Festival Pasar Malam Senyuman sumringah terpancar di wajah Freya, saat melihat Ansel yang begitu bahagia bersama dengan sang ayah menaiki permainan komedi putar. Suasana meriah di sana menjadi pelengkap kebahagiaan sederhana mereka. "Mamy!" Panggil Ansel melambaikan tangan. "Iya sayang, pegangan yang erat pada Dady. Biar gak jatuh, mas pegang Ansel dengan erat. " sahut Freya, lalu mengingatkan suaminya. Damian memancarkan senyuman dan mengangguk patuh di balik masker dan topi, memberi kode jika dirinya mengerti. Freya merasa lega saat Damian menepati janjinya pada putra mereka. Yang akan mengajak main ke luar. "Ansel sangat bahagia, bahkan dia sangat menempel pada Damian." Lirih Freya dalam hati, terkadang ia sangat dilema saat melihat kedekatan mereka yang seolah enggan di pisahkan. Bahkan Freya terkadang bingung dengan status pernikahannya dengan Damian, meskipun pernikahan awal mereka hanya semata untuk meredam sebuah skandal yang pernah merebak di tahun itu. Tapi semenjak An
Beberapa hari kemudian, Freya terlihat begitu bersemangat saat akan berangkat kerja. Ia tak lupa membawa beberapa draf desain baru yang sudah siap untuk di presentasekan di depan semua rekan dan juga sang bos."Semoga saja desain gaun musim dingin ini bisa membuat tuan Dave senang," Freya bergumam lalu berjalan di aula menuju ke arah ruangan kerjanya. Akan tetapi ia tak sengaja berpapasan dengan Melisa, sampai membuat beberapa draf yang Freya pegang terjatuh ke bawah lantai. BRUKKK!"Aduh! lain kali jalan pake mata dong, jangan pake dengkul." Melisa memaki dan menatap nyalang pada Freya. "Maaf," Freya segera membereskan beberapa barangnya yang terjatuh di bawah lantai. Melisa sangat terkejut saat melihat sosok wanita yang ada di depannya ternyata adalah adik tiri yang sangat paling dia benci. Begitu juga dengan Freya, ia baru tahu jika yang ada di depannya adalah sang Kaka. Bukannya minta maaf, Melisa malah menghujat dan mencibir Freya dengan kata-kata kasar. "Owh, jadi kamu. Pan
"Luna! apa yang kamu lakukan tadi? kenapa kamu menerobos masuk ke dalam ruangan meeting? apakah kamu tidak belajar tentang etika." Dave sangat marah, Lalu Ia menghempaskan lengan Luna dengan kasar. Luna berusaha menenangkan Dave, lalu ia mencari alasan yang tepat untuk membela diri. Dengan mengatasnamakan tuan Steven. "Maaf mas Dave, aku tadi kesal dengan security di kantor ini. Masa dia memperlakukan aku seperti orang lain, jelas-jelas aku ini adalah calon istrimu," Luna berdalih seraya menggerayangi dada bidang Dave yang begitu kekar dan sangat mempesona. Melihat sikap agresif Luna, membuat Dave semakin muak. Bahkan Dave juga mengutarakan tentang pendapatnya mengenai perjodohan mereka. "Cukup nona Luna, jangan rendahkan dirimu di hadapanku, aku tahu ayahku memilihmu untuk menjadi calon istriku, tapi bukan berarti aku setuju." Dave mengingatkan. Luna bahkan mengatakan alasan datang menemuinya, dengan atas dasar tuan Steven menyuruh mereka untuk menghadapnya bersama. "Maaf mas, j
