Mengetahui kenyataan kalau saat ini ternyata Dita tengah mengandung, membuat Lisa masih uring-uringan sampai saat ini. Telah mengetahui kalau hubungan Dita, dan Aditya telah berakhir, seketika timbul pertanyaan dalam diri Lisa.Bagaimana Dita bisa, hamil? Bukankah wanita itu tak menjalin hubungan dengan pria mana pun, termasuk Aditya sendiri.Dan apakah diam-diam Dita telah kembali bersama Aditya, namun wanita itu memutuskan untuk merahasiakan nya dari diri nya. Dan-Dita yang begitu kecewa dengan Aditya, memilih untuk pergi-sebab diri nya tahu kalau sampai kapan pun, dia tidak akan pernah bisa menempati posisi sebagai menantu, dan istri, sesungguh nya dari Aditya. Lisa telah menanyakan pada orang-orang, yang cukup mengenal Dita dengan baik, namun-dari mereka tak ada satu pun yang mengetahui, di mana keberadaan wanita itu. Juga telah mencari tahu ke kantor Dita bekerja, namun ternyata wanita itu telah mengundurkan diri."Ke mana sebenar nya kamu pergi, Dita? Kenapa juga kamu harus me
Kehamilan Jeni bagai angin surga-untuk keluarga Wijaya, terutama Mama Nita yang teramat begitu bahagia sejak kehamilan menantu nya itu. Dan-untuk merayakan kehamilan Jeni, malam ini Mama Nita mengundang anak, dan menantu nya untuk makan malam di rumah nya. Dan, tentu saja wanita paruh baya itu tak melupakan ke dua sahabat putra nya, Dion dan juga Roki. Suara deru mesin mobil, yang sampai tertangkap oleh indera pendengaran nya, membuat senyuman terbit di wajah Mama Nita. Diri nya begitu bahagia, yakin kalau itu kedatangan menantu, dan juga anak laki-laki nya."Kalian, silahkan menikmati makanan sesuka hati. Tante, akan menyambut kedatanga Jeni, dan juga Aditya," pamit Mama Nita dengan senyuman hangat nya, dan segera berlalu meninggalkan Roki, dan juga Dion.Roki yang tengah menikmati Dissert, segera menghampiri Dion-yang terus membawa pandangan nya pada Mama Nita, sampai sosok itu benar-benar menghiang, tertelan oleh dinding ruangan. "Kehamilan Jeni, benar-benar membawa kebahagian b
Dengan gontai-Aditya mengayunkan langka kaki nya, ke luar dari dalam kamar mandi. Tubuh nya-terasa lemas, dan tak bertenaga, akibat mengeluarkan banyak cairan. Aditya memutuskan beristirahat sejenak, pada sebuah kursi yang berada tak jauh dari sana. Bersandar malas, dengan tubuh yang dia selonjorkan-Aditya memejamkan sepasang manik gelap nya, guna mengistirahatkan sebentar tubuh itu. "Aditya----." Terdengar suara tidak asing yang menyeruhkan nama nya, membuat Aditya kembali pada dunia nya. Membuka mata nya pelan, dengan wajah yang nampak tak bersemangat, Aditya mengalihkan pandangan nya pada asal suara. "Maa---," gumam Aditya, saat mendapati keberadaan Ibu nya, Menegakkan posisi duduk nya, dengan pandangan yang masih dia bawah pada Mama Nita.Raut wajah Mama Nita berubah. Kedua bola mata-yang sudah menunjukkan sedikit keriputan, seketika menatap Aditya dengan heran-setelah mendapati wajah pria itu yang nampak pucat. "Kamu, sakit? Wajah mu, nampak memucat," tanya Mama Nita. Wanita
