"Mama! Papa!" Ayana berlari kecil menghampiri kedua orang tuanya dan memeluk mereka bergantian. "Aku kangen banget."
"Mama juga kangen sama kamu. Duduk, yuk."Mereka semua mulai duduk di tempat masing-masing. Ayana duduk di ujung, di samping Ken dan di depannya ada Metta. Makanan ternyata sudah dipesan. Ada banyak jenis makanan yang terlihat enak.Metta tak melewatkan waktu untuk mengambil foto sebelum makan. Gadis itu sesekali menimpali Ibunya Ayana yang mengajaknya berbicara. Sekedar bertanya kabar dan juga tentang hubungan pertemuannya dengan Ayana. Seperti biasa soal Aya dia tidak akan angkat bicara."Makanannya enak. Kapan-kapan kita kumpul lagi di sini," kata Mirna yang disetujui lainnya.Berbanding terbalik dengan orang-orang yang menikmati makanan, Ayana justru tak melanjutkan makannya. Padahal dia baru makan satu suap. Ada rasa yang tak beres dengan masakannya. Ia menepuk pelan Ken membuat pria itu menoleh."Ken, makanaKeesokan harinya Ken dan Ayana sama-sama membereskan pakaian mereka. Soal semalam Kenneth sudah melupakannya dan untunglah kedua orang tua mereka sama-sama memahami tanpa harus memperpanjang masalah itu. Namun bisa dibilang hubungan Ayana dan Metta semakin memburuk.Sebanyak apapun Ayana membuat kesalahan Ken akan berusaha tetap sabar. Dia tidak ingin melepaskan gadis ini begitu saja. Dia bukan tipe orang yang bisa di stir, Ken justru orang yang dominan. Tujuan Ayana mungkin ingin pisah, tapi tujuan Ken adalah membuat Ayana jatuh cinta padanya."Udah beres semua belum?" tanya Kenneth masuk ke dalam kamar."Eum, kemeja kamu belum semua yang di lemari.""Itu nanti aja."Ayana yang melihat Ken membawa koper dan tas langsung menahannya. "Biar aku yang bawa tas.""Gak usah. Kamu gak boleh bawa yang berat. Tolong bawa ponsel saya aja di atas kasur."Gadis itu mengigit bibirnya kecil. Apakah dia salah mengabaikan Kenneth yang m
"Gimana? Suka sama apartemennya?"Ayana melihat ke sekitar dan ruangan-ruangan yang ada di sana. Kamarnya memang hanya ada satu tapi Ken mencari dua kasur dalam satu kamar. Dia tau Ayana belum mau tidur satu ranjang dengannya jadi daripada harus tidur di sofa lebih baik memesan dua kasur.Semuanya terlihat sederhana namun tetap elegan. Bernuansa hitam putih yang menurut Ayana ini bagus. Bahkan ada ruangan khusus olahraga dan juga tempat untuk kerja. Katanya khusus agar Ken bisa menghabiskan banyak waktu di apartemen dengannya. Ah, pria ini bisa saja."Bagus. Semuanya juga udah bersih.""Sengaja, biar kita gak usah beresin yang lain. Cukup baju sama peralatan makan aja.""Yaudah aku yang beresin dapur, kamu kamar," kata Ayana menyarankan."Oke."Kenneth membawa koper ke kamar sedangkan Ayana membawa barang belanjaan ke dapur. Gadis itu mengeluarkan barang belanjaan ke atas meja. Kalau menyusun makanan seperti ini dia suka.Sesaat Ayana mengeluarkan ice cream yang dibelinya. Ia tersenyu
Metta terduduk di tangga sambil termenung. Rumahnya terasa sepi sekarang setelah Kakaknya memutuskan untuk pindah ke apartemen. Padahal dia seharusnya senang tidak ada Ayana di sini, tapi seperti ada yang hilang. "Kenapa belum tidur?" Gadis itu sontak menoleh melihat Mamanya datang dengan segelas air. "Belum ngantuk. Mama sendiri kenapa belum tidur?""Ambil minum untuk Papa," ucap Mirna ikut duduk di anak tangga. "Coba cerita kalau ada masalah."Metta tersenyum dan menggeleng. Tak ingin membuat Ibunya khawatir ia mencoba mencari topik lain. "Aku ga ada masalah apapun. Eum, Mah. Aku ada rencana pergi sama temen kelas aku ke pantai jadi boleh aku ikut kan? Kayaknya nginep semalam juga.""Kapan?""Belum tau, sih. Masih rencana."Mirna mengangguk paham. "Boleh, asal kamu bisa jaga diri baik-baik. Sekarang kamu tidur sana, ini udah malam. Terus jangan kebanyakan bengong.""Siap."Sebenarnya Mirna tau kalau Metta sedang merindukan Kakaknya. Mereka berdua itu jarang bertemu namun kedekatan
