“Aduh-duh anak papi, jangan nangis dong.” Kevin menggendong Varka kesana kemari, tapi Varka bahkan bukannya berhenti menangis, justru tangisnya semakin keras.
Liora mengecek suhu badan Varka yang hangat. Liora mencoba mengingat obat apa yang dulu ibunya pakai untuk mengobati bayi yang demam. Tapi Liora dulu tidak begitu peduli tentang mengurus bayi, jadi ia tidak begitu ingat tentang obat bayi yang sedang demam.
“Aku panggilin dokter ya?” saran Kevin.
“Yaudah. Varka biar aku yang gendong. Badannya anget, aku jadi khawatir.” Liora menyetuh kening Varka, bayinya masih tidak mau berhenti menangis dan itu membuat Liora sedih. Liora duduk men
Pagi hari Varka kembali rewel, tangisnya kembali seperti semalam yang membuat Liora serta Kevin jadi cemas lagi. Lima menit kemudian Sandra datang, wanita itu di beritahu beberapa saat lalu jika Varka masuk rumah sakit.“Kevin, Liora, Varka kenapa?”“Demamnya Varka sejak semalam gak turun, Ma. Semalam Varka sempat mau di susui, tapi pagi ini gak mau lagi. Nangis terus kayak gini, Liora harus bagaimana, Ma? Kasian Varka.”Sandra melihat tangan cucunya yang di infus, Liora menggedong Varka berusaha menenangkan tangis anaknya. Wajah Varka merah, tangannya mengepal dan matanya terpejam erat.“Apa kata dokter?” tanya Sandra.“Dokter bilang Varka punya sedikit masalah di bagian perut, tapi hasil tes belum keluar.”“Varka gak masuk angin, kan?”Liora dan Kevin saling tatap kemudian menggeleng bersamaan. Sandra menghela nafas, dua orang itu belum lama jadi orang tua, jadi mana
Varka sudah pulang dengan kondisi yang jauh lebih baik, Kevin membawa barang Varka sedangkan Liora sudah turun dari mobil menggendong Varka yang tertidur. Di rumah tersebut ada Karin dan Altar yang juga sedang menjaga Saga.“Dari tadi, Rin?” tanya Kevin, tas yang ia bawa di letakkan di meja.“Aku dengar Varka sakit, keadannya bagaimana?” Karin balik bertanya.“Sudah baikan.” Kevin melihat Liora, duduk di samping Karin sembari membaringkan Varka di samping Saga yang anteng meski tidak tidur.Karin menatap Varka, mau di lihat dari manapun, semakin bertambahnya usia Varka, bayi itu semakin terlihat sangat mirip dengan Kevin, tak ada yang mirip dengan Liora kecuali pipinya yang gembul, mungkin kalau besar nanti Varka tidak akan mirip dengan Liora sama sekali.Tangan Karin terulur, menyentuh pipi Varka, memastikan jika bayi itu tidak sedang kondisi demam. Varka sendiri tetap tidur dengan nyaman, di selimuti oleh selim
Kevin terlonjak kaget, segera melihat ponsel yang masih kehabisan daya. “Sialan. Aku lupa cas hape.” Kevin buru-buru ke kamar mandi yang dekat dengan dapur, membasuh wajahnya dan buru-buru mencari Wirdan yang ternyata masih tidur.Kevin melihat jam menunjukkan pukul enam. Liora pasti cemas, Kevin kesana kemari mencari cas hape Wirdan di kamar lelaki itu, sementara ponsel di cas, Kevin berusaha untuk mencari driver ojek online, semoga saja ada yang sudah mangkal di pagi hari begini.Butuh lima menit sampai ponsel Kevin terisi sepuluh persen, ojek juga sudah di pesan. Kevin menepuk bahu Wirdan yang tidur tengkurap. “Aku pulang duluan.” pamit Kevin, Wirdan hanya bergumam tidak jelas.Kevin meraih jas, tak peduli jika kondisinya masih acak-acakan karena bangun tidur tak sempat merapikan diri, apalagi mandi. Di luar rumah, Kevin di sodori helm oleh tukang ojek lalu berkendaralah si tukang ojek ke rumah Kevin.Jalanan yang masih sepi mem
