Usaha KerasPonsel Bram berbunyi, menandakan ada pesan yang masuk. Dia terlihat meraih ponsel yang ada di sebelah komputernya.“Hesti,” bisik Bram ketika melihat nama itu muncul. Bram terlihat mengarahkan mata pada Hanung.“Apa benar Hesti?” bisik Bram dalam hatinya.Dia segera membuka pesan itu.“Bram, aku membawa makanan kesukaanmu, aku tunggu di parkiran bawah, keluarlah sebentar,” bunyi pesan yang dikirim Hesti seraya memperlihatkan foto dirinya yang memegang rantang makanan.“Hesti,” gumam Bram yang kemudian menunjukkan wajah khawatir,“Apa dia tidak tahu aku bekerja dengan suaminya,” ucap Bram lirih, seraya menunjukkan wajah cemas.Bram segera berdiri dari tempat duduknya.“Mau ke mana Bram?” tanya Hanung.“A-Aku, hmmm, aku mau membeli air mineral,” ucap Hanung mencari alasan. Bram segera bergegas meninggalkan ruang kerjanya.“Kenapa dia, sebentar lagi juga jam istirahat,” ucap Hanung heran.Bram segera masuk ke dalam lift, turun, bergegas menemui Hesti, sahabatnya.“Hesti,” uca
Melupakan Kejadian PentingHanung terlihat menghubungi Hesti, menyampaikan sesuatu yang penting.“Mah, maafkan papah hari ini papah harus pulang telat karena ada meeting mendadak,” ucap Hanung di telephone.“Tumben sekali pah, minggu kemarin bukannya sudah rapat divisi?” tanya Hesti.“I-iya, hanya saja ada sedikit masalah, aku harus menyelesaikannyam” ucap Hanung.“Rencananya pulang jam berapa?” tanya Hesti.“Mungkin seperti biasa, jam sepuluh,” jawab Hanung.“Baiklah, hati hati,” ucap Hesti.“Oh, iya mas,” ucap Hesti terhenti setelah mendengar bunyi tut, tut, tut, yang menandakan Hanung menutup panggilan telephone itu.“Mas, padahal aku ingin mengingatkan besok pagi jangan sampai lupa pentas kreativitas di sekolah Adam, Ucap Hesti yang kemudian menghela nafas panjang.“Jangan kecewakan Adam mas, dia putramu, kamu bekerja untuk dia, mengurusnya, memenuhi kebutuhannya, jangan patahkan hatinya,” ucap Hesti lirih.Hesti melihat begitu banyak makanan yang sudah dia siapkan, karna seingatny
Kekecewaan Seorang IstriAku terbangun, rupanya aku tertidur di kamar anak anak, sembari memeluk Bintang di tempat tidur Adam. Aku melirik ke arah jam yang tergantung di dinding, jam empat pagi.“Aku ketiduran, mas Hanung pasti langsung tidur,” ucapku yang segera mengendap endap keluar dari kamar anak anak. Aku segera menuju ke kamar utama yang merupakan kamarku dan juga kamar mas Hanung.Sesampainya di dalam kamar, aku terdiam, belum mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Aku segera meraih ponsel yang ada di atas meja kamar, tidak ada telephone masuk maupun pesan. Aku mulai gugup, bingung, berusaha menguasai diri. Beberapa kali menarik nafas panjang, menstabilkan segala perasaan yang campur aduk.Aku menghubungi mas Hanung, namun ponselnya tidak aktif. Aku coba berkali kali, namun tetap saja percuma. Ponsel itu mati, entah sengaja atau memang kehabisan daya.Aku segera menghubungi Bram, mungkin dia masih tidur, apalagi hari minggu seperti ini.“Bram, Bram, apa mas Hanung bersamamu,” u
