Melihat Alexandra yang sudah mulai tenang, David mengajaknya untuk segera meninggalkan kampus.“Tapi aku masih ada kuliah, David,” tolak Alexandra.“Ini perintah Pak Christian, Nona. Anda tahu jika beliau tidak suka dibantah.”Alexandra menghembuskan nafas pelan.Fiona menepuk bahu Alexandra, dan meminta wanita itu untuk menuruti apa yang diperintahkan oleh suaminya.“Terima kasih, Fio.” Ucap Alexandra sebelum meninggalkan kampus.“Sama-sama, Alexa. Nanti aku akan share material apa yang diberikan oleh dosen. Kamu memang harus menenangkan diri lebih dulu.” Alexandra mengangguk.Mau tak mau Alexandra mengikuti kata-kata David.“Kita mau kemana? Ini arah yang berlawanan dengan apartemen,” tanya Alexandra.“Kita akan ke rumah sakit.”“Untuk apa? Aku baik-baik saja. Lebih baik kita pulang saja.”“Fisik Anda memang baik-baik saja, tapi tidak dengan psikologi. Pak Christian meminta saya untuk mengantar Anda untuk konseling. Karena kejadian yang baru saja Anda alami bisa saja menyebabkan tra
Malam itu Nikita dan Marco masih menikmati tidur setelah pergulatan panas mereka. Namun, suara yang begitu familiar membangunkan Nikita.“Nikita, bangun!”Suara itu terdengar sangat murka.“Bangun dasar anak tak tahu diri.” Suara dari orang berbeda yang terdengar begitu terluka.Nikita mencoba membuka matanya, tubuhnya begitu lelah.“Bangun!” Tangan itu langsung menyeret tubuh Nikita yang polos tak berbenang.“Papa, Nikita tidak menggunakan pakaian, kenapa ditarik.” Protes Astari pada suaminya.“Lihatlah kelakuan anak yang selalu kamu bangga-banggakan dan kamu manjakan.”Harry memungut pakaian Nikita yang berserak di lantai, lalu melempar ke wajah wanita itu.“Cepat pakai!” Bentak Harry pada Nikita.Astari membantu anaknya untuk pergi ke kamar mandi dan membersihkan diri.Selain Harry dan Astari, di kamar itu Ada juga petugas hotel, yang langsung memalingkan wajah saat melihat Nikita diseret oleh Harry.Harry yang penuh amarah juga membangunkan Marco yang masih terbuai mimpi indah.
Setelah mendapat pengusiran, Nikita mau tak mau harus mencari tempat tinggal. Dia pergi dengan tak membawa fasilitas apapun dari ayah sambungnya.[Untuk sementara waktu, jangan tunjukan wajah di depan Papa sampai Mama mendapatkan fasilitas Mama kembali. Kamu pikir kamu saja yang susah? Mama juga susah gara-gara ulahmu. Dasar anak tidak tahu diri!]Sebuah pesan itu dikirim oleh Astari pads Nikita."Mama keterlaluan, tega sekali dia berkata seperti itu pada anaknya sendiri!" Gumam Nikita dengan kesal."Semua ini gara-gara Alexandra, aku akan membuat perhitungan dengannya."Nikita menyeringai, sebelum mencari apartemen untuk tempat tinggal, dia akan menemui Alexandra lebih dulu.Nikita menekan nomor Alexandra untuk menghubunginya.Kesal! Sebab sampai panggilan ketiga saudara tirinya itu tak kunjung mengangkat teleponnya."Sial! Dia benar-benar ingin bermain-main denganku."Tanpa terpikirkan oleh Nikita jika Ariana saat ini sedang di kelas mengikuti perkuliahan.Nikita mencoba mencari taks
Orang di seberang sana kembali terkekeh saat mendengar permintaan Nikita.“Kalau kau berikan tubuh molekmu itu padaku secara cuma-cuma aku akan dengan senang hati membantumu, Sayang.”Nikita mengumpat, lalu memutus panggilan telepon tersebut. Hatinya sangat marah, dia bergegas datang ke apartemen sahabatnya, setidaknya dia ingin menitipkan kopernya lebih dulu.Di sela-sela makan siangnya, ponsel Alexandra kembali berdering. Meski malas, Alexandra memeriksa siapa gerangan yang meneleponnya.Alexandra bersyukur karena orang itu bukanlah Nikita, melainkan Ayah kandungannya.“Papa?”Alexandra meminta izin pada Fiona untuk mengangkat telepon dari ayahnya. Meski khawatir, gadis itu mempersilakan Alexandra untuk pergi sebentar.“Jangan terlalu jauh,” pesan Fiona.“Iya, kamu tenang saja, Fio.”Sembari berjalan, Alexandra mengangkat telepon dari Harry.“Halo, Papa?” Suara Alexandra terdengar semringah.Bagaimana tidak ini kali pertamanya setelah Alexandra menikah, Harry mau menelponnya.“Apa k
