"Argh!"Argh!Bastian memukul semua laptop dan komputer yang ada di ruangan CCTV. Urat-urat lehernya terlihat bermunculan yang memperlihatkan bahwa dia marah. "Hentikan, Bas!" sentak Kenzo. "Kau tidak mengerti bagaimana perasaanku, Kenzo!" sentak Bastian membalas dengan tatapan mata merah. Selain marah dia juga menangis. "Aku mengerti perasaanmu. Tapi, kau harus mengontrol emosimu. Tenanglah!" ucap Kenzo berusaha menenangkan. "Bagaimana aku bisa tenang, Kenzo? Istriku, anakku, mereka dalam bahaya dan aku tidak tahu siapa yang menculik mereka.""Argh!" Bastian memukul tembok hingga tangannya mengeluarkan darah segar karena luka. Pria itu menangis histeris sambil menggila memikirkan sang istri. Bee tengah hamil besar dan kondisinya pasti tidak akan mampu, apalagi menampung tiga bayi dalam perutnya. "Kita akan cari bersama-sama." Sementara Bram dan Julio sibuk dengan laptop yang ada di pangkuan mereka. Bram tampak serius menekan-nekan tombol keyboard laptop. Bastian dan Bram memil
Bastian masuk ke dalam mobil. Dia menatap rumah yang dia belikan untuk Alena. "Kau bukan pemenang dalam permainan ini, Alena. Setelah istriku ditemukan aku akan membunuhmu!" Bastian menyalakan mesin mobilnya dan meninggalkan kediaman Alena. Dia sama sekali tidak tertarik dengan ancaman Alena. Dia yakin jika istri dan anak-anaknya akan baik-baik saja. Tidak lama kemudian ponselnya berdering. Segera lelaki itu menekan tombol hijau dan memasang headset di lobang telinganya. "Ada apa?" Setelah mendengar ucapan dari orang di seberang sana. Bastian mempercepat kelajuan mobilnya. Wajah pria itu tampak marah dengan rahang yang mengeras kian erat. "Sayang, tunggu aku. Aku datang, kau pasti akan baik-baik saja selama aku ada. Jangan takut, kita akan kembali bersama." Air mata Bastian menetes deras. Pasti istrinya itu akan sangat ketakutan, apalagi dalam kondisi hamil besar. Walaupun dia berusaha menguasai diri untuk tenang. Namun, tetaplah dia pria yang biasa yang tak mampu menahan diri.
"Milly." "Santa!" Kedua wanita itu saling berpelukan satu sama lain. Mereka memang dekat sejak dulu. Apalagi Dominic dan Eric adalah sahabat lama. "Apa kabarmu?" tanya Santa. "Aku baik, San. Kau bagaimana? Tak kusangka ternyata kita besanan," ucap Milly. "Itu sudah takdir, Ly. Aku juga tak menyangka jika Bee adalah putrimu yang hilang." Dominic meminta Santa untuk menemani istrinya itu dan jangan mengatakan apapun tentang hilangnya Bee. "Kau benar, Santa. Aku merindukan putriku. Aku ingin bertemu dengannya, tapi aku takut Bastian tidak mengizinkan karena hasil DNA belum keluar." Tanpa test DNA saja sudah bisa dilihat bahwa Bee adalah putri kandung Milly. Hanya saja, Bastian ingin membuktikan hal tersebut supaya istrinya percaya. "Nanti kau pasti akan bertemu dengan Bee setelah dia melahirkan," ucap Santa. "Bee hamil?" tanya Milly tak percaya dengan mata berkaca-kaca. "Iya, Ly. Cucu kita kembar tiga," sahut Santa dengan senyum sumringah. Mata Milly berkaca-kaca. Jantungnya be
