"Ayo, Sayang. Makan yang banyak!" Alena menyuapi hendak menyuapi Bastian. "Alena, jangan begini. Aku bisa makan sendiri!" tolak Bastian menepis tangan Alena. Alena merenggut kesal. Wanita itu melipat kedua tangannya di dada dan merajuk. Dia menatap Bastian jenggah. Lelaki itu benar-benar berubah, dulu saja mantan tunangannya itu memperlakukan dia seperti ratu. Kenapa sekarang malah seperti babu? "Bas_""Makanlah, Alena. Pekerjaanku masih banyak," sergah Bastian. Kenapa tidak seperti dulu? Ada sesuatu yang hilang setelah sekian lama berlalu, apakah perasaannya mulai berubah pada wanita tersebut? "Ayolah, Bas. Aku ingin menyuapimu," ujar Alena dengan tatapan manjanya. Bastian tak menanggapi. Tatapan matanya tertuju pada sang istri yang berdiri tenang di samping Bik Liam. Lelaki itu mengepalkan tangannya kuat, tidak. Dia tidak akan melepaskan Bee sampai kapanpun walau wanita itu merenggek ingin minta di lepaskan. "Pelayan, ambilkan minum!" pinta Alena menggulurkan gelasnya di depan
Bee memutar bola matanya malas mendengar ucapan Bastian. "Kau yakin, Tuan? Lalu bagaimana dengan kekasihmu?" tanya Bee ketus. Entahlah, dia tidak suka menyebut nama kakaknya itu. "Kenapa? Kau cemburu?" goda Bastian menatap wajah Bee jahil. Bee langsung gugup. Jangan sampai ketahuan bahwa dia sedang cemburu saat membicarakan tentang kakaknya tersebut. "Si-siapa yang c-em-buru?" kilah Bee memalingkan wajahnya kesembarangan arah. Bastian terkekeh pelan. Kenapa dia suka sekali melihat wajah Bee yang cemburu seperti itu? Sejenak keduanya terdiam. Bastian menatap bulu mata lentik sang istri. Jantungnya berdebar dan berdegup kencang, entah apa yang dia rasakan? Kenapa rasanya sebahagia ini bisa berada di dekat Bee. Sementara wanita itu tak mau berharap banyak, walau Bastian meminta agar membatalkan surat perjanjian mereka. Namun, dia tahu jika pria tersebut belum menerima dirinya sebagai seorang istri. "Aku baru sadar, Tuan. Selama ini kau tidak mencintaiku. Biarkan aku pergi. Kembali
"Ck, kau makan seperti rebutan saja," sindir Bastian. Lelaki itu bergidik ngeri melihat cara makan istrinya yang seperti orang yang sesat. Apalagi dengan bibir belepotan seperti itu. "Aku lapar sekali, Tuan. Aku tidak sempat makan karena kebanyakan makan hati," celetuk Bee. Bastian langsung terdiam dan menatap istrinya dengan perasaan bersalah. Apa dia memang egois karena sudah membawa Alena ke dalam rumah tangga mereka. "Maaf," ucap Bastian pelan. "Kenapa harus minta maaf, Tuan Suami? Kau tidak salah!" Bee melemparkan sebyum miris. Wanita itu kembali melanjutkan makannya. Sejak hamil dia memang sedikit rakus dan ingin makan hal yang aneh-aneh. "Tuan, bolehkah aku minta mangga muda?" pinta Bee seraya menampilkan wajah menggemaskannya. "Tidak," tolak Bastian tegas. "Ck, kenapa tidak? Aku sangat ingin makan buah itu, Tuan!" renggek Bee menarik jas suaminya dengan manja. Bastian memejamkan matanya lalu mengembuskan napasnya sabar. Dia harus sabar, kata Julio tidak boleh emosi k