Hari berganti malam, Dave akhirnya tiba di kediaman rumah besar dan mewahnya. Tuan Steven yang baru pulang dari rumah sakit pun sudah menunggu di dalam kamar. Berharap jika Dave segera menemuinya. Dave begitu enggan jika pulang, karena ayahnya selalu saja membahas tentang rencana perjodohan dengan Luna. "Mas Dave, tadi Dokter berpesan om tidak boleh terlalu banyak pikiran, apa lagi sampai di buat kaget." Kata Luna yang sengaja mengingatkan. Dave hanya menatap tajam, karena ia merasa jika Luna seolah ingin mengatur dirinya. Jika bukan karena sang ayah sakit. Ingin rasanya Dave mengusir Luna ke luar. Mereka berdua berjalan menaiki tangga, meskipun Luna mencoba untuk tetap mendekati Dave. Tapi Dave seolah menujukan penolakan pada wanita itu dan sengaja menjaga jarak. Mendengar suara langkah kaki mulai mendekat, tuan Steven segera memposisikan diri dengan berbaring dan memasang wajah pucat. Berharap Dave kali ini akan patuh atas keinginannya. Setelah berjalan menaiki tangga dan sampa
Malam berganti pagi, suara nada dering ponsel Khatrine terdengar begitu nyaring. Hellian yang masih terbaring di atas ranjang dalam keadaan telanjang dada, pelahan mulai terbangun dan membuka mata. "Hiist, berisik sekali. Khatrine! Telepon bunyi," Teriak Hellian dalam kondisi yang masih ngantuk berat setelah ia dan wanitanya bercinta. "Sebentar, aku sedang mandi." Sahut Khatrine yang masih berdiri di bawah guyuran shower, membersihkan diri dari bekas-bekas percintaannya bersama Hellian. Tubuh Khatrine terasa sangat pegal seolah terasa remuk. Mengingat dia sudah melayani dua orang pria dalam satu hari, membuat dirinya kepayahan. Tapi bagi Khatrine itu tidak masalah, selama sama-sama menikmati dan saling menguntungkan. "Hellian brengsek! semalam dia menghukumku dengan sangat ganas. Hampir saja aku di buat mati olehnya. Tapi kalau tidak di bujuk dia pasti terus marah dan ngomel," Umpat Khatrine, dengan emosi yang meluap-luap. Wanita bertubuh sintal dan berambut sebahu itu pun berhar
Beberapa jam kemudian, setelah berhasil membujuk Ansel. Akhirnya Freya bisa berangkat kerja. Tiga hari ini baginya sungguh sangat berat dan sangat melelahkan. Apa lagi saat putranya yang selalu rewel jika tidak ada suaminya pulang ke rumah. Sebuah taksi berhenti tepat di depan Freya, melihat gerakan jarum jam di tangannya yang semakin cepat. Membuat ia segera masuk. "Nona, mau di antar kemana?" tanya pak supir. "Tolong, antarkan saya ke Alexander crop." Jawab Freya sembari memeriksa beberapa draf desainnya, karena hari ini adalah revisi terakhir. Karena tinggal menghitung hari impiannya untuk mengikuti pameran peragaan busana yang sangat bergengsi."Baik nona."Freya tersenyum kecil, saat melihat foto mendiang ibunya yang selalu terselip dalam draf. Bahkan Freya selalu menjadikan kerinduan pada sang ibu sebagai pemacu semangatnya. "Bu, sebentar lagi aku akan mewujudkan impian ibu." Batin Freya mengusap lembut foto lama dia dan ibunya. Darah seni Freya memang sudah di wariskan oleh
Freya terkejut, saat melihat BI Marni yang datang ke tempatnya bekerja. Dengan rona wajah yang terlihat sangat cemas dan panik. "Nyonya maafkan bibi karena ke sini, den Ansel tidak mau makan dan tiba-tiba saja menjadi demam," Sesal Bi Marni sembari menggendong Ansel yang terus menangis memangil ayahnya. "Ya ampun bi, sini berikan Ansel padaku," Freya sangat khawatir, ia berusaha untuk menenangkan putra kecilnya itu, dia tidak peduli saat staf dan seniornya yang lain tengah menatap dan berbisik. Dave pun terlihat sangat cemas, ketika melihat jagoan kecilnya terus meraung memangil dirinya tanpa henti. "Daddy." Tangis Ansel. "Jangan nangis sayang, nanti Dady pulang ya." Freya berusaha membujuk dan menenangkan Ansel, namun nihil Ansel tetap rewel. Dave yang tak tega pun merasa bingung harus bagaimana, dan harus melakukan apa padahal Ansel begitu ingin ketemu dengannya. Sedangkan sekarang indentitas sebagai pemilik perusahaan. "Astaga, bagaimana ini. Aku tak tega melihat putraku mena
