"Son!" panggil Milly. "Iya, Mom. Kenapa?" tanya Kenzo tersenyum lembut pada sang ibu. "Apakah boleh Mommy bertemu dengan Bee?" pinta Milly penuh harap dengan mata berkaca-kaca. Kenzo menghela napasnya panjang, sejak kemarin sang ibu terus merenggek ingin bertemu dengan wanita bernama Bee itu. Bukan Kenzo tak mau mempertemukan mereka. Hanya saja Bastian tidak akan mengizinkan sang ibu bertemu dengan istrinya. "Mom!" Kenzo menggenggam tangan sang ibu. "Mommy tahu sendiri 'kan bagaimana Bastian? Dia tidak akan mengizinkan Mommy bertemu dengan Bee," ucap Kenzo berusaha memberikan pengertian. Raut wajah Milly langsung berubah. Tatapan matanya sendu seolah minta di kasihani. Dia sangat ingin bertemu dengan wanita bernama Bee itu. Setiap kali melihat wajah polos dan lembut Bee, rasanya ada kehangatan yang menjalar di seluruh tubuhnya. "Tapi, Son–""Mom, kita belum memastikan jika Bee adalah Belva. Jadi, kita tidak bisa bertemu Bee sembarangan. Apalagi Bastian sangat menjaga istrinya, b
Air mata Tata luruh berderai. Sejak kejadian malam itu, wanita tersebut hanya mengurung diri dalam kamar tanpa mau ke mana pun. Rasanya ketakutan masih terus terngiang padanya kepala wanita tersebut. Apalagi mengingat kejadian ini panas yang telah merenggut mahkota yang dia jaga dengan susah payah. "Ta," panggil Chaca masuk ke dalam kamar seraya membawa nampan berisi makanan. Wanita itu sama sekali tak menggubris. Dia malah melamun tanpa terganggu dengan panggilan sahabatnya. Seketika semua dunianya hancur dan runtuh dalam sekejap. Terlahir dari keluarga yang berantakkan dan kini pun kehidupan yang dia jaga dengan baik ikut berantakan juga. "Ta, ayo makan!" ucap Chaca. Tata menggeleng dan menatap sahabatnya dengan tatapan memohon. Jangankan makan bahkan bernapas saja rasanya dia tidak mau. Semua terjadi di luar kendali wanita itu. "Jangan seperti ini. Lupakan semua yang terjadi," ungkap Chaca mengusap bahu sahabatnya. "Kau tidak pernah sendirian. Ada aku yang akan selalu menemani
Bastian mengusap kepala istrinya yang tertidur. Kelamaan mengoceh sendiri akhirnya membuat wanita hamil itu sampai terlelap di dalam dekapan suaminya. "Bagaimana, Julio?" tanya Bastian dengan wajah datar dan dingin. Memangnya Bee saja yang bisa melihat sosok lain dari seorang Bastian. "Saya sudah mengamankan nyonya Ella, Tuan," jawab Julio sambil manggut-manggut di bangku depan seraya menyetir. "Apa alasannya menyakiti istriku?" tanya Bastian tak habis pikir. Rahang lelaki itu seketika mengeras saat mengingat jika sang istri ditampar dengan keras oleh mertuanya sendiri. "Nona Alena mengatakan jika nona muda merebut Anda, Tuan. Sehingga hal itu membuat nyonya Ella murka," jelas Julio. "Sudah kuduga, pasti ada sangkut pautnya dengan wanita iblis itu." Tangan Bastian mengepal kian erat. Andai saja ada Alena di sini sudah pasti dia akan menghabisi mantan kekasihnya itu. Bastian menatap wajah Bee yang tertidur dengan lelap. Seketika emosi pria itu mereda. Bee memang satu-satunya oran