Alena turun dari mobil. Senyum wanita itu mengembang ketika sampai di depan sebuah rumah mewah. Dia tahu bahwa lelaki itu akan selalu memperlakukannya dengan baik. "Silakan masuk, Nona!" Alena mengangguk. Lalu berjalan masuk ke dalam sana. Beberapa kali wanita itu berdecak kagum menatap interior rumah tersebut. Mewah, elegan dan megah. Semua fasilitas ada. Dia merasa seperti sedang berada di luar negeri. "Ini rumah Anda, Nona," ucap pria tersebut. "Di mana Bastian?" tanya Alena tampak bahagia. "Maaf, Nona. Tuan hanya meminta kami agar mengantar Anda ke sini. Nanti Tuan akan menemui Anda," jelas pria tersebut. Alena mengangguk. Dia sudah bahagia karena mendapatkan rumah sebesar ini. Baginya, ini lebih dari apapun. "Kalau begitu saya permisi, Nona," pamit pria tersebut. Wanita itu tak menanggapi. Dia merebahkan tubuhnya di atas sofa sambil tersenyum seperti orang gila. Bayangan Bastian terngiang di kepalanya. "Untung saja Bastian masih mau memberikan aku kesempatan. Kalau tidak
"Santa, aku mohon maafkan aku. Jangan tinggalkan aku!" mohon Eric berlutut di depan kaki istrinya. "Aku tidak mau bercerai darimu. Izinkan aku memperbaiki semua kesalahanku," ucapnya tanpa peduli lagi dengan rasa gengsi. Dia hanya berharap bisa mendapatkan maaf dari istri yang begitu dia cintai ini. "Untuk apa, Eric? Apa luka yang kau turihkan bisa terobati ketika aku memberimu maaf?" Santa menatap suaminya sinis. Wanita berkelas itu berdiri dari duduknya. Keputusannya untuk berpisah dari sang suami sudah bulat. Dia tidak bisa bertahan dengan lelaki yang tak bisa memegang komite kesetiaan. Apalagi suaminya sudah memiliki anak dari wanita lain, siapa yang akan terima? Dia jelas tidak suka hal tersebut. Dia tidak ikhlas, apalagi mengingat wajah pelakor yang sudah menghancurkan hidup suami dan anaknya. "Sampai bertemu di pengadilan. Aku harap kau hadir." Dia meletakkan amplop berwarna putih di atas meja. Eric luruh di atas lantai. Apakah benar-benar sudah tak ada lagi kesempatan untu
Santa menatap vila mewah Bastian. Dia jarang sekali datang ke sini, lantaran hubungannya dengan Bastian yang memang tidak baik-baik saja. Apalagi anak lelakinya itu sejak dulu memang sudah mandiri. "Selamat datang, Nyonya," sapa para pelayan membungkuk hormat dan menyambut kedatangan ibu dari tuan muda mereka. "Apa ada menantuku?" tanya Santa. "Nona muda ada di dalam, Nyonya," sahut salah satunya.Santa sangat ingin bertemu dengan Bee. Awalnya dia terkejut ketika mengetahui bahwa putranya telah menikah. Maka dari itu dia cukup penasaran, wanita hebat seperti apa yang mampu meluluhkan gunung es tersebut. "Silakan masuk, Nyonya!" Santa berjalan masuk. Suasana vila tampak nyaman. Apalagi di suguhkan dengan bunga-bunga yang berjejeran di sekitar vila. Anak sulungnya itu memang kaya raya dan memiliki segalanya. Terlihat dari kualitas bangunan mewah itu. Santa melihat seorang wanita yang duduk di sofa ruang tamu sambil menatap kearah televisi yang berukuran besar tersebut. Dia sedang
Bram masuk ke dalam mobil dengan menggerutu kesal. Sudah kesal makin kesal karena bertemu dengan gadis menyebalkan tadi. "Jalan, Win!" perintahnya. "Baik, Tuan." Bram tampak komat-kamit seperti dukun baca mantra. Awas saja kalau dia bertemu dengan gadis itu lagi, dia akan membuat perhitungan karena sudah berani bermain-main dengannya. "Bagaimana hubungan Kak Bastian dan Alena?" tanya Bram. "Apa ada ciri-ciri Kak Bastian menceraikan Bee?" sambung Bram penuh harap. Semoga saja Bastian memilih Alena dan Bram memiliki kesempatan untuk merebut hati Bee agar jadi miliknya. Herwin menggeleng, "Menurut penerawangan saya. Sepertinya Tuan Bastian tidak akan menceraikan Bee. Apalagi nona muda sedang hamil," jelas Herwin."Apa? Bee hamil?" ulang Bram sekali lagi."Iya, Tuan. Usia kandungan nona memasuki bulan kedua."Suara Herwin terdengar remang-remang. Seluruh tubuh Bram seketika melemah. Aliran darah dalam tubuhnya seakan berhenti mengalir. Hancur, lebur. Semua harapan yang dia tanamkan p
