“O-oh, baiklah, Om.”Doeng ...Avram ternganga di tempatnya mendengar panggilan Lavira untuk dirinya. Pria itu menatap sang istri yang sedang tersenyum manis tak merasa bersalah. Dirinya masih berumur dua puluh empat tahun, tetapi dengan seenaknya Lavira memanggilnya om? Sungguh hal itu secara tak langsung seakan menggores umur Avram sebagai tampan nan masih muda.“Kau memanggil aku apa?” tanya Avram lebih memastikan.“Om, katanya tadi tidak boleh panggil tuan. Apa saya ganti lagi, Om?”Avram mendongak dan menghela napas dalam mendengar kalimat Lavira. “Aku belum setua itu untuk kau panggil om. Ganti,” cetus Avram datar.Lavira meringis mendengar kalimat pria itu. Dia menggaruk puncak kepalanya dan menatap Avram yang juga masih menatapnya. Perempuan itu bingung, dia tak tahu harus memanggil Avram seperti apa.“K-kakak?” tanya Lavira ragu.Avram menatap wajah ragu Lavira dengan ekspresi datarnya seperti biasa. “Itu lebih baik. Sekarang tidur, hari sudah malam.”“Tapi ... Kakak juga bel
Avram mengerutkan keningnya merasakan ranjang bergerak. Pria itu mulai membuka matanya sedikit memicing. Dia melihat Lavira bergerak pelan ke arah tepian ranjang. Tangan pria itu seakan tergerak sendiri, secara spontan menahan pergelangan tangan sang istri.Lavira terkejut merasakan tangannya ditahan. Perlahan perempuan itu menoleh dan terkejut melihat Avram sedang menatapnya dengan wajah datar itu. Lavira meringis kecil merasa kikuk karena dirinya menjadi penyebab Avram terbangun.“Maaf, Kak. Aku membangunkan Kakak, ya?” cicit Lavira pelan.“Kau ingin ke mana?” tanya Avram menghiraukan kalimat Lavira.“Aku? Aku ingin bersih-bersih dan harus segera ke lantai bawah. Aku harus memasak dulu, supaya nanti bisa ke sekolah,” jawab Lavira jujur.Avram terdiam sejenak mendengar jawaban gadis yang sudah resmi menjadi istrinya itu. “Tidak usah.”Kening Lavira berkerut mendengar ucapan singkat Avram. “Maksudnya, Kak?”“Tidak usah memasak, kau bukan pembantu.”Lavira terdiam mendengar penuturan A
“Bagaimana? Apa kamu benar-benar ingin pulang sekarang? Kita di sini saja dulu, biar kamu cepat sembuh,” ucap Siara kepada putrinya.“Tidak, Ma. Aku mau pulang saja, aku ingin segera membalas dendam kepada perempuan keparat itu,” jawab Feria.“Ingin pulang pun, kau belum bisa membalaskan dendam kepadanya. Kau tahu sendiri jika Avram sekarang melindunginya. Kau ingin yang lebih parah dari ini? Jangan keras kepala kali ini,” cetus Fero malas.“Aku tidak terima, Bang. Coba saja yang berada di posisi aku itu adalah Abang. Pasti akan marah besar,” balas Feria kesal.“Terserah kau, jika memang kau ingin coba, ya lakukan saja,” pungkas Fero santai.Siara menghela napas mendengar percek-cokan kedua anaknya. “Sudah, Mama setuju dan juga semangat ingin membalas dendam kepada perempuan itu. Tapi apa yang dikatakan oleh abang kamu memang ada benarnya. Kita tidak bisa bertindak sekarang, kita juga tidak bisa bergerak secara terbuka seperti kemarin,” tutur Siara menengahi perdebatang kedua anaknya.