Metta melirik sekilas Ayana yang duduk tak jauh dengannya. Rasanya dia bingung dengan diri sendiri. Terkadang dia merasa marah pada Ayana hingga ingin membencinya, namun tak jarang juga ia merasa ingin permusuhan ini berakhir. Metta lelah.Gadis itu tersenyum kecut dan membuka buku di depannya. Tapi, sampai Ayana berani menyakiti Kakaknya atau macam-macam dia juga tidak akan diam. Metta tau Ayana tidak suka dengan pernikahannya dan Aya sendiri yang mengatakan kalau dia akan meninggalkan Ken di saat pria itu mencintainya. Karena itulah Metta ingin Kakaknya menjauh sebelum dia benar-benar dibuat gila oleh Ayana."Ta, Lo mau gak?" tanya teman di sampingnya menyodorkan sebuah buku."Apaan?""Salinan punya si cupu."Metta menoleh ke belakang dan melihat mahasiswa di kelas mereka yang mengenakan kaca mata. Dia menyandarkan tubuhnya di kursi dan menarik buku tersebut. Ngomong-ngomong di depan sana masih ada dosen yang sedang mengajar."Gue denger di grup kalau liburan kita ternyata ke villa
"Sebenernya kamu ngapain ngajak aku ke sini, sih? Maksudku kenapa harus bawa cewek kamu itu? Dia gak suka sama aku?" tanya Ayana beruntun.Sean menghela nafas sesaat. "Sorry, Ay. Gue cuma gak mau dia terus salah paham karena dia cemburu sama Lo. Dia gak percaya kalau gue punya sepupu cewek.""Tapi kamu liat sendiri, kan? Dia itu malah cuekin aku. Mana mukanya sinis banget."Gadis itu menatap buku menu di hadapannya tanpa minat. Yang tadinya lapar, kini sudah tak nafsu lagi. Padahal ini pertemuan pertama mereka, yang seharusnya mereka bisa saling akrab. Sean harap keduanya bisa berteman, namun sayang sekali Vira mengabaikan Ayana."Satu lagi, Yan. Aku pernah liat pacar kamu jalan sama cowok. Terus dia gandengan gitu."Sean menoleh dan tak percaya. "Mana mungkin, dia setia sama gue. Ini juga pertama Lo ketemu sama dia, Ay. Mana ada Vira kayak gitu.""Aku cuma mau kasih tau aja. Kalau gak percaya yaudah. Aku gak tau cowok itu siapa, bisa jadi temen atau saudaranya. Tapi jelas aku liat di
"Mau apa kalian?" Dahlan menatap mereka satu persatu sambil menyikap lengan bajunya. Meski sudah tidak muda lagi tapi ia masih cukup baik untuk hal ini. Tubuhnya tidak perlu diragukan lagi, pria paruh baya itu memiliki fisik yang bugar. Keempat orang di depannya saling tatap dan mulai ancang-ancang."Kasih kunci mobilnya sini!""Lawan saya kalau kalian mau. Saya gak takut."Dua orang diantara mereka mulai menyerang. Di dalam sana Ayana terlihat begitu ketakutan. Ia terus melihat ke belakang mobil berharap ada orang yang melintasi jalanan ini atau Ken segera datang. Begitu melihat Papanya berkelahi dengan orang di luar sana Ayana langsung bergegas ke luar. "Papa!"Mendengar itu Dahlan menoleh. Namun hal itu dijadikan kesempatan lawan untuk menyerangnya. Ayana berteriak dan berlari ke arah mereka. "Jangan keroyokan kalau berani.""Aduh, jangan ikut campur! Pegangin tuh cewek!""Eh, apaan nih? Lepas!" Tiba-tiba d