"Lepaskan!" sentak Galang. "Menurut lah, Tuan. Sebelum kami berbuat kasar!" sentak salah satu pria berbaju hitam itu. "Sebenarnya kami mau di bawa ke mana, Tuan?" tanya Tata ikut memberontak. Ketiga mahasiswa itu tertangkap basah ketika sedang mengawasi vila mewah Bastian. Mereka seperti luka bahwa vila mewah itu tentu memiliki sistem keamanan yang tidak bisa di masuki oleh sembarangan orang. Bahkan memasuki area hutan menuju vila saja penuh lika-liku dan teka-teki yang harus di pecahkan. Bastian tentu tidak lengah. Apalagi begitu musuh yang berusaha menjatuhkan dirinya. Pernikahannya dengan Bee juga sudah tersebar di mana-mana. Dia tidak mau ambil resiko ketika para musuh menjadikan istrinya itu sebagian sasaran dan alat balas dendam. "Jangan pegang-pegang, Paman!" ketus Chaca. "Diam, Nona!" Mereka bertiga di bawa ke dalam ruang bawah tanah yang ada di vila tersebut. Ruangan yang memiliki banyak rahasia dan sering dijadikan tempat untuk Bastian melakukan segala kejahatan jika
Beberapa tahun kemudian....Bastian menatap kue ulang tahun yang bertulisan angka 26 di atasnya. Dia mengerutu kesal. Bagaimana tidak? Istrinya baru berusia 26 tahun. Sedangkan dia sudah berusia 42 tahun. Ahhh jauh sekali selisih usia mereka. Ingin rasanya Bastian mempermuda dirinya agar serasi dengan Bee. Bee semakin hari semakin cantik. Pesonanya membuat siapa saja yang melihatnya terkagum-kagum. Sedangkan Bastian semakin hari semakin tua, bagaimana dia tidak mengerutu kesal. Apalagi jika dibandingkan, mereka bagai kakak dan adik saja. Bukan pasangan suami istri."Dad, kenapa lama? Kapan kita beri Mommy surprise?" gerutu putra sulung Bee dan Bastian. "Tunggu sebentar, Son!" Bastian mengambil kaca. Dia menatap wajahnya di cermin."Masih tampan. Tidak berkeriput. Tapi kenapa serasa sangat tua dari istriku," protes Bastian dalam hati. "Son, coba lihat wajah Daddy. Apakah Daddy ini sangat tua?" tanya Bastian pada putranya yang baru berusia enam tahun itu."Daddy memang tua," sahut B
Acara panjang itu cukup menguras waktu dan tenaga. Apalagi dengan tamu undangan yang mencapai ribuan orang. Tentu tamu dari Eric, Bastian, Bram dan Lucas bukanlah orang-orang biasa. Mereka penjabat serta pembisnis yang sudah lama mengenal keempat pengusaha ternama itu. Bastian menggendong tubuh istri kecilnya masuk ke dalam kamar. Sementara ketiga anak kembar mereka masih diurus oleh Dominic dan Milly yang ingin menghabiskan waktu bersama ketiga cucu kembarnya. "Hubby, apa aku berat?" Bee melingkarkan tangannya di leher sang suami. "Hem, tidak. Kau ringan!" sahut Bastian. Bee merebahkan kepalanya di dada bidang Bastian. Rasanya masih seperti mimpi bisa memeluk tubuh kekar suaminya itu. Setelah banyak kejadian yang mereka alami, kini keduanya bisa menikmati kebahagiaan yang telah lama hilang dari pandangan mata. Bastian meletakan tubuh kecil istrinya di atas ranjang. Jika dulu malam pertama mereka berbeda, maka malam ini akan dia membayar segala kesalahan yang ada di masa lalu.
