"Lakukan test DNA!" Bastian meletakan sehelai rambut yang dia masukkan dalam kantong kecil di atas meja. "Terima kasih, Bas," ucap Kenzo. Bastian tak menanggapi. Pria itu dengan tenang menyesap kopi di dalam gelasnya. Pria tampan itu tak banyak bicara atau sekedar basa-basi pada lelaki yang tidak lain adalah kakak iparnya sendiri. "Aku minta maaf, Bas," ucap Kenzo merasa bersalah. "Untuk apa?" Bastian menatap tenang ke depan. Lelaki itu seperti tak memikirkan apapun, wajahnya selalu begitu datar dan tanpa ekspresi. Hanya Bee seorang yang membuat Bastian tersenyum dan hangat. "Atas semua yang aku lakukan pada Alena," ucap Kenzo. "Maaf sudah mengaggalkan pernikahanmu dan membawa Alena pergi. Aku tid–""Aku malah berterima kasih padamu. Jika aku menikah dengan Alena aku pasti tidak akan pernah bertemu Bee–istriku," potong Bastian. Kenzo mengangguk dengan mata berkaca-kaca. Demi apapun dia benar-benar ingin bertemu dengan Bee sang adik. Sudah sangat lama dia menantikan hari itu tiba.
"Umphhh!" Bee langsung terjatuh pingsan ketika ada yang menutup mulutnya dengan sapu tangan. "Matikan semua hapus semua rekaman CCTV di vila ini. Jangan tinggalkan satu jejak pun, kumpulkan mayat pelayan di taman belakang!" perintah seorang lelaki pada beberapa anak buahnya yang memakai baju hitam. "Baik, Tuan Muda," sahut mereka bersamaan. Pria itu menatap Bee dengan licik. Tak dia sangka ternyata masuk ke dalam vila Bastian bisa semudah ini. "Hai, Sayang. Kandunganmu sudah besar ya. Tapi, sayang kau tidak bisa melihatnya karena aku akan membunuh bayi dalam perutmu." Dia tersenyum penuh kemenangan. Lelaki itu menatap wajah Bee yang terlelap akibat pengaruh obat bius yang dia berikan. Wanita ini benar-benar cantik, pria itu sampai tak mampu berkedip menganggumi kecantikan wanita yang ada di depannya ini. "Bee, kau sangat cantik! Bagaimana Bastian tidak tergila-gila padamu, aku saja rasanya ingin memakanmu saat ini juga. Namun, tujuanku mendekatimu bukan untuk jatuh cinta tapi u
Bastian duduk dengan tak tenang. Beberapa kali dia meneriaki Julio agar menjalankan mobilnya dengan cepat. "Julio, kau bisa cepat sedikit tidak?!" sentak Bastian. "Ba-baik, Tuan." Bastian mengotak-atik ponselnya. Sejak tadi sang istri tidak juga menjawab panggilan darinya. "Julio, kenapa semua rekaman CCTV di vila tidak bisa terdeteksi?!" hardik Bastian menendang jok mobil. "Saya akan periksa, Tuan." Segera Julio mengambil ponselnya.Sementara Bastian berusaha tenang dengan sesekali dia gigit ujung jari kelingkingnya untuk menetralisir emosi yang seketika seperti ingin meledak di dalam sana. "Sayang, semoga kau baik-baik saja. Jangan tinggalkan aku." Sejak tadi pagi, Bastian memang merasakan ada yang aneh. Sikap istrinya itu tak seperti biasa. "Aku tidak akan sanggup hidup tanpamu," ungkapnya lagi. Pria itu menyandarkan punggungnya di jok mobil. Ingin rasanya dia terbang agar cepat sampai. Pikiran kalut seolah membuat isi kepalanya penuh dan ingin meledak. "Maaf, Tuan. Merek
"Ayo, Dad. Cepat!" Santoso sedang sibuk mencari kunci gembok sel Ella. Saat ini dia dan Alena memanfaatkan keadaan untuk membebaskan wanita tersebut. Semua pengawal yang bertugas di markas berkumpul di vila Bastian untuk mencari keberadaan Bee. "Mommy tunggu sebentar ya," ucap Alena. "Tolong Mommy, Alena. Mommy sudah tidak kuat," lirih wanita itu. "Iya, Mom. Setelah ini aku dan Daddy akan membawa Mommy pergi," Alena berusaha menenangkan saat ibu yang masih berada di dalam sel. "Daddy menemukannya!" seru Santoso. "Ayo, Dad. Cepat!" desak Alena. Segera Santoso membuka gembok sel tersebut dengan tergesa-gesa. Pintu sel terbuka. Langsung saja Alena dan Santoso menghampiri Ella. "Mommy!" Alena memeluk wanita paruh baya tersebut. "Apa kau baik-baik saja, Mom? Maaf baru bisa melepaskanmu," ucapnya merasa bersalah. "Ayo kita pergi!" ajak Santoso. Santoso dan Alena membantu Ella berdiri. Wajah wanita paruh baya itu tampak menyedihkan. Apalagi rambutnya sudah acak-acakan tak terurus.