"Gak bisa, Ren, ini udah sore. Kalau besok mungkin aku bisa, tapi kalau mendadak aku gak bisa."Ayana menggerakkan gelas di tangannya yang berisi sedikit air. Ia sedang menelpon seseorang melalui telepon apartemen. Dia ingat kalau saat di kampus Rendi mengajaknya pergi, tapi dia tidak bisa jika hari ini karena dia masih harus menunggu Kenneth. Untungnya Ayana ingat nomor Rendi, jadi dia bisa mengatakan kalau mereka tidak jadi pergi hari ini.Tiba-tiba terdengar suara pintu dan Kenneth yang memanggilnya. "Ayana.""Ren, nanti aku telepon lagi."Ken terlihat mencari Ayana dan melihat gadis itu berada di dapur. Tangannya menunjukan tas milik Ayana membuat istrinya tersenyum senang dan menghampirinya. Ternyata benar Ken bisa menemukan orang-orang itu dengan mudah."Coba kamu cek lagi apa ada barang yang hilang."Ayana membuka tas miliknya dan mengeluarkannya satu persatu. "Masih lengkap. Terus mobil Papa gimana?""Sudah saya antarkan ke rumah." Pria itu berjalan menuju meja makan dan melet
Meoww...Kenneth menoleh sesaat. Ia meletakan ponselnya dan menghampiri kucing milik Ayana yang terus bersuara. Padahal dia sudah memberinya makan. Luca itu terbilang kucing yang penurut."Nyari mama-mu? Gak ada dia," celetuk Ken membawa Luca ke pangkuannya. Saat sedang mengajak kucing itu bermain, Ken mendapat telepon dari lantai bawah. Katanya ada yang mengantar paket dan meminta Kenneth untuk tanda tangan. Jadi dia memutuskan segara pergi ke bawah."Tunggu di sini sebentar."Setelah kembali meletakan Luca, Kenneth langsung pergi. Dia membawa dompetnya dan tak lupa mengunci pintu apartemen setelah keluar. Hanya untuk memastikan tidak ada yang berani masuk. Ya walaupun bisa dipastikan tidak akan ada yang bisa masuk. Lantai ini khusus untuk Kenneth dan Ayana.Di depan pintu masuk terlihat seorang kurir yang berdiri sambil membawa kotak. "Itu untuk atas nama Kenneth?""Benar.""Saya Kenneth.""Kalau begitu ini paketnya. Tolong tanda tangan di sebelah sini." Kurir tersebut memberikan k
Ayana terus menunduk dan memegang sabuk pengamannya sejak tadi. Dia berada di mobil bersama Kenneth dalam keadaan sama-sama diam. Tidak ada yang berbicara hanya suasana hening yang membuat Ayana semakin canggung. Pria di sampingnya ini benar-benar sedang marah sekarang. Terlihat wajahnya yang memerah dan tangan yang memegang setir dengan kuat.Gadis itu menoleh sekilas dan dia mendengus sebal karena sampai saat ini tidak tau kenapa Ken marah padanya. Kenneth menambah kecepatan mobilnya, seakan dia ingin segera sampai ke apartemen. "Ken," panggil Ayana namun tetap menatap lurus ke depan. "Saya minta kamu diam sampai kita di apartemen. Jangan bicara apapun."Kenneth mencoba mencari jalan tercepat. Yang dikhawatirkan Ayana adalah karena mobil yang dibawanya cukup cepat sedangkan malam seperti ini keadaan jalanan tidak terlalu terang.Setelah cukup lama akhirnya mereka sampai di depan apartemen. Kenneth keluar lebih dulu dan membukakan pintu untuk sang istri. Dia benar-benar sangat kece
Metta menikmati makanannya sambil menatap langit malam di luar sana. Mereka semua sedang makan di luar, di tempat terbuka sambil menikmati keindahan pantai. Beberapa orang terlihat bernyanyi dan memainkan ukulele. Ada juga yang membuat video untuk dokumentasi. "Aduh, ini hp kenapa sih?!"Metta yang sedang mengunyah makanan langsung menoleh menatap salah satu temannya yang memukul-mukul ponsel. "Kenapa?""Gue mau telepon Nyokap tapi ga ada jaringan. Gue boleh pinjem ponsel Lo gak, Ta?""Boleh. Ambil aja tuh di dalam tas. Password-nya masih ingat kan?""Masih kalau belum diganti," ucapnya sambil mengambil ponsel Metta.Perempuan tersebut pergi ke belakang untuk menelpon Ibunya sedangkan Metta kembali melanjutkan makan. Setelah lelah memikirkan kuliah ternyata menyenangkan untuk pergi ke tempat seperti ini. Rasanya masalah langsung menghilang terbawa deburan ombak dan angin pantai.Meski terlihat begitu menikmati makanannya namun Metta sesekali memperhatikan Ayana yang duduk di samping