Avram melangkah keluar kamar mandi dengan tubuh setengah basah. Pria itu menoleh ke arah ranjang dan mengernyit saat tak menemukan keberadaan Lavira di sana. Dia terus melangkah dan menatap sekitar, sang istri benar-benar tak berada di sana.Baru saja pria itu ingin melangkah ke arah walk in closet, langkahnya terhenti saat melihat secarik kertas di atas nakas di samping ranjang. Perlahan pria itu mendekat dan meraih kertas tersebut.‘Kak, maaf aku tidak meminta izin untuk turun ke lantai bawah. Aku harus memasak supaya bisa sarapan sebelum pergi ke sekolah. Lavira.’Bibir Avram berkedut saat membaca rangkaian kata yang ada di permukaan kertas tersebut. Dia tak menyangka jika Lavira benar-benar polos. Kepolosan yang tanpa sadar menjadi daya tarik tersendiri bagi gadis itu, sehingga mampu mengikat seorang Avram Dakasa.“Dia terlalu polos untukku yang penuh kubangan darah ini,” gumam Avram menggeleng pelan merasa geli akan tingkah Lavira.Avram bergerak meraih benda pipih yang berada di
“Mas, kamu sudah baik-baik saja?” tanya Marni kepada Farhan.Pria itu menoleh dan menatap sang istri dengan wajah penuh arti. Marni pun menatap Farhan dengan raut heran. Tak biasanya Farhan menatapnya sampai sepertinya. Padangannya terasa lain, dan Marni menganggap jika Farhan semakin lama semakin memiliki rasa kepadanya.‘Ya ampun, kenapa Mas Farhan menatapku sampai seperti itu? Apa sekarang dia sudah memberikan hatinya sepenuhnya untukku? Sudah seharusnya begitu, kami sudah dari dulu hidup bersama, jadi seharusnya dia sudah melupakan Vara, bukan?’ celoteh Marni di dalam hati.“Tidak, aku hanya ingin berbaring dan istirahat,” jawab Farhan kembali mengalihkan pandangannya.Entah apa yang ada di dalam benak pria itu saat ini. Marni pun merasa semakin aneh. Dia melihat ada hal lain terjadi kepada Farhan akhir-akhir ini sehingga tingkah lakunya berubah. Meski tak terlalu kentara, tetapi Marni merasakan itu.“Kita ke dokter saja, Mas. Sepertinya kamu butuh vitamin, mungkin kamu kelelahan,
“Tidak usah banyak tanya. Ke sini dan duduk di sini, cepat.”Lavira tak dapat berkata-kata lagi. Perlahan perempuan itu mulai mendekat ke arah Avram yang sedang duduk di kursi kerjanya. Pria itu mendorong pelan kursi berkaki roda ke belakang dan menunggu Lavira datang. Tepat saat sang istri berada di depannya, Avram menarik pelan pergelangan tangan gadis itu.Sett ...Lavira terpaku, dia diam dengan wajah kakunya. Saat ini tubuhnya sudah berada di atas pangkuan Avram. Dia tak dapat berkata-kata dan semakin kikuk. Lavira bahkan kaku bak patung di atas paha Avram yang sedang menatapnya saat ini.“Ingat semua ini, dan jadinya sebuah kebiasaan ketika kau ingin berangkat sekolah. Paham?”“Paham, Kak,” jawab Lavira patuh, meski kaku.Avram diam, dia terus menatap wajah cantik alami milik Lavira dari tempatnya. Jarak wajah mereka sangat dekat, kurang dari sepuluh sentimeter. Hal itulah yang membuat Lavira semakin dibuat kaku tak bersuara.“Jam berapa kau berangkat?” tanya Avram memecah kehen
“Maksudnya?”Rino menatap Avram yang sedang menyorotnya dengan wajah penasaran. Rino berdeham kecil mencoba menautkan kedua bibirnya yang ingin tertawa. Perlahan pria itu semakin mendekat dan menarik kursi di seberang meja kerja Avram.“Ekhm, boleh saya duduk dulu, Tuan?” tanya Rino meminta izin kepada Avram.“Yah, cepatlah.”Rino segera duduk dan menatap Avram yang masih menatapnya dengan wajah tak sabar. Rino sendiri sekarang sedang merangkai kata-kata di dalam benaknya. Dia pun sejujurnya bingung harus menjelaskan pokok permasalahan ini seperti apa kepada sang atasan kakunya.“Kenapa masih diam? Cepatlah!” ucap Avram menggeram kesal menatap Rino.“Jadi begini, Tuan. Sebena ....”Tok ... tok ... tok ...Kalimat Rino harus terputus oleh suara ketukan pintu dari luar ruangan itu. Avram menoleh ke arah pintu dan menebak jika itu adalah Lavira. Pasalnya sampai sekarang hanya Lavira dan Rino yang akan berani datang ke sana di jam kerja Avram.“Sepertinya itu Nyonya, Tuan. Biar saya bukak
