Kacau, itu yang sedang terjadi di acara pestagender reveal yang Joan adakan di halaman rumahnya.Setelah dua kali tembakan terdengar, membuat semua pengunjung pesta kocar-kacir pergi meninggalkan tempat acara tersebut."Kek!" Joan berteriak dan menahan tubuh kakek Janned, yang berada tepat di hadapannya.Setelah kakek Janned terkena dua kali tembakan yang di lesatkan oleh orang tidak di kenal.Dan kakak Janned sengaja menghalangi peluru mengenai Joan, saat ia tahu ada yang ingin membidik Joan dengan senjata api."Jo..." ucap lirih kakek Janned, dengan darah yang mengalir dari tubuhnya. Lalu memejamkan matanya."Kakek, bangun!" teriak Joan panik melihat keadaan sang kakek."Jo, cepat bawa kakek ke rumah sakit. Aku akan mengejar orang itu," ujar Zack dan bergegas pergi untuk mengejar pria yang tadi menembak kakek Janned.Zazi menahan tubuh Ara yang ingin keluar dari dalam rumah. "Ra, tetap disini.""Tidak bisa, aku akan melihat apa yang terjadi di luar." "Ra, aku mohon.""Zi, perasaan
Seminggu berlalu seteleh kepergian kakek Janned untuk selamanya dari dunia.Kesedihan masih Ara dan Joan rasakan hingga saat ini.Apalagi semenjak kecil Joan hanya mengenal sang kakek, keluarga satu satunya yang ia miliki."Jika acara itu tidak pernah ada, kakek tidak akan pergi untuk selamanya, sayang." ucap Joan pada Ara sang istri saat keduanya sedang duduk berdua diatas tempat tidur. "Dan itu semua salahku, sayang."Joan juga merasa bersalah, karena pesta gender reveal seminggu lalu adalah keinginannya.Ara yang duduk dan menyandarkan kepalanya di bahu sang suami, mengenggam satu tangan Jaon."Semua telah terjadi, sayang. Dan waktu tidak bisa kita putar ulang, doakan semoga kakek tenang disana." Meskipun Ara juga masih bersedih setelah kepergian kakek Janned, tapi sebisa mungkin Ara coba ikhlas menerima kenyataan pahit tersebut.Mengingat lagi, kakek Janned sudah Ara anggap sebagai kakek sendiri, karena saking sayangnya kakek Janned padanya."Besok kita pergi ke makam kakek, saya
Zazi tidak menyusul Ara masuk ke dalam kamar, melainkan pergi menemui Joan yang masih berada di ruang tamu bersama Vio.Dan sepertinya Vio sudah akan meninggalkan rumah tersebut"Maaf ya, Jo. Aku mengganggu akhir pekanmu, apa lagi kamu masih berduka." ucap Vio yang baru saja beranjak dari duduknya.Karena tugas yang di berikan mister Paul sang suami untuk menemui Joan dan memberikan berkas penting kini telah Vio lalukan."Tidak apa-apa Vi.""Aku pulang dulu, dan ingat. Jangan berlarut-larut dalam kesedihan, semua makhluk hidup cepat atau lambat pasti akan meninggal dunia, tinggal menunggu waktunya saja."Joan hanya menganggukkan kepalanya mendengar apa yang Vio katakan."Nitip salam buat istri kamu, ya.""Nanti, aku sampaikan pada istriku."Vio hanya mengangkat satu jempolnya untuk menimpali ucapan Joan, dan mengalihkan tatapannya pada Zazi."Hai Zi," sapa Vio pada Zazi. Karena keduanya sudah lama mengenal tapi tidak pernah dekat.Zazi hanya menganggukkan kepalanya."Aku pulang dulu y