Beberapa bulan kemudian. Keempat wanita cantik tengah menatap pantulan diri mereka di depan cermin. Mereka mengenakan gaun pengantin dengan warna dan model yang sama. Rambut mereka sengaja digerai indah dengan mahkota yang tertanam di atas kepala keempatnya. "Nak," panggil Santa. Santa menatap Bee dan Chaca dengan tatapan kagum. Kedua wanita muda yang masih bertahan mahasiswa ini adalah para menantu kesayangan yang membuat dirinya seperti memiliki anak perempuan. "Iya, Mom." Hari ini, Eric, Bastian, Lucas dan Bram akan melangsungkan pernikahan secara bersamaan. Eric dan Santa memutuskan untuk kembali bersama dan berusaha melupakan kejadian lampau yang pernah memisahkan mereka berdua. Eric dan Santa tak mau egois karena Bastian dan Bram meminta agar rujuk untuk mewujudkan impian keluarga bahagia. Sementara Bastian ingin membuat pesta pernikahan mewah agar semua dunia tahu bahwa Bee adalah istri kecilnya. Dia ingin menebus satu tahun yang lalu ketika menikahi Bee tanpa kehadiran k
Tata terdiam saat mendengar penjelasan dari Lucas. Pantas saja selama ini kakaknya itu selalu tak mau membahas Lucas. "Apa Kakak masih mencintai Kak Tania?" tanya Tata. Tata akan melepaskan Lucas jika memang lelaki ini masih mencintai kakaknya. Dia tak mau menjadi penghalang untuk kebahagiaan sang kakak. Sebab dia tahu jika selama ini Tania berusaha bangkit dari semua perasaan bersalah. "Sayang." Lucas mengenggam tangan Tata. "Perasaanku pada Tania sudah hilang sejak malam panas kita. Kau adalah wanita yang sekarang memiliki sepenuh hatiku. Ini bukan gombalan, tetapi ini perasaan yang aku rasakan," ucapnya tersenyum lebar seraya menyatukan tangan mereka. Tata menatap bola mata Lucas berusaha mencari kebohongan melalui mata lelaki itu, tetapi yang dia temukan adalah ketulusan. "Tapi Kak Tania masih cinta sama Kakak," ucap Tata tersenyum kecut. Lucas terkekeh pelan. Dia tahu jika Tania masih mencintainya. Namun, perasaannya pada wanita itu memang sudah tak ada lagi sejak kita berp
Santa memeluk Bee dengan rasa bahagia penuh. Akhirnya setelah menunggu sekian lama dia bisa lagi melihat senyum manis wajah menantu cantiknya ini. "Mommy takut sekali melihatmu, Nak," ucapnya mengusap bahu wanita itu. "Mom." Bee melepaskan pelukannya pada Santa. "Apa kabarmu?" tanyanya tersenyum lembut. Wanita ini sudah seperti anak kandungnya sendiri. Sementara Milly dan Dominic hanya bisa saling memeluk satu sama lain. Mereka ingin sekali berhambur ke arah Bee lalu mengatakan jika rindu wanita itu. Akan tetapi, Bee masih marah dan tak mau bicara pada mereka, lantaran masa lalu yang sulit dijelaskan. "Mommy baik, Nak," jawab Santa sembari mengecup kening Bee dengan haru. Lalu Bee melirik ke arah kedua orang tua kandungnya. Ada rasa marah dan kecewa di hati wanita cantik itu, tetapi tak bisa dipungkiri bahwa ada rindu juga yang mengemban dalam dadanya. "Daddy, Mommy!" panggil Bee. Kedua orang itu terkejut ketika dipanggil oleh anak yang sudah lama mereka rindukan kehadirannya.