Esok hariWijaya GroupTak mampu menahan diri nya, untuk tidak mengetahui di mana Dita saat ini-Aditya meminta salah satu anak buah nya, untuk mencari informasi tentang keberadaan Dita di apartemen, Lisa. Dan, jawaban yang mengejutkan-yang Aditya terima. "Jadi, dia tidak tinggal di sana lagi?" tanya Aditya, dengan tatapan lekat-lekat nya pada anak buah nya itu."Iya. Dia-tidak tinggal di sana lagi.""Apakah kau yakin, kalau Dita benar-benar sudah tidak tinggal di apartemen milik, Lisa lagi?!" Sangat ingin belum mau mempercayai nya, Aditya kembali melayangkan pertanyaan pada anak buah nya itu."Saya sangat yakin, Tuan. Dari informasi yang saya cari, kalau Nona Dita ternyata sudah beberapa hari tidak tinggal di apartemen milik Lisa lagi."Aditya tak langsung menyambut ucapan anak buah nya itu. Pria itu seketika diam, berkelana-memikirkan di mana Dita saat ini."Ke mana, Dita sebenar nya? Apakah, dia memang sedang menghindari ku?" gumam Aditya, dengan berbagai tanda tanya di dalam diri
Tak sengaja memalingkan wajah itu ke lain arah. Membeku wajah Dita--saat dari jauh wanita itu mendapati sosok yang tidak asing untuk nya, yaitu Dion, dan juga jeni. Di landa keterjutan, namun-seketika di dalam diri Dita timbul rasa penasaran, sebab kedekatan ke dua sosok itu-nampak tak biasa di mata nya. "Jeni bersama, Dion? Dan ke dua nya nampak sangat dekat. Apakah mereka---." Dita menjeda ucapan nya, saat pikiran nya terhantar pada hal,-mungkin saja saat ini Jeni, dan Dion, memiliki hubungan spesial. Berpikir sampai ke arah sana, Dita mengunci mulut nya rapat-rapat, dan membuang jauh-jauh apa yang dia pikirkan itu, sebab menurut nya itu sangat tidak mungkin. Dita yang mengabaikan keberadaan nya, membuat pedagang kaki lima itu bersuara, "Neng--," panggil nya, dan membuat Dita kembali sadar. Segera memalingkan wajah nya, begitu mendengar suara pedagang kaki lima itu, "Neng, mengenal mereka?" tanya wanita paruh baya itu, dengan tatapan lekat-lekat nya pada Dita. "Tidak. Sama sekali
Mengemudi kendaraan roda empat nya dalam perjalanan pulang dari kediaman Dita yang terdapat di pinggiran kota. Pikiran Aditya nampak berkelana-dengan raut wajah yang nampak resah, saat pria itu mengendarai kendaraan roda empat nya. "Kata wanita tua tadi, kalau Dita sudah lama tidak pulang ke rumah ke dua orang tua nya. Kalau begitu ke mana, dia sebenar nya? Di apartemen Lisa, sudah tidak ada. Bahkan-dia juga sudah resign dari tempat kerja nya."Hingga--pandangan pria itu teralihkan, setelah terdengar suara deringan telepone pada gawai nya. Tanpa melihat siapa-yang melakukan panggilan telepone, Aditya segera menyambut nya-setelah pria itu memasang earphone pada salah satu cuping telinga nya. "Hallo--," sapa pria itu, pada penelpone di seberang sana."Hallo, Adit! Kamu, di mana?" tanya suara seorang wanita, yang tak lain adalah Mama Nita. "Aku lagi di luar, Maa. Dan ada, apa?""Mama lagi di rumah mu. Datang ke sini, namun Jeni tidak ada.""Jeni sedang berlibur ke villa bersama teman
Sebisa mungkin Jeni menahan gemuruh di dalam dada nya, walaupun saat ini hati nya tengah remuk-setelah mengetahui kalau pria yang dia cintai, ternyata masih menyimpan rasa pada istri pertama nya. Menghembuskan napas nya dalam-dalam, berusaha menahan gejolak di dalam dada nya. Berusaha menciptakan senyuman, dan bersikap normal-dan mantap membawah langka kaki nya menghampiri Aditya, dan Mama Nita yang sama sekali tidak menyadari kedatangan nya. "Maa--, Sayang----," panggil Jeni, dengan langka kaki yang dia bawa pada Aditya, dan juga Mertua wanita nya. Aditya, dan Mama Nita sama-sama memalingkan pandangan nya. Senyuman bahagia tercipta di wajah Mama Nita, begitu mendapati kedatangan menantu kesayangan nya. "Jeni---," gumam Mama Nita, dengan memasang senyum di wajah nya. Berbalik menatap Aditya, namun-putra nya itu hanya memasang ekspresi datar nya saja, dan tak terlihat pancaran kebahagian di wajah Aditya sama sekali. Memukul pelan tangan putra nya, hingga membuat pria itu seketika
