Rohan Kanishka berjalan keluar dari mobilnya sambil membuka kacamata. Ia melihat ke lingkungan sekitar dengan pandangan angkuh dan ujung bibir yang sedikit terangkat.
"Silahkan Tuan!" tegur Arjan Dev menunjuk pada sebuah restoran India di belakang Rohan. Rohan menoleh ke belakangnya dan makin tak tersenyum.
"Jadi dia di sini?" Arjan mengangguk pada Rohan yang mendengus dengan kesal setelahnya. Rohan mengangguk pelan lalu memperbaiki jas-nya dan berjalan masuk ke arah restoran tersebut. Pintu lantas dibuka oleh Arjan Dev pada bosnya itu.
Rohan masuk begitu pintu dibukakan untuknya. Tak ada yang spesial dari restoran itu kecuali beberapa pelayan tengah membereskan sebuah meja setelah pelanggan mereka pergi.
"Apa sudah merervasi, Tuan?" tanya seorang pelayan yang tiba-tiba muncul dihadapan Rohan. Rohan langsung mengernyitkan keningnya. Berani benar ada yang langsung bertanya seperti itu padanya?
"Maaf, kami ingin bertemu dengan Ramdash Kanishka!" sahu
Seketika kepala Blake rasanya seperti berputar. Entah apa yang dipikirkan oleh Han sampai ia bisa bicara seperti itu pada dirinya."Maksudmu apa?" tanya Blake separuh sadar."Ya, hamil ... memangnya apa lagi maksudnya. Ya itu maksudku!" ujar Han sedikit kebingungan. Memangnya apa yang salah dari mengungkapkan pendapatnya?"Aku rasa Han mungkin ada benarnya juga, kamu harus mengecek Amy. Siapa tau dia memang sedang hamil itu sebabnya mengapa moodnya bisa berubah aneh seperti itu!" celetuk Glenn makin menambah keruwetan pikiran Blake. Kusut, pikiran Blake semakin kusut dengan pernyataan Han yang memberinya pandangan lain."Kenapa kamu bengong? Jangan bilang selama kalian tinggal bersama kalian tak pernah berhubungan seksual?" tanya Grey membuat Blake terjaga dari lamunannya. Blake sedikit tersentak dan melihat ke beberapa temannya bergantian."Tentu saja kami melakukan itu!""Setiap hari?" tanya Glenn entah sengaja polos atau sengaja menjebak.
Shawn terduduk di atas bangku membelakangi grand piano sambil menggesekkan kedua telapak tangannya bersamaan. Sikunya ia topang pada kedua lutut atas dan lengan kemejanya sudah dilipat sampai bawah siku. Dasinya telah dilepaskan dengan satu kancing terbuka di atasnya.Jemarinya lantas menyentuh cincin kawin yang melingkar di jari manis sebelah kiri. Shawn sudah memakainya pasca Andrew lahir enam tahun lalu.Sementara Kiran sedang menidurkan Andrew setelah berlatih piano bersama. Shawn masih sendirian di ruangan keluarga itu. Pikirannya masih dipenuhi dengan pembicaraan The Seven Wolves di apartemen Arjoona. James akan pindah malam ini dari Ritz karena Rohan sudah mengincarnya.Hanya tinggal masalah waktu sampai Rohan mengetahui seluruhnya dan mereka akan diburu satu persatu. Atau Rohan sudah mengetahui segalanya dan sedang memburu mereka tanpa ampun.Shawn menghela napas berat dan mengurut tengkuknya dengan sebelah tangan."Apa kamu baik-baik saja,
"Ehem ... mohon perhatian semuanya! Hanya pegang instrumen kalian saja dan kita akan mulai latihannya!" ujar guru seni musik yang sedang mengajar latihan musik untuk kompetisi di Wollington Primary School. Guru itu tengah mengajar di kelas musik untuk anak-anak kelas tiga.Tangannya kemudian memberikan aba-aba pada Ares King untuk memulai petikan dari gitarnya untuk nada dari lagu pop milik Justin Timberlake dengan judul What Goes Around Comes Around.Paduan suara mulai bernyanyi saat string dan celo mulai memainkan nadanya. Jupiter yang memegang bass lalu memimpin beberapa pemain bass gitar lainnya yang berjumlah tiga orang untuk menyelaraskan nada.Sedangkan Andrew Miller menyelaraskan seluruh harmoni dengan tuts keyboardnya. Di belakang ada Aldrich yang masuk kelas tiga lebih awal dengan gebrakan drumnya yang selaras dan bertenaga sesuai dengan lagu."What goes around, goes around, goes around, Comes all the way back around ..." Ares lalu bernyanyi den