"Lucas." Tania berjalan masuk ke arah prai tersebut. Semantara Lucas duduk dengan tenang sambil bersandar di dinding ranjang. "Ada apa kau ke sini?" tanya Lucas dingin. "Aku ingin berbicara denganmu," ujar Tania duduk di bibir ranjang dekat Lucas. "Katakan!" Tania menghela napas panjang. Dia sangat berharap jika Lucas mau menikahi adiknya. Dia tidak mau nasib Tata sama seperti dirinya dulu yang kehilangan bayi hanya karena malu gak memiliki ayah. "Tata adalah adikku," ucap Tania. Tak bisa Tania bohongi bahwa dia masih memiliki perasaan khusus pada mantan kekasihnya itu. Banyak hal yang dia dan Lucas lewati selama bersama. "Aku tahu," jawab Lucas. "Menikah dengannya!" Saat mengatakan hal tersebut ada sesuatu yang terasa menyelinap masuk ke dalam sana. Walaupun sekarang dia dan Lucas sudah tak memiliki hubungan apapun. Namun, tetap saja perasaan tak biasa itu tumbuh di dalam dada Tania. "Aku tidak mencintainya. Aku mencintai wanita lain," sahut Lucas. "Dia menggandung anakm
Pesawat yang membawa Bastian dan yang lainnya mengudara di langit tinggi. Perlahan pesawat itu mulai landing di tengah hutan. "Kenapa tidak langsung ke gedungnya saja, Son?" tanya Eric. "Tidak bisa, Dad. Dia sudah memasang alat perangkap," sahut Bram. "Ayo, Bas!" ajak Kenzo. Bastian menatap Kenzo dengan sendu. Air mata lelaki itu laki-laki menetes dengan deras. "Apa Bee baik-baik saja? Kenapa perasaanku tidak enak?" ucap Bastian. "Bas, istriku aman. Ayo kita selamatkan dia," ujar Dominic mengulurkan tangan pada menantunya itu. Mereka semua keluar dari pesawat. Masing-masing memakai senjata dan baju anti peluru sebagai jaga-jaga. "Ayo."Mereka berjalan menelusuri hutan. Benar tebakan Bram bahwa hutan ini dipasang banyak jebakan. Jika mereka tidak hati-hati bisa saja jebakan itu melukai atau bahkan membahayakan nyawa. "Hati-hati," ujar Kenzo. Bastian tampak tak sabar. Dia berjalan paling depan dengan hati-hati. Dia harus membekukan Bee dan anak mereka. Banyak rintangan dan ta
"Brengsek!" Bastian memukul wajah Galang dengan membabi buta. Pria itu benar-benar seperti harimau yang tengah menerkam mangsanya. "Bas, hentikan! Cepat bawa istrimu," titah Eric. Bastian langsung terhenti, lelaki itu menoleh ke arah sang istri. "Sayang." Bastian memangku kepala Bee. Samar-samar wanita itu membuka matanya. Bagian perutnya terasa sakit bagai teriris pisau. "H-hu-b-by." Suaranya tak terdengar jelas. Bastian langsung menggendong tubuh wanita itu sembari menangis hebat. Badannya tak hanya bergetar tetapi juga seperti mati rasa dan tak bisa digerakkan. Apalagi keluar darah dari bagian kaki Bee, membuat dia semakin panik. Lelaki itu berjalan keluar dengan langkah lebar seraya setengah berlari. "Sayang, bertahanlah! Aku mohon," ungkapnya dengan air mata berderai. "Bee." Mereka semua berjalan ke arah pesawat. Sementara Kenzo, Bram, Julio dan Herwin ditugaskan untuk menyelesaikan peperangan bersama anak buah yang lainnya. Kepanikan terlihat jelas di wajah mereka. Ap
Bastian keluar dari mobil dan setengah berlari sambil membawa tubuh kecil istrinya. Darah yang keluar dari bagian bahwa Bee membuat air mata tak mampu dibendung, tak bisa dipungkiri. Walaupun banyak yang mengira dan menganggap bahwa dirinya adalah seorang pria sempurna dengan kehidupan yang orang lain inginkan. Namun, dia tetaplah manusia biasa yang tak mampu menghadapi segalanya tanpa sang istri. Eric dan Dominic mengekor dari belakang. Kedua pria paruh baya itu tak kalah panik. Pertama kalinya Dominic melihat wajah putri kecilnya setelah terpisah 19 tahun lamanya. Namun, siapa sangka pertemuan tersebut seperti tak direstui alam. Kenapa dia bertemu Bee dalam keadaan seperti ini? Dia ingin berlari dan memeluk Bee dengan erat sambil mengatakan bahwa dia begitu merindukan sosok anak perempuannya itu. "Dokter, tolong! Tolong istriku!" teriak Bastian yang terdengar menggema di ruangan UGD. Para dokter dan perawat yang ada di sana bergegas mengikuti perintah Bastian. Ada yang menyiapkan