Sebuah GairahHanung terlihat tidur di sebuah ranjang, dengan bertelanjang dada, juga selimut menutupi sebatas perut. Dia terlihat begitu lelap, tidur yang sepertinya dia butuhkan setelah melewati hal besar.Dia tidak sendiri, di sebelahnya ada seseorang, ya dia adalah Tania, teman kerjanya, yang juga merupakan kekasih gelapnya.Apa yang direncanakan tidak berjalan seperti yang seharusnya. Dia berjanji pada dirinya sendiri, hubungan ini hanya sebatas saling mengisi satu sama lain, tidak hingga pada hubungan di atas tempat tidur. Dia tidak bisa mengontrol dirinya sendiri, dia tidak bisa membendung hasrat yang menggebu gebu, ada di dalam dirinya, dia tidak mampu dan tidak sanggup.Tania masih terlihat tidur dengan pulas, padahal matahari sudah begitu tinggi. Dia pun terlihat tidak mengenakan pakaian, selimut putih dan tebal menutupi tubuhnya hingga sebatas leher.Mundur ke malam itu.Hanung dan Tania berjalan masuk ke dalam hotel, rencananya mereka hanya akan makan malam romantis, ya ha
Bekerja Atau Ibu Rumah Tangga"Hesti, kamu tidak ingin bekerja lagi?" tanya Evan seraya melihat ke arahku, kita masih berada di aula, menunggu giliran pementasan putraku."Bekerja?" tanyaku, lalu aku mengulaskan senyum, senyum yang mendalam. Pikiranku melayang, ke waktu itu, di hari kelulusan Adam dari kelompok bermain, atau biasa disebut PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini).Aku menyiapkan diri untuk menghadiri acara penting itu, di sekolah putra pertamaku Adam. Aku memandangi baju yang akan aku pakai, baju yang menurutku indah, beberapa saat termenung, seolah memikirkan sesuatu, sesuatu yang sering melintas di pikiranku.Aku sangat memahami bahwa hidup adalah perjuangan, iya selalu berjuang hingga hembusan nafas terakhir, tidak ada waktu tanpa perjuangan, karna sesungguhnya hasil tidak akan pernah menghianati usaha.Semua orang berlomba lomba untuk menjadi yang terbaik, sebenarnya tidak semuanya, sebagian yang mengerti betapa pentingnya hidup di masa depan yang penuh dengan tantangan,
Menekan AmarahAdam tampil di atas panggung yang dibuat khusus untuk acara pementasan ajang kreativitas, pelepasan tahun pertama, menuju ke TK besar. Dia terlihat begitu menikmati perannya, terbalut dalam kostum sapi, bernyanyi, juga menceritakan sebuah dongeng. Teman yang lain ada yang memakai kostum harimau, jerapah, kambing dan berbagai binatang lainnya. Aku tersenyum, putraku yang berharga.Beberapa kali aku memeriksa ponsel, mas Hanung benar benar keterlaluan, dia sama sekali tidak menghubungiku, atau minimal mengirim pesan. Apa dia benar benar melupakan hari penting putranya, kenapa dia harus menginap tanpa konfirmasi lebih dulu.Wajahku menyiratkan senyum bahagia, namun tidak dengan hatiku. Aku menutupinya, sekuat mungkin, supaya Adam tidak khawatir.Sekali dua kali aku melirik ke arah Evan, dia terlihat memperhatikanku, apa dia kasihan? entahlah, aku benar benar tidak ingin melibatkan dia dalam kehidupanku.***Jam sebelas tepat, acara telah berakhir. Aku keluar dari gedung au
