Mencoba menghindar, Alyn memilih langsung memalingkan muka. Wanita itu lekas pergi ke kabin karena tugasnya digantikan oleh temannya yang lain. "Alyn, ada apa dengan wajahmu?" Cleo mengerutkan keningnya ketika melihat wajah temannya yang tampak pucat. "Ada Mas Erlan di luar," jawab Alyn dengan suara yang terdengar bergetar--menahan tangis. Jujur, sikap yang Erlan lakukan kemarin malam masih membekas dalam ingatan Alyn. Hal itu jelas membuat Alyn belum siap andai bertemu dengan Erlan. Namun, entah takdir baik atau bukan ... tetapi yang pasti Alyn tidak menyangka jika Erlan juga menggunakan penerbangan yang sama. Membuat mereka berada dalam satu pesawat yang sama. "Apa?" Cleo melebarkan matanya begitu mendengar ucapan Alyn. "Suamimu ada di sini juga?" sambungnya. "Hemm." Alyn membalas dengan anggukan saja. Mendesah pelan, Cleo lantas menatap Alyn dengan iba. Sementara tangannya bergerak menyentuh kedua pundak Alyn lalu menuntunnya agar duduk. "Kau tunggulah di sini, aku akan amb
Entah harus bersikap bagaimana ketika tiba-tiba pria yang paling ingin Alyn hindari malah ada di hadapannya! Rasanya Alyn ingin sekali menghindar dan pergi dari hadapan Erlan. Hanya saja ... ia tidak memiliki tempat ataupun piliha. Terlebih ketika tiba-tiba Erin keluar dari rumah dan menyapa. "Alyn, Erlan, sejak kapan kalian ada di sini?" tanya Erin sangat terkejut ketika mendapati ada anak dan menantunya yang ada di depan rumahnya. Padahal tadi niatnya ia hanya ingin mengambil olahan makanan yang dijemur di depan rumah. Menoleh secara bersamaan, Alyn mendadak bingung harus bagaimana. Sementara Erlan seolah mengambil kesempatan dengan merangkul Alyn agar terlihat jika hubungannya dengan sang istri baik-baik saja. "Ibu, maafkan kami jika kedatangan kami membuatmu terkejut," ujar Erlan begitu lugas. Sehingga membuat Alyn tampak muak mendengarnya. Ingin sekali wanita itu menyingkirkan tangan Erlan yang bertengker pada pundaknya. Namun, andai ia melakukannya ... maka Erin akan tampak
"Apa yang kau lakukan?" Alyn terkejut ketika ia akan menutup pintu kamar, tetapi ditahan oleh Erlan yang langsung masuk setelahnya. Padahal wanita itu sudah mengatakan kepada Erlan untuk pulang saja. Namun, Erlan malah mengikutinya. "Aku sudah mengatakan kepada Ibu akan menginap di sini. Bukankah akan aneh jika tiba-tiba aku pulang? Ibu pasti akan curiga!" Mendengus pelan, Alyn kemudian menatap Erlan dengan jengah. "Kau bisa mengatakan kepada Ibu jika memiliki urusan mendadak!" Dengan cepat Erlan menggeleng. "Urusanku ada di sini," balasnya. "Aku harus mendapatkan maaf darimu," sambung Pria itu menatap Alyn dengan serius. Tangan Erlan bahkan terulur untuk menyentuh lalu menggenggam tangan Alyn. Namun sayangnya, Alyn memilih menarik tangannya sebelum Erlan berhasil melakukannya. "Jangan menyentuhku!" cetus Alyn dengan ketus. "Alyn, aku benar-benar menyesal untuk yang semalam. Aku terlalu marah, hingga tak dapat mengontrol diri. Sungguh, Alyn." Erlan mencoba menjelaskan d
Masih mempertahakan sikap tak acuhnya, Alyn yang sudah selesai membersihkan diri pun bangkit. Sehingga membuat Erlan secara refleks menggeser untuk memberikan ruang bagi Alyn. Sayangnya wanita itu tak menghampiri ranjang, melainkan malah menuju pintu lalu membukanya. Sehingga membuat Erlan yang melihatnya bertanya secara spontan. "Alyn, kau mau ke mana?" Menjeda gerakan tangannya yang akan memutar knop pintu, Alyn kemudian menoleh. "Aku akan tidur di kamar ibu." Terang saja hal itu membuat Erlan langsung bangkit. Pria itu kemudian berjalan menghampiri lalu berkata, "Kau ingin mengadu kepada ibu?" Mendesah pelan, Alyn menggeleng dengan segera. "Tidak. Untuk apa aku mengadukan kelakuan bejadmu itu?" Sedikit bernapas lega, Erlan kemudian menarik Alyn ke dalam pelukannya yang membuat wanita itu terkejut. Lekas Alyn berontak agar terlepas dari pelukan Erlan yang tidak terlalu kuat. Sehingga membuatnya dapat dengan mudah terlepas. "Lancang!" "Kau istriku," balas Erlan membua