Operasi caesar adalah proses melahirkan bayi yang dilakukan dengan pembedahan bagian perut serta rahim ibu, tepatnya di atas tulang kemaluan. Pilihan melakukan operasi caesar biasanya disebabkan karena kondisi ibu yang berisiko jika melakukan persalinan normal, atau juga keinginan ibu untuk melahirkan di waktu tertentu.Setelah mempersatukan semua pemeriksaan dan alat-alat prosedur operasi. Hari ini wanita bersama Bianca Emmanuela Santoso menjalani operasi caesar untuk mengeluarkan tiga bayi hampir saja tak tertolong nyawanya. Bastian masih setia menemani sang istri berjuang di ruang operasi. Tak ada yang bisa membantah keinginan pria tampan dengan sejuta pesona itu. Dia keukeh untuk masuk karena tak mau melewatkan apalagi meninggalkan sang istri yang berjuang di ruang operasi. "Sayang, kau sudah berjanji tidak akan pernah meninggalkan aku sendirian. Maka aku mohon, ayo berjuang. Aku ingin kau dan anak kita baik-baik saja dan selamat. Supaya kita berlima bisa berkumpul dan mengukir
Beberapa tahun kemudian....Bastian menatap kue ulang tahun yang bertulisan angka 26 di atasnya. Dia mengerutu kesal. Bagaimana tidak? Istrinya baru berusia 26 tahun. Sedangkan dia sudah berusia 42 tahun. Ahhh jauh sekali selisih usia mereka. Ingin rasanya Bastian mempermuda dirinya agar serasi dengan Bee. Bee semakin hari semakin cantik. Pesonanya membuat siapa saja yang melihatnya terkagum-kagum. Sedangkan Bastian semakin hari semakin tua, bagaimana dia tidak mengerutu kesal. Apalagi jika dibandingkan, mereka bagai kakak dan adik saja. Bukan pasangan suami istri."Dad, kenapa lama? Kapan kita beri Mommy surprise?" gerutu putra sulung Bee dan Bastian. "Tunggu sebentar, Son!" Bastian mengambil kaca. Dia menatap wajahnya di cermin."Masih tampan. Tidak berkeriput. Tapi kenapa serasa sangat tua dari istriku," protes Bastian dalam hati. "Son, coba lihat wajah Daddy. Apakah Daddy ini sangat tua?" tanya Bastian pada putranya yang baru berusia enam tahun itu."Daddy memang tua," sahut B
Acara panjang itu cukup menguras waktu dan tenaga. Apalagi dengan tamu undangan yang mencapai ribuan orang. Tentu tamu dari Eric, Bastian, Bram dan Lucas bukanlah orang-orang biasa. Mereka penjabat serta pembisnis yang sudah lama mengenal keempat pengusaha ternama itu. Bastian menggendong tubuh istri kecilnya masuk ke dalam kamar. Sementara ketiga anak kembar mereka masih diurus oleh Dominic dan Milly yang ingin menghabiskan waktu bersama ketiga cucu kembarnya. "Hubby, apa aku berat?" Bee melingkarkan tangannya di leher sang suami. "Hem, tidak. Kau ringan!" sahut Bastian. Bee merebahkan kepalanya di dada bidang Bastian. Rasanya masih seperti mimpi bisa memeluk tubuh kekar suaminya itu. Setelah banyak kejadian yang mereka alami, kini keduanya bisa menikmati kebahagiaan yang telah lama hilang dari pandangan mata. Bastian meletakan tubuh kecil istrinya di atas ranjang. Jika dulu malam pertama mereka berbeda, maka malam ini akan dia membayar segala kesalahan yang ada di masa lalu.