“Keadaan istri kamu bagaimana, Vin?”“Masih proses penyembuhan, Ma. Luka yang Liora terima saat terjatuh sebelum melahirkan Varka belum sembuh, jadi butuh waktu yang belum pasti agar luka yang Liora alami bisa cepat membaik.”“Kevin. Sebenarnya Mama masih bertanya-tanya, Liora bukan anak yang ceroboh, tapi kenapa dia bisa jatuh? Apa kamu gak tanya alasan Liora jatuh? Atau dia gak mau cerita?”Kevin diam, ia sudah membahas itu pada Liora tapi istrinya mungilnya itu tidak menjawab, setelah Liora mulai membaik sepertinya Kevin harus membahas hal itu lagi. Jika memang Liora jatuh karena ceroboh, pasti ada alasan kenapa Liora memaksakan diri untuk berjalan di saat Liora sendiri tau kakinya tidak bisa di pakai untuk berjalan saat bengkak.“Nanti biar Kevin tanya lagi sama Liora, kemarin saat Kevin tanya, Liora tidak jawab.”Sandra mengangguk kemudian melihat Varka yang tertidur di pelukannya, “K
Hembusan nafas di hela kasar oleh Almira. Tak terasa ini adalah hari terakhir ia menjadi pembantu di rumah Kevin, dan selama satu bulan itu ia hanya memberi beberapa hal kecil untuk hubungan Liora dan Kevin, tapi tak sedikitpun usaha itu berhasil.Mereka terlihat semakin harmonis setiap harinya, rekaman dan juga panggilan malam itu tak berlaku untuk Liora.“Aw!”“Tuh kan, ngelamun aja sih dari tadi.” Mbak husni segera mengambilkan tissu untuk membersihkan darah di jari Almira yang tergores pisau. Almira tersenyum sekilas pada teman sesama pekerja ini, mengambil tissu yang di bawakan mbak Husni untuk menghentikan darah yang tergores dari pisau dapur.“Kamu hobinya ngelamun terus ya. Sebenarnya ada apa sih? Apa karena ini hari terakhir kamu kerja di sini?” Mbak Husni memberikan plester luka, di terima oleh Almira dengan senang hati.Almira tersenyum tipis, mengangguk samar sampai matanya melihat Kevin dan kel
Perjalanan dari pemakaman menuju rumah Karin membutuhkan waktu hampir satu jam, dari dalam rumah Karin terdengar suara tangis bayi, Liora dan Kevin bergegas masuk, di sana Saga menangis kencang di gendongan Altar. Sedangkan Varka asik menikmati ayunan elektrik sambil ngemut mpeng bayi dengan model bibir merah. Terlihat lucu. “Saga kenapa?” tanya Liora. “Biasa anak bayi, tadi habis buang air tapi nangisnya keterusan sampai sekarang.” jawab Altar yang berusaha menenangkan bayinya, menjadi orang tua baru ternyata tidak mudah. “Karin mana? Mama juga kok gak kelihatan?” Kevin bergerak ke dapur untuk mencuci tangan, rasanya lengket saat tadi belum sempat cuci tangan setelah menyantap es krim. “Karin ada tuh di dalam, kalau mama tadi ada panggilan mendadak jadi dia pergi. Aku bersyukur banget anak kalian anteng, kalau rewel juga siapa coba yang diemin.” Altar menghela nafas, tak lama Karin datang membawakan dot untuk Saga yang berisi cairan asi dari