"Lepaskan aku!" sentak Ella memberontak sambil berusaha membuka ikatan tali di tangannya. Para pria berbaju hitam tersebut malah mentertawakan Ella yang tampak ketakutan apalagi wajahnya pucat fasih seperti tak berdarah. "Diam, Nyonya! Atau kami akan semakin berbuat kasar pada Anda," ancam salah satunya menatap wanita itu dengan senyuman liciknya. "Siapa kalian sebenarnya?!" teriak Ella dengan wajah merah padam. "Anda tidak perlu tahu siapa kami, Nyonya. Anda sudah menyakiti nona muda kami, makan bersiaplah akan menerima hukuman dari tuan kami," jawab salah satunya. Ella tak mengerti dengan ucapan para pria itu. Siapa nona muda mereka? Siapa tuan muda mereka? Kenapa dia harus ditahan dan ditangkap serta dikurung di tempat menjijikan seperti ini. Ruangan itu sangat luas dengan lampu-lampu temaram yang tak terlihat jelas. Pentilasi kecil di ujungnya dan hanya terlihat saat matahari terbit. Lantainya dari tanah asli. Tampaknya dia dikurung dalam bangunan tua yang sudah lama tak dihu
Kenzo masih terdiam dan tak percaya ketika mendapatkan informasi dari anak buahnya. "Jadi, Bee benar-benar adikku?" tanyanya setengah tak percaya. Kenzo merebahkan punggungnya di jok mobil. Beberapa kali dia mengusap wajahnya dengan kasar. Ada rasa yang sulit dia jelaskan. Begitu sempit dunia ini, bahkan dia pernah berniat untuk menculik Bee agar Bastian hancur. Namun, kebenaran telah membuatnya menyesal karena hal tersebut. "Belva," gumamnya terdengar lirih. "Lalu apa yang harus kita lakukan, Tuan?" tanya Leo. Kenzo mengusap sudut matanya. Tanpa terasa pria itu menangis terharu, sekian lama menanti dan menunggu akhirnya dia menemukan adik yang menghilang beberapa belas tahun yang lalu. "Kita ke kantor Bastian. Aku ingin bertemu dengannya!" perintah Kenzo. "Baik, Tuan," sahut Leo menambah kecepatan mobilnya. Kenzo tak mampu menahan lelehan tanpa warna itu. Tak bisa dia bayangkan bagaimana reaksi sang ibu saat tahu jika wanita yang dia temui di mall kemarin adalah anak kandungn
"Kak Tania!" Tata menatap kakaknya itu tajam. Tania berhambur ke arah Tata. Dia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada adiknya tersebut. "Ta, apa yang terjadi?" cecar Tania mengusap kepala adiknya. "Lepaskan, Kak!" hardik Tata menepis tangan sang kakak. "Ta." Lidah Tania terasa kelu ketika melihat penolakan sang adik. "Ini semua karena Kakak, jika saja malam itu aku tidak datang menemui Kakak. Aku pasti tidak akan mengalami semua ini!" sentak Tata menatap kakaknya penuh kebencian. Wanita itu meringguk di atas sofa. Jiwanya terguncang karena kejadian yang tak pernah dia pikirkan akan terjadi padanya itu. Air mata Tania luruh. Dia mengetahui semuanya saat Chaca menghubungi wanita itu dan mengatakan semua yang terjadi. "Maafkan kakak, Ta," mohon Tania yang ikut hancur melihat kondisi adiknya saat ini. "Maaf untuk apa, Kak? Apa kata maaf bisa mengembalikan aku seperti dulu?" cecar Tata. "Kakak–""Pergi, Kak! Aku tidak mau melihat Kakak lagi. Aku tidak mau Kakak ada di sini,"
"Sayang!" "Bby."Lelaki itu langsung memeluk istri kecilnya dengan erat. "Ada apa, Bby?" tanya Bee yang heran ketika lelaki itu memeluknya. "Biarkan sebentar saja, Sayang. Aku ingin memelukmu," ucap Bastian terdengar lirih. "Jangan erat-erat, Bby. Aku susah bernapas," celetuk Bee. Sontak Bastian melepaskan pelukannya. "Di mana yang sakit, Sayang?" tanya pria itu panik. Bee malah tersenyum simpul. Dia memperbaiki dasi suaminya yang setengah bergeser. Tampak dari wajahnya lelaki ini sangat lelah. "Bby, aku baru sadar jika wajahmu tampan." Bee terkekeh pelan. "Ke mana saja kau selama ini? Kenapa baru sadar?" Bastian memutar bola matanya malas. Rasa takutnya tadi seketika menghilang saat melihat wajah sang istri. "Lupa ingatan, Bby," jawab Bee tertawa lebar. "Kau ini ..." Bastian menarik pipi istrinya dengan gemas. "Hubby, sakit!" rintih Bee mengusap pipinya. "Hehe! Maaf, Sayang, habisnya kau ini membuat aku gemas saja. Aku rasanya ingin memakanmu." Bastian mengusap pipi sang
