"Ini serius?" Kinanti pun ikut panik melihat Zahra menahan sakit."Bawa ke UGD saja," kata Adam memberikan saran.Dengan cepat Ferdian mengangkat tubuh Zahra, membawanya menuju UGD.Zahra pun terus memegangi tangan Ferdian, sambil merasakan rasa sakit yang kian terasa."Anda mau apa?" Ferdian menahan seorang dokter yang ingin memeriksa keadaan istrinya.Dokter tersebut pun bingung, bertanya-tanya penyebab Ferdian menghentikan dirinya yang ingin memeriksa pasien yang ada di hadapannya."Aku tidak mau dokter laki-laki, harus dokter wanita!"Zahra mengusap wajahnya, saat seperti ini pun suaminya itu masih saja cemburu."Tapi ini sudah menjadi pekerjaan saya Bapak," kata Dokter tersebut berharap Ferdian mengerti."Kami pikir saya bodoh? Saya juga dokter! Bedanya bukan dokter kandungan!" Tegas Ferdian."Dok, mohon maaf. Sebaiknya dokter wanita saja," Adam pun ikut bersuara karena dirinya tahu Zahra harus ditangani sesegera mungkin."Baik," dokter tersebut pun mengangguk, kemudian memanggil
"Mas, Zahra udah nggak tahan lagi."Ferdian menahan malu, wajahnya memerah seketika itu juga."Sabar, pasti sakit sekali ya. Tapi nanti kalau sudah melihat wajah bayi-bayi mungil kamu sudah lupa dengan sakit ini," ujar Ajeng.Ferdian pun melihat Zahra, begitu juga dengan sebaliknya.Bukan tidak tahan sakit, melainkan tidak tahan karena ada hasrat yang ingin di tuntaskan.Zahra pun tidak mengerti mengapa bisa dirinya ingin sekali menuntaskan hasratnya, padahal sudah akan melahirkan.Apa lagi Ferdian yang kebingungan harus bagaimana, dirinya sendiri tidak masalah.Sungguh keinginan yang sangat menyulitkan.Namun, Ajeng tidak tahu apa-apa. Hingga wajahnya terlihat santai dan hanya memikirkan tentang Zahra dan kedua cucunya yang akan segera lahir ke dunia ini.Ajeng hanya memikirkan rasa sakit yang dirasakan oleh menantunya.Dimana sebagai seorang wanita tentunya pernah merasakan hal tersebut."Sabar," kata Ferdian sambil menggosok punggung istrinya.Entah berguna atau tidak, tapi percayal
"Selamat ya bestie," Serena mengunjunginya Zahra yang barusan melahirkan dua orang putra.Keduanya berada dalam rumah sakit yang sama, tanpa ada yang menduga keduanya bisa melahirkan dihari yang sama ini."Makasih, mana si ganteng Dimas?" Tanya Zahra dengan antusias."Sama Omanya di kamar. Aku nggak nyangka kita bisa barengan lahirannya," ujar Serena tersenyum bahagia, walaupun duduk di atas kursi roda tidak lantas membuatnya menjadi murung."Iya bener, sih. Kayaknya kita buatnya juga waktunya barengan," kata Zahra dengan suara yang sangat pelan agar hanya keduanya yang mendengar..Serena tersenyum dan mengangguk, ikut membenarkan apa yang dikatakan sahabatnya."Hay," Kinanti pun kembali muncul, dirinya bolak balik luar kota hanya untuk melihat keadaan Zahra.Sesampainya Sarah di rumah, Kinanti pun kembali berangkat menuju Bali.Melihat keadaan Zahra yang sudah melahirkan dua orang putra beberapa saat yang lalu."Kinan," seru Zahra sambil merentangkan tangannya."Zahra!" Kinanti pun b
Zahra pun sudah dibawa pulang ke rumah, bersama dengan dua anaknya yang sangat tampan dan begitu menggemaskan.Suasana rumah pun menjadi ramai, sebab mereka semua tinggal satu rumah untuk sementara waktu ini.Tapi setelah 2 bulan usia babi twins D mereka akan berpindah ke rumah baru yang sudah selesai proses renovasi.Nama anak Zahra dan Ferdian adalah Daffa dan Davi."Hay, anak Papi," Ferdian pun menggendong anak sulungnya dengan rasa bahagia, tidak menyangka kini sudah menjadi orang tua untuk dua anak sekaligus."Hai anak Ibu," Zahra pun menggendong bayi bungsunya dan menciumnya dengan gemas.Ferdian memang di panggil Papi, sedangkan Zahra tidak mau.Karena merasa dirinya lebih cocok dipanggil Ibu seperti dirinya memanggil Ibunya.Ferdian tidak mempermasalahkan sama sekali, karena semua terserah kepada istrinya."Dia lucu sekali," kata Ferdian dengan penuh kasih sayang, "tapi wajah mereka lebih mirip ke kamu," Ferdian sedikitpun kecewa akan hal tersebut."Sama Mas juga mirip kok," Z
