf ya, Salsa sarapan duluan. Soalnya laper banget," ucap Salsa dengan perasaan tidak enak karena biasanya sarapan pagi bersama. "Tidak masalah, bahkan itu sangat bagus karena cucu Mama butuh nutrisi juga," balas Sinta. Kemudian dia pun segera duduk di samping Salsa Tentu saja karena ingin memegang perut buncit Salsa. "Cucu, Oma," katanya dengan senyuman penuh kebahagiaan. "Ma," panggil Salsa dengan ragu, dia ingin tahu apakah benar Sinta sudah tahu jenis kelamin calon anaknya seperti yan
Dengan terpaksa Salsa pun harus menuruti keinginan Raka. Bukan, mungkin lebih tepatnya dia harus memenuhi janji yang telah dia ucapkan sendiri dengan penuh kesadaran. Jika mungkin waktu bisa diputar kembali maka dia akan menarik ucapannya. Sayangnya itu tidak mungkin. Karena kenyataan kini Raka terus menagih janjinya. Malu rasanya tidak terkira dan tidak dapat terucapkan oleh kata-kata. Lihatlah kini dirinya harus memakai lingerie, warnanya begitu kontras dengan warna kulitnya. Dan membuat Raka semakin bersemangat untuk melihatnya. "Mana goyangannya?" pinta Raka sekaligus menggoda Salsa. Semakin Salsa merasa malu maka semakin membuatnya merasa gemas. "Aku tidak bisa gerak," ucap Salsa memberi alasan. "Benarkah?" tanya Raka lagi. "Hu'um," Salsa pun mengangguk cepat. Berharap Raka memintanya untuk segera menghentikan semua kekonyolan ini. "Coba dulu," ucap Raka. Ah! Batinnya pun mendesah pasrah karena ternyata Raka tidak memintanya untuk menghentikan semu
"Salsa." "Ya, Oma," jawab Salsa. Salsa pun merasa bahagia karena kedatangan Oma Mala cukup membantunya. Artinya dia bisa lolos dari Raka. "Ini Oma bawakan rujak, barusan Oma dan yang lainnya ngerujak," Oma Mala pun tersenyum sambil berjalan ke arah Salsa. "Wah terima kasih, Oma. Melihatnya saja udah ngiler," kata Salsa. Bertempat dengan Raka yang keluar dari kamar mandi, tentunya setelah menyelesaikan mandinya. "Kalau gitu Oma keluar dulu," pamit Oma Mala. "Lho, kok buru-buru?" tanya Salsa dengan panik. Padahal sebelumnya sudah begitu bersemangat karena merasa mendapatkan bantuan. Sayangnya tidak. "Memangnya kenapa?" Oma Mala terlihat bingung dengan pertanyaan Salsa. Salsa pun tersenyum kecut sambil menatap wajah Raka dengan horor. Padahal pria tampan itu hanya diam saja menyaksikan dirinya dan Oma Mala tengah berbicara. Tapi kenapa dia merasa bulu kuduknya berdiri? "Oma, jadikan ngajakin Salsa masak?" tanya Salsa tiba-tiba. Membuat sang Oma pun bingung
Perlahan Salsa pun mulai tersadar dari ingatannya, dia pun mengedarkan pandangannya untuk mencari ponsel yang telah dia jatuhkan. Hingga akhirnya menemukan ponsel tersebut. Kakinya pun kembali melangkah dan tangannya pun bergerak untuk meraih ponsel tersebut. Namun, karena perutnya yang sudah begitu membuncit membuatnya kesulitan untuk berjongkok. Raka yang dari tadi hanya berdiri di ambang pintu sambil memperhatikan seperti apa reaksi Salsa pun kini mulai melangkah lebih maju. Dengan cepat membantu Salsa untuk mengambil ponsel tersebut. Tapi Salsa yang dibuat sok bukan main, bukan karena takut pada Raka. Namun, ada ingatan yang membuatnya menjadi sulit untuk bernafas sekalipun. Bahkan untuk menerima ponsel yang diberikan Raka padanya pun sulit rasanya untuk menerimanya. "Ambil," kata Raka sambil menggerakkan ponsel di tangannya. Glek! Salsa dibuat meneguk saliva dengan begitu pahitnya, padahal Raka tidak marah, apa lagi suka memukulnya. Namun, tetap sa