"Tuan!" panggil Chaca. Bram langsung berdiri menyambut kedatangan Chaca. Dia menatap dalam gadis kecil yang ada di depannya ini. Beberapa hari Chaca tidak masuk bekerja, dia merasa ada yang hilang dari rasa di dalam dadanya. "Ini sarapan pagi Anda," ucap Chaca meletakan rantang nasi di atas meja kerja Bram. Sesuai dengan jabatannya sebagai seorang asisten pribadi. Maka, Chaca mengurus semua keperluan Bram termasuk makanan dari pria tersebut. "Tuan!" panggil Chaca sekali lagi sambil melambaikan tangannya ke arah Bram. Lelaki itu baru tersadar dan menggelengkan kepalanya. Dia berusaha mengenyahkan perasaan rindunya pada Chaca. Bisa-bisanya dia merindukan gadis menyebalkan yang hobinya menabrak orang tersebut. "Hem!" Bram berdehem sembari melonggarkan dasinya agar tak terlihat gugup di depan Chaca. Bisa besar kepala nanti gadis itu. "Apa Anda merindukan saya, Tuan?" goda Chaca seraya mengedipkan matanya jahil. "Dih, terlalu percaya diri!" kilah Bram. "Siapa juga yang merindukan g
Beberapa tahun kemudian....Bastian menatap kue ulang tahun yang bertulisan angka 26 di atasnya. Dia mengerutu kesal. Bagaimana tidak? Istrinya baru berusia 26 tahun. Sedangkan dia sudah berusia 42 tahun. Ahhh jauh sekali selisih usia mereka. Ingin rasanya Bastian mempermuda dirinya agar serasi dengan Bee. Bee semakin hari semakin cantik. Pesonanya membuat siapa saja yang melihatnya terkagum-kagum. Sedangkan Bastian semakin hari semakin tua, bagaimana dia tidak mengerutu kesal. Apalagi jika dibandingkan, mereka bagai kakak dan adik saja. Bukan pasangan suami istri."Dad, kenapa lama? Kapan kita beri Mommy surprise?" gerutu putra sulung Bee dan Bastian. "Tunggu sebentar, Son!" Bastian mengambil kaca. Dia menatap wajahnya di cermin."Masih tampan. Tidak berkeriput. Tapi kenapa serasa sangat tua dari istriku," protes Bastian dalam hati. "Son, coba lihat wajah Daddy. Apakah Daddy ini sangat tua?" tanya Bastian pada putranya yang baru berusia enam tahun itu."Daddy memang tua," sahut B
Acara panjang itu cukup menguras waktu dan tenaga. Apalagi dengan tamu undangan yang mencapai ribuan orang. Tentu tamu dari Eric, Bastian, Bram dan Lucas bukanlah orang-orang biasa. Mereka penjabat serta pembisnis yang sudah lama mengenal keempat pengusaha ternama itu. Bastian menggendong tubuh istri kecilnya masuk ke dalam kamar. Sementara ketiga anak kembar mereka masih diurus oleh Dominic dan Milly yang ingin menghabiskan waktu bersama ketiga cucu kembarnya. "Hubby, apa aku berat?" Bee melingkarkan tangannya di leher sang suami. "Hem, tidak. Kau ringan!" sahut Bastian. Bee merebahkan kepalanya di dada bidang Bastian. Rasanya masih seperti mimpi bisa memeluk tubuh kekar suaminya itu. Setelah banyak kejadian yang mereka alami, kini keduanya bisa menikmati kebahagiaan yang telah lama hilang dari pandangan mata. Bastian meletakan tubuh kecil istrinya di atas ranjang. Jika dulu malam pertama mereka berbeda, maka malam ini akan dia membayar segala kesalahan yang ada di masa lalu.