“Kak Fandy!” Pekik Alexandra.Mendengar suara Alexandra, membuat Nikita tersadar. Wanita itu menatap tangannya yang masih berada di perut Fandy. Seketika Nikita melepas tangannya dari belati yang digunakan untuk menusuk Fandy, tangannya telah bersimbah darah.Nikita memundurkan langkah, “Sial!” umpatnya.Tak ada penyesalan sama sekali dari raut wajah wanita itu. Fandy masih bisa menundukkan tubuhnya, dia mengerang kesakitan. Alexandra memegang tubuh Fandy, membantu pria itu duduk dengan perlahan.Nikita mencoba melarikan diri, tapi dirinya sudah terlambat, orang-orang yang tadi dipanggil oleh Fandy berhasil menangkapnya.“Lepaskan!” Teriak Nikita.Alexandra segera memanggil ambulance dengan smartphone miliknya.“Nona Alexandra!”Sembari menelpon, Alexandra menoleh ke arah sumber suara.“David tolong, David.”David mencoba memahami keadaan dia bergegas memanggil polisi, setelah melumpuhkan Nikita yang terus memberontak.David benar-benar kecolongan kali ini, entah trik apa yang dilakuk
Christian hanya menatap datar ayah mertuanya yang terus menggerutu dan memaki anak tirinya.Christian menyilangkan kakinya, lalu duduk bersandar tangannya pun ikut menyilang.“Apa Ayah Mertua takut kehilangan Alexandra?”Harry menoleh ke arah menantunya.“Tentu saja. Orang tua Mana yang tidak takut kehilangan anak semata wayangnya?” Christian hanya mengangguk dengan wajah datar.“Lantas, apa Ayah Mertua akan meminta saya untuk membebaskan anak tiri Anda?” Tanya Christian.Harry menggeleng mantap.“Aku tak akan meminta hal itu, Alexandra jauh lebih berharga daripada dia. Dia sudah begitu mengecewakanku, terlalu banyak kesalahannya yang sudah aku maafkan, kali ini tidak lagi.” Christian menyeringai.Nada bicara Harry terdengar begitu nelangsa. Bagaimana tidak? Saat ini Harry sedang menyesali sikapnya pada Alexandra selama kurang lebih 15 tahun ini.Harry selalu termakan rayuan Nikita dan istrinya. Tak jarang jika dia lebih mempercayai dua orang tersebut ketimbang anaknya sendiri.Selama
Harry menatap sendu pada Alexandra. Begitu khawatirnya Harry pada Alexandra, hingga sengaja mengabaikan sang istri.Tak hanya itu, dia juga marah pada Astari, karena pembela-pembelaan yang selalu dilakukan oleh Astari, Nikita menjadi besar kepala dan terlalu banyak menuntut.“Entahlah. Tadi Papa mengatakan jika Papa sedang sibuk. Papa sedang tak bisa berpikir jernih sebelum berhasil menemuimu, Alexandra. Papa begitu khawatir padamu,” ucap Harry, tak semuanya berbohong.Ada kekhawatiran di hati Alexandra, mengingat tabiat ibu tirinya itu, pasti akan berusaha mencari dirinya. Selama ini Astari hanya memikirkan dirinya sendiri dan Nikita.Melihat ekspresi anaknya, Harry pun berkata, “Kamu jangan khawatir, aku tak akan biarkan dia menyentuhmu, Alexa.”“Tuan Christian apapun yang terjadi tolong lindungi Alexandra. Aku sungguh memohon padamu,” ucap Harry pada Christian dengan sinar mata yang begitu memohon.“Apa yang Ayah Mertua takutkan? Sepertinya Anda lupa siapa
Harry meminta salah satu karyawannya untuk mengambilkan es batu dan kain atau handuk, yang akan digunakan untuk mengompres pipi Alexandra akibat tamparan oleh istrinya.Sedangkan Christian meminta Eric untuk membelikan alat kompres.Harry dengan telaten membantu Alexandra mengompres lebam di pipi anaknya.“Papa, biar aku sendiri saja.” Harry menggeleng.“Maafkan Papa, Alexa. Papa tidak menyangka akan terjadi hal seperti ini.”Alexandra tersenyum, lalu berkata, “Tidak apa-apa, Papa. Kejadian tadi terjadi begitu cepat hingga aku tak bisa menghindar.”Tak terlalu lama, Eric telah datang dengan membawa alat kompres. Perlahan Christian memasukkan es batu satu per satu ke dalam alat tersebut.“Biar saya saja yang melakukannya, Ayah Mertua,” ucap Christian.Harry tersenyum lalu mempersilakan. Harry bisa melihat perhatian dan kasih sayang Christian pada Alexandra.Harry bisa merasa tenang, meski pernikahan mereka tidak didasari dengan cinta, tapi mereka bisa menjadi pasangan yang baik.Alexan