"Mas, kenapa?" Zahra pun melihat suaminya berdiri di depan kamar, tapi tidak sendirian.Ada Adam juga, hingga menimbulkan pertanyaan besar."Besok-besok lakukan lagi, agar kalian dapat hukuman lagi!" Ajeng pun melenggang pergi memasuki kamar cucunya.Seketika Adam dan Ferdian merasa terbebas, hingga segera berdiri dengan normal.Keduanya saling tatap penuh permusuhan, tidak ada kata damai dalam hal tersebut."Mas, kok belum kembali ke kamar?" Kinanti bertanya dari arah lainnya, sebab awalnya Adam berpamitan keluar sebentar. Tetapi tidak kembali juga sampai saat ini, sehingga menyusul untuk melihat Adam, apa lagi dirinya mendengar suara Ajeng hingga semakin membuatnya penasaran."Ya sayang, ada gangguan sedikit!" Adam pun menatap Ferdian dengan kesal."Pergi!""Memang aku juga mau pergi, lihat istri ku sudah tidak sabar menantikan aku. Karena kami mau tempur!" Kata Adam lagi."Mas-""Ayo sayang, Mas juga udah nggak tahan," kata Adam terus memanas-manasi Ferdian."Dasar gila!" Adam pun
Beberapa Bulan kemudian.Adam dan Kinanti tampak bahagia dengan anak-anak mereka.Begitu juga dengan Ferdian, dua anak laki-laki sudah mampu menambah bertapa kokohnya pernikahan mereka yang awalnya hanyalah sebuah jebakan dari Ferdian sendiri.Beralih lagi pada Zidan dan Renata, kini mereka tampak lebih bahagia setelah mengarungi badai rumah tangga yang menerjang.Semua tampak indah dengan hadirnya dua orang anak, satu laki-laki yang bernama Bintang, dan satu perempuan yang diberi nama Mentari."Daddy!" Seru Mentari saat Bintang buang air tepat diatas pangkuannya.Gaunnya yang baru saja di beli oleh Mala seketika kotor.Mentari pun menangis kesal karena dirinya sangat menyukai gaun barunya itu."Aduh sayang," Renata pun mengambil putra bungsunya.Kini berat badan Bintang sudah terbilang normal, terlebih lagi Zidan sudah mencarikan ahli gizi terbaik untuk putranya.Saat Mentari sedang kesal pada adiknya tiba-tiba saja Serena datang."Tante," Mentari pun menunjukkan gaunnya yang basah k
Beberapa Bulan kemudian, Serena pun melahirkan seorang Bayi perempuan yang diberi nama Diva.Bayi mungil itu terlihat sangat cantik, dengan berat badan normal."Cucu Oma," Dara tampak begitu bahagia melihat kehadiran cucu keduanya, dirinya kini sudah tinggal bersama Bayu dan Serena di rumah baru yang di berikan Bayu untuk Serena sebagai hadiah karena sudah melahirkan dua anak nya."Wah lucu sekali," Kinanti pun tersenyum melihat Diva, tidak menyangka kini mereka semua sudah memiliki anak-anak yang lucu.Renata pun ikut menjenguk Serena yang masih berada di rumah sakit, kebagian jelas terlihat saat ini di wajah-wajah para wanita yang sudah bergelar Ibu."Dasar nenek lampir!" Fikri menyentil kepala Mentari.Mentari yang sedang berdiri sambil melihat baby Diva pun kesal.Dirinya tersenyum miring pada Fikri, seakan menatapnya dengan remeh.Fikri kesal karena Mentari terlihat menantangnya, sesaat kemudian menarik rambut panjang Mentari dengan kuatnya."Mommy!" Teriak Mentari meminta pertolo
