Byurrr'
Ayana memejamkan matanya erat saat seember air membasahi wajah dan tubuhnya. Sedangkan di depan sana Yura dan beberapa temannya tertawa mengejek. Ini masih pagi, kan?"Rasain! Gue gak akan biarin hidup lo tenang.""Aku gak ngerti. Kita itu punya urusan apa, sih?" Dengan tenang Aya mengusap wajahnya perlahan.Suasana hatinya sedang buruk sekarang, ditambah lagi dengan masalah ini membuatnya kesal. Sungguh Ayana tidak ingin ribut hari ini. Tapi sepertinya Yura juga tidak bisa dibiarkan."Lo itu udah rebut Ken dari gue.""Aku? Aku sama Ken itu udah dijodohin. Terus tiba-tiba kamu datang mau rebut dia. Jadi yang pelakor itu siapa, ya?""Kurang ajar! Lo itu cewek murahan!""Murahan?""Iya. Lo itu gak pantes sama-"Plak!Yura menatap tajam Ayana yang berani menamparnya. Menurut Ayana itu pantas didapatkan kakak tingkat di depannya. Itu sebanding dengan tubuhnya yang basah kuyup dan uKenneth turun dari mobil dan segera berjalan menuju ke ruang sidang di kampus. Ia tak sengaja bertemu dengan Sean yang berada di parkiran juga. Seketika Ken langsung menghampirinya. Ia jadi memikirkan hal lain. Sean pasti datang ke sini juga ada kaitannya dengan Ayana."Di sini juga?" tanya Ken pada Sean."Gue ditelepon Tante Intan buat ke kampus Aya, soalnya lagi di rumah sakit. Katanya Ayana ada masalah di kampus. Sedangkan Om Dahlan lagi meeting di kantor. Lo juga ditelepon?""Aya juga? Justru saya gak tau kalau Ayana ada masalah. Saya taunya Metta yang ada masalah.""Lah?" Sean menggeleng pelan. "Mending kita langsung datang ke sana aja."Kedua pria itu langsung pergi dari sana. Beberapa mahasiswi menatap ke arah Ken dan Sean penuh damba. Kalau Sean mereka memang tidak tau, tapi kalau Kenneth jelas tau. Pria tampan itu Kakak dari Metta, yang juga seorang pengusaha terkenal. Beberapa orang juga tau kalau Ken sudah bertunangan dengan Ay
"Ken, aku mau pulang!""Tunggu sebentar, Ay. Kerjaan saya belum selesai.""Kalau gitu biarin aku pulang sendiri!"Ayana menatap kesal Kenneth yang mengabaikan ucapannya. Dasar suami aneh! Dia membawa Aya ke kantor hanya untuk menemaninya kerja. Dia tidak boleh pulang tanpa Ken, sedangkan pria itu sendiri masih memiliki banyak pekerjaan.Soal baju Ayana yang basah, Ken sudah memberikan padanya baju baru. Dia memang belum pulang ke rumah semenjak dari kampus. Gadis itu hanya berbaring di sofa ruangan Kenneth dengan bosan. Aya ingin pulang sekarang juga.Tok... Tok.. Tok.. "Masuk!"Salah satu OB datang dengan sebuah nampan berisi makanan di tangannya. "Permisi, Pak. Saya bawakan pesanan Bapak tadi.""Simpan di atas meja," jawab Ken dengan menutup laptopnya.Ayana merubah posisinya menjadi duduk saat lelaki berseragam itu masuk. Bagaimanapun dia harus sopan. Ken juga pasti tidak suka jika Ayana terlentang seperti tadi di depan pria lain. Yang ada nanti ribut lagi, dan bertambah masalah.