Blake Thorn mengetuk-ngetukkan kakinya di ruang tunggu koridor rumah sakit menunggu hasil yang mungkin akan membuatnya jantungan. Ya itu adalah perkiraan dokter tentang jadwal kelahiran bayinya.Blake tak diijinkan masuk karena ia akan terlalu panik dan banyak bertanya. Jadi dia diperitahkan oleh Amy untuk duduk di luar saja.Setelah mungkin satu abad menunggu dengan terus melirik pada jam tangannya setiap satu menit sekali. Blake benar-benar gugup dan tak berhenti bergerak, akhirnya Amy keluar dari ruangan dokter.Blake langsung berdiri menghampiri dan tak sabar bertanya,"Bagaimana?"Amy menyengir dengan miris dan berjalan sedikit kesusahan dengan perut membuncit. Blake langsung menuntun kekasihnya untuk duduk di sebauh bangku tunggu dan dengan antisipatif mendengar penjelasannya."Masih belum waktunya?" ujar Amy santai membuat Blake mengernyitkan keningnya."Tapi hitungannya kan sudah 9 bulan!" sahut Blake protes."Tapi masih harus
"Aku tidak mengerti dengan Blake, bagaimana dia bisa jadi over protektif seperti itu?" keluh Amy pada Kiran usai mereka makan siang bersama. Kiran cuma tersenyum saja menanggapi Amy. "Dia bahkan mengungkit lagi soal rencana pernikahan!" tambah Amy makin bersungut dengan wajah cemberut. Kiran pun sedikit tergelak dan menggelengkan kepalanya. "Amy, apa kamu akan terus menggantung Blake seperti itu? Dia sudah menunggumu begitu lama," ujar Kiran kemudian. Ia mencoba tetap memberikan pengertian pada adik suaminya. Amy harus memiliki perspektif lain soal Blake. "Apa yang kamu katakan?" "Aku mengatakan yang sesungguhnya. Kamu tidak akan pernah tahu sampai kapan Blake akan sanggup bertahan dengan hubungan seperti ini, kan?" Amy tampak tertegun memandang Kiran. "Maksudmu dia akan meninggalkan aku, begitu? Tapi aku kan sedang mengandung bayinya?" bantah Amy mulai mengernyitkan keningnya. Kiran mengangguk mengerti. "Memang ... tapi seseorang akan
Dengan tenang Jupiter memetik gitar bass nya berlatih nada yang akan ia mainkan saat perlombaan lusa nanti. Ia duduk di pinggir ranjang dengan kedua telinga memakai headphone agar bisa mendengar musik pengiring lebih baik.Sedangkan Ares dan Andrew masih sedang mengerjakan PR mereka bersama. Aldrich sama seperti Jupiter telah siap lebih dahulu, jadi ia memilih membaca komik."Kamu sudah membuat rangkumannya?" tanya Andrew sambil mengetikkan laporan mereka ke laptopnya. Ares menghela napas kesal, ia paling tak suka jika harus merangkum."Apa aku tidak bisa melakukan hal yang lain saja?" keluh Ares mulai melempar pensilnya ke atas meja. Andrew yang masih sibuk mengetik laporan literasi jadi menoleh pada Ares dan mengernyitkan keningnya."Kamu harus merangkum, Ares. Atau pekerjaan kita tak akan selesai!" tegur Andrew begitu bijak dan Ares makin memajukan bibir merah jambunya dengan kesal."Ayolah, kita latihan saja!""Tapi besok pekerjaan rumah