Selamat datang di season 2 Kakak, saya mau lanjut novel Mentari dan yang lainnya di sini.Salam cinta Kakak.***Beberapa tahun kemudian........................Tubuhnya tegap, hidung mancung, jambang tipis yang melekat pada sebagian wajahnya tidak kalah tampan dari sang Ayah.Matanya setajam elang, namanya Fikri Agatha Sanjaya yang baru saja kembali dari Amerika setelah menyelesaikan pendidikan S2.Niat hati kembali ke rumah untuk memberikan kejutan untuk kedua orang tuanya, sehingga tidak memberitahu pada siapapun.Tepat saat hujan dan juga gemuruh yang saling bersahut-sahutan, lampu pun padam seketika itu juga.Fikri pun melangkah masuk ke dalam rumah kedua orang tuanya, bibirnya tersenyum bahagia ingin bertemu dengan seorang wanita yang juga membuatnya jatuh hati.Wanita yang selama ini selalu bertengkar dengan nya, tapi sebenarnya Fikri sudah jatuh hati sejak mereka masih duduk di bangku SMP.Awalnya merasa cinta itu hanyalah cinta monyet, sayangnya tidak.Cinta itu ternyata masih
Hay semuanya.Semoga kita semua selalu ada dalam lindungan sang pencipta.Saya ucapkan terima kasih kepada semua para pembaca setia saya, dimana kalian sudah mengikuti cerita ini sampai selesai.Sedikit bercerita tentang buku ini.Saya tidak pernah menyangka bahwa novel ini bisa mendapatkan banyak pembaca.Menurut saya pribadi, pembaca sampai 3M itu tidak sedikit dan tidak semua orang bisa mendapatkannya.Di buku ini banyak kekurangannya, mulai dari tulisan dan juga mungkin isi yang kurang berkenan di hati pembaca setia saya ucapkan maaf kepada kalian semua.Namun, saya juga ingin mengatakan bahwa, saya bukan seorang penulis hebat.Saya pun tidak pernah hobi dalam menulis, begitu juga dengan membaca.Kedua hal ini sangat saya hindari sejak dulu.Tetapi, mendadak hati saya tertantang karena pernah membaca novel yang menurut saya tidak masuk akal.Hingga saya pun memutuskan untuk menuliskan sebuah buku.Dari sana saya mulai berpikir bahwa menulis tidak seburuk dan melelahkan seperti yan
Kinanti berdiri di balkon kamarnya, malam terasa semakin dingin. Namun, matanya engan terpejam, bayang-bayang luka penuh dengan nestapa membuatnya kembali pada masa lalu yang sudah lama terkubur dalam.Kejadian itu yang menyeretnya masuk pada kehidupan Adam, keinginan ingin pergi jauh dan melupakan apa yang terlah terjadi justru semua tidak sesuai dengan harapan.Nyatanya, semakin mencoba untuk menjauh, semakin banyak pula rintangan yang dia lalui.Hingga, akhirnya benar-benar tak bisa lepas dari jerat Adam.Semuanya tak sampai dengan baik-baik saja, nyatanya luka berbalut air mata begitu menusuknya hingga seperti tidak tahu lagi harus berbuat apa.Karena, kenyataan terus saja memaksa, meskipun luka yang tertusuk sudah tak mampu lagi untuk di tahan."Sayang."Kehadiran Adam membuat Kinanti pun tersadar dari lamunanya.Lamunan yang membuatnya hanyut dalam masa lalu untuk sejenak saja.Sejenak namun cukup membuat dirinya merasa kembali pada masa lalu itu."Mas, udah pulang?""Udah, dari
Bulir-bulir air mata pun jatuh dari pelupuk mata, Mentari begitu terharu saat dokter mengatakan dirinya tengah berbadan dua.Bahkan kehamilannya sudah memasuki 6 Minggu.Selama ini sering kali merasa tidak nyaman pada bagian perutnya, tapi Mentari memilih tidak perduli.Hingga akhirnya jatuh pingsan saat sedang memeriksa pasiennya.Bertapa dirinya begitu terkejut bercampur bahagia karena mendengarkan hasil pemeriksaan dokter.Di saat beneran bulan yang lalu program kehamilan yang telah di jalaninya gagal, membuat harapannya seakan berakhir pula dengan putus asa."Sayang, kamu baik-baik saja?"Fikri yang baru saja sampai di buat bingung karena melihat tingkah istrinya.Dirinya sengaja meninggalkan rapat karena mengetahui keadaan Mentari yang sempat tidak sadarkan diri."Abang, Tari hamil," Mentari langsung menghambur memeluk suaminya.Rasanya sungguh sangat luar biasa dan membuat bahagia tanpa bisa di tutupi sama sekali.Begitu pun juga dengan Fikri yang begitu terkejut mendengarnya."