Keadaan parkiran sekolah itu menjadi heboh ketika melihat sebuah mobil mewah memasuki pekarangan. Semua siswa yang ada di sana menatap kedatangan mobil itu dengan wajah penasaran. Meski sekolah itu terbilang sekolah elit yang diisi oleh para orang kaya. Nampaknya baru kali ini mobil semewah itu datang ke sekolah mereka.“Astaga, itu mobil mewah. Kira-kira siapa yang diantar pakai mobil itu?”“Ya ampun, ternyata di sekolah kita ini ada sultan yang sesungguhnya ya?”“Iya, aku juga baru lihat ada mobil ini masuk lingkungan sekolahan.”Bisikan dan celotehan para murid terus mengalir sampai mobil mewah itu berhenti. Tak kalah penasaran, sekarang ada dua siswi ikut menatap mobil tersebut. Joana dan Kili, dua siwi terbilang bandel itu nampak sedikit mendekat karena penasaran.“Gila, ini sih orang kaya beneran. Kira-kira siapa ya?” cetus Kili kagum.“Tidak tahu, ini pertama kalinya ‘kan? Apa jangan-jangan ada murid baru lagi?” balas Joana ikut penasaran dan menunggu.“Masa iya anak baru? Tapi
“Makan yang banyak, kamu tadi malam juga tidak makan, ‘kan? Banyak-banyak lauknya, ini, kamu suka ini.” Lavira memberikan sepotong ikan bakar kepada Elina. Elina terkekeh menatap Lavira yang begitu perhatian. “Makasih, Ma. Mama juga makan yang banyak, biar nanti kita sama-sama bulet, hehe.” Lavira ikut tertawa mendengar kalimat menantunya. Dia tak menyangka jika gadis kecil yang bertahun-tahun dia cari, akhirnya sekarang berada di depannya. Meski Elina belum mengingat siapa Alano dan keluarga, setidaknya sekarang Elina sudah menjadi istri Alano. Hal itu membuat Lavira merasa lebih tenang, dia juga tak menuntut Elina untuk mengingat dirinya. Seperti ini saja sudah membuat Lavira merasa senang. Sett ... Elina terkejut ketika tiba-tiba Alano memberikan secentong sayur brokoli di atas nasinya. Elina menoleh dan menatap Alano dengan wajah polos. Alano sendiri nampak santai, terus menyuap makanannya dengan ekspresi datar seperti biasa. Lavira tersenyum menatap itu, dia merasa senang keti
“Ini masuknya ke mana?”“Aku juga tidak tahu.”“Makanya lebih tarik, lebarkan sedikit lagi.”“Sudah tidak bisa ini, Mas.”Lavira dan Avram saling tatap tepat di depan pintu kamar Alano. Kamar yang mulai hari itu akan dihuni pula oleh Elina. Setelah tadi sepasang pengantin baru itu meminta izin untuk ke kamar lebih dulu. Lavira ingin menyusul dan mengantarkan makanan untuk Elina, sebab setahunya Elina belum makan malam.Namun, siapa sangka niat mereka malah mendapatkan perkata-perkataan demikian. Lavira tersenyum, dia berfikir hal yang diinginkannya. Kegiatan malam pertama para pengantin baru pada umumnya. Avram pun menatap senyum sang istri, dia terkekeh kecil.“Mereka akan kasih kita cucu ‘kan, Pa?” tanya Lavira cukup terdengarn polos.Avram kembali terkekeh geli. “Biarkan saja mereka, ayo kita kembali ke bawah. Kamu juga harus segera tidur, ini sudah larut.”“Iya, tapi ... Elin belum makan, Pa.”“Nanti kalau mereka sudah selesai, mungkin akan terasa lapar. Alan bisa bantu Elin ambil