"Ini, Bas!" Lucas memberikan botol kecil pada Bastian. "Apa ini?" tanya Bastian bingung. "Obat penawar racun," jawab Lucas. "Cepat suntikan pada Bee!" suruhnya. Semua keluarga berkumpul di vila mewah Bastian kecuali Kenzo, sejak tadi lelaki itu tak jua muncul. Entah ke mana dia pergi? Dengan siapa dan sedang berbuat apa? Mata Bastian berkaca-kaca dia menatap kedua lelaki yang tenang tersenyum padanya. "Terima kasih, Lucas." Bastian memeluk sahabatnya. Sekian lama hidup dalam kemarahan dan kekecewaan, akhirnya dia bisa mengakhiri rasa marah dan dendam yang menghantam dadanya. "Sama-sama, Bas. Semoga kau dan Bee hidup bahagia selamanya. Jaga dia dengan baik," ucap Lucas melepaskan pelukan Lucas. "Pasti. Itu adalah tugas dan tanggungjawab ku," sahut Bastian. "Kak.""Bram." Bastian dan Bram saling memeluk erat. Kakak beradik yang pernah selisih paham karena sebuah kondisi dan keadaan, kini kembali saling memberi maaf. "Terima kasih, Bram," ucap Bastian. Tanpa malu pria itu menang
"Argh!" Julio tersungkur sambil memegang kakinya yang tertembak. Tata dan Chaca membuka matanya. Keduanya terkejut karena melihat Julik yang tersungkur dengan darah mengalir dari bagian kakinya. "Cepat tangkap dia!" perintah Kenzo. "Baik, Tuan," sahut ketiga anak buah suruhan Kenzo yang mengangkat Julio berdiri. "Hai, Julio!" Kenzo menyunggingkan senyum liciknya. Bukannya takut Julio malah membuang ludahnya yang bercampur darah ke atas lantai. "Sekarang Anda tahu siapa saya, Tuan?" Julio membalas dengan senyuman mengejek. "Tidak hanya tahu, tetapi mengenal siapa kau sebenarnya, Julio. Kau tahu, aku tidak akan membiarkanmu bernapas dengan baik setelah menyakiti adikku," ucap Kenzo. Lucas dan Bram berhambur ke arah Tata dan Chaca. "Sayang." Tata memeluk sang kekasih sambil menangis ketakutan. "Jangan takut, sekarang sudah aman," ucap Lucas menenangkan. "Swetty." Bram mengangkat tubuh kecil Chaca. "Kakak," renggek Chaca. Wajah gadis itu sampai pucat karena ketakutan. Dia piki
Tata dan Chaca saling berpelukkan karena ketakutan melihat tatapan mata Julio yang seolah ingin menelan mereka hidup-hidup. "Ta, aku takut," renggek Chaca menangis hebat. "Ck, kau pikir aku berani?" ketus Tata yang juga sebenarnya takut. Julio berjalan ke arah dua wanita itu sambil membawa belatuk di tangannya. Wajahnya tampak merah penuh amarah, tangan mengepal dengan rahang yang mengeras menandakan bahwa dia benar-benar sedang marah. "Kalian mencari masalah dengan saya, Nona!" tekan Julio mengarahkan belatuk itu ke arah Tata dan Chaca. "Kak Julio, ampun, maaf," mohon Chaca. "Kami hanya menyelamatkan Bee," sahutnya beralasan. Julio menarik sudut bibirnya merasa terkecoh dengan ucapan gadis di depannya ini. "Kalian adalah target selanjutnya. Saya akan membuat kalian seperti nona Bee, atau bahkan lebih dari nona Bee karena sudah berani bermain-main dengan saya!" Pria itu berjalan menghampiri Tata dan Chaca yang sudah ketakutan dengan wajah pucat mereka. "Kak Julio, ka-u tidak i
"Apakah mereka aman?" tanya Bram yang mulai tak tenang. "Kenapa mereka seperti panik?" Lucas menunjuk ke arah manson mewah itu. Dia juga panik dan takut terjadi sesuatu pada kekasih kecilnya. Kenzo memutar bola matanya malas. Kedua sahabatnya itu sudah dikasih tahu, masih saja tidak paham dan tenang. "Mungkin mereka sudah tertangkap!" sahut Kenzo asal. "Apa maksudmu?" tanya Bram dan Lucas bersamaan sambil menatap Kenzo tajam. Kenzo bergidik ngeri, niat hati bercanda kenapa malah membuat bulu berdiri? "Aku bercanda," sahut Kenzo memutar bola matanya malas. "Mereka sedang menjalankan misi." Bram kembali melihat ke arah mansion. Jika saja tadi tidak dicegah oleh Kenzo, sudah pasti pria itu akan keluar dari mobil dan berlari menemui kekasih kecilnya. "Hubungi anak buah agar segera menyusul ke sini!" perintah Kenzo. "Kau memerintahku?" Bram menatap tajam sahabatnya itu. "Bukan. Tapi menyuruh!" ketus Kenzo. "Cepat hubungi!" titahnya lagi. "Iya!" Bram mengotak-atik ponselnya dan m