"Tidak usah terbebani dengan yang saya katakan, ya sudahlah. Karena, kalian pun sudah menikah dan Mami minta hadiah aja dari kalian. Cepat berikan Mami cucu ya," ujar Zahra.Membuat Sarah terkejut mendengarnya, sungguh tidak pernah terpikirkan sebelumnya tentang semua itu.Bahkan Zahra sendiri yang meminta padanya, Zahra menyadari keterkejutan yang dirasakan oleh Sarah.Tapi Zahra tidak perduli sama sekali, karena menantunya dan juga anaknya harus meminta maaf padanya."Kalian berdua harus berjuang keras untuk cucu, kalau tidak Mami pingsan lagi."Mata Sarah pun melebar mendengarnya, sungguh ini adalah sesuatu yang teramat sangat tidak pernah terlintas di benaknya."Tante, jangan pingsan lagi. Saya akan merasa bersalah nanti," kata Sarah dengan panik."Tante?"Zahra pun bertanya karena kesal Sarah memanggilnya dengan sebutan --Tante--Sarah yang terlalu panik, kini bercampur bingung hanya bisa diam karena tidak mengerti."Mami! Kamu panggil saya, Mami. Seperti suami mu!" Tegas Zahra.
Sarah pun melihat Dava dengan wajah cemas, perasaannya masih saja tidak tenang karena memikirkan keadaan Zahra.Merasa bersalah karena membuat Zahra sampai jatuh pingsan, bahkan kedua tangannya saling meremas.Bertambah lagi keringat dingin yang terus saja membanjiri tubuhnya."Mami, mau ketemu sama kamu."Dava pun memegang tangan Sarah, berniat untuk pergi bersama dengan dirinya menunju kamar kedua orang tuanya.Dimana Zahra sudah menunggu di sana, sungguh Sarah sangat tidak nyaman dengan keadaan yang seperti ini.Rasa bersalah terlalu besar di hatinya, hingga dirinya menjadi demikian."Kenapa?" Dava pun mengurungkan langkah kakinya saat akan melangkah.Karena, Sarah yang hanya tampak diam. Sepertinya tidak ingin untuk ikut dengan dirinya."Pak Dava, aku pulang aja, ya," kata Sarah dengan ragu."Kenapa? Mami, mau bertemu dengan kamu.""Sarah, nggak berani, Pak. Sarah, takut."Dava pun memilih untuk menatap wajah Sarah dengan serius, dirinya mengerti dengan keadaan Sarah saat ini."Kam
"Mami, abis mimpi. Mimpi aneh, dalam mimpinya kamu tiba-tiba pulang bawa istri," Zahra pun memijat kepalanya yang masih terasa pusing.Dirinya melihat Dava yang berdiri tak jauh dari ranjangnya.Seakan wanita itu benar-benar terbangun dari tidur dan juga mimpi buruknya yang cukup menyeramkan itu."Gimana bawa istri? Menikah juga belum, Mami pusing kenapa bisa bermimpi seperti itu? Mungkin, karena terlalu lelah. Mami, butuh istirahat, soalnya mimpinya seperti nyata," Zahra pun mengusap wajahnya hingga beberapa kali.Menenangkan diri setelah terbangun dari hal yang dia anggap adalah sebuah mimpi.Lantas bagaimana dengan Dava setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Zahra?Dava pun berjalan ke arah Zahra, kemudian duduk di sisi ranjang berdekatan dengan sang Mami.Dava ingin berbicara dengan serius, berharap pula tidak lagi pingsan. Bagaimana pun dirinya memang salah, menikah tanpa meminta izin kepada orang tuanya sama sekali. Sangat tidak dibenarkan.Maka dari itu Dava ingin dimaafkan