"Argh!"Argh!Bastian memukul semua laptop dan komputer yang ada di ruangan CCTV. Urat-urat lehernya terlihat bermunculan yang memperlihatkan bahwa dia marah. "Hentikan, Bas!" sentak Kenzo. "Kau tidak mengerti bagaimana perasaanku, Kenzo!" sentak Bastian membalas dengan tatapan mata merah. Selain marah dia juga menangis. "Aku mengerti perasaanmu. Tapi, kau harus mengontrol emosimu. Tenanglah!" ucap Kenzo berusaha menenangkan. "Bagaimana aku bisa tenang, Kenzo? Istriku, anakku, mereka dalam bahaya dan aku tidak tahu siapa yang menculik mereka.""Argh!" Bastian memukul tembok hingga tangannya mengeluarkan darah segar karena luka. Pria itu menangis histeris sambil menggila memikirkan sang istri. Bee tengah hamil besar dan kondisinya pasti tidak akan mampu, apalagi menampung tiga bayi dalam perutnya. "Kita akan cari bersama-sama." Sementara Bram dan Julio sibuk dengan laptop yang ada di pangkuan mereka. Bram tampak serius menekan-nekan tombol keyboard laptop. Bastian dan Bram memil
Bastian masuk ke dalam mobil. Dia menatap rumah yang dia belikan untuk Alena. "Kau bukan pemenang dalam permainan ini, Alena. Setelah istriku ditemukan aku akan membunuhmu!" Bastian menyalakan mesin mobilnya dan meninggalkan kediaman Alena. Dia sama sekali tidak tertarik dengan ancaman Alena. Dia yakin jika istri dan anak-anaknya akan baik-baik saja. Tidak lama kemudian ponselnya berdering. Segera lelaki itu menekan tombol hijau dan memasang headset di lobang telinganya. "Ada apa?" Setelah mendengar ucapan dari orang di seberang sana. Bastian mempercepat kelajuan mobilnya. Wajah pria itu tampak marah dengan rahang yang mengeras kian erat. "Sayang, tunggu aku. Aku datang, kau pasti akan baik-baik saja selama aku ada. Jangan takut, kita akan kembali bersama." Air mata Bastian menetes deras. Pasti istrinya itu akan sangat ketakutan, apalagi dalam kondisi hamil besar. Walaupun dia berusaha menguasai diri untuk tenang. Namun, tetaplah dia pria yang biasa yang tak mampu menahan diri.