Dua bulan kemudian Waktu bergulir begitu cepat, tidak terasa dua bulan telah berlalu. Tepat dua bulan sudah Dita menepi di pinggiran kota, dan memulai kehidupan nya yang baru. Mengontrak sebuah hunian sederhana, Dita melewati hari-hari nya sebagai tukang jahit, dan dari penghasilan menjahit nya itu, wanita itu bisa memenuhi kebutuhan nya sehari-hari, dan menyisihkan sebagian untuk menabung. Senyuman terbit di wajah Dita, usai menyelesaikan jahitan nya-menjahit dress anak, milik salah satu tetangga nya. "Cantik," gumam Dita, dengan masih memasang senyum di wajah nya. Lama menatap pada dress yang berada di dalam genggaman nya, pandangan Dita kini tertuju pada perut buncit nya. Wajah itu kembali berseri-seri, saat membayangkan jika anak nya berjenis kelamin perempuan, betapa cantik nya jika memakai dress hasil karya nya itu. "Mau-kamu laki-laki, atau perempuan, Mama akan tetap menyambut mu dengan suka cita, Nak, Kamu, adalah sumber kebahagian untuk Mama," gumam Dita tersenyum, dan me
Beberapa jam kemudianBeberapa menit menempuh perjalanan--akhirnya mobil yang membawa Dita telah kembali berada di rumahnya. Saat akan turun dari dalam mobil, mimik wajah Dita seketika berubah setelah mendapati adanya sebuah mobil asing yang terparkir di depan rumah. Melangkahkan kakinya--namun pandangan itu tak Dita putuskan dari mobil berwarna merah itu. "Dita---." Panggil suara tidak asing-membuat pandangan Dita teralihkan, dan seketika mimik wajah Dita berubah kaget--setelah mendapati siapa yang menyeruhkan namanya itu."Anita!" gumam Dita dengan tatapan tidak percayanya. Dita segera mengambil langka lebarnya menghampiri wanita yang sudah lama tidak dia temuinya itu.Namun, adanya baby Damar dalam gendongan Anita membuat antusias di dalam diri Dita hilang sekejap. "Kapan kau datang?" tanya Dita, tanpa meminta persetujuan Anita--wanita itu segera mengambil alih Damar dalam gendongan sahabatnya, dan melabuhkan kecupan singkat pada pipi gembul baby Damar. "Sekitar dua puluh menit y
Kendaraan yang membawa Dita--telah terparkir di halaman depan rumah sakit. Dengan ragu, wanita bernama Anandita Setiawan itu menurunkan kedua kakinya. "Apakah perlu saya temani, Nyonya?" tanya sang sopir tiba-tiba, saat Dita tak kunjung melangkahkan kakinya ke dalam bangunan di depannya. "Tidak perlu Pak, Bapak tunggu di sini saja," sahut Dita dengan menoleh sebentar pada sopir pribadinya, dan kembali membawa pandangan pada bangunan yang berada di depan."Baiklah Nyonya, kalau begitu saya akan memarkirkan mobil-dan menunggu anda di sana saja," ujar sang sopir memberitahu, seraya jari telunjuknya mengarah pada sebuah pohon yang rindang yang berada di dekat halaman parkir. "Baik Pak," sahut Dita, dan sang sopir segera melajukan kembali kendaraan roda empat itu. Dita menghembuskan napasnya kasar, meraup udara sebanyak mungkin--saat merasa pasukan oksigen di dalam dadanya berkurang. Suasana hatinya tiba-tiba tak karuan. Antara iya, dan tidak, untuk dirinya masuk ke dalam bangunan rum
