"Kamu sudah sadar, Sayang?"
Cara mengerjapkan kedua mata perlahan, berusaha menyesuaikan diri dengan cahaya yang masuk ke indera penglihatannya. Dia melihat wajah khawatir Alvaro saat pertama kali membuka mata.
"Aku kenapa?" tanya Cara dengan suara yang terdengar serak.
"Kamu pingsan."
Kening Cara berkerut dalam. "Pingsan?"
Alvaro mengangguk. Semalam dia benar-benar panik karena Cara tiba-tiba jatuh tidak sadarkan diri setelah bertengkar hebat dengan dirinya.
Helaan napas panjang sontak lolos dari bibir mungil Cara. Setiap hari tubuhnya terasa semakin lemah. Dia harus bisa menjaga kondisi badannya dengan baik agar calon buah hatinya yang masih berada di dalam kandungan baik-baik saja.
"Kamu makan dulu, ya. Mama tadi bilang kalau dari kemarin siang kamu belum makan."
Cara menggeleng karena ada hal lebih penting yang harus
"Pergi dari sini, aku tidak ingin melihat wajahmu lagi!""Ca-Caramell ...." Alvaro ingin mendekat, tapi Cara malah beringsut menghindarinya."Pergi!" Cara menjerit sekeras-kerasnya. Dia merasa sangat terpukul karena kehilangan calon buah hatinya. Kehilangan calon buah hati yang belum sempat dia lihat dan beri pelukan hangat. Separuh jiwanya telah pergi, menyisakan luka yang tidak mungkin bisa diobati lagi."Caramell, tenanglah." Alvaro memberanikan diri menarik tubuh Cara dalam dekapan. Dia terus membisikkan kalimat agar Cara ikhlas menerima kepergian calon buah hati mereka. Namun, Cara malah memberontak dan menyuruhnya untuk pergi."Jangan sentuh aku! Aku bilang pergi!" Cara menjerit sekeras-kerasnya. Air mata turun deras membasahi pipinya. Dia belum bisa menerima kenyataan kalau calon buah hatinya telah pergi meninggalkannya untuk selamanya."Caramell, tenanglah ...." Alvaro terus berusaha menenangkan Cara. Hatinya tidak kalah hancur melihat Cara
Daniel membaca berkas yang ada di tangannya dengan teliti sebelum membubuhkan tanda tangan. Setelah selesai dia menyerahkan berkas tersebut ke sekertarisnya yang sudah menunggu."Apa ada berkas yang harus aku tanda tangani lagi?""Tidak ada, Mister.""Baiklah kalau begitu, lanjutkan kembali pekerjaanmu."Wanita yang memakai blous putih yang dipadu dengan pencil skrit berwarna maroon itu membungkukkan badan sekilas sebelum pergi meninggalkan ruangan Daniel untuk melanjutkan kembali pekerjaannya.Daniel menghela napas panjang melihat tumpukan berkas yang ada di atas meja kerjanya. Padahal dia sudah memeriksa berkas tersebut hampir sebagian, tapi tumpukan tersebut seolah-olah tidak berkurang.Daniel memang tidak suka bekerja di kantor. Dia lebih senang berkutat dengan alat-alat medis di rumah sakit dan bertemu dengan pasien setiap hari.Namun, dia ha
"Jafier, lihat ini!"Jafier sontak berhenti melangkah karena Alexandra memanggilnya. Padahal dia ingin berangkat ke kantor karena satu jam lagi harus menghadiri rapat penting."Jafier, lihatlah ini! Apa benar Caramell dan Alvaro batal menikah?" Alexandra menunjukkan layar ponselnya pada Jafier.Kedua mata Jafier sontak membulat saat membaca sebuah head line news yang dimuat di salah satu media surat kabar online. Sumber berita tersebut mengatakan jika pernikahan Cara dan Alvaro yang akan digelar lusa batal karena Alvaro diam-diam memiliki wanita idaman lain. Saham perusahaan Dinata pun seketika anjlok akibat berita miring tersebut."Kakak yakin sekali Alvaro tidak mungkin mempunyai wanita idaman lain. Berita ini pasti hoax kan, Fier?"Jafier hanya dia mendengar pertanyaan Alexandra barusan. Jujur, berita tentang batalnya pernikahan Alvaro dan Cara membuatnya sangat terkejut. Jafier tidak pernah menyangka Cara dan Alvaro batal menikah karena hubunga