"Milly." "Santa!" Kedua wanita itu saling berpelukan satu sama lain. Mereka memang dekat sejak dulu. Apalagi Dominic dan Eric adalah sahabat lama. "Apa kabarmu?" tanya Santa. "Aku baik, San. Kau bagaimana? Tak kusangka ternyata kita besanan," ucap Milly. "Itu sudah takdir, Ly. Aku juga tak menyangka jika Bee adalah putrimu yang hilang." Dominic meminta Santa untuk menemani istrinya itu dan jangan mengatakan apapun tentang hilangnya Bee. "Kau benar, Santa. Aku merindukan putriku. Aku ingin bertemu dengannya, tapi aku takut Bastian tidak mengizinkan karena hasil DNA belum keluar." Tanpa test DNA saja sudah bisa dilihat bahwa Bee adalah putri kandung Milly. Hanya saja, Bastian ingin membuktikan hal tersebut supaya istrinya percaya. "Nanti kau pasti akan bertemu dengan Bee setelah dia melahirkan," ucap Santa. "Bee hamil?" tanya Milly tak percaya dengan mata berkaca-kaca. "Iya, Ly. Cucu kita kembar tiga," sahut Santa dengan senyum sumringah. Mata Milly berkaca-kaca. Jantungnya be
"Lucas." Tania berjalan masuk ke arah prai tersebut. Semantara Lucas duduk dengan tenang sambil bersandar di dinding ranjang. "Ada apa kau ke sini?" tanya Lucas dingin. "Aku ingin berbicara denganmu," ujar Tania duduk di bibir ranjang dekat Lucas. "Katakan!" Tania menghela napas panjang. Dia sangat berharap jika Lucas mau menikahi adiknya. Dia tidak mau nasib Tata sama seperti dirinya dulu yang kehilangan bayi hanya karena malu gak memiliki ayah. "Tata adalah adikku," ucap Tania. Tak bisa Tania bohongi bahwa dia masih memiliki perasaan khusus pada mantan kekasihnya itu. Banyak hal yang dia dan Lucas lewati selama bersama. "Aku tahu," jawab Lucas. "Menikah dengannya!" Saat mengatakan hal tersebut ada sesuatu yang terasa menyelinap masuk ke dalam sana. Walaupun sekarang dia dan Lucas sudah tak memiliki hubungan apapun. Namun, tetap saja perasaan tak biasa itu tumbuh di dalam dada Tania. "Aku tidak mencintainya. Aku mencintai wanita lain," sahut Lucas. "Dia menggandung anakm
Beberapa tahun kemudian....Bastian menatap kue ulang tahun yang bertulisan angka 26 di atasnya. Dia mengerutu kesal. Bagaimana tidak? Istrinya baru berusia 26 tahun. Sedangkan dia sudah berusia 42 tahun. Ahhh jauh sekali selisih usia mereka. Ingin rasanya Bastian mempermuda dirinya agar serasi dengan Bee. Bee semakin hari semakin cantik. Pesonanya membuat siapa saja yang melihatnya terkagum-kagum. Sedangkan Bastian semakin hari semakin tua, bagaimana dia tidak mengerutu kesal. Apalagi jika dibandingkan, mereka bagai kakak dan adik saja. Bukan pasangan suami istri."Dad, kenapa lama? Kapan kita beri Mommy surprise?" gerutu putra sulung Bee dan Bastian. "Tunggu sebentar, Son!" Bastian mengambil kaca. Dia menatap wajahnya di cermin."Masih tampan. Tidak berkeriput. Tapi kenapa serasa sangat tua dari istriku," protes Bastian dalam hati. "Son, coba lihat wajah Daddy. Apakah Daddy ini sangat tua?" tanya Bastian pada putranya yang baru berusia enam tahun itu."Daddy memang tua," sahut B
Acara panjang itu cukup menguras waktu dan tenaga. Apalagi dengan tamu undangan yang mencapai ribuan orang. Tentu tamu dari Eric, Bastian, Bram dan Lucas bukanlah orang-orang biasa. Mereka penjabat serta pembisnis yang sudah lama mengenal keempat pengusaha ternama itu. Bastian menggendong tubuh istri kecilnya masuk ke dalam kamar. Sementara ketiga anak kembar mereka masih diurus oleh Dominic dan Milly yang ingin menghabiskan waktu bersama ketiga cucu kembarnya. "Hubby, apa aku berat?" Bee melingkarkan tangannya di leher sang suami. "Hem, tidak. Kau ringan!" sahut Bastian. Bee merebahkan kepalanya di dada bidang Bastian. Rasanya masih seperti mimpi bisa memeluk tubuh kekar suaminya itu. Setelah banyak kejadian yang mereka alami, kini keduanya bisa menikmati kebahagiaan yang telah lama hilang dari pandangan mata. Bastian meletakan tubuh kecil istrinya di atas ranjang. Jika dulu malam pertama mereka berbeda, maka malam ini akan dia membayar segala kesalahan yang ada di masa lalu.