Kiran melingkarkan tangannya begitu bahagia melihat putranya bernyanyi dengan baik di atas panggung. Suara Andrew dan Ares begitu selaras dan sangat harmoni. Mereka berhasil membuat seluruh ruangan ikut bertepuk mengikuti ketukan irama dan bernyanyi bersama."It's like you're my mirror ... my mirror staring back at me, I couldn't get any bigger, with anyone else beside of me ..."Dan ketika seluruh instrumen berhenti hanya ada musik yang dihasilkan oleh piano Andrew, Ares mulai bernyanyi menunjukkan kemampuannya yang luar biasa."Now you're the inspiration of this precious song. And I just wanna see your face light up since you put me on,So now I say goodbye to the old me, it's already gone. And I can't wait wait wait wait wait to get you home,Just to let you know, you areYou are, you are the love of my life ..."Di sisi bawah panggung, Rei ikut sedikit bergoyang dan memberikan tepuk tangan paling meriah untuk sahabatnya yang sedan
Andrew mulai bosan dan menutup buku pelajarannya. Setelah melepaskan napas bosan, Andrew akhirnya keluar dari kamar tidurnya sambil menguap. Hari ini ia memang agak kelelahan. Setelah sekolahnya berhasil menyabet juara kedua pada kompetisi band tadi siang.Andrew pun berjalan dengan gontai lalu mengucek matanya. Ia berencana untuk mengambil air minum di dapur. Namun ketika kakinya memasuki dapur, langkahnya terhenti.Ia terpaku dengan kedua alis naik dan wajah yang berubah jadi sedikit aneh tapi malu. Pipinya sontak sedikit memerah dan kedua bibirnya mengatup rapat.Ia masih belum bergerak dan terus memandang dua orang di depannya. Keduanya sedang duduk di kursi makan dekat dapur tengah berciuman panas. Mereka adalah kedua orang tua Andrew yaitu Shawn dan Kiran.Sebelah tali tank top piyama Kiran bahkan sudah melorot sampai ke bawah pundaknya. Keduanya masih terus saling berciuman sampai wajah Shawn sudah menutupi wajah Kiran dan tangannya terus meraba me
Ares bahkan sempat mencegat Andrew tapi yang ditunjukkan sahabatnya itu hanyalah tatapan kebencian. Ia pergi tanpa ada siapa pun yang bisa mencegahnya. Andrew ternyata pulang ke Boston tapi The Seven Wolves terutama Jayden terus mengejar dirinya.Andrew pun tak lama menghabiskan waktunya di mansion sang Ayah, ia bahkan tak hadir saat pembacaan warisan yang memberikan seluruh harta milik Shawn Miller padanya. Andrew berhenti datang ke sekolah dan mulai menghilang. Ia lari dari asrama sekolah dan tak pernah kembali ke penthouse mewah di Belligers lagi.Andrew sempat menyelinap masuk ke dalam apartemen ayahnya yang dijaga oleh anggota Golden Dragon. Ia hanya ingin mengambil barang peninggalan ayahnya yaitu sebuah album lagu dalam bentuk vinil milik mendiang ibunya dan sebuah foto milik orang tuanya yang diambil oleh neneknya Kiriko Matsui.Setelah mendapatkan yang diinginkannya, Andrew hendak menyelinap lagi keluar sebelum ia melihat Nana Tantria ternyata tidur di
"Waktu kematian … " begitu sakralnya kalimat tersebut saat seorang dokter menyatakan kematian seseorang. Kalimat itulah yang tak ingin di dengar oleh siapa pun. Itu termasuk Arjoona yang hanya duduk menyaksikan jasad temannya Shawn dinaikkan ke dalam ambulans dan dibawa.Semuanya hancur dalam sehari. Semuanya tanpa terkecuali. Dengan tubuh basah kuyup serta masih meneteskan air, Rei lantas menyelimuti ayahnya."Dad ... Daddy bisa pneumonia dan mati jika seperti ini!" ucap Rei dengan suara beratnya pada sang Ayah. Arjoona tak menjawab dan malah menengadahkan kepala menatap langit yang masih mendung. Hujan sudah berhenti dan membawa jiwa Shawn terbang ke angkasa. Mungkin saat ini, ia tengah bertemu Kiran dan berkumpul bersama James juga Delilah.Mata Rei lantas menoleh pada ambulans yang membawa Andrew. Ia tak sadarkan diri setelah tak mampu menangkap ayahnya Shawn yang memilih melompat dari ketinggian 15 meter lebih langsung ke lantai beton bersama Rohan K