"Caramell, coba pikirkan lagi keputusanmu."Cara mengembuskan napas panjang mendengar ucapan Daniel barusan. Sebuah koper berukuran lumayan besar terlihat di sampingnya. Cara sudah berpikir dengan matang sebelum mengambil keputusan. Dia akan meninggalkan rumah Alvaro."Caramell, aku mohon. Pikirkan baik-baik keputusanmu.""Aku sudah memikirkan ini dengan baik, Niel." Cara menggigit bibir bagian bawahnya kuat-kuat menahan air mata yang mendesak ingin keluar.Sebenarnya berat baginya untuk meninggalkan rumah yang pernah dia tinggali bersama Alvaro. Namun, keputusannya sudah bulat. Dia akan pergi supaya Alvaro bisa menikah dengan Adisty untuk memenuhi amanah terakhir Sadewa.Daniel menggeram kesal karena Cara tidak mau mengubah keputusannya. Gadis itu sangat keras kepala, dan anehnya dia malah menyukai gadis itu."Caramell aku mohon. Apa kamu tega meninggalkan Mello?""Iya," jawab Cara tanpa ragu.Daniel mengusap wajahnya dengan k
Alvaro tidak ingin mengulangi lagi kebodohannya untuk yang kedua kalinya dengan membiarkan Cara pergi begitu saja tanpa mencari tahu di mana keberadaan gadis itu.Dia langsung menyuruh orang kepercayaannya untuk mencari Cara. Namun, sampai sekarang orang kepercayaannya belum juga memberikan kabar baik pada dirinya. Mereka tidak tahu Cara berada di mana. Gadis itu seolah-olah lenyap ditelan bumi setelah memutuskan pergi dari rumahnya.Alvaro menarik napas dalam-dalam untuk menghalau sesak yang menyelip di dalam dadanya. Entah kenapa udara yang dia hirup tidak lagi terasa segar setelah Cara pergi meninggalkannya.Setiap jam, setiap menit, bahkan setiap detik dia tidak pernah berhenti memikirkan gadis itu.Di mana Cara sekarang?Apa gadis itu baik-baik saja?Alvaro mengempaskan punggungnya di kursi putar. Dia merasa sangat lelah karena memikirkan hubungannya dan Cara serta mencari solusi untuk menyelesaikan masalah yang terjadi di perusah
Cara menatap undangan pernikahan yang ada di tangannya dengan nanar. Di udangan tersebut tertulis jelas nama calon mempelai pengantin. Alvaro dan Adisty.Awalnya Adisty menolak menikah dengan Alvaro karena masih sakit hati akibat ucapan Alvaro beberapa hari yang lalu. Namun, Cara terus memaksa gadis itu agar mau menikah dengan Alvaro demi mewujudkan permintaan terakhir sang ayah.Adisty pun akhirnya luluh. Lagi pula dia tidak bisa membohongi perasaannya sendiri kalau masih menyimpan perasaan pada Alvaro.Seharusnya Cara merasa bahagia karena Alvaro dan Adisty akhirnya menikah. Namun, entah kenapa hatinya terasa amat sangat sesak sekarang.Apa dia masih belum rela Alvaro menikah dengan Adisty?Kristal bening itu jatuh begitu saja membasahi pipi Cara. Di sudut hatinya yang terdalam gadis itu sebenarnya tidak rela Alvaro menikah dengan Adisty.Seharusnya namanya dan Alvaro ya