"Lo kenapa keliatan gak tenang gitu, sih?" tanya Tio melihat bos sekaligus temannya mondar-mandir."Gue lagi nunggu kabar dari Ayana. Dia gak bisa dihubungi. Ditelepon gak diangkat, pesan gak dibaca. Metta juga teleponnya gak aktif.""Yaelah, ditinggal belum sehari aja udah galau. Lagian udah pasti istri Lo lagi sibuk sama acaranya di sana. Udah jangan overthinking gini, yang ada Lo ribet sendiri."Pria itu duduk setelah cukup lama berdiri. Dia menatap ponselnya dan masih berharap balasan notifikasi dari Ayana segera muncul. Dia mengkhawatirkan gadis itu dan mungkin cemburu karena ada Rendi juga di sana. Tentu Ken tau jika Rendi masih menginginkan istrinya.Dia tidak masalah membebaskan Ayana berlibur ke pantai bersama teman kampusnya agar dia juga bisa menikmati waktu. Hanya saja jika gadis itu dekat dengan lelaki lain Ken merasa tidak terima. "Tenang aja, sih. Ada adek Lo juga, pasti dijagain. Wajar aja kalau mereka sibuk sekarang. Lo masih bisa hubungi nanti.""Tetep aja gue gak t
Hari ini Ayana akan melakukan pemberangkatan liburan bersama teman sekelasnya yang lain. Tempat tujuan mereka adalah pantai, dan mereka akan menginap di hotel untuk beberapa hari. Akan ada beberapa acara juga yang diadakan di sana nantinya."Bener gak mau saya antar?" tanya Ken kesekian kalinya pada Ayana. Gadis itu memutuskan pergi berdua dengan Metta naik mobil. "Aku sama Metta berdua aja. Lagian kamu mau kerja juga, kan? Nanti aku kabarin kalau sampai sana.""Tapi seenggaknya saya liat kalian aman sampai tujuan."Metta menghampiri sepasang suami yang tengah berdebat di depan mobil. "Kak, tenang aja gak usah khawatir. Lagian sekarang ada aku yang jagain Ayana."Ken masih belum tenang. Dia ingin mengantar mereka sampai ke pantai namun Ayana tidak mau. Jika dia memaksa gadis itu pasti akan marah, padahal mereka baru saja akur. Tapi sepertinya benar kata Metta, sekarang dua gadis itu sudah kembali berteman jadi dia bisa menitipkan Ayana pada sang adik dan begitu sebaliknya. "Tapi kal
"Keluar!" ucap Ayana dengan penekanan.Gadis itu bersedekap dada sambil bersandar di dekat pintu. Ia memperhatikan Amel yang berjalan pergi dari sana dengan menunduk. Saat melewatinya Aya berbisik dengan pelan namun hanya mereka yang berdua yang tau. Ken tidak mendengar apapun."Ay, kamu kenapa gak bilang mau ke sini?" tanya Ken berjalan menghampiri istrinya sambil mengulurkan tangan, menyambut."Gak boleh aku datang ke sini?""Boleh, dong. Kamu bebas kapanpun datang ke sini sesuka hati selama saya ada di kantor. Tapi penasaran aja kenapa kamu datang ke sini."Ayana mengambil sesuatu di kantongnya dan menunjukan. "Ponsel kamu ketinggalan di kamar. Takut penting jadi aku bawain ke sini.""Ah, iya saya lupa bawa ponsel. Makasih, ya, maaf jadi repotin kamu." Ken menarik Ayana ke pelukannya dan mengecup keningnya lembut. Sementara gadis itu tersenyum dan menepuk bahu suaminya pelan.Setelah menikah Ayana mulai terbiasa dengan Ken yang suka memeluknya. Kalau boleh jujur sepertinya gadis in