"Ish, nyebelin banget! Orang lagi males malah disuruh masak," gerutu Ayana sambil mengaduk sup di panci.Iya, yang dimaksud Kenneth itu adalah jatah makan, bukan yang aneh-aneh. Dia mau Ayana membuatkan makan malam untuknya karena setelah pernikahan mereka ia belum mencoba masakan gadis ini. Katanya makan di kantor tadi tidak membuatnya kenyang."Kalau masak jangan cemberut gitu, nanti masakannya gak enak," celetuk Ken yang berada di meja makan. Pria itu bisa melihat istrinya menggerutu meski tak jelas apa yang dia katakan. "Senyum, dong."Ayana menoleh dan menunjukan senyum terpaksa. Dia paling malas kalau disuruh memasak. Hanya beberapa menu masakan yang dia tau, itupun karena sesekali melihat Ibunya masak di dapur. Sementara itu sang asisten rumah tangga berniat memberi bantuan Ayana yang memasak untuk makan malam, namun Ken melarangnya. Karena Ayana adalah istrinya sekarang maka Ken hanya ingin Aya yang memasak untuknya. Itu salah satu caranya mendidik gadis ini agar memahami tug
"Jadi Sean mau pergi?" Ayana beralih menatap Sean yang kini duduk di sampingnya. "Kenapa?""Gue mau pindah ke apartemen, lagian Lo juga udah nikah sama ikut suami Lo. Gue balik ke Indonesia kan emang mau nyari kerjaan di sini."Iya, Ay. Orang tuanya Sean juga udah bilang sama Mama kalau di sini Sean harus belajar mandiri," tambah Intan.Sebelumnya Sean ini memang dikenal urakan saat remaja. Dia tak suka diatur dan hidup dengan semaunya. Apalagi selama ia sekolah di eropa gaya hidup bebas semakin melekat padanya. Hanya saja sekarang dia dihadapkan dengan dua pilihan. Tetap tidak punya tujuan atau mencari tujuan sendiri.Sean harus dipulangkan ke Indonesia untuk mencari pekerjaan sebagai pengalaman. Dan pilihannya tertuju untuk menemui sang sepupu, Ayana. Jika Sean sudah berubah dan bisa mengatasi masalahnya sendiri, barulah keluarganya akan mempercayakan perusahaan keluarga padanya."Kenapa gak kerja sama Papa aja? Jadi gak usah cari kerja
"Gue balik duluan, ya."Rendi mengambil tas miliknya dan beranjak pergi dari kafe. Ia meraih kunci motor dari dalam saku. Ternyata memang seperti ini nasibnya, tetap harus bekerja disaat dirinya juga sedang melakukan pendidikan. Bagaimana dia bisa mengambil hati Ayana sedangkan saingannya saja orang kaya. Tapi tidak ada yang tidak mungkin selama janur kuning belum melengkung.Saat ini ia punya rencana tersendiri untuk mengambil hati orang yang dicintai. Rendi akan mendekati Ayana dan membuat gadis itu jatuh cinta padanya. Dengan begitu kesempatan besar terbuka untuk mereka."Gue kenal Lo dari lama, Ay. Jadi gak mungkin gue lepasin Lo gitu aja," gumamnya pelan. Sampai di parkiran Rendi mengenakan helm. Ia berniat mengirim pesan ajakan untuk Ayana, agar mereka pergi ke kampus bersama besok. Jujur saja Rendi ingin memulai pendekatan agar gadis itu mulai nyaman dengannya. Siapa tau ada keajaiban hingga perjodohan Ayana dengan Kakaknya metta dibatalkan."Rendi?"Pria itu sontak menoleh sa
Hari ini Ayana bangun lebih awal. Gadis itu terlihat gelisah karena masih belum bisa membuat keputusan. Kenneth mengajak Ayana untuk berangkat bersamanya, seperti biasa tentu tanpa penolakan. Sedangkan itu Ayana sendiri sudah mengabari Rendi untuk tidak datang ke rumahnya namun pria itu tetap kekeh. Rendi mengatakan jika dirinya sedang dalam perjalanan menuju rumah Ayana."Kamu kenapa kayak gelisah gitu, sih? Ayo dimakan dulu sarapannya, nanti keburu berangkat," ucap Intan pada putrinya."Aku sarapan di kantin aja nanti.""Kenapa?"Sebelum Ayana menjawab terlihat Kenneth baru datang ke meja makan setelah siap dengan pakaian kantornya. Pria itu hendak menarik kursi namun Ayana mencegahnya. "Ken, gimana kalau kita berangkat sekarang aja?""Gak sarapan dulu?" tanya Kenneth mengurungkan niatnya untuk duduk."Aku buru-buru. Kamu bisa makan di kantor, kan?""Bisa. Cuma kamu juga belum makan. Memangnya harus sekarang juga?"Tin.. Tin...Semua orang di sana saling pandang mendengar suara klak