Alvaro tidak pernah berhenti tersenyum. Dia benar-benar bahagia karena Cara mau kembali lagi hidup bersamanya. Padahal dia tadi sempat takut tidak bisa mengejar Cara yang ingin pergi ke Singapura dan menetap di sana. Untung saja dia masih bisa mengejar Cara tepat dua menit sebelum pesawat gadis itu berangkat. Jika tidak, dia sekarang pasti sudah nangis di pojokan karena kehilanhan Cara untuk kesekian kalinya."Terima kasih, terima kasih," gumam Alvaro sambil mengecup jemari Cara dengan lembut."Alva, yang fokus nyetirnya." Cara cepat-cepat menarik tangannya dari genggaman Alvaro. Dia takut mobil yang ditumpanginya menabrak truk besar yang ada di hadapan mereka karena Alvaro sejak tadi menyetir sambil mengecup jemari tangannya. Sementara Mello tertidur lelap di kursi belakang.Alvaro malah terkekeh. "Tenang saja, Sayang. Aku nggak mungkin nabrak truk yang ada di depan karena aku sangat lihai menyetir. Kalau perlu aku akan menyalip truk itu."Alvaro pun men
"Maaf ....""Maaf?" Mama menatap Cara dengan alis terangkat sebelah. "Untuk apa kamu meminta maaf, Caramell?"Cara mengusap air mata yang jatuh berderai-derai membasahi pipinya. Dia sangat menyesal sudah meninggalkan Alvaro dan Mello. Dia bahkan membuat buah hatinya itu sakit keras hingga harus dilarikan ke rumah sakit."Untuk semuanya, Caramell sangat menyesal sudah meninggalkan Alvaro dan Mello. Tolong maafin Caramell, Ma."Mama kembali menyeringai. "Percuma saja kamu minta maaf karena mama sudah telanjur kecewa sama kamu.""Mama!" Wajah Alvaro mengeras. Amarahnya sudah di ubun-ubun karena Mama sejak tadi terus berkata kasar pada Cara. "Caramell saat itu sedang terpukul karena baru saja keguguran dan divonis dokter sulit hamil lagi makanya sampai tega pergi meninggalkan Alvaro dan Mello. Alvaro yakin sekali Caramell sudah menyesali kesalahannya, Ma."Mama memperbaiki bul
Cara sedang berada di sebuah toko khusus perlengkapan bayi bersama Alvaro. Mereka ingin membeli kado untuk ulang tahun putri Jafier dan Adisty yang pertama.Waktu bergulir begitu cepat. Tidak terasa putri Jafier dan Adisty sudah berulang tahun yang pertama. Padahal rasanya seperti baru kemarin dia meminta Alvaro untuk menikahi Adisty demi memenuhi amanah terakhir Sadewa. Namun, kenyataannya Adisty malah menikah dengan Jafier. Mereka bahkan sudah memiliki seorang putri yang sangat cantik bernama Allecia Disa Mahendra."Alva, bagaimana kalau kita beli ini untuk Disa?" Cara menunjukkan beberapa buah biku cerita yang ada ditangannya pada Alvaro."Bagus, buku ini pasti berguna untuk Disa."Cara pun mengambil beberapa buku cerita untuk Disa lantas meletakkannya ke dalam keranjang. Setelah itu mereka berkeliling untuk melihat barang-barang yang lain. Sebuah sepatu khusus bayi berusia satu tahun berhasil menarik perhatian Cara. Sepatu berwarna merah itu pasti coc
Dua tahun kemudian ....Alvaro mengerjapkan kedua matanya perlahan karena cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah tirai di dalam kamar jatuh mengenai wajah tampannya. Senyum tipis mucul bibirnya melihat Cara yang tertidur lelap di sampingnya.Alvaro pun mengecup bibir Cara sekilas lalu mendekap tubuh gadis itu semakin erat. Dia merasa sangat bahagia karena wajah Cara yang dia lihat pertama kali saat membuka mata."Sekarang jam berapa, Alva?" tanya Cara dengan mata terpejam.Alvaro pun melirik jam yang menempel di dinding kamar. Ternyata sekarang sudah jam tujuh, tapi dia mengatakan masih jam lima pada Cara."Tolong bangunin aku lima menit lagi." Cara menenggelamkan wajahnya di dada bidang Alvaro mencari posisi tidur yang paling nyaman dan kembali terlelap.Alvaro pun membiarkan Cara kembali tidur, bahkan lebih dari lima menit. Cara sepertin