Awan tak lagi putih, langit tak lagi biru--sebab kini bumi telah diselimuti kegelapan kala malam kembali menyapa. Angin berhembus sedikit kencang, membuat tirai yang menggelantung tertiup kala angin berhasil mencuri masuk ke dalamnya. Mendapati hal itu Dita segera menghampiri. Kedua tangannya menarik ujung gorden, dan menyatukannya dengan lebih rapat lagi. Mengedarkan pandangannya menjelajahi seisi ruangan. Suasana kamar kini sangat berbanding terbalik dengan tadi. Tadinya kamar ini sangat riuh, dengan celotehan, dan tangisan ketiga buahatinya. Namun, kini telah lenggang karena bayi-bayi miliknya sudah terlelap. Menghembuskan napasnya panjang, Dita meraup oksigen sebanyak mungkin melepas lelah yang begitu menggerogoti di tubuh. Dita merasa seperti baru saja melepaskan beban yang cukup berat. "Ternyata ada asam-manisnya," gumam Dita, dengan senyuman yang dia ukir di wajahnya. Dita memutuskan untuk kembali melihat ketiga bayinya. Menyingkap tirai tipis yang menghalangi pandangan, s
Sangat tidak keberatan untuk seorang Aditya Wijaya jika Dion memberikan putranya untuk dia asuh--sebab perasaan memiliki itu sudah ada untuk anak dari sahabat baiknya itu sejak dia lahir. Namun, yang jadi pertanyaan untuk Aditya--kenapa Dion ingin memberikan anaknya pada dia, sebab pria itu sendiri pernah meminta padanya agar Aditya mengikhlaskan Damar untuknya."Katakan padaku. Apa yang sebenarnya terjadi, sampai kau ingin memberikan Damar padaku?" tanya Aditya, dengan nada suaranya yang terdengar menuntut. Kedua alis tebal Aditya menyurut, saat pupil hitam pekat pria itu semakin tajam ketika menatap Dion. Bukan hanya Aditya saja yang dibuat kaget dengan permintaan Dion, namun Dita juga. Dirinya sama sekali tidak keberatan jika Dion memberikan putranya pada dia, dan Adtya, untuk diasuh oleh mereka. Namun, yang membuat Dita heran---sebab Dion--dulu ingin merawat putranya sendiri. "Iya, Dion. Aku sama sekali tidak masalah kalau kau memberikan Damar pada aku, dan Aditya. Aku akan mer
Baby Adrian yang sudah mabuk ASI perlahan melepaskan puting susu ibunya sendiri, dan kini sudah terlihat jauh lebih tenang dari sebelumnya. Dan saat Dita kembali menyodorkan putingnya, bayi itu kembali melepaskannya dan kini justru memasukkan gumpalan jari ke dalam mulutnya. Baby Adrian kini fokus bermain."Sepertinya dia sudah kenyang," ujar Aditya. "Iya Mas," sahut Dita membenarkan, dan wanita itu memutuskan untuk membaringkan putranya disamping saudara kembarnya. Dalam keadaan kenyang, membuat baby Adrian dan juga Adriana tak lagi rewel. Kedua bayi itu kini bermain, menendang-nendang kecil kaki mereka, ataupun mengemut jari-jarinya. Dan, kegiatan kecil yang dilakukan oleh bayi kembar itu mampu membuat perasaan kedua orang tuanya terhibur. "Mereka sangat menggemaskan ya, Dit?" ujar Aditya-dengan senyuman yang terukir di wajahnya. Sekilas menatap pada Dita, dan kembali memfokuskan pandangannya pada kedua anaknya. Aditya nampak sangat menikmati apa yang dia lakukan saat ini. "Mas-
Dua bulan kemudianWaktu berlalu begitu cepat. Tidak terasa dua bulan telah berlalu, sejak kelahiran baby Adrian, dan Adriana. Banyak hal yang telah dilewati dalam dua bulan terakhir ini. Salahsatunya Dita yang kini telah pindah dari villa, dan menempati rumah barunya, yang barus atu bulan ini dibeli oleh Aditya.Hari-hari yang dilewati Dita penuh dengan kebahagiaan. Suami yang sangat mencintainya, dan memiliki kedua anak yang semakin hari, semakin menggemaskan di matanya. Dita, seperti memiliki mainan baru-sebab sejak kehadiran baby Adrian, dan baby Adriana membuat hari-hari dari Ibu muda itu terasa jauh lebih berwarna. Namun, kadang Dita suka menemukan kerepotan kalau kedua bayi kembar itu rewel bersamaan.Dan, tanpa Dita sadari dirinya sering mengabaikan tanggung jawabnya sebagai seorang istri. Seperti biasa, saat pagi hari sebelum Aditya bangun Dita telah berkunjung ke kamar bayi yang bersebelahan dengan kamarnya, dan Aditya. Berada di kamar dengan cat berwarna putih yang mendomi