Ayana melepas sabuk pengaman yang ia kenakan, setelah sampai di depan kampus. Gadis itu terlihat merapikan rambutnya di depan kaca yang sedikit berantakan. Kenneth menatap Ayana yang mengetahui istrinya itu sedang marah padanya. Bahkan sejak di mobil mereka tidak saling berbicara."Pulang jam berapa?" "Gak tau," jawab Ayana singkat. "Aku masuk duluan."Setelah mengatakan itu Ayana turun dari mobil dan pergi begitu saja. Ken tidak mencegahnya dan membiarkan gadis itu pergi. Dari awal ini adalah konsekuensi yang harus diterima untuk menikahi Ayana. Kenneth harus berusaha lebih keras jika ingin mengambil hatinya.Tak berlama-lama lagi pria itu kembali melajukan mobilnya pergi setelah memastikan Ayana masuk ke area kampus. Karena hari ini juga Sean akan melamar ke perusahaannya jadi Ken harus memastikan jika memang ada posisi yang bisa diisi. Sementara Ayana bergegas masuk ke dalam kelas takut jika Dosennya datang lebih dulu. Putri yang ternyata sudah berada di kelas melambaikan tangann
Ayana mengikat rambutnya dan mulai merapihkan buku-buku di atas meja. Kelas terakhir baru saja selesai dan ini waktunya untuk pulang. Gadis itu berdiri dan membawa tas-nya ke pundak. Satu persatu orang mulai meninggalkan kelas."Mau pulang sama-sama, gak?" tanya Ayana pada Putri."Aku pulang sama Deon."Pria bernama Deon itu tersenyum dan merangkul kedua teman perempuannya. "Kalau mau bareng, ikut kita aja.""Gak usah, deh. Biar gak ganggu kalian," kata Ayana terkekeh pelan.Mendengar itu Putri mencubit Ayana pelan, yang justru membuat gadis itu semakin senang menggodanya. Memang dia mengharapkan salah satu dari temannya ini memberanikan diri untuk menyatakan perasaan. Karena Ayana tau keduanya saling suka.Deon mengusap tengkuknya pelan dan mundur selangkah. "Apaan, sih. Udah, yuk, Put. Kita duluan aja, Aya gak asik.""Alah, bilang aja mau berduaan," sahut Ayana melihat mereka berdua yang berlalu pergi.Rendi s
Ayana terus menunduk dan memegang sabuk pengamannya sejak tadi. Dia berada di mobil bersama Kenneth dalam keadaan sama-sama diam. Tidak ada yang berbicara hanya suasana hening yang membuat Ayana semakin canggung. Pria di sampingnya ini benar-benar sedang marah sekarang. Terlihat wajahnya yang memerah dan tangan yang memegang setir dengan kuat.Gadis itu menoleh sekilas dan dia mendengus sebal karena sampai saat ini tidak tau kenapa Ken marah padanya. Kenneth menambah kecepatan mobilnya, seakan dia ingin segera sampai ke apartemen. "Ken," panggil Ayana namun tetap menatap lurus ke depan. "Saya minta kamu diam sampai kita di apartemen. Jangan bicara apapun."Kenneth mencoba mencari jalan tercepat. Yang dikhawatirkan Ayana adalah karena mobil yang dibawanya cukup cepat sedangkan malam seperti ini keadaan jalanan tidak terlalu terang.Setelah cukup lama akhirnya mereka sampai di depan apartemen. Kenneth keluar lebih dulu dan membukakan pintu untuk sang istri. Dia benar-benar sangat kece
Metta menikmati makanannya sambil menatap langit malam di luar sana. Mereka semua sedang makan di luar, di tempat terbuka sambil menikmati keindahan pantai. Beberapa orang terlihat bernyanyi dan memainkan ukulele. Ada juga yang membuat video untuk dokumentasi. "Aduh, ini hp kenapa sih?!"Metta yang sedang mengunyah makanan langsung menoleh menatap salah satu temannya yang memukul-mukul ponsel. "Kenapa?""Gue mau telepon Nyokap tapi ga ada jaringan. Gue boleh pinjem ponsel Lo gak, Ta?""Boleh. Ambil aja tuh di dalam tas. Password-nya masih ingat kan?""Masih kalau belum diganti," ucapnya sambil mengambil ponsel Metta.Perempuan tersebut pergi ke belakang untuk menelpon Ibunya sedangkan Metta kembali melanjutkan makan. Setelah lelah memikirkan kuliah ternyata menyenangkan untuk pergi ke tempat seperti ini. Rasanya masalah langsung menghilang terbawa deburan ombak dan angin pantai.Meski terlihat begitu menikmati makanannya namun Metta sesekali memperhatikan Ayana yang duduk di samping