Jayden menggunakan tali pinggangnya sebagai alat bela diri dengan memanfaatkan tenaga lawan."Om Jay!" pekik Ares hendak menolong tapi ia salah jatuh dan hampir terjerembap ke lantai dua tempat dimana Jayden tengah dikeroyok. Andrew dengan cepat memegang tangan Ares sebelum ia terjatuh. Mata mereka saling menatap dengan ekspresi takut kehilangan. Punggung Andrew tiba-tiba dihantam oleh seseorang menggunakan kayu dan ia hampir saja melepaskan Ares.Mars yang berada di lantai satu melihat putranya bergelantung di lengan Andrew langsung membelalakkan matanya. Pertolongan bagi Andrew datang dari Aldrich dan Rei yang menghajar orang-orang yang memukul Andrew. Selagi Aldrich dan Rei sibuk berkelahi, Andrew menarik Ares kembali ke atas.Dengan mata terbelalak, Ares tak sempat bernapas selain memukul salah satu pria yang hendak memukul Andrew dari arah belakang. Mars di bawah sudah kalah telak karena kini dihajar oleh tiga orang bersenjata tajam. Salah satunya sudah men
Ares menatap horor ke arah Andrew yang hanya mendengus meliriknya sekilas."Ini bahaya!" gumam Ares lagi masih dengan pandangan horor yang sama."Dia Pamanku, Ares. Dia kakak dari ibuku!" gumam Andrew membuat Ares semakin membelalakkan matanya."Fuck!" kutuk Ares tanpa sadar. Ia lalu memandang dashboard mobil sport milik Andrew dan berpikir sementara Andrew terus mengebut dengan mobilnya. Ia memasukkan nama taman yang dimaksudkan oleh Elena pada mesin navigasi dan sebisa mungkin tiba lebih cepat. Ares lalu mengambil ponsel dan menghubungi Jupiter, Rei serta Aldrich bersamaan."Kamu mau apa?" tanya Andrew pada Ares yang menempelkan ponsel di telinganya."Menghubungi yang lain. Kita butuh bantuan!" aku Ares dengan jujur. Andrew menggelengkan kepalanya."Jangan ... mungkin tak akan terjadi apa pun!""Jangan gila kamu. Dia pria yang berbahaya!""Dia Pamanku, Ares!" bantah Andrew makin sengit."Tapi dia pembunuh Aunty Kiran.
Ares benar-benar menyebalkan. Ia terus menguntit Andrew bahkan sampai masuk ke dalam mobilnya. Ia hanya ingin Andrew bicara tentang apa yang membuatnya berubah tiba-tiba."Keluar!" sahut Andrew mengusir Ares yang ikut masuk ke dalam mobilnya."Tidak!" jawab Ares tak peduli. Andrew makin mendengus kesal lalu diam tak bicara maupun menekan pedal gas."Kenapa kamu pindah ke asrama sekolah? Memangnya kenapa jika tinggal di Bellingers?" tanya Ares begitu serius pada Andrew yang tiba-tiba memutuskan untuk masuk ke asrama sekolah dan tak mau lagi tinggal bersama ayahnya."Itu bukan urusanmu!""Aku temanmu, Andy!" Andrew terkekeh sinis dan menggelengkan kepalanya."Yang benar saja!" gumamnya makin sinis. Ares benar-benar mengernyitkan keningnya heran. Dalam satu hari ia bisa berubah drastis seperti seseorang yang tak pernah dikenal Ares sama sekali."Ada apa denganmu, Andy? Kenapa kamu bisa berubah seperti ini!" tukas Ares lagi dengan nada se