Beberapa bulan kemudian. Keempat wanita cantik tengah menatap pantulan diri mereka di depan cermin. Mereka mengenakan gaun pengantin dengan warna dan model yang sama. Rambut mereka sengaja digerai indah dengan mahkota yang tertanam di atas kepala keempatnya. "Nak," panggil Santa. Santa menatap Bee dan Chaca dengan tatapan kagum. Kedua wanita muda yang masih bertahan mahasiswa ini adalah para menantu kesayangan yang membuat dirinya seperti memiliki anak perempuan. "Iya, Mom." Hari ini, Eric, Bastian, Lucas dan Bram akan melangsungkan pernikahan secara bersamaan. Eric dan Santa memutuskan untuk kembali bersama dan berusaha melupakan kejadian lampau yang pernah memisahkan mereka berdua. Eric dan Santa tak mau egois karena Bastian dan Bram meminta agar rujuk untuk mewujudkan impian keluarga bahagia. Sementara Bastian ingin membuat pesta pernikahan mewah agar semua dunia tahu bahwa Bee adalah istri kecilnya. Dia ingin menebus satu tahun yang lalu ketika menikahi Bee tanpa kehadiran k
Tata terdiam saat mendengar penjelasan dari Lucas. Pantas saja selama ini kakaknya itu selalu tak mau membahas Lucas. "Apa Kakak masih mencintai Kak Tania?" tanya Tata. Tata akan melepaskan Lucas jika memang lelaki ini masih mencintai kakaknya. Dia tak mau menjadi penghalang untuk kebahagiaan sang kakak. Sebab dia tahu jika selama ini Tania berusaha bangkit dari semua perasaan bersalah. "Sayang." Lucas mengenggam tangan Tata. "Perasaanku pada Tania sudah hilang sejak malam panas kita. Kau adalah wanita yang sekarang memiliki sepenuh hatiku. Ini bukan gombalan, tetapi ini perasaan yang aku rasakan," ucapnya tersenyum lebar seraya menyatukan tangan mereka. Tata menatap bola mata Lucas berusaha mencari kebohongan melalui mata lelaki itu, tetapi yang dia temukan adalah ketulusan. "Tapi Kak Tania masih cinta sama Kakak," ucap Tata tersenyum kecut. Lucas terkekeh pelan. Dia tahu jika Tania masih mencintainya. Namun, perasaannya pada wanita itu memang sudah tak ada lagi sejak kita berp
Santa memeluk Bee dengan rasa bahagia penuh. Akhirnya setelah menunggu sekian lama dia bisa lagi melihat senyum manis wajah menantu cantiknya ini. "Mommy takut sekali melihatmu, Nak," ucapnya mengusap bahu wanita itu. "Mom." Bee melepaskan pelukannya pada Santa. "Apa kabarmu?" tanyanya tersenyum lembut. Wanita ini sudah seperti anak kandungnya sendiri. Sementara Milly dan Dominic hanya bisa saling memeluk satu sama lain. Mereka ingin sekali berhambur ke arah Bee lalu mengatakan jika rindu wanita itu. Akan tetapi, Bee masih marah dan tak mau bicara pada mereka, lantaran masa lalu yang sulit dijelaskan. "Mommy baik, Nak," jawab Santa sembari mengecup kening Bee dengan haru. Lalu Bee melirik ke arah kedua orang tua kandungnya. Ada rasa marah dan kecewa di hati wanita cantik itu, tetapi tak bisa dipungkiri bahwa ada rindu juga yang mengemban dalam dadanya. "Daddy, Mommy!" panggil Bee. Kedua orang itu terkejut ketika dipanggil oleh anak yang sudah lama mereka rindukan kehadirannya.