Setelah bertengkar dengan Hellian, Khatrine akhirnya sampai di kantor Ervan. Asisten kepercayaannya mempersilahkan wanita itu untuk masuk ke ruangan bosnya. "Nona Khatrine, silahkan masuk tuan sudah menunggu anda di dalam." Ucap Pria itu sembari membungkukan badan. "Oke, terima kasih." Balas Khatrine dengan sikapnya yang sangat genit. Sang asisten hanya menggeleng saat melihat tingkah laku Khatrine yang terlihat begitu agresif, bahkan dia tidak habis pikir kenapa tuanya bisa bergaul dengan wanita yang terlihat nakal. "Ck, sikap bos memang susah di ubah, baginya seorang wanita itu seperti mainan yang selalu ia koleksi." Gumam Pria itu, lalu kembali pergi ke ruang kerja dengan wajah datar. Setelah sampai di ruangan Ervan, Khatrine berjalan dengan langkah yang sangat menggoda. Layaknya seperti seorang model yang ingin menjadi pusat perhatian. "Selamat siang tuan Ervan, bagaimana kabar anda hari ini? apa baik-baik saja." Tanya Khatrine berbisik, seraya memancarkan senyum genit, kedua
Satu hari kemudian, Di sebuah gedung besar dan mewah terlihat dekorasi pernikahan yang sangat mewah, semua para pelayan tengah sibuk menyambut para tamu yang sudah berlalu lalang menghadiri pesta. Hari ini Luna sangat bahagia karena akhirnya rencana tinggal satu langkah lagi akan berhasil, selain akan menyandang status sebagai nyonya Dave, ia juga sudah tak sabar ingin segera mewujudkan keinginan ayahnya. "Akhirnya Dave mau menikah denganku, semua teman-temanku pasti sangat iri karena aku berhasil menaklukkan seorang CEO terkaya dan tertampan di seluruh kota," Racau Luna dalam hati sembari tersenyum miring. Saat masih duduk di meja rias. Kedua tenaga MUA pun memuji dirinya yang terlihat cantik. "Wah, nona Luna sangat cantik sekali dengan gaun pengantin ini," kata kedua MUA itu memuji Luna. "Heh, tentu saja aku sangat cantik. Dan lagi pula tidak ada wanita lain yang pantas menjadi istri Dave selain aku," Luna mengangkat wajah dengan penuh kesombongan diri. Kedua wanita itu seseka
Dave melepaskan tangan Luna, dengan emosi yang terus dia tahan. Mengingat wanita yang ada di depannya itu yang sangat licik dan penuh dengan sebuah obsesi. "Bagaimana gaun pengantinku ini? bagus tidak mas?" Luna melontarkan pertanyaan untuk yang kedua kalinya berharap Dave akan terpesona dengan kecantikan dirinya. "Hm, lumayan juga. Aku sangat lelah dan ingin beristirahat dulu," Dave sengaja menghindar. Tentu saja Luna terlihat sangat kecewa. "Tapi mas, kamu juga harus mencoba tuxedo juga aku ingin melihatnya," Pinta Luna penuh harap. Tapi Dave tidak menggubrisnya dan malah berjalan ke arah kamarnya yang berada di lantai atas. Luna mendengus kesal, saat melihat sikap Dave yang sama sekali belum berubah padahal mereka akan menikah beberapa jam lagi. "Sial! kenapa dia terus tidak memandangku? tapi aku tidak peduli. Yang jelas sebentar lagi aku akan menjadi nyonya Dave dan kekayaan keluarga Wijaya sebentar lagi bisa berada di dalam kendaliku," geram Luna dalam hati dengan penuh keya