"Lo kenapa keliatan gak tenang gitu, sih?" tanya Tio melihat bos sekaligus temannya mondar-mandir."Gue lagi nunggu kabar dari Ayana. Dia gak bisa dihubungi. Ditelepon gak diangkat, pesan gak dibaca. Metta juga teleponnya gak aktif.""Yaelah, ditinggal belum sehari aja udah galau. Lagian udah pasti istri Lo lagi sibuk sama acaranya di sana. Udah jangan overthinking gini, yang ada Lo ribet sendiri."Pria itu duduk setelah cukup lama berdiri. Dia menatap ponselnya dan masih berharap balasan notifikasi dari Ayana segera muncul. Dia mengkhawatirkan gadis itu dan mungkin cemburu karena ada Rendi juga di sana. Tentu Ken tau jika Rendi masih menginginkan istrinya.Dia tidak masalah membebaskan Ayana berlibur ke pantai bersama teman kampusnya agar dia juga bisa menikmati waktu. Hanya saja jika gadis itu dekat dengan lelaki lain Ken merasa tidak terima. "Tenang aja, sih. Ada adek Lo juga, pasti dijagain. Wajar aja kalau mereka sibuk sekarang. Lo masih bisa hubungi nanti.""Tetep aja gue gak t
Hari ini Ayana akan melakukan pemberangkatan liburan bersama teman sekelasnya yang lain. Tempat tujuan mereka adalah pantai, dan mereka akan menginap di hotel untuk beberapa hari. Akan ada beberapa acara juga yang diadakan di sana nantinya."Bener gak mau saya antar?" tanya Ken kesekian kalinya pada Ayana. Gadis itu memutuskan pergi berdua dengan Metta naik mobil. "Aku sama Metta berdua aja. Lagian kamu mau kerja juga, kan? Nanti aku kabarin kalau sampai sana.""Tapi seenggaknya saya liat kalian aman sampai tujuan."Metta menghampiri sepasang suami yang tengah berdebat di depan mobil. "Kak, tenang aja gak usah khawatir. Lagian sekarang ada aku yang jagain Ayana."Ken masih belum tenang. Dia ingin mengantar mereka sampai ke pantai namun Ayana tidak mau. Jika dia memaksa gadis itu pasti akan marah, padahal mereka baru saja akur. Tapi sepertinya benar kata Metta, sekarang dua gadis itu sudah kembali berteman jadi dia bisa menitipkan Ayana pada sang adik dan begitu sebaliknya. "Tapi kal
"Keluar!" ucap Ayana dengan penekanan.Gadis itu bersedekap dada sambil bersandar di dekat pintu. Ia memperhatikan Amel yang berjalan pergi dari sana dengan menunduk. Saat melewatinya Aya berbisik dengan pelan namun hanya mereka yang berdua yang tau. Ken tidak mendengar apapun."Ay, kamu kenapa gak bilang mau ke sini?" tanya Ken berjalan menghampiri istrinya sambil mengulurkan tangan, menyambut."Gak boleh aku datang ke sini?""Boleh, dong. Kamu bebas kapanpun datang ke sini sesuka hati selama saya ada di kantor. Tapi penasaran aja kenapa kamu datang ke sini."Ayana mengambil sesuatu di kantongnya dan menunjukan. "Ponsel kamu ketinggalan di kamar. Takut penting jadi aku bawain ke sini.""Ah, iya saya lupa bawa ponsel. Makasih, ya, maaf jadi repotin kamu." Ken menarik Ayana ke pelukannya dan mengecup keningnya lembut. Sementara gadis itu tersenyum dan menepuk bahu suaminya pelan.Setelah menikah Ayana mulai terbiasa dengan Ken yang suka memeluknya. Kalau boleh jujur sepertinya gadis in