Beberapa bulan kemudian. Keempat wanita cantik tengah menatap pantulan diri mereka di depan cermin. Mereka mengenakan gaun pengantin dengan warna dan model yang sama. Rambut mereka sengaja digerai indah dengan mahkota yang tertanam di atas kepala keempatnya. "Nak," panggil Santa. Santa menatap Bee dan Chaca dengan tatapan kagum. Kedua wanita muda yang masih bertahan mahasiswa ini adalah para menantu kesayangan yang membuat dirinya seperti memiliki anak perempuan. "Iya, Mom." Hari ini, Eric, Bastian, Lucas dan Bram akan melangsungkan pernikahan secara bersamaan. Eric dan Santa memutuskan untuk kembali bersama dan berusaha melupakan kejadian lampau yang pernah memisahkan mereka berdua. Eric dan Santa tak mau egois karena Bastian dan Bram meminta agar rujuk untuk mewujudkan impian keluarga bahagia. Sementara Bastian ingin membuat pesta pernikahan mewah agar semua dunia tahu bahwa Bee adalah istri kecilnya. Dia ingin menebus satu tahun yang lalu ketika menikahi Bee tanpa kehadiran k
Tata terdiam saat mendengar penjelasan dari Lucas. Pantas saja selama ini kakaknya itu selalu tak mau membahas Lucas. "Apa Kakak masih mencintai Kak Tania?" tanya Tata. Tata akan melepaskan Lucas jika memang lelaki ini masih mencintai kakaknya. Dia tak mau menjadi penghalang untuk kebahagiaan sang kakak. Sebab dia tahu jika selama ini Tania berusaha bangkit dari semua perasaan bersalah. "Sayang." Lucas mengenggam tangan Tata. "Perasaanku pada Tania sudah hilang sejak malam panas kita. Kau adalah wanita yang sekarang memiliki sepenuh hatiku. Ini bukan gombalan, tetapi ini perasaan yang aku rasakan," ucapnya tersenyum lebar seraya menyatukan tangan mereka. Tata menatap bola mata Lucas berusaha mencari kebohongan melalui mata lelaki itu, tetapi yang dia temukan adalah ketulusan. "Tapi Kak Tania masih cinta sama Kakak," ucap Tata tersenyum kecut. Lucas terkekeh pelan. Dia tahu jika Tania masih mencintainya. Namun, perasaannya pada wanita itu memang sudah tak ada lagi sejak kita berp
Santa memeluk Bee dengan rasa bahagia penuh. Akhirnya setelah menunggu sekian lama dia bisa lagi melihat senyum manis wajah menantu cantiknya ini. "Mommy takut sekali melihatmu, Nak," ucapnya mengusap bahu wanita itu. "Mom." Bee melepaskan pelukannya pada Santa. "Apa kabarmu?" tanyanya tersenyum lembut. Wanita ini sudah seperti anak kandungnya sendiri. Sementara Milly dan Dominic hanya bisa saling memeluk satu sama lain. Mereka ingin sekali berhambur ke arah Bee lalu mengatakan jika rindu wanita itu. Akan tetapi, Bee masih marah dan tak mau bicara pada mereka, lantaran masa lalu yang sulit dijelaskan. "Mommy baik, Nak," jawab Santa sembari mengecup kening Bee dengan haru. Lalu Bee melirik ke arah kedua orang tua kandungnya. Ada rasa marah dan kecewa di hati wanita cantik itu, tetapi tak bisa dipungkiri bahwa ada rindu juga yang mengemban dalam dadanya. "Daddy, Mommy!" panggil Bee. Kedua orang itu terkejut ketika dipanggil oleh anak yang sudah lama mereka rindukan kehadirannya.