"Ay, kamu sama Metta udah baikan?" tanya Ken saat mereka sampai di apartemen.Ayana tak menjawab namun dia hanya tersenyum dan berlalu pergi menuju dapur. Rasanya senang karena sekarang mereka sudah kembali berteman lagi. Mungkin sebenarnya ini yang diinginkannya oleh Aya sejak dulu. Bukan bertengkar dengan Metta untuk sebuah kemenangan, namun dia merindukan masa pertemanan mereka.Melihat Ayana yang tak menjawab pertanyaannya, Ken kembali bertanya. "Kenapa kalian bisa baikan secepat itu? Maksudnya, saya suka liat kalian akur. Tapi tiba-tiba?""Aku sama Metta udah sama-sama capek. Lagian gak ada yang mau diributin lagi."Mendengar itu Ken ikut tersenyum. Syukurlah jika memang sekarang adik dan istrinya sudah akur. Tidak ada kendala lagi dan justru itu semakin bagus. Hubungannya dengan Ayana akan menjadi baik, karena Metta sudah menerima gadis ini sebagai kakak iparnya. "Yaudah, sekarang kamu duduk. Biar saya masak buat kamu, ya." Ken menarik kursi agar Ayana duduk di sana. Gadis itu
Metta bergegas membantu Ayana dengan mengulurkan tangannya. Meski masih terkejut dia harus segera pergi dari sana karena kendaraan lain akan melintas. Ayana memegangi bahunya yang terbentur aspal. Untungnya tak ada luka parah."Kenapa Lo bisa ada di sini?" tanya Metta menatap dari atas sampai bawah."Aku gak sengaja liat kamu dari sebrang. Terus hampir ketabrak mobil, jadi aku refleks lari tadi.""Makasih."Ayana meringis pelan dan mengangkat wajahnya. Dia tidak salah dengar, kan? Maksudnya Metta berterimakasih padanya? Terdengar berlebihan namun bagi Aya gadis itu tidak pernah mengatakan terima kasih setelah permusuhan terjadi.Dia terkekeh pelan. "Tumben.""Karena Lo udah tolongin gue. Bukan berarti gue gak mau minta maaf sama Lo karena kita musuh.""Bagus, deh. Makanya lain kali kalau jalan itu hati-hati. Liat kanan kiri baru nyebrang jalan."Seakan kembali teringat Metta langsung menatap ke sekitar. Dia hampir lupa jika dirinya sedang diawasi dua orang tak dikenal. Saat dirinya me
Pagi ini Metta sudah siap dengan pakaian rapih. Dia akan pergi dengan Kakaknya seperti janji Kakaknya semalam. Gadis itu menunggu di depan teras sambil memainkan ponselnya. Seharusnya sudah datang sekarang.Tin... Tin...Terdengar suara klakson mobil di dari arah gerbang. Metta berlari kecil dan membuka sedikit gerbangnya. Namun justru bukan mobil milik Elkan yang terparkir di sana. "Siapa ini?""Pagi cantik." Seorang pria keluar dari bangku kemudi sambil melepas kaca matanya."Sean?"Metta menatap ke sekitar. Kenapa pria ini bisa datang ke rumahnya? Seakan tau isi pikiran gadis di depannya, Sean langsung berniat menjelaskan. "Kenneth bilang katanya Lo mau pergi. Dia gak bisa sekarang karena lagi banyak kerjaan di kantor. Jadi gue aja yang nganterin Lo.""Gak mau!" "Kalau gak percaya telepon aja orangnya."Metta memicingkan matanya sekilas. Ia langsung mengeluarkan ponsel dan berniat menelpon Kakaknya. Namun dia justru melihat pesan masuk dari Ken paling atas muncul. Baru saja terk
"Aku beneran boleh minum?" tanya Ayana setelah mereka sampai di apartemen. Selesai dari acara mereka pulang malam. Kenneth menepati janjinya dan dia menyempatkan membeli minum sebelum pulang. Lagipula sesekali itu tidak apa-apa, dan mereka juga sudah menjadi suami istri jadi selama Ayana minum berdua dengannya dia tidak masalah."Jangan banyak-banyak tapi."Gadis itu memperhatikan Kenneth meletakan dua botol kaca di atas meja. Ia menyalakan TV dan menampilkan sebuah film yang sedang berputar. Sengaja dia ingin membuat malam romantis untuk mereka berdua."Ayo duduk." Ken menarik lembut Ayana agar duduk di sofa bersamanya. Ayana terkekeh pelan dan mengikutinya. Kini mereka duduk berdekatan. Ken menuangkan sedikit alkohol ke dalam gelas kecil untuk istri cantiknya. "Sedikit aja. Dan ini cuma berlaku malam ini, ke depannya jangan coba-coba minum lagi." "Jadi ini cuma cobain aja?""Hmm." Ken memberikan gelas tersebut ke arah Ayana dan diterima gadis itu. "Cheers?"Mereka bersulang. Ayan