Freya masih bergeming, memang semua perkataan Dave ada benarnya. Seharusnya dia senang saat semua perkataan pria yang ada di depannya itu memang ada benarnya. Tapi jauh dari lubuk hatinya. Wanita cantik itu seolah tidak rela saat membayangkan Dave bersama dengan wanita lain. "Besok aku akan menikah, jadi jika berkenan kamu boleh menghadiri pesta. Mengenai putra kita jangan khawatir Ansel tetaplah putraku dan ikutan darah tidak akan pernah bisa terpisahkan," ungkap Dave lalu ia pergi. Freya menggelengkan kepala, saat melihat Dave pergi begitu saja tanpa menoleh padanya lagi, ingin Freya memanggil dan mengatakan agar Dave tidak pergi, tapi entah kenapa bibirnya seah terkunci. "Kenapa! kenapa hatiku terasa sangat sakit, aku tidak bisa membayangkan dia bersanding dengan wanita lain," Freya menggerutu dalam hati. Dave dengan langkah yang berat, dia seolah tak tega saat melihat kesedihan yang terpancar di wajah wanita yang sangat dia cintai. Tapi demi meyakinkan sang ayah. Lelaki tampan
"Apa yang ingin kau bicarakan nyonya Margaretha?" tanya Dave menatap tajam pada ibu tiri Freya. Margaretha yang sedikit ragu pun mulai mengatakan permintaannya. Berharap Dave mau mengabulkan. "Tuan Dave, maafkan saya karena telah lancang, tapi saya hanya ingin memohon tolong cabut laporan anda untuk Melisa. Putri ibu hanya terhasut oleh Khatrine yang menyuruhnya untuk mencuri desain milik Freya, Tante mohon bagaimana pun juga kita pernah menjadi satu keluarga, jadi tolong bebaskan Melisa," Margaretha memohon dengan netra yang berkaca-kaca. Mengingat perlakuan ibu tirinya pada Freya, membuat Dave enggan untuk menanggapi permintaan wanita paruh baya itu "Hm, maaf tante. Melisa sudah berbuat yang melanggar hukum. Jadi mau tidak mau dia harus mempertanggung jawabkan semua perbuatannya. Dan bukankah Tante juga sudah memakan uang dari Khatrine," Sindir Dave, lalu ia pergi begitu saja meninggalkan nyonya Margaretha. Dan kembali berjalan menuju ke kamar Freya, yang berada tidak jauh dari
Freya merasa terharu, saat melihat jagoan kecilnya tampak begitu bahagia saat bersama dengan ayah kandungnya. Setelah sekian lama mereka tak bertemu. "Ayo! Dady, berikan bolanya pada Ansel, bial Ansel yang menendangnya," celoteh Ansel, yang tak henti-hentinya bermain dengan Dady kesayangannya. Rasa sesak di dada Freya semakin terasa, saat melihat kedua orang yang sangat berharga dalam hidupnya, tengah tertawa bahagia bersama. Membuat wanita cantik itu merasa bersalah. "Ansel sangat bahagia, sampai ia menahan rasa sakitnya setelah demam kemarin," Lirih Freya dalam hati. Seraya memegang dadanya dengan tangan kanan. Mengingat Dave yang tinggal beberapa jam lagi akan menikahi wanita lain, membuat Freya rasanya tidak sanggup untuk membayangkan pria yang dulu selalu menyayangi dan memanjakan diri akan di miliki oleh wanita lain untuk seumur hidupnya. "Tidak! ada apa denganmu Freya? bukankah selama ini kamu yang meminta cerai dari mas Dave. Tapi sekarang kenapa malah kamu sendiri juga y
Dave sangat terkejut, saat melihat satu pesan masuk dari Freya, waktu yang sangat ia cintai dan ia sayangi dengan sepenuhi hati melebihi dari apa pun. "Freya," Dave begitu antusias, dengan cepatnya ia meraih dan membuka sebuah pesan chat dari ponselnya dan...Kedua bola mata Dave membulat saat membaca sebuah pesan yang menohok dari Freya, yang membuat hatinya sedikit sedih. Walaupun dia tahu jika saat ini Freya dalam keadaan suasana hati yang sangat buruk dan sedang marah besar pada dirinya. "Tuan Dave, yang terhormat. Aku tahu anda saat ini pasti sedang sibuk mempersiapkan pernikahanmu dengan wanita pilihan keluargamu, tapi setidaknya kau sempat waktu untuk melihat putramu yang selalu menangis mencari dirimu," sindir Freya dalam pesannya. Bahkan Dave sangat terkejut, saat melihat foto Ansel yang sedang menangis meraung-raung memanggil namanya, membuat lelaki berparas tampan yang memiliki sejuta pesona itu pun tercengang dan merasa bersalah. "Anssel," Tanpa membuang waktu lagi, D
