"Kemana mereka membawa Ayah? Sebaiknya Aku ikuti mereka.'" Lintang terus mengikuti mobil Ayahnya yang sudah memasuki jalan HR. Rasuna Said. Matanya melebar saat mobil Ayahnya telah memasuki lobby utama sebuah apartemen mewah di daerah jakarta selatan itu. "Kenapa mereka ke apartemen mewah ini? Siapa yang akan mereka temui di sana? Atau jangan-jangan jika Ayah tidak pulang ke rumah, Ayah tidur di sini?" Pria tinggi dan tampan dengan rahang yang begitu kokoh itu terus menduga-duga. Ayahnya memang sering tidak pulang ke rumah. Selama ini tidak ada yang tau Ayahnya itu tidur di mana. Tak ada yang berani bertanya. Ketiga orang kepercayaan Ayahnya itu pun tak mau membuka suara. Lintang terus memepet mobil Ayahnya hingga berada tepat di belakangnya. Ia pun segera turun saat Ayahnya keluar dari mobil di dampingi oleh dua orang anak buahnya. "Ayah!" Boy Azka dan kedua anak buahnya menoleh saat mendengar sebuah teriakan dengan suara yang sudah tak asing. Mereka hampir saja terlonjak meliha
"Apa yang Ayah lakukan? Siapa wanita yang ada di lukisan ini?" Boy azka tersentak dan langsung menoleh saat mendengar suara putranya. "Siapa yang menyuruhmu masuk?" Boy Azka berkata geram. Matanya menatap tajam pada putranya. "Maaf, Yah. Apa Ayah telah menghianati Bunda?" Boy hampir kembali terlonjak mendengar pertanyaan putranya. "Bukan urusanmu! Tugasmu hanya kuliah. Tidak perlu ikut campur dengan urusanku!' Lintang menghempas napas kasar. Ia sudah dewasa. Ia sudah bisa memahami apa yang terjadi. "Apa Bunda sudah mengetahui semua ini?" selidik Lintang membuat Boy Azka semakin geram. "Kamu pulang sana!" Boy yang tak beranjak dari depan lukisan Kirana merasa kesal dan mengusir Lintang. "Aku tidak akan pulang jika tidak bersama Ayah." Boy melotot. "Dasar anak kurang ajar!" "Lukisan siapa ini, Yah? Siapa Kirana? Kalau Ayah tidak bicara, Aku akan hubungi Bunda agar menyusul ke sini." Lintang mulai memasukkan tangannya ke dalam jaket, hendak meraih ponselnya. Kini Boy yang me
"Dia sekarang sudah mulai berubah, Morine. Kamu tau? Gara-gara mengikuti saranmu, Kami jadi seperti pengantin baru dua malam ini." Firda cekikikan saat menghubungi sahabatnya yang berada di Paris. "Apa aku bilang. Kalau sampai dia nggak berubah dengan penampilan dan service yang kamu berikan sekarang, berarti dia nggak normal," sahut Morine dari sebrang sana. "Jangan lupa lakukan perawatan harianmu! Perempuan itu memang harus rela lelah dan mengeluarkan banyak uang demi memikat suami sendiri!" lanjut Morine lagi. Mereka kembali tertawa "Oke, pokoknya terimakasih untuk semuanya, Morine. Sudah dulu, ya. Aku sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit di Bogor. Ada family yang sedang dirawat di sana." "Oke. Hati-hati!" Firda menutup ponselnya ketika jarak rumah sakit yang dia tuju sudah dekat. Wanita cantik itu sempat senyum-senyum sendiri mengingat sikap suaminya belakangan ini. Walau masih cenderung bersikap dingin, namun suaminya itu sudah semakin hangat dan mesra ketika di ranjan