Sarah mendadak menghentikan langkah kakinya saat berada di depan pintu utama rumah milik kedua orang tua Dava.Membuat Dava pun ikut berhenti melangkah dan melihat Sarah."Ayo masuk.""Pak Dava, Sarah tunggu di luar aja, kali ya."Dava pun bingung mendengar keinginan Sarah, lagi pula tidak mungkin juga dirinya berada di luar bukan?"Kenapa?""Nggak papa, sih, Pak. Cuman, Sarah segan aja.""Segan?" alasan yang konyol menurut Dava, "kita akan menemui Mami, ayo masuk!" tanpa menunggu jawaban dari Sarah, Dava langsung menarik lengan Sarah.Hingga akhirnya Sarah pun harus mengikuti langkah kaki Dava.Sarah terus saja melihat sekitarnya, dirinya memang tidak asing melihat rumah mewah.Karena, rumah Nada juga tidak kalah mewah dari rumah Dava Hanya saja kali ini lain cerita, sebab Dava adalah suaminya.Tentunya ada rasa minder juga tidak nyaman untuk berinteraksi dengan keluarga Dava."Kamu duduk dulu," Dava pun menuntun Sarah untuk duduk di sofa.Tepatnya kini mereka berada di ruang keluar
Dava pun mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, mencari seseorang yang tak lain adalah istrinya.Pagi tadi wanita itu bersikap aneh, bahkan berangkat ke kampus dengan sangat terburu-buru.Bahkan alasannya karena ada kelas, takut tak diijinkan masuk jika dosennya sudah masuk duluan.Membuat Dava hanya terdiam mendengar penjelasan Sarah.Sehingga kini dirinya benar-benar mencari keberadaan wanita tersebut, sebab dirinya ingin memastikan apakah Sarah sudah sampai di kampus ataupun belum.Sarah kini sudah menjadi istrinya, sehingga tidak ada lagi kata tanya mengapa dan kenapa Dava mencari wanita tersebut.Jika pun tak ada alasan pastinya, tetap saja terbilang wajar.Mengingat status yang sudah memiliki sebuah ikatan yang sakral.Hingga akhirnya Dava pun melihat Sarah yang duduk berdekatan dengan seorang pria, sepertinya wanita itu belum sadar jika posisinya kini adalah istri dari dosennya sendiri."Kamu," Dava pun menunjuk Sarah yang sedang melihatnya juga."Saya, Pak?" tanya Sar
"Lho, kamu nggak sama Dava?" Tanya Nada saat melihat Sarah turun dari sepeda motornya."Nggak, aku buru-buru, aku langsung pergi aja tadi. Soalnya aku ada kelas."Nada pun menatap Sarah dengan penuh tanya, dirinya mungkin memikirkan sesuatu sehingga melakukan itu."Kamu ngapain ngeliatin aku gitu banget?""Terus, kalau kamu pergi duluan. Dia kamu tinggal, kamu bisa langsung masuk kelas?""Iya, aku takut telat."Nada mencubit lengan Sarah cukup kuat, bahkan hingga meringis menahan sakit."Sakit!""Berarti kamu nggak lagi tidur!" kesal Nada."Iya, iyalah. Kita udah di kampus. Jadi, ini nggak mimpi," gerutu Sarah yang tak kalah kesal.Sambil menggosok tangannya yang cukup sakit karena cubitan Nada."Dasar tolol! Dosennya masih di rumah kamu, ngapain kamu buru-buru ke kampus?" akhirnya Nada pun menyadarkan Sarah.Benar saja, seketika itu juga Sarah tersadar dari keanehannya."Oh, iya. Dosennya, Pak Dava, kan?"Sarah pun melihat Nada dengan bingung, karena kini dirinya tahu penyebab Nada