Baru juga Ara menutup sambungan ponselnya setelah menghubungi sang suami.Entah mengapa Ara merasa gelisah dan ingin kembali menghubungi suaminya itu."Ra, biarkan suamimu itu istirahat. Besok pagi dia ada rapat," ucap Ara pada dirinya sendiri.Agar menahan diri untuk tidak menghubungi sang suami.Namun, saat Ara coba untuk memejamkan matanya, kembali lagi ia merasa gelisah.Dengan segera Ara menghubungi ponsel suaminya itu.Senyum terukir dari kedua sudut bibir Ara, ketika sang suami mengangkat sambungan ponselnya. Dan gelisah yang ia rasakan kini menghilang sudah.'Ada apa sayang?' tanya Joan dari balik sambungan ponselnya."Aku tidak bisa tidur sayang, entah mengapa aku merasa gelisah." 'Lapar?' tanya Joan lagi."Emm... tidak sayang."'Terus?'"Tidak tahu, aku penginnya menghubungi kamu, sayang."'Besok aku ada rapat, sayang. Dan bisa telat kalau kamu terus menelepon.' kata Joan."Iya juga sih, maafkan aku sayang."'Tidak masalah, sayang. Lebih baik kamu istirahat, tapi sebelum it
'Sayang, kenapa kamu diam saja?' tanya Ara lagi, karena suaminya tersebut tidak menjawab pertanyaannya.Ara jelas-jelas mendengar apa yang Zack katakan, meskipun dari balik sambungan telepon."Terus aku harus jawab apa sayang?" tanya Jaon balik, dengan tenang.Tentu ada rasa bersalah pada sang istri, karena semalam Joan satu kamar dengan Vio. Meskipun tidak melakukan apa pun.'Apa benar yang barusan Zack katakan, sayang?'"Tentu saja tidak, sayang."'Coba aku ingin bicara pada Zack.'"Sebentar sayang," Joan, lalu menatap pada Zack. "Ara ingin bicara denganmu." ucapnya, tak lupa menatap tajam pada sahabatnya tersebut, agar tidak mengatakan apapun pada Ara.Segera Zack mengambil ponsel yang ada di tangan Joan, dan berbincang dengan Ara.Dan seperti keinginan Joan, Zack tidak mengatakan apa pun tentang Vio yang tadi keluar dari dalam kamar Joan."Kamu jangan berpikir macam-macam." kata Joan pada Zack setelah menutup sambungan ponselnya. "Aku tidak melakukan apa pun dengan Vio.""Jadi, s
Ara benar-benar tidak bisa memejamkan matanya, padahal jam di kamarnya telah menunjukkan pukul satu dini hari.Hal tersebut, lantaran ponsel sang suami tidak dapat dihubungi.Dan itu benar-benar membuat Ara mencemaskan Joan.Apa lagi Zack yang juga sudah beberapa kali Ara hubungi, tidak mengangkat telepon darinya."Ya Tuhan, semoga suamiku baik-baik saja." ucap Ara.Dan sekarang ia memutuskan untuk keluar dari dalam kamar, menuju kamar sang ibu yang masih tinggal di rumah tersebut.Berharap saat tidur bersama sang ibu, Ara tidak lagi mencemaskan sang suami yang tidak bisa ia hubungi.Dan baru kali ini, selama Joan berada di luar kota ponselnya tidak bisa di hubungi."Ibu belum tidur?" tanya Ara yang baru masuk ke dalem kamar sang ibu.Dan melihat ibu Nindi masih terjaga diatas tempat tidurnya."Malam ini ibu tidak bisa tidur Ra." jawabnya. "Terus, kenapa kamu juga belum tidur?"Ara naik keatas tempat tidur sebelum menjawab pertanyaan sang ibu, lalu merebahkan kepalanya di pangkuan ibu
Bugh! Bugh!"Dasar Bodoh!" seru Zack, setelah memukul Joan berkali-kali.Dirinya tidak habis pikir, jika Joan sedang berbuat mesum dengan Vio di dalam kamar hotel wanita itu.Dan kembali lagi Zack memukul Joan, yang masih bertelanjang dada. "Suami biadab!"Jaon tidak melawan apa yang Zack lakukan padanya, menyadari semua memang salahnya."Kau sudah gila, Jo!" Entah umpatan apa lagi yang harus Zack katakan pada sahabatnya tersebut, dimana ia baru saja menyeret Joan dari dalam kamar hotel Vio menuju kamarnya.Saat Zack yang sedang mencari Joan, masuk ke dalam kamar hotel Vio yang luput tidak di tutup.Dan Zack melihat dengan mata kepalanya sendiri, jika Joan sedang bercumbu diatas ranjang dengan Vio."Apa kamu tidak mengingat Ara dan juga anak kalian hah? Suami dan ayah macam apa kamu, brengsek!"Zack ingin memukul Jaon lagi, yang sudah berdiri setelah sejak tadi mendapat pukulan bertubi-tubi dari sahabatnya tersebut.Namun, pukulan Zack kini ditahan oleh Joan. "Aku khilaf, Zack!""Gamp