"Dok, ada tamu yang ingin bertemu." Dokter Taufik yang baru hendak istirahat setelah kepergian Paul dan Syafa tadi tiba-tiba menghentikan langkah menuju ruang pribadinya, ketika seorang perawat menghampiri. "Siapa? Bukankah Aku tidak ada janji.lagi hari ini?" Dokter itu mengerutkan keningnya. "Maaf, Dok! Anak buah pejabat itu datang lagi. Kali ini Bapak Boy Azka juga datang. Dokter Taufik tersentak. Ia kembali teringat beberapa hari yang lalu, beberapa anak buah Boy Azka meminta informasi tentang Syafa. Dokter Taufik sebenarnya tidak mau menceritakan apapun tentang kondisi pasiennya pada orang lain. Namun mereka memaksa, demgan alasan karena Boy Azka sangat ingin membatu membiayai pengobatan Syafa. Akhirmya dengan terpaksa Dokter Taufik mengatakan tentang rencana keberangkatan Syafa pada Boy Azka. "Silakan masuk!' "Siang, Dok. Bagaimana dengan kondisi Syafa? Apa dia bisa sembuh dan berjalan normal kembali?" Kali ini, Boy Azka seakan tak sabar ingin mendengar informasi tentang
"Kak, ngebut dooong!" Syafa berteriak manja pada Paul. "Bahaya dong, Sayaaang!" sahut Paul sambil mengacak-acak rambut istrinya. "Tapi Aku udah kangen sama Mama dan Kak Maira," Syafa merengek, hingga membuat Paul gemas. "Lagian tadi Kak Paul kenapa lama banget sampai ke lobbynya?," sesal Syafa. Namun wanita itu tak menceritakan pertemuannya dengan Boy Azka. Ia tak mau merusak moment bahagianya hari itu. Ia akan bertemu dengan mama mertua dan kakak iparnya. Ia pun tak sabar ingin menceritakan tentang kondisi kakinya yang menurut dokter akan segera bisa kembali berjalan normal pasca operasi dan pengobatan di Singapore nanti. "Maaf ya, Sayang. Tadi Aku mampir ke toilet dulu. Jadi kamu nunggu lama di lobby. Tapi nggak ada yang ganggu kamu, kan?"Syafa menggeleng. Ia sudah bertekad tidak akan mengatakan pada suaminya bahwa Boy Azka menemuinya di lobby tadi. Selama Syafa tinggal di rumah Paul, Ia selalu merasa kesepian. Ia pun tak bisa melakukan banyak aktifitas karena kondisinya. Oleh
"Apaaa? Kirana?" Syafa terpekik. Dalam hatinya ia takut untuk menduga-duga, kenapa ia sangat mirip dengan artis bernama Kirana, yang namanya beberapa kali disebut oleh Boy Azka. Laura mengangguk. Ia menatap lekat menantunya. Sejak awal ia sudah merasa heran dengan wajah Syafa yang jauh berbeda dari Akbar dan Rita. "Tapi, kenapa wajah Aku dan Kirana itu mirip banget, Ma? Kok bisa, ya ampun!" Syafa yang penasaran berkali-kali melihat wajah Kirana di ponsel Laura. Mereka bertiga terdiam sejenak, sibuk dengan pikiran masing-masing. Wajah Syafa nampak bingung dan gelisah. Ia takut dengan dugaan yang ada di kepalanya saat ini. "Andai saja Aku boleh meminta, Aku ingin jadi anak kandung Ibu dan Bapak saja. Nggak bingung kayak gini." Syafa tertunduk murung "Syaaa, ingat, semua sudah kehendak Yang Kuasa. Semua ini pasti ada hikmahnya. Apapun keadaan kita, tetap harus selalu bersyukur." Maira mengusap lembut punggung Syafa. "Astaghfirullah, Terimakasih sudah mengingatkan Aku, Kak!" "Ya, S
"Astaga, Mas?" Firda nyaris berteriak saat merasakan sebuah sentuhan kecil pada wajahnya..Boy Azka telah berdiri tegak disampingnya. Suaminya itu tampak acuh memandang ke arah lain sambil bertolak pinggang. Padahal jelas-jelas baru saja suaminya itu membelai lembut pipinya. Firda mengulum senyum menahan debaran cinta di dadanya. "M-mas sudah dari tadi?" Firda nampak gugup. Melepas headset dan meletakkannya pada sisi di tepian dinding. Kemudian ia menggeser tubuhnya, berharap suaminya ikut masuk ke dalam bathup besar yang memang dirancang untuk dua orang itu.. "Hmm ...," gumam Boy Azka tanpa menjawab pertanyaan istrinya. "Mas mau mandi? Atau ... mau Aku mandiin?" Firda mulai menjalankan aksinya. Boy masih berdiiri tak beranjak dari tempatnya tadi. Namun kini tatapannya begitu dalam menatap Firda dengan penuh hasrat. "Kamu menggodaku, heh?"tanyanya dengan wajah datar. Firda tersenyum, lalu menegakkan tubuhnya. Seketika itu juga tubuh Boy.Azka menegang. Bagian atas tubuh Firda ya
