Saat Sarah sampai di rumah, dia pun terkejut melihat kehadiran Dava, pria itu tampak duduk di kursi yang ada di teras rumah.Membuatnya bingung harus melakukan apa? Bahkan untuk melarikan diri saja sudah tidak mungkin.Baiklah Sarah pun ingin menghadapi semuanya, mungkin juga setelah ini Dava tak akan menemuinya lagi."Ada apa Pak? Apa ada yang bisa saya bantu?" tanya Sarah.Dava pun hanya terdiam sambil melihat Sarah, merasa Sarah benar-benar memberikan jarak yang jelas.Mulai dari perubahan sikap, cara berbicara dan juga menghindari saat bertemu dirinya cukup menjelaskan bahwa semuanya memang benar adanya.Sarah memang berusaha untuk menghindar."Apa kejadian dua hari yang lalu membuat mu menghindar?" tanya Dava."Nggak Pak, memangnya kenapa? Lagian juga kita memang dosen dan mahasiswa. Sarah, cuman mau jadi lebih baik, terutama menjaga kesopanan. Pada Bapak, wajar, 'kan?" tanya Sarah.Namun, jawaban Sarah malah membuat Dava merasa tidak puas.Rasanya tidak mungkin hanya karena itu
Sarah pun menatap langit-langit kamar, dirinya sendiri begitu sedih dengan keadaan seperti ini.Sepertinya ada rasa yang berbeda, tidak ada lagi seseorang yang bisa dibuatnya pusing.Bahkan, Sarah pun tidak lagi bisa menjadi dirinya yang suka semena-mena pada Dava."Kenapa aku jadi sedih ya, kok aku mendadak kangen banget ngerjain dia."Sarah pun hanya bisa diam sambil bertanya-tanya, semuanya begitu cepat berlalu.Kebersamaan yang awalnya begitu indah malah harus menjauh dengan keadaan yang memaksa untuk menjaga jarak masing-masing.Sarah pun kembali menatap layar ponselnya, sayangnya ponsel itu sudah mati.Sarah sendiri yang melakukannya, sampai besok hari dirinya akan mengganti SIM card yang baru agar benar-benar tidak ada lagi komunikasi antara dirinya dan juga Dava.Hingga Sarah pun mendengar suara ketukan pintu, dirinya berpikir jika itu adalah Dava.Mencoba untuk mengintip dari balik jendela, namun ternyata bukan.Tampak Zira yang berdiri di depan pintu.Apa yang Sarah pikirka
Semuanya benar-benar berubah, Sarah menuruti apa diinginkan oleh Zira.Meskipun sadar itu hanya tuduhan yang tidak berdasar, tapi tidak masalah.Karena, dirinya ingin hidup tenang, tanpa masalah.Fokus pada pendidik dan bisa memiliki pekerjaan tetap agar Ibunya bisa berhenti bekerja, berganti dengan dirinya yang mencari nafkah.Meskipun menjauhi Dava adalah sebuah hal yang terasa sulit, semakin hari Sarah juga semakin merasa ada yang hilang dari hidupnya.Tetapi Sarah tetap saja tahu dengan posisinya yang bukan siapa-siapa.Bahkan saat ini Sarah yang sedang duduk di kantin bersama dengan Nada, tiba-tiba Dava muncul dan duduk di antara keduanya."Boleh bergabung?" tanya Dava.Nada tidak bisa mengatakan iya, sebab tahu seperti apa hubungannya antara Dava dan juga Sarah.Sehingga dirinya melihat Sarah karena butuh persetujuan Sarah."Iya, Pak. Silahkan," kata Sarah dengan senyuman yang dibuat sebaik mungkin.Dava pun merasa lebih baik, sebab Sarah menyetujuinya.Namun, sesaat kemudian S
"Itu dia anak Ibu sudah pulang," Bik Sumi pun tersenyum menyambut Sarah.Hanya saja Sarah yang bingung melihat Ibunya yang berada di rumah, sebab, biasanya di saat seperti ini Ibunya masih berada di rumah keluarga Nada.Tapi, tunggu dulu. Sarah melihat ada tamu di dalam sana juga.Membuat Sarah tahu mengapa Ibunya berada di rumah, ternyata ada tamu."Sarah, kamu ingatkan ini Ibu Wati," kata Buk Sumi.Sarah pun tersenyum dan mencium punggung tangan wanita tersebut.Kemudian Sarah pun melihat seorang pria yang tak jauh duduk di salah satu sofa.Semakin ke sini Sarah semakin mengerti, dan menebak itu adalah pria tidak laku yang dijodohkan dengan dirinya.Melelahkan sekali.Tapi harus tetap sopan untuk menghargai tamu, lagi pula tidak mungkin Sarah mempermalukan ibunya sendiri."Sarah, perkenalkan juga. Itu namanya, Hilman. Mungkin kalian bisa saling mengenal dulu."Nah kan?Sarah pun menarik napas dengan panjang, ternyata tebakannya memang benar adanya, ah!Sarah sangat tidak suka untuk