Sepasang insan sekarang sedang duduk di tepian ranjang sambil saling lirik. Mereka adalah sepasang pengantin baru yang baru saja sah setelah acara ijab qabul beberapa jam lalu. Alano dan Elina, mereka duduk dengan sudut mata sama-sama melirik satu sama lain.Alano pun menghela napas pelan. Dia nampaknya cukup bingung harus melakukan apa setelah ini. Lavira dan Avram tadi sempat menggoda dirinya. Alano si kaku, dia tak pernah memiliki kekasih. Dia tak tahu cara berhubungan dengan perempuan, tetapi dia adalah pria normal dan tak sepolos Avram dulu. Alano sudah dewasa, sehingga dia tahu kegiatan apa biasa dilakukan sepasang pengantin baru.Hanya saja, masalahnya sekarang adalah mereka pribadi. Alano dan Elina terbilang menikah tanpa ada kata cinta. Mereka hanya saling merasa nyaman satu sama lain untuk saat ini. Elina pun tertarik kepada Alano karena ketampanan pria itu, dan tentunya merasa nyaman. Elina sejujurnya tak paham dengan perasaannya sendiri, setiap kali melihat dan berdekatan
Elina menatap ke samping, di mana kedua orang tuanya berada. Dia tak menyangka jika dirinya benar-benar akan segera menikah dengan Alano. Kemarin-kemarin dia masih berpikir jika Alano hanya bercanda. Sampai akhirnya satu minggu kemudian kedua orang tua Elina datang ke Indonesia dan mengatakan jika mereka senang tahu Elina akan menikah dengan Alano.Elina meminta pernikahan ini tak usah ada pesta sebelum dirinya wisuda. Sebab dia tak ingin diserbu oleh para fans Alano selama di kampus. Hal itu akhirnya dituruti oleh Alano. Akhirnya mereka hanya akan mengadakan ijab qabul saja dulu, sebelum nanti mengadakan pesta mewah setelah Elina benar-benar wisuda.“Kami keluar dulu, Sayang. Nanti akan Mama jemput kalau sudah selesai.”“Iya, Ma,” sahut Elina sambil menarik napas.Cklek ...“Astaga, sahabatkuu ini. Kau menikungkuu!”Elina terkejut ketika tiba-tiba Mei masuk ke dalam ruangan tempatnya menunggu, Mei berteriak. Hari ijab qabul yang begitu tiba-tiba. Tak hanya mengejutkan Elina, tentu sa
Elina menatap Lavira yang terlihat begitu antusias memperlihatkan berbagai macam bentuk mode gedung pernikahan. Perempuan itu masih tak paham dengan keadaan tiba-tiba ini. Baru tadi Alano mengatakan dia akan mengurus pernikaha, pria itu sudah memberitahu Lavira dan Avram. Sekarang Lavira nampak sangat semangat memperlihatkan berbagai macam dekorasi gedung pernikahan.“Kamu suka yang ini? Ini cantik juga, astaga, jadi bingung,” celoteh Lavira.“M-maaf, Tante. Ini beneran bakalan nikah?”Lavira menoleh dan menatap Elina yang nampak sangat bingung. Perempuan itu terkekeh, dia melirik Alano di samping Avram. Dua pria itu juga berada di sana, mereka duduk tak jauh dari tempat Lavira serta Elina berada. Kini mereka berempat sedang berada di sofa ruangan keluarga mansion Dakasa, setelah tadi Elina sudah sempat diajak makan malam oleh Alano.“Kamu tidak bilang lebih jelas sama, Elin, No? Dia kebingungan loh, ini,” ucap Lavira kepada Alano.“Udah, Ma. Dia mau.”“Masa iya, terus kenapa dia nany
“Kata orang-orang, dia itu psikopat. Jadi dia suka bunuh orang, aku ngeri kalau nanti menikah dengannya ... pas aku lagi tidur, malah dicekik dan mati.”Alano menatap Elina yang melanjutkan kalimatnya. Dia berdeham sambil tertawa kecil mendengar kalimat takut Elina. “Kalau memang begitu, seharusnya kau sedari tadi sudah aku cekik dan mati,” cetus Alano santai.Kalimat Alano itu membuat Elina terdiam. Perempuan itu kembali menggeliat pelan, sampai kelopak matanya bergerak pelan pula. Kening Elina berkerut ketika dia berniat membuka mata. Dengan mata sedikit memicing, akhirnya kini dua bola mata itu terbuka. Elina menatap sekitar sambil menggeliat, sampai pergerakannya terhenti ketika melihat paha seseorang tepat di samping tubuhnya.Mengikuti paha tersebut, Elina mendongak sampai akhirnya kedua bola matanya menangkap wajah tampan seseorang. Saat dua pasang bola mata itu beradu pandang, tepat ketika itu pula Elina melotot. Dia melotot karena terkejut melihat wajah tampan Alano di saat d