"Ayah ada di sini? Ayah kenal dengan Syafa?" Wajah Lintang merah padam. Sebagai seorang anak ia tak terima melihat Sang ayah mendekati wanita lain. Kedua tangannya mengepal erat. Rahang kokohya mengetat, hingga nampak urat-urat di wajahnya. "Ayah tau? Syafa ini bahkan lebih muda dari Aku. Ayah waras nggak, sih?" Suara Lintang semakin meninggi karena emosi. Hingga beberapa orang di sekitar mereka sempat menoleh. Namun para pengunjung yang tidak mengenali Boy Azka kembali tidak mempedulikan mereka. Syafa terhenyak saat mendengar Lintang memanggil Boy Azka dengan sebutan Ayah. "Berarti ... Kak Lintang itu adalah .... Kenapa Tuhan mempertemukan kami semua. Kenapa jadi seperti ini?" Syafa membathin. Kedua matanya telah mengembun. "Pelankan suaramu!" Boy Azka geram. Andai saja yang memukulnya tadi bukan putranya, sudah pasti orang-orang kepercayaannya yang berada tak jauh dari tempat itu, sudah bertindak. Namun Boy memberi kode agar para anak buahnya tidak mendekat. "Kenapa? Ayah takut
Hai, Pembacaku. Terimakasih sudah membaca Istri Dekilku Anak Sultan hingga tamat.Mau tau kisah Maira selanjutnya? Langsung aja baca cerita baru aku yang berjudul :Istri yang Tak Kau Percaya Ternyata Kaya Raya"Dengan wajah sok polosmu itu kamu berbohong kalau kamu masih suci! Padahal saat menikah denganku, kamu sudah tidak perawan!”Kehidupan rumah tangga Analea terasa dingin karena Hamid, suaminya, salah paham dan menuduh Analea tidak suci lagi, karena Analea tidak "berdarah" di malam pertama mereka. Ditambah lagi asal usul Analea dianggap tidak jelas dan kurang bermartabat karena merupakan anak angkat dari mantan wanita malam.Hingga akhirnya Analea menemukan suaminya tidur bersama wanita lain."Aku ingin bercerai!" Tak lagi bisa percaya pada Hamid, Analea menggugat. "Kalau tidak, aku akan sebarkan berita ini di kantormu.""Memangnya orang akan percaya padamu? Semua juga tahu dari mana asalmu! Mereka pasti lebih percaya padaku." Si suami peselingkuh enggan melepaskan Analea yang
Setahun kemudian. "Ayo turun, Sayang! Kita sudah sampai." Paul membantu Syafa keluar dari mobil. Wanita itu kesulitan keluar karena perutnya yang sudah sangar besar. "Jangan lahir dulu, Nak. Biarkan Ibumu ini merasakan seperti apa wisuda itu." lirih Syafa seraya mengelus perutnya dengan lembut. Paul membimbing istrinya turun dari mobil dengan sangat hati-hati. Penampilan Syafa kini berbeda. Morine merancang kebaya panjang hingga semata kaki yang sangat pas untuk Syafa yang sedang hamil tua. Paul menggandeng Syafa menuju sebuah gedung pertemuan yang cukup berkelas di kota Jakarta. "Pelan-pelan jalannya. Jangan terlalu gagah!" bisik Paul yang terlihat tampan dengan stelan jas hitamnya. Pria bule itu melangkah dengan bangga mendampingi sang istri yang baru saja meraih gelar sarjananya. Beberapa bulan belakangan ini Syafa berjuang dalam keadaan perut besar demi menyelesaikan kuliahnya sebelum bayinya lahir. Dua target dalam hidupnya yang mampu ia capai dalam waktu bersamaan. Yaitu me