Aku pernah menyukai seseorang, cukup besar. Namun, untuk kali ini sepertinya sedikit berbeda dari sebelumnya.Ada sedikit luka yang tersisa saat dia tidak lagi berada di samping ku.Bodohnya aku malah merasakan semua itu saat sudah berjauhan darinya.Aku seperti sedang kehilangan sesuatu?Tapi apa?Aku pun tak tahu.Sampai akhirnya aku pun tersadar, ternyata yang hilang adalah serpihan hati ku.Ya.Ini mungkin terbilang konyol, tapi pada kenyataannya semuanya terus berlanjut dengan penuh tanya.Bertanya-tanya apakah yang terjadi padaku?Mengapa aku bisa merasa ada yang hilang begitu memutuskan untuk tak lagi berdekatan dengan dia.Ada apa dengan aku?Kedekatan yang ada diantara kami ternyata menyisakan sebuah celah untuk dia menempatinya.Sepertinya semua itu terjadi dengan begitu saja, dia masuk begitu saja tanpa aku sadari.Sejak kapan? Mengapa bisa demikian?Akhirnya kini aku yang terluka dan semoga dia bisa bahagia dengan pilihan hatinya.Aku tidak mengapa menepi dari hidupnya, m
Kepala Zira benar-benar pusing, di satu sisi dirinya ingin segera menikah dengan Dava.Agar bisa memiliki dengan sepenuhnya, namun kenyataannya sampai satu bulan berjalan pun masih saja sama.Dava semakin menjauh darinya, bahkan tidak pernah bisa untuk diajak berbicara tentang pernikahan.Sejenak Zira pun mencari hiburan, mencari pelampiasan dengan pria lain yang mungkin bisa membuat dirinya menjadi sedikit lebih baik.Menemaninya untuk sekedar makan, jalan-jalan ke mana saja dia mau.Hingga malam ini Zira pun berada di dalam mobilnya, bersama seorang pria yang baru saja menemaninya dari tempat hiburan malam."Kamu mau pulang dengan keadaan begini?" tanya Sandy."Nggak mungkin, Mama aku bisa marah besar," jawab Zira dengan keadaan setengah sadar."Kita cari tempat untuk malam ini, bagaimana?""Itu lebih baik!" jawab Zira menyetujui.Sandy pun membawa Zira ke sebuah hotel, mungkin untuk malam ini mereka bisa menginap di sana.Benar saja, saat pagi harinya semuanya terasa lebih baik."S
Siang hari ini Sarah diantarkan ke kampus oleh Hilman, saat ini Sarah memutuskan untuk mencoba lebih dekat dengan pria itu.Sarah merasa Hilman begitu sopan, bahkan Sarah juga sudah tahu ternyata Hilman pernah mencintai tapi tidak dianggap.Hingga Hilman pun memutuskan untuk menerima perjodohan dari Ibunya, yaitu menikah dengan Sarah.Hilman hanya menunggu jawaban dari Sarah saja, sedangkan dirinya siap jika Sarah sudah menerima.Hilman pun menepikan mobilnya, tepat berada di depan pintu gerbang kampus."Terima kasih ya, Mas," kata Sarah sambil tangannya bergerak untuk membuka pintu."Sarah," Hilman pun dengan refleks memegang tangan Sarah.Tapi sesaat kemudian melepaskan, karena dirinya tak ingin dianggap tidak sopan.Ataupun mungkin memang Sarah tidak suka di sentuh sama sekali."Maaf.""Ada apa Mas?" sejenak Sarah pun mengurungkan niatnya untuk segera turun, kembali melihat Hilman yang tampak begitu serius melihatnya."Mas, harap kamu sudah memiliki jawaban. Dan, Mas berharap kamu
"Sarah!" Sarah yang hendak keluar dari gerbang pun menoleh, ternyata yang memanggilnya adalah Dava.Dava lagi dan lagi, apa tidak ada yang lain?Huuuufff.Lagi-lagi masalah akan datang pikirnya, entah mengapa Dava terus saja berusaha untuk mendekatinya.Bukankah seharusnya itu tidak perlu, Sarah sangat benci ketika mendapatkan hinaan.Apa lagi sampai akhirnya dituduh bermain api dengan Dava.Lagi pula Dava juga harus bertanggung jawab dengan Zira yang sangat membutuhkan tanggung jawab bukan?"Ada apa, Pak?""Kamu tidak naik motor? Kemana motor kamu?" tanya Dava.Sarah melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya, dirinya sedang menunggu Hilman yang menjemputnya.Sampai akhirnya yang ditunggu-tunggu pun tiba, Sarah merasa bisa bernapas lebih lega."Nggak Pak, soalnya Sarah pagi tadi di antar. Dan, pulang juga di jemput," Sarah pun menunjuk mobil Hilman yang terparkir tak jauh darinya dan Dava berada.Meskipun mobil Hilman tidak semahal mobil Dava tapi paling tidak keduanya sama