Pagi hari gerimis turun, Liora dan Varka masih tidur sedangkan Kevin juga tidak ingin mengganggu. Subuh tadi Liora menjaga Varka dan istrinya itu baru bisa istirahat pukul enam, Liora pasti lelah.“Mbok, nanti kalau Liora nyariin bilang saya keluar sebentar.” ucap Kevin pada Mbok Inem yang tengah menyiapkan sesuatu di dapur.“Oh iya, Den. “Mbok Inem mengiyakan, Kevin melihat jam tangan yang menunjukkan pukul delapan. Langkah kakinya menuju keluar menghampiri salah satu kendaraan yang ada di garasi.“Mau kemana, Den? Mau saya antar?” ucap Pak Said menawarkan.Kevin menggeleng. “Gak usah, Pak. Oh iya, ini mobilnya udah di panasin mesinnya kan?”“Iya den sudah. Ini kuncinya.” Pak Said mundur beberapa langkah membiarkan Kevin mengemudikan mobilnya keluar.Di perjalanan Kevin menyempatkan diri menghubungi Wirdan, sahabat sekaligus asistennya itu mengomeli Kevin tepat setelah ponsel
“Non, Aden bayi mau di pakein gedong apa enggak?” tanya mbok Inem setelah selesai memandikan Varka. Liora tidak bisa memandikan Varka, untuk saat ini ia bahkan tidak bisa menggendong Varka, perutnya akan sangat sakit jika ia mengangkat beban yang lumayan berat.“Gak usah Mbok, Kasian Varka kalau di gedong tiap hari. Sisanya biar Liora aja yang pakein Varka baju, Mbok bisa kerja yang lain. Makasih ya mbok.” ucap Liora, si Mbok pun tersenyum sebelum keluar dari kamar Liora.Liora memainkan pipi Varka yang gemesin, bayi itu tersenyum sembari mengeluarkan suara tawa khas bayi yang menambah kesan menggemaskan Varka.“Uh anak mami, seger ya udah mandi.”Varka mencak-mencak lalu kepalanya menoleh pada sebuah botol bedak, segera Liora menjauhkan benda itu sebelum di raih oleh Varka.“Eh gak boleh.” ucap Liora pada putranya. Liora selesai memakaikan baju untuk Varka, aktifitas rutin setelah mandi pun selesai d
Ke esokan harinya, Liora terbangun dengan badan pegal-pegal, kepalanya menoleh melihat sang suami yang masih tidur. Liora sedikit merenggangkan tangannya, sejak permainnya dengan Kevin untuk membuat adik untuk Varka selesai, tubuhnya terasa tidak bersahabat kali ini.Liora turun dari tempat tidur, meraih bajunya yang jatuh di bawah tempat tidur untuk ia pakai sebelum ke kamar mandi, di tatapnya wajah yang sedikit bulat itu di kaca besar.“Aku sudah telat berapa hari ya?” gumamnya. Tanpa sepengetahuan Kevin, Liora mencoba alat tes kehamilan, dalam hitungannya ia sudah tidak mendapatkan bulanan sekitar lima hari, Liora sangat berharap jika sekarang ada yang sudah tumbuh di dalam rahimnya, sudah tujuh belas tahun sejak ia melahirkan Varka, Tuhan masih belum mengijinkannya untuk mengandung lagi.Sembari menunggu hasil tes keluar, Liora kembali menghampiri Kevin yang masih terlelap dalam tidurnya. “Sayang, bagun. Kamu kan harus kerja hari ini.