Setelah pulang dari butik, Freya berjalan dengan tatapan kosong, tubuhnya seolah melayang setelah turun dari taxi. Wanita cantik melewati sebuah taman yang terlihat sepi yang hanya di kunjungi oleh beberapa pasangan kekasih yang ada di sana. Sebagai seorang wanita biasa, Freya tidak bisa memungkiri jika dirinya begitu terpukul saat membaca kartu undangan pernikahan pria yang masih sangat dia cintai. "Kenapa mas Dave, kenapa kamu begitu tega padaku, aku pikir kamu adalah pria yang berbeda dengan pria yang lain, tapi ternyata..." Gumam Freya yang tak sanggup lagi menuntaskan semua perkataannya yang penuh dengan kekecewaan, dengan kenyataan yang adanya. Tak ingin orang lain melihat kesedihannya, Freya terduduk di kursi taman dalam suasana yang tengah gerimis. Seolah dunia pun ikut merasakan kesedihannya. Apa lagi saat ia juga mengingat saat-saat moment manis saat dia dan Dave melewati hari dengan sangat indah dan kesederhanaan, di mana saat ini tengah Freya rindukan lagi. "Mas Dave!
Tubuh Freya gemetar hebat, saat menerima undangan pernikahan Dave. Padahal jauh dari lubuk hati yang sangat dalam dia masih sangat mencintainya. "Aku gak habis pikir mas ternyata kamu benar-benar akan menikahi wanita itu? kamu bilang kamu tidak mencintai dia tapi sekarang kenapa malah ada undangan pernikahan ini," lirih Freya dalam hati yang sangat tak rela. Mandy dan Raka yang masih duduk saling berhadapan, mereka menyergitkan dahi dan menatap ke arah sahabatnya yang masih berdiri mematung di depan pintu. "Freya! kenapa malah bengong, siapa pria tadi? dan apa yang sedang kamu pegang itu?" Mandy mencecar Freya dengan beberapa pertanyaan karena merasa sangat penasaran. Freya yang masih bergeming pun, seketika wanita cantik itu terbuyar dari lamunannya dengan kedua bola mata yang berkaca-kaca, saat mendengar pertanyaan yang di lontarkan oleh Mandy. "A-aku tidak papa, kalian lanjutkan saja makanya, aku ingin ke toilet dulu," jawab Freya yang berusaha untuk mengalihkan topik pembicar
Mandy tidak ingin melihat Freya lebih sedih lagi, tanpa membuang waktu lagi mereka berdua segera memasuki butik tempat di mana Freya kembali meniti kariernya. "Wah, ternyata ini butikmu Freya? sungguh sangat besar dan unik sekali, benar-benar hebat. Sekarang kamu bahkan bisa mandiri membangun bisnis dari skill sendiri," sanjung Mandy yang takjub dengan bisnis baru mantan junior yang sekarang menjadi sahabatnya. "Iya, aku juga hanya iseng saja setelah mengetahui kebohongan mas Dave dan perlakuan Hellian yang tidak adil padaku membuat aku tidak ingin lagi menjadi seorang desainer di perusahaan orang lain," lirih Freya dalam hati. Mandy ikut sedih saat mendengar semua perkataan Freya, yang memang sulit untuk di maafkan. Tapi sebagai seorang sahabat dan sesama wanita Mandy tak ingin Freya larut dalam kesedihannya dan dia berusaha untuk tetap menghiburnya. "Sudah jangan bersedih lagi, aku ke sini ingin melihat semua karyamu Freya. Oh ya beberapa hari lagi tuan Dave akan menikah dengan