Shawn tak lagi masuk kerja usai pertengkarannya dengan Andrew tadi malam. Ia berdiri di depan jendela ruang kerjanya menunggu berita dari salah satu mata-matanya. Jemarinya terus menyentuh cincin pernikahan yang melingkari jemarinya.Alunan suara seorang wanita menyanyikan tembang Love Story mengisi relung ruangan yang sepi itu."With his first hello. He gave new meaning to this empty world of mine. There'd never be another love, another time. He came into my life and made the living fine. He fills my heart ... "Dengan merdunya rekaman suara nyanyian Kiran menggema ke seluruh penthouse tersebut. Seakan Kiran datang memeluk Shawn yang memejamkan matanya. Pipi Kiran dirasakan Shawn ditempelkannya dibalik pundaknya sambil terus menembangkan lirik lagu cinta yang dinyanyikan kembali olehnya.Dahulu, saat Andrew baru lahir dan masih berusia satu minggu, Andrew pernah mengalami sakit demam tinggi. Untuk menenangkan bayinya yang tengah sakit, Kiran ber
Napas Andrew tersengal hebat dan wajahnya memerah. Ia benar-benar kesal karena niatnya dihalangi oleh ketiga sahabatnya. Begitu pula dengan Aldrich yang begitu terengah dan marah menatap Andrew. Andrew masih tak berpakaian hanya memakai celana jeans-nya saja."Apa yang kamu lakukan, Andy?" tanya Ares lagi dengan suara lebih rendah dan lebih tenang. Isakan Chloe masih terdengar dan Jupiter masih terus memeluk untuk melindunginya."Itu bukan urusanmu!""INI URUSANKU!" teriak Ares tak sabar dan terengah. Mata Andrew dan Ares kini beradu dalam amarah yang terbakar."Kamu sudah hampir melecehkan Chloe, Andy!" Andrew malah mendengus dengan sinis mengejek Ares yang benar-benar marah padanya."Kamu bilang aku melecehkannya! DIA ITU PACARKU!" balas Andrew berteriak bahkan sampai menunjuk Ares di depannya."BERANINYA KAMU BILANG DIA PACARMU!" sahut Aldrich ikut meledak marah dan menunjuk wajah Andrew."Apa! Apa urusanmu!" sahut Andrew membalas
Shawn mulai memeriksa kamera pengawas dan hal-hal yang berhubungan dengan kedatangan Rohan ke penthouse-nya. Sebaliknya, ia tak lagi menaruh curiga pada Andrew dengan perubahan sikapnya yang tiba-tiba. Shawn terlalu fokus pada Rohan dan mulai meneruskan keinginannya untuk menyingkirkan pria itu."Hey, Andy! Apa kamu akan membuat pesta ulang tahun juga?" tanya Aldrich iseng menepuk pundak Andrew saat ia tengah menutup pintu loker. Andrew yang tak tersenyum lalu membanting pintu loker di depan Aldrich sampai membuat ia mengernyit."Kenapa memangnya?" sahut Andrew dengan rahang mengeras."Aku hanya bertanya. Apa kamu baik-baik saja?" tanya Aldrich lagi masih dengan wajah kebingungan dan tak mengerti. Andrew tak mau menjawab selain hanya memandangi Aldrich tajam lalu pergi begitu saja. Aldrich jadi berpaling dan melihat Andrew berlalu begitu saja.Andrew juga berpapasan dengan Jupiter di koridor yang sama dan melewatinya begitu saja."Andy?" panggil Ju
Erikkson menghela napasnya di depan Andrew usai menelepon Shawn dan melaporkan yang sudah terjadi."Sudah malam, saatnya kamu tidur!" perintah Erikkson pada Andrew tanpa tersenyum."Tidak ... jelaskan dulu padaku. Baru aku akan pergi!" sahut Andrew bersikeras. Erikkson menghela napas kesal sambil berkacak pinggang."Andy, jangan membuatku kesal. Masuk ke kamarmu dan istirahatlah. Aku akan menunggu Ayahmu pulang. Dia akan tiba dalam satu atau dua jam lagi!" Andy masih mengernyitkan keningnya dan menatap Erikkson dengan pandangan tidak suka."Aku ingin penjelasan Uncle!" Erikkson menggelengkan kepalanya."Apa yang ingin kamu tahu?""Siapa Rohan Kanishka?""Dia adalah penembak ibumu!" jawab Erikkson cepat. Namun ia kemudian membuang muka dan mengusapnya dengan rasa cemas."Apa yang kamu sembunyikan?""Tidak ada, Nak! Kumohon masuklah ke kamarmu!" Andrew masih mendelik pada Erikkson yang benar-benar mendelik padanya agar ia