Berita tentang Syafa ada hubungan dengan pejabat bernama Boy Azka yang dihubungkan dengan artis lawas bernama Kirana memang sempat memanas di masyarakat dan media sosial. Namun hal itu perlahan hilang dari media. Tentu saja ini adalah hasil kerja beberapa anak buah Boy Azka. Ternyata dalam hal ini, dengan uang segalanya akan menjadi mudah. Tak ada lagi media yang mengekspos berita tersebut. Sejak kejadin itu Boy Azka mulai hati-hati. Ia tak lagi berani bertemu Syafa di tempat umum, walaupun secara sembunyi-sembunyi. Sebagai gantinya, setiap sebulan sekali Syafa akan menginap di rumah Boy Azka bersama Paul. Hubungan keluarga mereka sudah sangat harmonis. Lintang yang tadinya memperlihatkan rasa tidak sukanya pada Syafa, justru kini sangat perhatian pada adik tirinya itu. Bahkan kadang membuat Paul cemburu karena Syafa begitu dekat dengan kedua kakak lelakinya. "Kak, hari ini acara syukuran Bapak dan Ibu pulang dari Haji. Kita ke sana, yuk!" Syafa bergelayut manja pada suaminya yang
"Dia tampan sekali seperti Kamu, Mas." Anita memandang takjub pada bayi laki-laki yang menggeliat di dalam box bayi milik rumah sakit itu. "Ya, dia yang akan menggantikan kita nanti di perusahaan. Dia akan menjadi pebisnis handal," lirih Indra tanpa senyum. Perasaan pria itu masih belum tenang karena ibu dari sang bayi tersebut masih belum.sadar. "Semoga ibumu segera bangun, Nak!" parau suara Indra menahan sedih. Dokter bilang Aina kelihangan banyak darah ketika melahirkan tadi. Saat ini istri mudanya itu sedang ditangani oleh dokter ahli. "Sabar, Mas. Kita doakan saja semoga Aina segera sadar." Anita membelai pelan punggung suaminya. Dadanya sesak melihat Indra memandang bayinya dengan tatapan sedih. "Anita, jika terjadi sesuatu pada Aina, apakah Kamu mau merawat anak ini?" "Astaghfirullah, Mas. Ayo optimis, dong, Mas! Aina pasti akan sembuh. Aku pasti akan membantu Aina merawat dan menyayangi bayi ini sepenuh hati." Anita memandang gemas bayi merah yang berwajah tampan itu. M
"Om Indraaa ...! Aduh, sakit, Om ...! Om Indraaa ...!" Aina berteriak sambil memegang perutnya yang sudah semakin besar. Ia terduduk lemas di ranjang kamarnya. Suaranya terdengar hingga keluar karena pintu kamar yang sengaja ia buka sejak tadi. Indra yang sedang berada di ruang kerjanya bersama Anita tergopoh-gopoh menghampiri istri mudanya. Anita pun mengikuti dari belakang dengan panik. "Kenapa Aina? Apa Kamu mau melahirkan?" cecar Indra bingung. Pria paruh baya itu berjalan mondar mandir di depan Aina, entah apa yang harus ia lakukan melihat wajah pucat Aina. Keringat dingin membasahi wajah istrinya itu. "Aduh, Om. Sakit sekalii. Aku nggak tahan ...!"Aina terus merintih. Tubuhnya bergetar hebat menahan sakit. "Maas, cepetan siapin mobil! Kita bawa Aina ke rumah sakit, segera!" teriak Anita yang juga sibuk kesana-kemari di kamar Aina seperti sedang mencari sesuatu "Mbaaak, Mbaaak, ini ART pada kemana, sih?" Anita masih berteriak memanggil para ARTnya. "Ya, Bu. Ada apa?" seora
"Tolong cepat, Pak!" Rein menepuk pelan bahu sang supir yang melajukan mobil ke Bandar Udara International Kuala Lumpur. Supir itu mengangguk. Berkali-kali Rein menoleh pada jam tangannya. Ia tak ingin terlambat ikut penerbangan pagi itu. Semalam, setelah menerima panggilan dari Yuda, Rein merenung. Awalnya ia berpikir Yuda tidak serius. Bagaimana mungkin Maira bisa hamil, sementara ia sudah divonis oleh dokter akan sulit untuk memiliki keturunan? Lalu ia ingat kata-kata Maira yang mengatakan, tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah. Sulit untuk punya keturunan, bukan berarti tidak bisa. Sempat terlintas di benaknya hal negatif tentang Maira. Jangan-jangan itu bukan anaknya? Namun dugaan itu segera ia tepis, karena ia sangat percaya Maira adalah seorang istri yang setia. Pria dengan jambang lebat itu ingin membuktikan sendiri ucapan Yuda semalam. Apa ini hanya akal-akalan sahabatnya saja agar dia kembali ke indonesia? Akhirnya malam itu juga Rein yang belum tidur sejak kemarin,