"Ay, kamu sama Metta udah baikan?" tanya Ken saat mereka sampai di apartemen.Ayana tak menjawab namun dia hanya tersenyum dan berlalu pergi menuju dapur. Rasanya senang karena sekarang mereka sudah kembali berteman lagi. Mungkin sebenarnya ini yang diinginkannya oleh Aya sejak dulu. Bukan bertengkar dengan Metta untuk sebuah kemenangan, namun dia merindukan masa pertemanan mereka.Melihat Ayana yang tak menjawab pertanyaannya, Ken kembali bertanya. "Kenapa kalian bisa baikan secepat itu? Maksudnya, saya suka liat kalian akur. Tapi tiba-tiba?""Aku sama Metta udah sama-sama capek. Lagian gak ada yang mau diributin lagi."Mendengar itu Ken ikut tersenyum. Syukurlah jika memang sekarang adik dan istrinya sudah akur. Tidak ada kendala lagi dan justru itu semakin bagus. Hubungannya dengan Ayana akan menjadi baik, karena Metta sudah menerima gadis ini sebagai kakak iparnya. "Yaudah, sekarang kamu duduk. Biar saya masak buat kamu, ya." Ken menarik kursi agar Ayana duduk di sana. Gadis itu
Metta bergegas membantu Ayana dengan mengulurkan tangannya. Meski masih terkejut dia harus segera pergi dari sana karena kendaraan lain akan melintas. Ayana memegangi bahunya yang terbentur aspal. Untungnya tak ada luka parah."Kenapa Lo bisa ada di sini?" tanya Metta menatap dari atas sampai bawah."Aku gak sengaja liat kamu dari sebrang. Terus hampir ketabrak mobil, jadi aku refleks lari tadi.""Makasih."Ayana meringis pelan dan mengangkat wajahnya. Dia tidak salah dengar, kan? Maksudnya Metta berterimakasih padanya? Terdengar berlebihan namun bagi Aya gadis itu tidak pernah mengatakan terima kasih setelah permusuhan terjadi.Dia terkekeh pelan. "Tumben.""Karena Lo udah tolongin gue. Bukan berarti gue gak mau minta maaf sama Lo karena kita musuh.""Bagus, deh. Makanya lain kali kalau jalan itu hati-hati. Liat kanan kiri baru nyebrang jalan."Seakan kembali teringat Metta langsung menatap ke sekitar. Dia hampir lupa jika dirinya sedang diawasi dua orang tak dikenal. Saat dirinya me
Pagi ini Metta sudah siap dengan pakaian rapih. Dia akan pergi dengan Kakaknya seperti janji Kakaknya semalam. Gadis itu menunggu di depan teras sambil memainkan ponselnya. Seharusnya sudah datang sekarang.Tin... Tin...Terdengar suara klakson mobil di dari arah gerbang. Metta berlari kecil dan membuka sedikit gerbangnya. Namun justru bukan mobil milik Elkan yang terparkir di sana. "Siapa ini?""Pagi cantik." Seorang pria keluar dari bangku kemudi sambil melepas kaca matanya."Sean?"Metta menatap ke sekitar. Kenapa pria ini bisa datang ke rumahnya? Seakan tau isi pikiran gadis di depannya, Sean langsung berniat menjelaskan. "Kenneth bilang katanya Lo mau pergi. Dia gak bisa sekarang karena lagi banyak kerjaan di kantor. Jadi gue aja yang nganterin Lo.""Gak mau!" "Kalau gak percaya telepon aja orangnya."Metta memicingkan matanya sekilas. Ia langsung mengeluarkan ponsel dan berniat menelpon Kakaknya. Namun dia justru melihat pesan masuk dari Ken paling atas muncul. Baru saja terk
"Aku beneran boleh minum?" tanya Ayana setelah mereka sampai di apartemen. Selesai dari acara mereka pulang malam. Kenneth menepati janjinya dan dia menyempatkan membeli minum sebelum pulang. Lagipula sesekali itu tidak apa-apa, dan mereka juga sudah menjadi suami istri jadi selama Ayana minum berdua dengannya dia tidak masalah."Jangan banyak-banyak tapi."Gadis itu memperhatikan Kenneth meletakan dua botol kaca di atas meja. Ia menyalakan TV dan menampilkan sebuah film yang sedang berputar. Sengaja dia ingin membuat malam romantis untuk mereka berdua."Ayo duduk." Ken menarik lembut Ayana agar duduk di sofa bersamanya. Ayana terkekeh pelan dan mengikutinya. Kini mereka duduk berdekatan. Ken menuangkan sedikit alkohol ke dalam gelas kecil untuk istri cantiknya. "Sedikit aja. Dan ini cuma berlaku malam ini, ke depannya jangan coba-coba minum lagi." "Jadi ini cuma cobain aja?""Hmm." Ken memberikan gelas tersebut ke arah Ayana dan diterima gadis itu. "Cheers?"Mereka bersulang. Ayan