Zevin yang tengah menggendong Vista didalam kursi roda dan memegang Dares tidak sengaja menabrak kaki seseorang.
Bersama itu, wanita yang ditabrak Zevin tampak terkejut, "Maa—fMas Zevin!" pekiknya. Zevin tampak dingin dan terus melakukan kursi rodanya tanpa berbicara sepatah katapun dengan wanita itu. Hal itu membuat Dares tersenyum, Dares merasa Daddynya keren mengabaikan wanita selain mommynya. Namun, siapa sangat wanita itu justru mengejar, "Mas Zevin, Tunggu!" pekiknya. Hal itu membuat Zevin menghembuskan nafas kasar dan berhenti, karena Zevin tak mau wanita itu tau dimana ruangan yang dia booking dan bertemu dengan Cesa. Hubungannya baru saja membaik dengan Cesa, Zevin tidak ingin kehadiran ulat bulu itu membuat Cesa salah paham dan menjauhinya lagi. "Ada apa lagi, Diandra!" ketusnya. "Kamu sekarang lumpuh, Mas? Aku kesini karena melihat di berita tentanCesa hanya bisa menelan ludahnya dengan berat mendengar bisikan dari suaminya itu. Daddy? Mommy? Rasanya aneh sekali, tapi Cesa bertekad ingin memperjuangkan pernikahan dan rumah tangganya, sehingga dia akan berusaha memulai dari dirinya juga. Cesa melirik sekolah pada suaminya, "Oh ya? Daddy benar-benar suka?" tanyanya menggoda Zevin. Sontak Zevin terbelalak! Zevin tidak menyangka jika kejailannya pada Cesa, rupanya disambut dengan tangan terbuka oleh sang istri. Jantung Zevin semakin bertalun-talun mendengar suara lembut istri kecilnya itu, 'Aduh, seperti remaja puber aja kamu ini Zevin!' runtuknya pada diri sendiri. Benar-benar membuat Zevin terpaku sambil berkedip-kedip seolah tidak percaya dengan penerimaan Cesa. 'Apa karena dia sedang senang untuk pembukaan perusahaannya?' batin Zevin. Melihat Zevin terkejut membuat Cesa
'Apa aku bisa mempercayakan hatiku pada orang yang tak memikirkan diriku?' batin Cesa. Cesa dilema! Cesa hanya bisa menetralkan hatinya kembali, mencoba memahami jika suaminya hanya bercanda. "Mungkin ini juga ujian hatiku agar tetap teguh pada keputusan awal! Mungkin Allah ingin tau kesungguhan hatiku!" gumamnya mencoba lebih berbesar hati.Yah, Cesa berbesar hati untuk takdir yang menghampirinya. Mencoba memaafkan candaan suaminya itu, mengerti jika jarak usia dan waktu yang telah hilang diantara mereka merubah sudut pandang dan tidak mengerti apa yang dialami masing-masing. Begitupun dengan Cesa yang tidak mengerti lika Zevin, tak mengerti jika ada bagian dari ucapannya yang membuat hati Zevin terluka. Cesa mencoba berada di posisi Zevin yang ada di hubungan canggung dengannya. Cesa memilih beristighfar untuk ketenangan hatinya.Ditempa diluar sana bertahun-tahun membuat Cesa bisa berfikir jer
"Saya rasa Anda tak memiliki banyak waktu lagi untuk bisa saya hangatkan, Bapak!" Blush! Sindiran telak dari Cesa membuat Markus marah, harga dirinya seolah diinjak-injak oleh gadis muda yang baru merintis usaha. Pikirannya tak terima dengan hinaan Cesa. "Saya pikir Anda wanita baik, Bu Cesa, tapi nyatanya ada tak memiliki etika, jalang sok mahal!" marahnya, "Jangan merasa di awan hanya karena Anda peliharaan Tuan Zevin!" Deg! Peliharaan! pikir Cesa. "Bukankah Anda duluan yang tidak memiliki etika pada perempuan ini? yang Anda anggap sebagai jalang!" sinis Cesa. "Lalu apa? Aku harus menyebutmu Nyonya Atmaja?" ucapnya sambil terkekeh menertawakan Cesa, "Hanya modal ngangkang kamu ingin disebut Nyonya Atmaja!" Bruak! Kali ini penghinaan Markus membuatnya tak tahan, Cesa berdiri dengan marah dan merebut proposalnya dengan cepat.