“Papa, aku ingin bertemu mama,” rengekan seorang anak kecil membuat para penumpang yang lain merasa terganggu.Tentu saja pria yang dipanggil papa oleh anak perempuan berusia lima tahun merasa tidak enak. Sehingga hanya bisa tersenyum kaku kepada penumpang yang duduk di seberangnya. “Papa,” rengek Gempi sambil menggoyang-goyangkan tangan Erlan. Hingga membuat pria itu jengah. “Gempi, bisakah kau diam?” sentak Erlan yang emosinya sudah berada di ubun-ubun. Bagaimana tidak, pria itu baru saja menghadiri pertemuan di luar kota yang mendadak. Terlebih setelah ini ia pun harus menghadiri rapat yang tidak bisa diwakilkan oleh asistennya.Iya, pria dengan nama lengkap Erlan Dallin Horison itu adalah seorang presdir dari perusahaan yang bergerak di bidang akomodasi. Sehingga memiliki jadwal yang padat lantaran memiliki banyak cabang di penjuru kota. Lalu kini Gempi malah merengek yang membuat Erlan hilang kendali. Sehingga gadis manis itu terdiam beberapa saat. Hingga akhirnya menangis se
“Erlan, apa yang terjadi dengan Gempi?” Pria itu langsung mendapatkan cercaan dari mamanya begitu ia pulang karena melihat wajah Gempi yang sembab. Terlebih gadis manis itu memilih langsung ke kamar tanpa mempedulikan orang sekitar. “Dia sedang merindukan mamanya, Mam.”Terdengar embusan napas kasar dari Gian–mama Erlan. “Sudah mama bilang, kau harus segera mencari pasangan!” Satu sudut bibir Erlan tertarik karenanya. Ia lantas menjatuhkan tubuhnya di sofa dengan punggung yang bersandar. Tatapannya lurus menatap Gian lalu mengembuskan napas kasar. “Aku tidak mau.”“Erlan, ini sudah lima tahun. Pasti berat bagi Gempi melewati hari-hari tanpa seorang ibu.” Gian masih mencoba membujuk anaknya, tetapi hasilnya tetap nihil.Erlan bahkan memilih bangkit lalu mengambil kunci mobilnya yang ia simpan di atas meja sebelumnya. “Aku harus menghadiri rapat.”“Apa kau tidak akan mengganti baju?” “Aku bisa telat,” sahut Erlan yang sudah keluar dari rumah orang tuanya. Lagi-lagi Gian hanya mampu
“Erlan, kau belum menjawab pertanyaan mama.”Erlan mendesah pelan lalu melirik ke arah Gempi yang kini sedang lahap makan roti bakar selai nanas. Setelahnya pria itu menggeleng yang membuat Gian mendengus. “Mama pikir kau benar-benar sudah memiliki kekasih.” Terlihat raut kekecewaan dari wajah wanita paruh baya itu. “Tapi ini bukan masalah karena mama sudah mendapatkan wanita yang cocok untukmu,” sambungnya. “Ma—”“Papa, aku sudah selesai makan!” Pria itu menoleh ke arah Gempi lalu tersenyum tipis. “Baiklah, kalau begitu kita berangkat sekarang!” Segera Erlan berdiri yang langsung disusul Gempi. Mereka lantas berpamitan kepada Gian untuk berangkat ke sekolah Gempi. Tiba di salah satu sekolah taman kanak-kanak, anak dan papa itu keluar dari mobil. “Kau hati-hati. Jika ada yang nakal, jangan lupa beritahu papa. Ok?”“Ok, Papa!” Gempi menyatukan ujung ibu jari dan jari telunjuknya yang kemudian ditaruh di depan mata. Sehingga Erlan terkekeh ringan melihatnya.“Ok, princess. Sekara
“Papa, aku ingin bertemu mama.” Pagi-pagi ketika hari libur, Gempi merengek yang membuat Erlan mengacak rambutnya. Pria itu pikir di hari liburnya ia akan menikmati hari dengan coklat panas dengan tenang. Namun, pikiran itu menghilang begitu saja setelah anaknya merengek.“Ada apa ini?” Tiba-tiba saja Gian muncul membuat Gempi langsung berlari ke arah wanita paruh baya itu. Dengan air mata yang masih berjatuhan, Gempi memeluk kaki Gian sambil mendongak. “Nenek, aku ingin bertemu dengan mama.”Gian langsung mengembuskan napasnya dengan kasar. Terlebih ketika melihat Erlan yang malah pergi begitu saja. “Erlan!” Panggilan itu lantas menghentikan langkah Erlan. Ia menoleh lalu bertanya dengan satu alis yang terangkat. “Ada apa, Mam?” “Kau antarkan Gempi ke rumah Alyn.” Sontak Erlan langsung melebarkan matanya. “Mam, untuk apa? Dia bahkan bukan ibunya Gempi.” “Tapi dia merindukan Alyn.” Dengan cepat Erlan menggeleng. “Yang dirindukan itu ibunya. Bukan wanita itu!” Wanita itu lant