Seorang remaja memasuki sebuah rumah besar menggunakan kendaraan roda dua, motor hitam dengan sedikit corak berwarna merah tersebut lantas berhenti di depan rumah, helm yang di gunakan remaja tersebut di lepas, lantas ia pun masuk ke dalam rumah yang tak di jaga.“VARKA!” serunya. Namun yang di panggil tak menyahut, remaja itu pun berjalan cepat ke arah kamar Varka namun remaja yang ia cari juga tak ada di kamar, sampai ia kembali turun ke lantai utama, mencari ke belakang rumah di mana ada kolam renang di sana.“Woy! Kamvret lu! Gak ingat ini hari apa!” bentak Saga dengan Varka yang sedang asik bermain air seperti ikan lumba-lumba.Varka berenang menepi, sedikit mendongak melihat ke arah Saga. “Napa sih lo! Pagi-pagi dah ngajak ribut aja!”“Eh sompret! Buruan ganti baju, ini kepala isinya apa sih, dasar tukang lupa padahal masih muda. Tante Liora nyuruh aku buat manggil kamu.”Varka mencebikkan
17 tahun kemudian. “Mami!” seorang remaja berlari setelah memakirkan kendaraannya di depan rumah tanpa peduli jika kendaraan tersebut akan menghalangi kendaraan lain yang akan lewat. “MAMI!” kembali ia meneriaki salah satu penghuni rumah, “Mami kemana sih.” sambil berlarian di rumah yang sangat besar itu sendirian. Sementara itu. Orang yang di cari ada di dalam ruang kerja Kevin, setelah memikirkan cukup panjang akhirnya Kevin dan Liora memutuskan untuk tidak pindah ke jakarta meski hal itu mengharuskan Kevin sering pulang balik jakarta sampai tujuh kali sebulan atau bahkan lebih. “Udah tujuh belas tahun, apa kita akan terus menunda untuk kasih adik buat Varka?” Liora menatap pantulan dirinya di depan cermin yang tergantung di dekat pintu sebelum berbalik mendekati Kevin, suaminya itu akhir-akhir ini sibuk dengan layar laptop, Liora mendengus. Kevin terlihat sangat fokus sampai tidak memperhatikan Liora sedetik pun. Merasa di abaikan, Liora mendekat, menutup layar laptop tanp
“Gimana? Sudah kamu temuin?” Airin duduk di samping Gim yang memangku laptop, keduanya sibuk menjelajah internet bersamaan sampai ada sebuah link web yang mengarahkan Gim mengklik link tersebut sehingga membawanya ke sebuah informasi yang sejak kemarin ia dan Airin cari.Airin menepuk bahu Gim dengan cukup keras. “TUH KAN!” ujarnya, Gim meringis akibat pukulan refleks dari Airin. “Apa aku bilang.” lanjutnya sembari menatap Gim dengan senyum lebar.Saat malam hujan kembali turun, langit gelap dan angin yang ikut serta menggoyangkan dedaunan pohon yang basah. Liora sejak tadi memperhatikan Kevin yang sibuk memeriksa informasi dari orang-orang suruhannya dan juga website yang memposting informasi anak hilang.Sudah semakin larut, ketika Kevin menoleh ia melihat Liora tertidur di sofa dengan posisi meringkuk kedinginan. Matanya sedikit bengkak karena banyak menangis. Kevin berdiri dari duduknya menghampiri Liora, mengangkat istrin
Tiga hari kemudian.Selama itu Kevin jarang pulang untuk mencari keberadaan Varka yang tak kunjung di temukan, padahal sudah cukup banyak informasi yang di sebar, mulai dari internet bahkan koran dengan mencantumkan nominal angka yang cukup banyak bagi siapapun yang berhasil menemukan Varka.Namun Varka masih belum bisa di temukan sampai sekarang.“Kenapa cairan asi yang kamu sedot makin hari makan banyak?” tanya Karin, hari pertama satu botol, dan sekarang hari ke tiga Liora bisa menghasilkan asi tiga botol, Karin bahkan tidak bisa mengeluarkan asi nya sebanyak itu untuk Saga.“Kamu gak lagi maksain diri, kan?” Karin menyentuh tangan Liora. “percaya sama kak Kevin, dia pasti bisa bawa Varka pulang dengan selamat.”“Karin, aku kangen sama Varka. Siapa yang penuhi kebutuhan Varka di luar sana? Ini sudah tiga hari Varka di luar jangkauan aku.”“Percaya deh, Varka pasti kembali.” u