Cesa kemudian duduk agar bisa melihat dengan jelas, "Daddy?" Deg!Dengan jantung berdebar hebat Cesa memanggil suaminya, karena postur tubuh itu benar-benar milik Zevin. 'Namun, bukankah suamiku lumpuh!' batin Cesa."Iya, Sayang!" jawab Zevin.Cesa bergegas berdiri dan menghampiri suaminya, "Kenapa wajahmu, Dad?" tanya Cesa. Pasalnya Cesa hampir tak bisa mengenali suaminya dengan wajah menyeramkan di suasana remang ini. "Daddy berkelahi?" tanya Cesa. Zevin tampak masih diam menatap Cesa dengan dalam, Cesa masih bisa merasakan kemarahan suaminya. Cesa berfikir apakah suaminya sedang banyak kerjaan di kantor, namun dia tak ingin lagi banyak bertanya pada suaminya yang sedang dilanda amarah. Cesa kemudian mendekat dan memeluk suaminya dengan lembur. Tanpa kata! Hingga akhirnya suaminya membalas pelukan Cesa dengan erat. "Maaf ya!" lirih Zevin. "Maaf untuk apa, Dad?" tanya Cesa, "Kakimu! Kakimu sembuh, Om?" pekik Cesa mengingat sesuatu dan melerai pelukan suaminya. "Wah, bene
Plak! "Daddy mesum!" pekik Cesa sambil memukul pelan punggung suaminya dan menjauh, "Sembuhin dulu itu mukanya, nakutin!" lanjut Cesa. Sontak Zevin terkekeh mendengar jawaban Cesa, karena Zevin tidak benar-benar ingin melakukan hubungan itu. Zevin hanya ingin mencairkan suasana dirinya dan Cesa, Zevin tidak ingin istrinya ketakutan karena kemarahannya pada orang lain. "Sini peluk Daddy, Mom!" pinta Zevin sambil merentangkan tangannya. Cesa kemudian mendekat dan duduk di pangkuan sang suami sambil memeluk suaminya itu. Bersama Zevin membuat hatinya naik turun, emosinya pun naik turun. Sore marah malam sudah kembali terharu lagi, nanti ada yang membuatnya ragu, tiba-tiba terharu lagi. Kadan membuat Cesa kesal dengan perasaannya sendiri. "Maafkan aku untuk sore tadi, aku hanya bercanda, dan bodohnya aku salah mengambil topik!" ucap Zevin, "Aku bahkan tak punya keberanian menanyakan tentang kelahiran kembar, bagaimana bisa aku memikirkan anak kagi!" lanjutnya. Cesa tampa
"Apa Daddy bisa?"tanya Zevin. "Ada Mama!" Cples! "Gak mau, Dad! Kasihan Mama harus jaga dua kurcaci yang aktif sekali itu, biar ikut Mommy aja!" kesal Cesa sambil memukul lengan Zevin pelan. Zevin hanya tersenyum melihat istrinya yang suka sekali mengomel sekarang sambil mengangguk. "Jangan lupa sore nanti ke psikiater, aku sudah buat jadwal!" ucap Zevin. Ha! Cesa benar-benar terkejut karena Zevin serius mengajaknya untuk ke psikiater secepat ini. Cesa mengangguk, "Kirim saja alamatnya, Dad, nanti Mommy kesana!" Setelah itu Cesa pamit untuk ke perusahaan nya, karena banyak sekali yang harus Cesa urus terutama kabar Markus. Bukan khawatir, lebih ke khawatir jika suaminya berbuat jahat, walau memang Markus sudah sangat keterlaluan. Cesa tak berani lagi bertanya tentang kabar Markus dari Zevin, karena sorot mata m
"Baiklah, Mari tidur di kursi miring itu!" pinta dokter. Ha! "Sekarang, Dok!" tanya Cesa terkejut, karena Cesa tidak berfikir akan langsung tindakan. Dokter itu tersenyum dan mengangguk, "Apa Anda tidak nyaman, Bu? Jika belum nyaman, boleh jadwalkan lagi nanti!" ucap dokter itu dengan senyum cantiknya. Cesa tampak menghela nafas dan menatap Zevin. Zevin hanya tersenyum dengan wajah yang sedikit mulai membaik, "Terserah kamu, Sayang!" "Baiklah, Dok!" ucap Cesa kemudian berjalan menuju kursi miring dan duduk nyaman disana. "Rileks, Bu!" ucap Dokter itu. Cesa kemudian mengangguk sambil tersenyum, bersamaan dengan Zevin yang mendekat dan duduk di sampingnya sambil memegang tangan Cesa, "I love you, Sayang!" Deg! Ungkapan menenangkan apa yang Zevin Ucapkan ini! Justru membuat jantung Cesa berdetak. Hingga pikirannya tiba di malam gelap dengan kesakitan yang luar biasa seorang di
Grep! Tanpa banyak bicara, Zevin memeluk Cesa dengan erat! "Maaf!" lirihnya. Cesa yang sekilas melihat mata Zevin bengkak dan bekas air mata terlihat sedikit mengernyitkan dahi. Apa yang aku katakan! pikirnya. Namun, Cesa memilih untuk membalas pelukan suaminya itu tak kalah erat. "Maaf terus Daddy, untuk apa!" candanya. Kemudian Cesa menatap dokter seolah ingin bertanya, karena kebingungan namun dirinya juga merasa jauh lebih lega setelah hipnoterapi. "Apa yang saya katakan, Dok?" tanya Cesa. Dokter tersenyum, "Bagaimana kalau giliran Bapak dulu hipnoterapi, jadi Ibu juga tau isi hati Bapak!" tawar Dokter itu. Cesa kemudian mengangguk, "Ayo, Dad! Gantian kamu!" ucapnya. Zevin pun beralih tempat duduk sambil terus memandang istrinya itu, perasaannya tak bisa Zevin jelaskan saat ini. Dan tiba-ti