Beberapa bulan kemudian. Keempat wanita cantik tengah menatap pantulan diri mereka di depan cermin. Mereka mengenakan gaun pengantin dengan warna dan model yang sama. Rambut mereka sengaja digerai indah dengan mahkota yang tertanam di atas kepala keempatnya. "Nak," panggil Santa. Santa menatap Bee dan Chaca dengan tatapan kagum. Kedua wanita muda yang masih bertahan mahasiswa ini adalah para menantu kesayangan yang membuat dirinya seperti memiliki anak perempuan. "Iya, Mom." Hari ini, Eric, Bastian, Lucas dan Bram akan melangsungkan pernikahan secara bersamaan. Eric dan Santa memutuskan untuk kembali bersama dan berusaha melupakan kejadian lampau yang pernah memisahkan mereka berdua. Eric dan Santa tak mau egois karena Bastian dan Bram meminta agar rujuk untuk mewujudkan impian keluarga bahagia. Sementara Bastian ingin membuat pesta pernikahan mewah agar semua dunia tahu bahwa Bee adalah istri kecilnya. Dia ingin menebus satu tahun yang lalu ketika menikahi Bee tanpa kehadiran k
Tata terdiam saat mendengar penjelasan dari Lucas. Pantas saja selama ini kakaknya itu selalu tak mau membahas Lucas. "Apa Kakak masih mencintai Kak Tania?" tanya Tata. Tata akan melepaskan Lucas jika memang lelaki ini masih mencintai kakaknya. Dia tak mau menjadi penghalang untuk kebahagiaan sang kakak. Sebab dia tahu jika selama ini Tania berusaha bangkit dari semua perasaan bersalah. "Sayang." Lucas mengenggam tangan Tata. "Perasaanku pada Tania sudah hilang sejak malam panas kita. Kau adalah wanita yang sekarang memiliki sepenuh hatiku. Ini bukan gombalan, tetapi ini perasaan yang aku rasakan," ucapnya tersenyum lebar seraya menyatukan tangan mereka. Tata menatap bola mata Lucas berusaha mencari kebohongan melalui mata lelaki itu, tetapi yang dia temukan adalah ketulusan. "Tapi Kak Tania masih cinta sama Kakak," ucap Tata tersenyum kecut. Lucas terkekeh pelan. Dia tahu jika Tania masih mencintainya. Namun, perasaannya pada wanita itu memang sudah tak ada lagi sejak kita berp
Santa memeluk Bee dengan rasa bahagia penuh. Akhirnya setelah menunggu sekian lama dia bisa lagi melihat senyum manis wajah menantu cantiknya ini. "Mommy takut sekali melihatmu, Nak," ucapnya mengusap bahu wanita itu. "Mom." Bee melepaskan pelukannya pada Santa. "Apa kabarmu?" tanyanya tersenyum lembut. Wanita ini sudah seperti anak kandungnya sendiri. Sementara Milly dan Dominic hanya bisa saling memeluk satu sama lain. Mereka ingin sekali berhambur ke arah Bee lalu mengatakan jika rindu wanita itu. Akan tetapi, Bee masih marah dan tak mau bicara pada mereka, lantaran masa lalu yang sulit dijelaskan. "Mommy baik, Nak," jawab Santa sembari mengecup kening Bee dengan haru. Lalu Bee melirik ke arah kedua orang tua kandungnya. Ada rasa marah dan kecewa di hati wanita cantik itu, tetapi tak bisa dipungkiri bahwa ada rindu juga yang mengemban dalam dadanya. "Daddy, Mommy!" panggil Bee. Kedua orang itu terkejut ketika dipanggil oleh anak yang sudah lama mereka rindukan kehadirannya.