Joan menautkan kedua alisnya, melihat ekspresi wajah Ara berubah menjadi sedih. Setelah istrinya tersebut mengangkat sambungan ponsel dari Vio.Tentu saja Joan takut, ekspresi wajah Ara berubah mungkin saja Vio mengatakan pada istrinya tersebut, kejadian semalam. Itu yang sedang Jaon pikirkan.Membuatnya segera mengambil ponsel miliknya yang masih menempel di salah satu telinga Ara."Biar aku saja yang bicara padanya sayang," Joan menempelkan ponselnya di salah satu telinganya. Dan kembali menautkan kedua alisnya ketika mendapati sambungan ponsel dari Vio terputus. "Sayang, kenapa kamu bersedih?" tanya Joan penasaran, takut apa yang dipikirkannya benar.Ara menatap pada Joan, membuatnya merasa bersalah."Maafkan aku, sayang. Aku benar-benar khilaf, tapi aku berjanji tidak akan melakukannya lagi." ucap Joan."Apa maksud ucapan kamu, sayang?" tanya Ara bingung dengan perkataan sang suami.Namun, Jaon tidak menjawab pertanyaan Ara. Merasa tidak mungkin Ara mengetahui kejadian semalam, s
Bahagia dan juga sedih bercampur jadi satu, itu yang sedang Joan rasakan sekarang.Bahagia karena ia akhirnya bisa melihat bayi kembarnya yang begitu sehat dan juga sempurna.Dan sedih, karena satu hari setelah Ara melahirkan secara caesar, istrinya itu belum juga sadarkan diri. Setelah dinyatakan koma beberapa jam setelah menjalani operasi caesar.Joan ditemani ibu mertuanya, menyaksikan kedua bayi kembarnya yang berjenis kelamin laki-laki, sedang di beri susu oleh perawat yang menjaga keduanya di sebuah ruang perawatan yang telah ia siapkan jauh hari, bukan hanya untuk kedua bayinya, tapi juga dengan Ara.Namun, hanya dua bayi kembarnya yang berada di ruang perawatan tersebut.Karena Ara masih berada di ruang ICU."Silakan jika Tuan ingin mencoba memberi susu pada bayi Tuan." kata perawat.Tentu saja Joan segera mengambil botol susu yang berada di tangan perawat tersebut.Dan dengan arahan perawat tersebut, Joan bisa memberi susu pada kedua putranya.Padahal Joan dan juga Ara telah
Dalam situasi panik, Joan menepuk-nepuk pipi sang istri yang tidak sadarkan diri. Saat sudah berada di dalam mobil untuk membawa Ara ke rumah sakit."Sayang bangunlah." dengan penuh kecemasan, Joan terus menepuk pipi Ara. Berharap istrinya tersebut segera sadar. "Aku mohon, jangan buat aku panik seperti ini sayang."Tetap saja Ara tidak merespon perkataan Joan."Pak! Bisa nyetir tidak hah?! Cepat bodoh!" seru Joan pada supir kantor yang sedang mengendarai mobilnya."Sayang, bicara yang sopan." suara Ara begitu pelan.Tapi terdengar di kedua telinga Jaon, membuatnya segera menatap wajah sang istri yang sudah berada di pangkuannya."Sayang, kamu sudah sadar?"Disaat perutnya semakin mules, Ara masih sempat tersenyum pada sang suami."Sayang, kamu baik-baik saja?" tanya Joan sambil meraup kedua pipi sang istri. "Sayang!" kini Joan berteriak, melihat sang istri kembali tidak sadarkan diri.Panik, gelisah, cemas semua bercampur menjadi satu. Setelah Joan berada di rumah sakit, dan sang ist