Maira wanita yang kuat. Walau hatinya menangis. Ia tetap terlihat tegar di depan semua orang. Rein memang pergi dari kehidupannya. Namun pria itu tetap selalu ada di hatinya. Meninggalkan buah cinta mereka yang kini ada di dalam perut Maira. "Bu Shinta, Pak Yudatara dan istrinya ingin mengundang Ibu makan siang di rumahnya." "Yuda? Hmmm ... apa mungkin ada kabar tentang Rein?" gumam Maira yang baru saja selesai rapat dengan para relasi bisnisnya. "Baiklah. Katakan pada Yuda Aku mau. Kamu jadwalkan saja secepatnya!" ujar Maira sebelum meninggalkan ruang meeting. "Maira, bagaimana dengan pertemuan di Samarinda dua hari lagi? Apa Kamu bisa ke sana?" Raka menghampiri Maira ke ruangannya. Sejak Pratama memaksa Maira untuk membiarkan Raka membantunya, wanita itu tak lagi membantah. Apalagi Laura juga mendukung. Ia bersyukur Raka sudah banyak berubah. Mantan suaminya itu kini lebih paham akan batas-batas yang wajar diantara mereka. "Nanti Aku pikirkan, Mas," sahutnya bingung. Biasanya Re
"Aku nggak mau sendirian di rumah!" Aina cemberut saat duduk di ruang makan, sejak melihat Indra sudah bersiap hendak ke kantor. "Astaga Aina. Tolong jangan mulai lagi! Banyak rapat penting yang harus Aku hadiri. Apalagi sejak Rein keluar negeri. Aku agak kewalahan." Indra kembali membujuk Aina. "Nggak apa-apa kalau Mas mau temani Aina di rumah. Biar Aku yang handle kerjaan di kantor." Anita muncul dengan pakaian yang sudah rapi. Indra memandang istri pertamanya yang tampak banyak berubah. Sejak Aina tinggal satu atap dengan Anita lima bulan yang lalu, Anita perlahan berubah. Wanita paruh baya itu kini tak pernah lagi berpakaian seksi jika keluar rumah. Ia lebih banyak di rumah saat libur. Wanita itu pun lebih sabar menghadapi Aina yang semakin manja di saat kehamilannya yang sudah masuk sembilan bulan. "Tidak. Aku harus ke kantor hari ini. Banyak janji dengan relasiku." "Kalau tiba-tiba Aku mau melahirkan gimana, Om?" tanya Aina lagi dengan nada manja. Anita dan Indra saling me
" Terima kasih, Syafa. Pemotretan cukup sampai di sini. Luar biasa, kamu benar-benar luar biasa!" Morine tak henti-hentinya memuji Syafa yang sangat berbakat. "Sama-sama Om. Ini berkat bimbingan Om Morine juga." Morine dan para kru di studio itu kagum pada Syafa yang selalu rendah hati, walaupun kariernya sudah berkembang cukup pesat. Dalam jangka waktu tiga bulan, Syafa sudah mendapat tawaran job di mana-mana. Rekanan Morine yang bergerak di bidang fashion terus meminta Syafa untuk menjadi model produk mereka. "Aku pulang ya, Om. Kak Paul sudah nunggu sejak tadi" Syafa pamit pada Morine. "Baiklah Syafa, sampai rumah langsung istirahat! Ingat, lusa ada acara penting. Akan hadir banyak pejabat dan istrinya dalam pameran fashion itu. Kamu adalah bintangnya. Kamu harus tampil prima dan memukau. Karier kamu baru akan dimulai." Morine yang diminta sekaligus sebagai manager Syafa oleh Boy Azka, tak henti-hentinya mendisiplinkan gadis cantik itu. "Iya, Om. Siap!" Walau kadang merasa b