Dunia Dita seperti berhenti berputar, setelah dirinya mendapati kedatangan Mama Nita. Serasa seperti mimpi, bolamata wanita itu tak ada kedipan sama sekali saat menatap pada wanita yang masih berstatus ibu mertuanya nya. Hingga, Dita nampak tercengang saat menyadari kalau saat ini posisinya dan Mama Nita sudah sangat dekat. Sekian tahun tak bersua, membuat suasana canggung begitu terasa untuk kedua wanita beda generasi itu. Saling menatap, namun keduanya tetap dengan diam. Bingung, harus memulainya dari mana. "Dit--." Mama Nita bersuara pelan, setelah sekian detik keheningan melandanya dan Dita. Dia tahu, kalau menantunya itu ingin menyapanya lebih dulu namun merasa sungkan."Maa," sahut Dita, dengan senyum yang terkesan dipaksakan. Sebab, walaupun sang ibu mertua telah bersuara terlebiih dahulu namun dirinya masih merasa canggung. "Maaf, untuk semuanya. Mama sangat menyesal. sebab telah membencimu padahal kau tidak melakukan kesalahan apapun,"lirih Mama Nita. Mimik wajahnya tela
Aditya membeo. Pria itu masih memfokuskan pandangannya pada kedua orangtuanya. Kedatangan mereka sama sekali tidak disangka-sangka pria itu. Terutama sang Bunda--yang juga turut datang bersama ayahnya. "Adit! Bagaimana? Apakah Dita, sudah melahirkan?" tanya Mama Nita. Mimik wajah wanita paruhbaya itu menunjukkan kekhwatirannya yang teramat sangat. Saat melayangkan pertanyaan, Mama Nita melemparkan pandangannya ke arah pintu ruang operasi. Aditya tak langsung menyambut. Sebagai orang yang turut tahu tentang dia dan Dita selama ini, Aditya melirikkan matanya-menatap sang ayah dengan lekat. Dan, Papa Herman yang ditatap seperti itu hanya menganggukkan kepalanya pelan. Pria paruhbaya itu seolah sudah mengerti tatapan dari putranya, itu. "Belum Maa," sahut Aditya, dengan nada suaranya yang terdengar berat. Saat menjawab pertanyaan Mama Nita, hati Aditya mendadak perih sebab operasinya sudah memakan waktu sedikit lama. Raut wajah pria itu mendadak layu. "Kita berdoa semoga operasinya be
Suara dering telepone terdengar di dalam ruangan, membuat keheningan yang melanda seketika membelah. Dan, ternyata itu panggilan telepone yang datang dari gawai milik Aditya yang saat ini sedang dalam pengisian daya. "Dari tadi HPmu terus saja berbunyi, dan sepertinya itu telepone yang penting," ujar Mama Nita memberitahu.Mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Ibunya tanpa menunggu lama lagi, Aditya segera menghampiri gawainya yang tersimpan di atas sebuah kabonet kecil. Melepaskan colokannya, dan mendapati nama Bibi Supi pada layar HPnya. Meyakini ada sesuatu yang serius, Aditya segera melakukan panggilan balik pada Bibi Supi. Saat melakukan telepone balik, Aditya tak berada lagi di ruangan yang sama dengan kedua orang tuanya dan Roki. Lki-laki tampan itumemilih untuk berpisah ruang, menuju teras rumah dengan kolam renang yang berada di depannya. Apa yang Aditya lakukan, membuat ketiga sosok yang bersamanya seketika dilanda rasa penasaran. Dan, mendapati bagaimana gestur tub