Zazi menatap pada Zack sambil memicingkan matanya, setelah mendengar pernyataannya.Karena pernyataan Zack barusan, bagi Zazi seolah-oleh memandang jelek profesi pria yang ia cintai."Kenapa memang dengan dia yang berprofesi sebagai photografer? Kamu pikir pekerjaannya tidak benar, begitu?""Bukan bermaksud seperti itu, tapi...""Sudahlah Zack, aku tahu apa yang ingin kamu katakan." Zazi memotong perkataan dari Zack. "Kamu pasti ingin bicara yang tidak-tidak mengenai pekerjaan Rehan. Tapi, harus kamu ketahui, dia bekerja secara profesional. Dan sekarang hentikan mobilnya!"Namun, Zack tidak mendengar perintah dari Zazi dan terus mengendarai mobil."Zack, aku bilang berhenti!" seru Zazi.Dan kali ini Zack mengikuti perintahnya, dan menghetikan laju mobilnya saat sudah ia tepikan di pinggir jalan."Turun dari mobilku!"Zack menatap pada Zazi seteleh mendengar apa yang diperintahkannya."Buruan turun, ngapain malah liatin aku. Aku ingin pergi menemui Rehan,"Tanpa berpikir lagi, setelah
"Sialan!" Rehan mengumpat, dan satu tangannya ia pukulkan ke setir pengemudi.Ketika ia tidak bisa mengejar mobil yang Joan dan juga Ara naiki.Karena dengan begitu, Rehan gagal membuat rekayasa kecelakaan yang sudah ia susun rapi di otaknya."Ini belum saatnya, tapi lihat saja nanti. Aku akan mambuat kalian hancur sehancur hancurnya," kata Rehan.Pria baik yang menjelma menjadi iblis, hanya karena sakit hati.Joan menurunkan laju kecepatan mobil yang di kendarainya.Setelah tadi ia merasa curiga, ada sebuah mobil yang terus mengikutinya.Tapi mobil itu tidak lagi terlihat dari kaca spion mobilnya."Sayang, sebenarnya ada apa sih?" tanya Ara penasaran.Setelah suaminya tersebut memelankan laju mobilnya.Padahal belum lama sang suami mengendarai mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata. Apa lagi Joan terus menoleh pada Spion mobilnya di luar sana.Joan menoleh sekilas pada sang istri, tidak lupa mengukir senyum. "Tidak apa-apa sayang."Tentu saja Joan tidak ingin mengatakan pada sang
"Re... Rehan?" tanya Ara untuk memastikan apa yang baru saja ia dengar tidak salah.Jika Zazi sedang jatuh cinta pada pria yang bernama Rehan."Iya, Ra. Nih aku tunjukin foto orangnya, lebih ganteng tahu dari pada Zack."Zazi yang masih menyetir menunjukan foto pria yang ia cintai, di dalam galeri ponselnya."Dia seorang photografer profesional, Ra. Dan itu mengapa, sekarang aku juga tertarik dengan dunia foto." jelas Zazi.Ara masih menatap foto pria yang Zazi cintai, dan ternyata pria tersebut bukan Rehan yang Ara kenal."Ganteng bukan? Zack mah lewat.""Yakin kamu jatuh cinta padanya?""Yakin dong,""Apa dia juga mencintaimu?""Kalau itu aku kurang tahu, Ra. Aku belum mengungkapkan perasaanku padanya, tapi kalau di lihat-lihat dia juga memiliki perasaan padaku.""Bagaimana kamu tahu?""Aku dan dia beberapa kali pergi makan malam bersama, dan dia begitu perhatian padaku.""Hanya itu?""Iya,""Tapi, bagaimana jika dia tidak mencintaimu?""Aku yakin dia mencintaiku Ra,""Seandainya ti
Pria tersebut kini menaruh secarik kertas diatas meja, lalu beranjak dari duduknya. "Jika kamu ingin menerima tawaran kerja sama untuk menghancurkan mereka. Hubungi aku di nomor itu,"Vio mengambil secarik kerja yang bertuliskan angka nomor ponsel. "Tunggu!" perintah Vio menghentikan pria tersebut yang baru saja beranjak dari duduknya dan mungkin saja akan meninggalkannya. "Siapa namamu?" tanya Vio pada pria tersebut yang begitu asing baginya."Rehan." jawab singkat pria tersebut, dan langsung melangkah meninggalkan dimana Vio berada.Kedua bola mata Vio terus mengikuti pria tersebut keluar dari dalam kafe. "Rehan, ada dendam apa pria itu ri pada Joan dan juga Ara?" tanya Vio penasaran.Tapi setelahnya Vio mengukir senyum, karena akhirnya ia bisa menemukan orang yang sama-sama ingin menghancurkan rumah tangga Joan dan juga Ara. Namun, setelah itu senyum Vio memudar ketika melihat kedua sahabatnya baru masuk ke dalam kafe dan menuju dimana ia berada."Sorry Vio, kita telat sampai si