Sambil terus berciuman Alvaro langsung membaringkan Cara di atas tempat tidur dan langsung menindih gadis itu."Erngh ...." Cara hanya biasa mengerang di bawah tubuh Alvaro. Kecupan dan hisapan lembut lelaki itu selalu membuatnya kualahan."Alva ...." Napas Cara terengah. Gadis itu langsung menarik napas sebanyak mungkin untuk memasok oksigen ke dalam paru-parunya karena Alvaro tidak memberinya kesempatan sama sekali untuk mengambil napas."Kamu mau membunuhku?"Kening Alvaro berkerut dalam mendengar pertanyaan Cara barusan. Sedetik kemudian dia tersenyum ketika menyadar Cara sedang sibuk mengatur napas."Aku tidak bisa menahannya lagi, Sayang. Maaf ...." Alvaro menarik Cara agar duduk menghadapnya lantas menurunkan resleting gaun gadis itu dengan perlahan.Sepasang buah dada Cara yang terbungkus strapless bra berwarna merah terpampang jelas di kedua matanya. Terlihat sang
Hari bahagia itu akhirnya tiba. Cara terlihat sangat cantik memakai gaun pengantin model Long Slevee A-Line yang mengembang di bagian bawah berwarna putih. Gaun tersebut membuat penampilan Cara terlihat lebih feminim lewat detail renda bermotif bunga yang panjangnya menyapu lantai. Sebuah mahkota perak berhias batu berlian yang ada di atas kepalanya membuat penampilan gadis itu semakin terlihat cantik.Jantung Cara berdetak cepat, telapak tangannya pun terasa dingin dan basah. Cara tanpa sadar meremas gaun pengantinnya dengan kuat karena mobil yang ditumpanginya sebentar lagi tiba di Gereja yang akan dia gunakan untuk pemberkatan bersama Alvaro."Gaunmu nanti bisa kusut kalau kamu remas seperti itu, Caramell!" Daniel berdecak kesal karena Cara sejak tadi terus meremas gaun pengantinnya hingga berkerut.Daniel sebenarnya malas sekali menghadiri pemberkatan pernikahan Alvaro dan Cara. Namun, dia terpaksa datang ke acara ters
Tatapan teduh Jafier seolah-olah mengatakan kalau semuanya akan baik-baik saja."Jangan menangis." Tubuh Adisty membeku di tempat karena Jafier tiba-tiba mengusap air mata yang membasahi pipinya dengan lembut.Senyum hangat dan genggaman erat lelaki itu mampu mengubah perasaannya menjadi tenang dalam sekejab. Dalam seperkian detik Jafier telah berhasil menarik Adisty tenggelam dalam pesonanya.Namun, sedetik kemudian Adisty cepat-cepat tersadar kalau Jafier melakukan semua ini murni karena tanggung jawabnya sebagai suami, bukan karena alasan yang lain sebab lalaki itu tidak memiliki perasaan pada dirinya."Astaga, kalian manis sekali." Kalimat itu meluncur begitu saja dari bibir Cara karena melihat Jafier yang begitu perhatian pada Adisty.Adisty tergagap lantas cepat-cepat menarik tangannya dari genggaman Jafier karena malu. Suasana pun mendadak canggung selama beberapa saat. Semua kalima