Bukti NyataJam sudah menunjukkan pukul sembilan malam, mas Hanung sudah tenggelam dalam tidurnya, begitu juga dengan kedua putraku. Aku sebenarnya juga ingin merebahkan punggung, namun pekerjaan masih harus aku selesaikan.Aku mengulaskan senyum, walaupun hari ini mas Hanung mengawali hari dengan kekecewaan yang diberikannya, namun dia berhasil menutup hari dengan bahagia. Adam terlihat begitu bahagia, mendapat makanan kesukaan, juga kasih dari ayahnya. Dia berhasil menjadi ayah yang mampu meredakan kekecewaan anaknya, aku bersyukur.Aku segera melangkah menuju ke belakang, membereskan pakaian kotor. Aku mengeluarkan barang yang mungkin ada di kantong baju dan celana milik mas Hanung. Aku mendapat sebuah kertas kecil, dari kantong celana kerjanya. Aku membuka kertas yang sepertinya sudah diremas remas itu.Jantungku berdegup, kepalaku nyaris terhuyung. Aku membaca tulisan yang ada di sana, itu adalah bukti pembayaran dari debit card milik mas Hanung. Bukan itu masalahnya, namun apa y
Darah Lebih Kental Dari AirHanung dan Bram duduk bersama di jam makan siang. Bram terlihat menyimpan banyak hal yang ingin sekali dia ucapkan."Hanung, aku melihatmu kemarin," ucap Bram."Apa? melihatku?" tanya Hanung."Ya, di hotel," ucap Bram serius."A-apa? pelankan suaramu," ucap Hanung yang mencoba mendekat ke arah Bram."Pelankan suaramu," bisiknya lagi."Apa kamu benar benar akan melakukan ini pada Hesti?" tanya Bram."Kamu bilang tidak akan sejauh itu, tapi nyatanya," ucap Bram serius."Apa kamu membuntutiku?" tanya Hanung menelisik. Mendengar hal itu, Bram hanya tersenyum sinis."Sudah aku katakan, ini hanya sekedar hubungan saling membutuhkan, tidak akan berjalan lebih jauh. Apa kamu akan memberitahu Hesti?" tanya Hanung."Coba pikirkan, bagaimana jika Hesti tahu, lalu situasi tidak dapat dikendalikan, kita berpisah, apa kamu bisa memikirkan itu? Hesti tidak bekerja, dia bergantung padaku," ucap Hanung."Kamu lupa? kamu yang memintanya tidak bekerja," ucap Bram dengan mata
Akhir Kisah Istri pak Jeff terlihat menghela nafas panjang. “Pak Hanung, asal kamu tahu, Tania adalah perusak rumah tangga saya sejak lama, sangat lama. Saya hanya diam, demi menjaga hubungan saya dengan suami. Namun saya tahu betul apa yang sudah mereka lakukan. Mereka mengkhianati saya dan Tania mendapat semua hal dari suami saya, salah satunya apartemen yang sekarang pak Hanung tempati,” ucap istri pak Jeff. “Apa?” ucap Hanung kaget. “Bahkan demi menutupi kebusukan mereka, Tania rela menikah dengan pria baik baik, memanfaatkannya untuk menutupi skandal mereka,” ucap istri pak Jeff. “Tuhan Maha Baik, akhirnya suami saya sadar, walaupun membutuhkan waktu lama. Saya rasa Tania sudah punya sasaran lain, pak Hanung dan pak Hanung bahkan rela meninggalkan anak dan istri demi wanita itu,” ucap istri pak Jeff. “Seharusnya pak Hanung tidak melakukan itu, kenapa menukar ham berharga dengan sesuatu yang sudah using, bahkan mungkin tidak ada harganya lagi karena sudah pernah dimiliki bany