Liora merasakan dadanya nyeri, cairan yang harusnya di habiskan oleh Varka kini menetes sia-sia. Dan dari pada harus membiarkan cairan itu terbuang semakin banyak, Liora mengambilnya menggunakan alat agar bisa di berikan untuk Saga.Sudah pukul sepuluh malam dan Kevin masih belum kembali, di luar juga hujan, Liora cemas jika Varka tidak di temukan. Setelah selesai mengambil asupan gizi bayi, Liora menyimpan cairan putih itu ke tempat khusus agar tetap bisa di pakai sampai besok.Sejam kemudian, suara mobil terdengar, Liora sudah siap berdiri menyambut kedatangan Kevin dan Varka, sejak tadi Liora sangat cemas sampai terus berdebar-debar.“Kamu berhasil membawa Varka?!” seru Liora tepat saat Kevin baru saja membuka pintu, harapan yang terpancar di wajah Liora menghilang begitu melihat Kevin datang seorang diri.“Varka mana, Vin?” Liora berlari keluar, mungkin seseorang yang membawa Varka, tapi sebelum Liora keluar, tangan Kevin
Hari sudah malam, di hari yang sama saat kehilangan sang ibu, Kevin juga harus kehilangan putranya yang di culik oleh Almira. Pihak IT yang Kevin miliki telah melacak posisi terakhir nomor Almira yang menghubunginya berada.Kevin juga tidak jadi menghubungi Polisi, jangan sampai Almira mencelakai Varka saat kondisinya terpojok.“Bawa Varka kembali dengan selamat.” pesan Liora, ia tidak ikut saat Kevin akan pergi, Liora takut jika ia ikut nantinya malah menjadi beban untuk Kevin. Tapi tetap saja Liora cemas, ia tak berhenti berdoa agar nanti Kevin kembali membawa Varka.“Aku akan berusaha bawa Varka pulang.”Kevin mengecup singkat kening Liora sebelum pergi ke lokasi Almira berada setelah tim IT berhasil mendapatkan lokasi perempuan itu.Sementara itu, Almira menatap bayi yang amat mirip dengan Kevin masih menangis di atas tempat tidur, Almira tidak diam saja, ia sudah memberikan su-su untuk Varka dan untuk beberapa saat bayi itu sem
Masalah yang di terima oleh keluarga Kevin tak berhenti begitu saja, sepulangnya mereka dari pemakaman. Seluruh penghuni rumah terlihat panik, termasuk para pembantu di rumah besar tersebut, bahkan pak security yang berjaga di luar pun ikut panik di dalam rumah.Kevin mendekati salah satu pembantu di rumahnya. “Bik, ada apa?” tanya Kevin. Tak lama mbak Nunik lari menuruni tangga dan mbak Husni lari dari arah belakang rumah.“ADEN VARKA HILANG, DEN.” seru mbak Nunik panik, kepanikan itu spontan mempengaruhi keterkejutan Kevin dan Liora.“Kok bisa?! Varka masih dua bulan, gimana caranya bayi dua bulan hilang?” Liora kini ikut mencari, si mbok terlihat mencari di kamar Liora sampai bawah kolong tempat tidur. Meskipun mustahil bayi dua bulan merangkak ke bawah tempat tidur.“Periksa keamanan CCTV!” teriak Kevin memerintah. Dan keamanan pun mulai siaga, mereka sigap mematuhi perintah yang Kevin berikan.
Varka di titpkan ke mbok di saat Kevin dan Liora bergegas ke rumah sakit yang menampung para korban kecelakaan pesawat. Kevin bahkan tidak menoleh ke arah Liora karena fokusnya hanya ke depan untuk segera melihat kondisi ibunya, memastikan Sandra baik-baik saja. Meski kemungkinan itu tipis, Kevin tau ibunya tidak bisa berenang.“Kak Kevin juga di sini?” Kevin menoleh sekilas melihat Karin juga datang bersama Altar. “Keadaan mama bagaimana kak?”Kevin juga tidak tau, ia tidak menjawab pertanyaan Karin dan langkahnya terus mencari ruangan para korban. Karin mengikuti di belakang, Liora juga mengikuti sambil berlari.Mereka tiba di ruangan di mana ada tiga mayat di ruangan tersebut yang tertutup oleh kain berwarna putih. Ada seorang penjaga di luar ruangan, satu dokter yang baru saja keluar setelah memastikan para korban tidak bisa di selamatkan.Karin tanpa takut ataupun ragu membuka satu persatu kain putih itu untuk memastikan Sandr