Mama menatap beberapa contoh undangan pernikahan yang ditunjukkan oleh pemilik percetakan yang datang ke rumah karena dia malas pergi keluar. Lagi pula kondisi kakinya masih belum pulih sepenuhnya.Ada sekitar dua puluh contoh undangan yang orang tersebut tunjukkan. Namun, hanya dua undangan yang berhasil menarik perhatian Mama."Bagaimana menurutmu undangan ini?" Mama menunjukkan undangan yang kertasnya terdapat bibit tanaman. Jika kertas undangan tersebut dibasahi lalu ditanam, lama-kelamaan akan tumbuh bunga yang sangat indaj. Selain itu di dalam undangan tersebut tertulis doa agar rumah tangga mereka berjalan harmonis."Unik, kan?""Iya, Ma.""Yang ini juga bagus. Gimana menurut kamu?" Mama menunjukkan udangan pilihannya yang kedua pada Cara. Sebuah undangan dress code yang dilengkapi dengan aksesoris seperti, pita atau bros yang bisa digunakan oleh tamu undangan saat menghadiri resepsi pernikahannya dengan Alvaro.Kening Cara berkerut d
"Mama akhirnya merestui hubungan kita. Aku bahagia sekali." Alvaro menangkup kedua pipi Cara pantas mencium bibir tipis berwarna merah alami milik gadis itu berkali-kali untuk meluapkan kebahagiaannya."Aku tahu kamu sedang bahagia, tapi jangan menciumku terus." Cara berusaha menahan Alvaro yang ingin mencium bibirnya lagi."Aku sangat-sangat bahagia." Alvaro kembali menangkup kedua pipi Cara lantas mengecup mata, hidung, pipi, dan terakhir kening gadis itu dengan penuh perasaan bahagia."Alva, ih ...." Cara mendorong Alvaro agar menjauh karena dia merasa risih.Alvaro malah terkekeh lalu melingkarkan kedua tangannya di pinggang Cara. Dia memeluk gadis itu begitu erat seolah-olah takut kehilangan."Sayang, kamu tahu tidak?""Tahu apa?" tanya Cara tidak mengerti."Aku bahagia sekali." Alvaro tersenyum sangat lebar. Apa lagi jika me
Cara meminta Mello untuk duduk di depan kaca, lantas mengambil sebuah sisir untuk menata rambut gadis kecilnya itu sebelum berangkat ke sekolah. Dia mengikat rambut hitam Mello model ekor kuda sebelum dikepang."Bunda, kenapa orang dewasa suka saling menempelkan bibir?"Cara tersentak mendengar pertanyaan Mello barusan hingga refleks berhenti mengepang rambut anak itu."Ke-kenapa Mello tanya begitu?" Cara malah balik bertanya alih-alih menjawab pertanyaan Mello."Mello tadi liat Bunda dan Ayah saling menempelkan bibir di kamar. Waktu di pesawat juga," ujar anak itu terdengar polos.Mulut Cara sontak menganga lebar. Dia benar-benar tidak menyangka Mello memperhatikannya dan Alvaro saat berciuman. Dia pikir Mello tidak peduli dan menganggapnya hanya sekadar angin lalu."Kenapa, Bunda?" tanya Mello pesaran."Em, itu karena ...." Cara tanpa sadar membasahi bib
"Jangan bilang seperti itu lagi. Mengerti?" tanya Alvaro setelah melepas pagutan bibir mereka."Aku benar-benar takut, Alva ...." Kristal bening itu kembali jatuh membasahi pipi Cara.Dia ingin menikah dengan Alvaro dan membesarkan Mello bersama-sama sampai maut memisahkan. Namun, Mama tidak merestui hubungan mereka.Apa yang harus dia lakukan? Haruskah dia memutuskan hubungannya dengan Alvaro?"Sshh, tenanglah. Mama pasti akan merestui hubungan kita.""Sungguh?" Cara menatap kedua mata Alvaro dengan lekat, berusaha mencari kesungguhan di sana."Ya, aku yakin sekali. Sekarang kita tidur lagi, ya?"Alvaro mengecup kening Cara dengan penuh sayang lalu meminta gadis itu untuk berbaring di sampingnya dan menggunakan lengan kirinya sebagai bantal. Sementara tangannya yang lain memeluk pinggang gadis itu dengan erat.Cara membenamkan wajahnya di