“Kami senang, akhirnya sekarang bisa tenang melepas Elin di Indonesia. Kemarin kami risau, masalahnya Elin keras ingin berkuliah di Indonesia, padahal kami belum bisa kembali ke sana. Akhirnya kalian bertemu lagi, kami senang. Maaf karena tidak memberitahu lebih cepat, sebab kemampuan kami yang serba terbatas.”Suara seorang perempuan dewasa di layar ponsel milik Avram terdengar. Ada sepasang suami istri di sana sedang berbicara dengan Lavira. Mereka adalah kedua orang tua Elina. Sesuai kalimat Alano tadi, mereka akan menghubungi kedua orang tua Elina. Akhirnya setelah sekian lama, mereka kembali bisa berkomunikasi. Orang tua Elina meminta maaf karena tidak bisa memberitahukan keberaaan Elina nan masih selamat dari kejadian kebakaran kala itu.“Tidak masalah, Kak. Kami mengerti, bukan salah kalian juga. Kalian juga sudah berusaha menghubungi, kami senang sekarang bisa melihat Elin lagi. Dia masih sama, tumbuh semakin cantik, dan gadis polos nan cerewet,” terang Lavira dengan nada rama
Rasanya Alano tak terlalu lama beraktivitas di dalam kamar mandi. Namun, ketika dia keluar, Alano sudah menemukan Elina terbaring di atas tepian ranjangnya. Sebelah kaki perempuan itu terjuntai dengan kedua mata tertutup. Hembusan napas perempuan polos itu terlihat tenang dan teratur, itu pertanda jika dia sedang tidur.Hanya beberapa menit ditinggal mandi. Elina tertidur di atas ranjang Alano, mungkin sudah terlalu lelah. Biasanya perempuan itu akan tidur siang jika pulang dari kampus. Hari ini kegiatannya terasa padat, pergi ke mansion Alano dengan segera alasan untuk melarikan diri. Apalagi setelah semua rencana dan alasannya gagal, perempuan itu bercerita cukup lama dengan Lavira. Sampai akhirnya masuk ke dalam kamar Alano dan diajak jahil oleh si pemilik kamar.“Dia benar-benar masih sama, suka tidur sembarangan. Kalau bergerak sedikit, dia bisa jatuh.” Alano menatap tubuh Elina yang memang begitu mepet di tepian ranjang.Perlahan pria itu menarik pinggang Elina, kemudian mengang
Elina duduk kaku di tepian ranjang kamar Alano. Setelah tadi sempat berbincang sebentar dengan Lavira. Akhirnya kini Elina berada di kamar Alano. Pria itu katanya sedang menyelesaikan pekerjaan di ruangan kerjanya di mansion tersebut. Lavira malah menyuruh Elina menunggu Alano di dalam kamar pria itu.“Aduh, aku harus apa sekarang? Masa aku harus berbaring di sini? Kalau nanti Pak Alan marah bagaimana?”Meski Lavira yang menyuruh Elina untuk menunggu di dalam kamar tersebut. Tetap saja Elina merasa tak enak jika harus tidur di kamar seorang pria. Apalagi pria itu adalah dosennya sendiri. Pergerakan Elina bahkan cukup terbatas. Sejujurnya dia penasaran ingin melihat-lihat isi kamar Alano, tetapi dia takut jika nanti Alano keburu kembali ke dalam kamar.“Emm, itu apa?” Elina melihat sebuah lemari dan terfokus kepada sebuah kotak kecil tanpa penutup di dalam lemari tersebut.Elina melangkah mendekat ke arah lemari dengan wajah penasarannya. Dia memicingkan mata sambil meraih sebuah kotak