"Ini, Bas!" Lucas memberikan botol kecil pada Bastian. "Apa ini?" tanya Bastian bingung. "Obat penawar racun," jawab Lucas. "Cepat suntikan pada Bee!" suruhnya. Semua keluarga berkumpul di vila mewah Bastian kecuali Kenzo, sejak tadi lelaki itu tak jua muncul. Entah ke mana dia pergi? Dengan siapa dan sedang berbuat apa? Mata Bastian berkaca-kaca dia menatap kedua lelaki yang tenang tersenyum padanya. "Terima kasih, Lucas." Bastian memeluk sahabatnya. Sekian lama hidup dalam kemarahan dan kekecewaan, akhirnya dia bisa mengakhiri rasa marah dan dendam yang menghantam dadanya. "Sama-sama, Bas. Semoga kau dan Bee hidup bahagia selamanya. Jaga dia dengan baik," ucap Lucas melepaskan pelukan Lucas. "Pasti. Itu adalah tugas dan tanggungjawab ku," sahut Bastian. "Kak.""Bram." Bastian dan Bram saling memeluk erat. Kakak beradik yang pernah selisih paham karena sebuah kondisi dan keadaan, kini kembali saling memberi maaf. "Terima kasih, Bram," ucap Bastian. Tanpa malu pria itu menang
"Argh!" Julio tersungkur sambil memegang kakinya yang tertembak. Tata dan Chaca membuka matanya. Keduanya terkejut karena melihat Julik yang tersungkur dengan darah mengalir dari bagian kakinya. "Cepat tangkap dia!" perintah Kenzo. "Baik, Tuan," sahut ketiga anak buah suruhan Kenzo yang mengangkat Julio berdiri. "Hai, Julio!" Kenzo menyunggingkan senyum liciknya. Bukannya takut Julio malah membuang ludahnya yang bercampur darah ke atas lantai. "Sekarang Anda tahu siapa saya, Tuan?" Julio membalas dengan senyuman mengejek. "Tidak hanya tahu, tetapi mengenal siapa kau sebenarnya, Julio. Kau tahu, aku tidak akan membiarkanmu bernapas dengan baik setelah menyakiti adikku," ucap Kenzo. Lucas dan Bram berhambur ke arah Tata dan Chaca. "Sayang." Tata memeluk sang kekasih sambil menangis ketakutan. "Jangan takut, sekarang sudah aman," ucap Lucas menenangkan. "Swetty." Bram mengangkat tubuh kecil Chaca. "Kakak," renggek Chaca. Wajah gadis itu sampai pucat karena ketakutan. Dia piki
Tata dan Chaca saling berpelukkan karena ketakutan melihat tatapan mata Julio yang seolah ingin menelan mereka hidup-hidup. "Ta, aku takut," renggek Chaca menangis hebat. "Ck, kau pikir aku berani?" ketus Tata yang juga sebenarnya takut. Julio berjalan ke arah dua wanita itu sambil membawa belatuk di tangannya. Wajahnya tampak merah penuh amarah, tangan mengepal dengan rahang yang mengeras menandakan bahwa dia benar-benar sedang marah. "Kalian mencari masalah dengan saya, Nona!" tekan Julio mengarahkan belatuk itu ke arah Tata dan Chaca. "Kak Julio, ampun, maaf," mohon Chaca. "Kami hanya menyelamatkan Bee," sahutnya beralasan. Julio menarik sudut bibirnya merasa terkecoh dengan ucapan gadis di depannya ini. "Kalian adalah target selanjutnya. Saya akan membuat kalian seperti nona Bee, atau bahkan lebih dari nona Bee karena sudah berani bermain-main dengan saya!" Pria itu berjalan menghampiri Tata dan Chaca yang sudah ketakutan dengan wajah pucat mereka. "Kak Julio, ka-u tidak i
"Apakah mereka aman?" tanya Bram yang mulai tak tenang. "Kenapa mereka seperti panik?" Lucas menunjuk ke arah manson mewah itu. Dia juga panik dan takut terjadi sesuatu pada kekasih kecilnya. Kenzo memutar bola matanya malas. Kedua sahabatnya itu sudah dikasih tahu, masih saja tidak paham dan tenang. "Mungkin mereka sudah tertangkap!" sahut Kenzo asal. "Apa maksudmu?" tanya Bram dan Lucas bersamaan sambil menatap Kenzo tajam. Kenzo bergidik ngeri, niat hati bercanda kenapa malah membuat bulu berdiri? "Aku bercanda," sahut Kenzo memutar bola matanya malas. "Mereka sedang menjalankan misi." Bram kembali melihat ke arah mansion. Jika saja tadi tidak dicegah oleh Kenzo, sudah pasti pria itu akan keluar dari mobil dan berlari menemui kekasih kecilnya. "Hubungi anak buah agar segera menyusul ke sini!" perintah Kenzo. "Kau memerintahku?" Bram menatap tajam sahabatnya itu. "Bukan. Tapi menyuruh!" ketus Kenzo. "Cepat hubungi!" titahnya lagi. "Iya!" Bram mengotak-atik ponselnya dan m