"Ini, Bas!" Lucas memberikan botol kecil pada Bastian. "Apa ini?" tanya Bastian bingung. "Obat penawar racun," jawab Lucas. "Cepat suntikan pada Bee!" suruhnya. Semua keluarga berkumpul di vila mewah Bastian kecuali Kenzo, sejak tadi lelaki itu tak jua muncul. Entah ke mana dia pergi? Dengan siapa dan sedang berbuat apa? Mata Bastian berkaca-kaca dia menatap kedua lelaki yang tenang tersenyum padanya. "Terima kasih, Lucas." Bastian memeluk sahabatnya. Sekian lama hidup dalam kemarahan dan kekecewaan, akhirnya dia bisa mengakhiri rasa marah dan dendam yang menghantam dadanya. "Sama-sama, Bas. Semoga kau dan Bee hidup bahagia selamanya. Jaga dia dengan baik," ucap Lucas melepaskan pelukan Lucas. "Pasti. Itu adalah tugas dan tanggungjawab ku," sahut Bastian. "Kak.""Bram." Bastian dan Bram saling memeluk erat. Kakak beradik yang pernah selisih paham karena sebuah kondisi dan keadaan, kini kembali saling memberi maaf. "Terima kasih, Bram," ucap Bastian. Tanpa malu pria itu menang
"Argh!" Julio tersungkur sambil memegang kakinya yang tertembak. Tata dan Chaca membuka matanya. Keduanya terkejut karena melihat Julik yang tersungkur dengan darah mengalir dari bagian kakinya. "Cepat tangkap dia!" perintah Kenzo. "Baik, Tuan," sahut ketiga anak buah suruhan Kenzo yang mengangkat Julio berdiri. "Hai, Julio!" Kenzo menyunggingkan senyum liciknya. Bukannya takut Julio malah membuang ludahnya yang bercampur darah ke atas lantai. "Sekarang Anda tahu siapa saya, Tuan?" Julio membalas dengan senyuman mengejek. "Tidak hanya tahu, tetapi mengenal siapa kau sebenarnya, Julio. Kau tahu, aku tidak akan membiarkanmu bernapas dengan baik setelah menyakiti adikku," ucap Kenzo. Lucas dan Bram berhambur ke arah Tata dan Chaca. "Sayang." Tata memeluk sang kekasih sambil menangis ketakutan. "Jangan takut, sekarang sudah aman," ucap Lucas menenangkan. "Swetty." Bram mengangkat tubuh kecil Chaca. "Kakak," renggek Chaca. Wajah gadis itu sampai pucat karena ketakutan. Dia piki
Tata dan Chaca saling berpelukkan karena ketakutan melihat tatapan mata Julio yang seolah ingin menelan mereka hidup-hidup. "Ta, aku takut," renggek Chaca menangis hebat. "Ck, kau pikir aku berani?" ketus Tata yang juga sebenarnya takut. Julio berjalan ke arah dua wanita itu sambil membawa belatuk di tangannya. Wajahnya tampak merah penuh amarah, tangan mengepal dengan rahang yang mengeras menandakan bahwa dia benar-benar sedang marah. "Kalian mencari masalah dengan saya, Nona!" tekan Julio mengarahkan belatuk itu ke arah Tata dan Chaca. "Kak Julio, ampun, maaf," mohon Chaca. "Kami hanya menyelamatkan Bee," sahutnya beralasan. Julio menarik sudut bibirnya merasa terkecoh dengan ucapan gadis di depannya ini. "Kalian adalah target selanjutnya. Saya akan membuat kalian seperti nona Bee, atau bahkan lebih dari nona Bee karena sudah berani bermain-main dengan saya!" Pria itu berjalan menghampiri Tata dan Chaca yang sudah ketakutan dengan wajah pucat mereka. "Kak Julio, ka-u tidak i
"Apakah mereka aman?" tanya Bram yang mulai tak tenang. "Kenapa mereka seperti panik?" Lucas menunjuk ke arah manson mewah itu. Dia juga panik dan takut terjadi sesuatu pada kekasih kecilnya. Kenzo memutar bola matanya malas. Kedua sahabatnya itu sudah dikasih tahu, masih saja tidak paham dan tenang. "Mungkin mereka sudah tertangkap!" sahut Kenzo asal. "Apa maksudmu?" tanya Bram dan Lucas bersamaan sambil menatap Kenzo tajam. Kenzo bergidik ngeri, niat hati bercanda kenapa malah membuat bulu berdiri? "Aku bercanda," sahut Kenzo memutar bola matanya malas. "Mereka sedang menjalankan misi." Bram kembali melihat ke arah mansion. Jika saja tadi tidak dicegah oleh Kenzo, sudah pasti pria itu akan keluar dari mobil dan berlari menemui kekasih kecilnya. "Hubungi anak buah agar segera menyusul ke sini!" perintah Kenzo. "Kau memerintahku?" Bram menatap tajam sahabatnya itu. "Bukan. Tapi menyuruh!" ketus Kenzo. "Cepat hubungi!" titahnya lagi. "Iya!" Bram mengotak-atik ponselnya dan m