Setelah badai berlalu, rumah tangga Ara dan juga Joan semakin romantis.Saking romantisnya, akhir-akhir ini Joan memilih bekerja dari rumah.Apalagi persalinan Ara mulai dekat, membuat Joan ingin terus berada di samping sang istri.Takut tiba-tiba Ara mengalami kontraksi.Joan tersenyum melihat Ara masuk ke dalam ruang kerjanya, yang berada di rumah. "Ada apa sayang? Katakan saja jika kamu ingin sesuatu. Aku akan membuatkannya untukmu." tanyanya, karena belakangan ini Joan begitu aktif memasak makanan yang sang istri inginkan, meskipun dengan di bantu bibi Miu.Joan kini memeluk pinggang Ara dari samping, saat istrinya tersebut telah berada di dekatnya. Tak lupa mencium perut Ara."Atau kamu pegal, jika iya. Aku akan memijat kaki kamu, sayang."Ara hanya tersenyum mendengar ucapan Joan, yang sudah menjadi suami siaga. Karena hampir setiap hari, Joan memijat sang istri, sebelum tidur. Seolah tahu apa yang sang istri rasakan saat mengandung bayi kembar.Joan kini beranjak dari duduknya
"Jaon tidak pernah tidur dengan Vio, Ra." jelas Zazi.Ketika keduanya sedang duduk di bangku tanam, spot favorit Ara ketika berada di rumah.Hamparan berbagai bunga di taman tersebut dan juga udara sejuk yang Ara hirup, membuatnya merasa lebih baik. Hingga ia bisa menghentikan tangisnya.Apalagi ia baru saja mendengar cerita Zazi mengenai sang suami."Jadi jangan marah pada Joan, Ra."Ara menoleh pada Zazi yang duduk tepat di sampingnya. "Apa aku harus memaafkannya? Meskipun mereka tidak tidur bersama, tapi mereka bercumbu, Zi."Tentu saja Ara merasa apa yang dilakukan sang suami tidak benar."Aku rasa Joan hanya terbawa suasana.""Dan itu artinya, dia masih memiliki perasaan pada Vio.""Terus, kamu ingin membiarkan suamimu itu kembali pada Vio?"Ara menghembuskan nafasnya kasar, dan memilih diam. Jujur bagi Ara, meskipun tadi ia meminta bercerai, tapi itu hanya perkataan spontan yang keluar dari mulutnya, karena emosi sesaat.Mengingat lagi, seluruh cintanya telah ia berikan pada Jo
Joan menatap pada Ara, setelah mendengar apa yang dikatakan olehnya. "Coba katakan lagi!" pintanya."Ceraikan aku." ucap Ara lagi, dan derai air mata masih terus membasahi kedua pipinya.Menyadari kehadirannya dalam kehidupan Joan, tidak di harapkan."Dan kamu bisa bersama dengan Vio."Jaon memegang kedua lengan sang istri, setelah melempar ponsel Ara yang terdapat foto dirinya dan juga Vio.Dan Joan benar-benar tidak mengerti kenapa Vio mengambil foto diam-diam tanpa sepengetahuannya."Apa kamu tidak ingin mendengar penjelasan dariku, Ra?""Tidak ada yang perlu di jelaskan," "Aku suamimu, Ra. Kenapa kamu percaya pada ucapan orang lain, tanpa mau mendengar penjelasan suamimu ini?"Ara tidak ingin menanggapi ucapan dari Joan, dan masih terus menangis."Aku bersumpah atas nama Tuhan, jika aku tidak pernah sama sekali tidur dengan Vio." jelas Joan, meskipun sang Isrti tidak ingin mendengar penjelasannya.Namun, Joan tidak ingin Ara semakin salah paham.Joan berpikir berkata jujur untuk