"Ini, Bas!" Lucas memberikan botol kecil pada Bastian. "Apa ini?" tanya Bastian bingung. "Obat penawar racun," jawab Lucas. "Cepat suntikan pada Bee!" suruhnya. Semua keluarga berkumpul di vila mewah Bastian kecuali Kenzo, sejak tadi lelaki itu tak jua muncul. Entah ke mana dia pergi? Dengan siapa dan sedang berbuat apa? Mata Bastian berkaca-kaca dia menatap kedua lelaki yang tenang tersenyum padanya. "Terima kasih, Lucas." Bastian memeluk sahabatnya. Sekian lama hidup dalam kemarahan dan kekecewaan, akhirnya dia bisa mengakhiri rasa marah dan dendam yang menghantam dadanya. "Sama-sama, Bas. Semoga kau dan Bee hidup bahagia selamanya. Jaga dia dengan baik," ucap Lucas melepaskan pelukan Lucas. "Pasti. Itu adalah tugas dan tanggungjawab ku," sahut Bastian. "Kak.""Bram." Bastian dan Bram saling memeluk erat. Kakak beradik yang pernah selisih paham karena sebuah kondisi dan keadaan, kini kembali saling memberi maaf. "Terima kasih, Bram," ucap Bastian. Tanpa malu pria itu menang
"Argh!" Julio tersungkur sambil memegang kakinya yang tertembak. Tata dan Chaca membuka matanya. Keduanya terkejut karena melihat Julik yang tersungkur dengan darah mengalir dari bagian kakinya. "Cepat tangkap dia!" perintah Kenzo. "Baik, Tuan," sahut ketiga anak buah suruhan Kenzo yang mengangkat Julio berdiri. "Hai, Julio!" Kenzo menyunggingkan senyum liciknya. Bukannya takut Julio malah membuang ludahnya yang bercampur darah ke atas lantai. "Sekarang Anda tahu siapa saya, Tuan?" Julio membalas dengan senyuman mengejek. "Tidak hanya tahu, tetapi mengenal siapa kau sebenarnya, Julio. Kau tahu, aku tidak akan membiarkanmu bernapas dengan baik setelah menyakiti adikku," ucap Kenzo. Lucas dan Bram berhambur ke arah Tata dan Chaca. "Sayang." Tata memeluk sang kekasih sambil menangis ketakutan. "Jangan takut, sekarang sudah aman," ucap Lucas menenangkan. "Swetty." Bram mengangkat tubuh kecil Chaca. "Kakak," renggek Chaca. Wajah gadis itu sampai pucat karena ketakutan. Dia piki
Tata dan Chaca saling berpelukkan karena ketakutan melihat tatapan mata Julio yang seolah ingin menelan mereka hidup-hidup. "Ta, aku takut," renggek Chaca menangis hebat. "Ck, kau pikir aku berani?" ketus Tata yang juga sebenarnya takut. Julio berjalan ke arah dua wanita itu sambil membawa belatuk di tangannya. Wajahnya tampak merah penuh amarah, tangan mengepal dengan rahang yang mengeras menandakan bahwa dia benar-benar sedang marah. "Kalian mencari masalah dengan saya, Nona!" tekan Julio mengarahkan belatuk itu ke arah Tata dan Chaca. "Kak Julio, ampun, maaf," mohon Chaca. "Kami hanya menyelamatkan Bee," sahutnya beralasan. Julio menarik sudut bibirnya merasa terkecoh dengan ucapan gadis di depannya ini. "Kalian adalah target selanjutnya. Saya akan membuat kalian seperti nona Bee, atau bahkan lebih dari nona Bee karena sudah berani bermain-main dengan saya!" Pria itu berjalan menghampiri Tata dan Chaca yang sudah ketakutan dengan wajah pucat mereka. "Kak Julio, ka-u tidak i
"Apakah mereka aman?" tanya Bram yang mulai tak tenang. "Kenapa mereka seperti panik?" Lucas menunjuk ke arah manson mewah itu. Dia juga panik dan takut terjadi sesuatu pada kekasih kecilnya. Kenzo memutar bola matanya malas. Kedua sahabatnya itu sudah dikasih tahu, masih saja tidak paham dan tenang. "Mungkin mereka sudah tertangkap!" sahut Kenzo asal. "Apa maksudmu?" tanya Bram dan Lucas bersamaan sambil menatap Kenzo tajam. Kenzo bergidik ngeri, niat hati bercanda kenapa malah membuat bulu berdiri? "Aku bercanda," sahut Kenzo memutar bola matanya malas. "Mereka sedang menjalankan misi." Bram kembali melihat ke arah mansion. Jika saja tadi tidak dicegah oleh Kenzo, sudah pasti pria itu akan keluar dari mobil dan berlari menemui kekasih kecilnya. "Hubungi anak buah agar segera menyusul ke sini!" perintah Kenzo. "Kau memerintahku?" Bram menatap tajam sahabatnya itu. "Bukan. Tapi menyuruh!" ketus Kenzo. "Cepat hubungi!" titahnya lagi. "Iya!" Bram mengotak-atik ponselnya dan m