Membuka TabirHesti mengompres wajah Evan yang memar, akibat hantaman bogem mentah Hanung, mantan suaminyanya.“Au,” teriak kecil Evan.“Sakit?” tanya Hesti.“Ya, tentu saja, tapi rasanya tidak lagi sakit karena kamu mengurusku,” ucap Evan.“Kamu ini,” ucap Hesti seraya menyentuh luka Evan.“Au sakit, serius,” ucap Evan.“Oh maaf maaf,” ucap Hesti.“Aku tidak menyangka mas Hanung jadi senekat itu mas, padahal dia dulu tidak pernah memukul orang, aku tidak mengerti,” ucap Hesti.“Mungkin dia depresi dengan semua masalahnya, juga fakta bahwa dia tidak bisa mengambil anaknya,” ucap Evan.“Ya, mungkin saja mas. Aku juga tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Anak bukan barang, dia boleh menemui putranya tapi tidak untuk mengambilnya bersamanya,” ucap Hesti.“Ya, akupun tidak akan membiarkan hal itu terjadi,” ucap Evan.“Sebenarnya ada ucapannya yang aku amini,” lanjut Evan.“Apa itu?” tanya Hesti.“Memiliki anak denganmu,” ucap Evan.Hesti terdiam, dia melihat kearah Evan dengan pandangan
Muslihat TaniaTania terlihat menemui mantan direktur Jeff, di sebuah kafe. Mereka sudah merencanakan pertemuan ini.“Untuk apa kamu ingin menemuiku?” Tanya direktur Jeff yang menemui Tania di sebuah kafe.“Saya minta pak Jeff mencabut laporan apapun,” ucap Tania. Mendengar hal itu, pak Jeff terlihat menyeringai.“Apa yang kamu katakan? Apa saya tidak salah?” Tanya pak Jeff.“Ya, saya tahu, pak Jeff sudah melewati banyak hal, tapi sebaiknya pak Jeff menghentikan semuanya sebelum kegaduhan yang lain terjadi,” ucap Tania sedikit dengan nada ancaman.“Kamu tahu, karena ulahmu saya harus melewati banyak hal, memalukan. Polisi sedang memburu orang yang menyebarkan video itu, bersiaplah,” ucap pak Jeff.“Apa? Bersiap?” ucap Tania yang kemudian tertawa.Tania terlihat mengambil sebuah penyimpan data dari tasnya, lalu meletakkannya di atas meja.“Bapak tahu ini apa? Jujur saja, selain bersama saya, saya tahu bapak bersama dengan orang lain. Ini video bapak bersama beberapa orang, ada di banya
Luluh Dengan Rayuan“Aku mencintaimu mas, amat sangat mencintaimu. AKu bahkan rela menahan semua perasaan demi menunggumu lepas dari semua masalah yang sedang kamu hadapi. Aku harap kamu tidak melupakan itu mas. Semua yang kamu katakana adalah masa lalu, aku minta maaf,” ucap Tania dengan wajah memelas.“Tapi, tapi kamu benar benar keterlaluan,” ucap Hanung.“Maafkan aku mas, mungkin dulu aku pernah berada di jalan yang salah, aku sungguh sungguh minta maaf,” ucap Tania.“ Aku sungguh sungguh mas, aku sangat mencintaimu. Saat ini kamu adalah segalanya, segalanya,” ucap Tania yang terlihat mulai berlutut di depan Hanung.Hanung kaget, dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Dia melihat keseriusan di wajah Tania, hatinya luluh, karena sejujurnya dia pun begitu mencintai Tania.“Apa kamu sungguh sungguh?” tanya Hanung.“Tentu saja, aku sangat sungguh sungguh, aku mencintaimu mas, bahkan aku menerimamu dengan segala hal yang ada pada dirimu. Bahkan walaupun kamu adalah mantan narapida
Dua Laki-LakiEvan duduk di sebuah sofa, sofa empuk di ruangan presdir Ivanka.“Kenapa tidak menghubungiku dulu? Aku bisa menyiapkan makan siang,” ucap Ivanka seraya menyuguhkan sebotol air mineral dingin.“Itu tidak akan menjadi kejutan, aku hanya ingin mengunjungimu,” ucap Evan.“Benarkah?” tanya Ivanka.“Tidak ada alasan lain?” lanjut Ivanka yang kemudian duduk di sebelah Evan.“Hmmm, sebenarnya aku ingin bertemu dengan Hanung. Aku dengar dia sudah mulai bekerja hari ini,” ucap Hanung.“Ya, begitulah,” ucap Ivanka.“Kamu benar benar berjiwa besar, kamu masih bisa menerimanya,” ucap Evan.“Citra perusahaan ini akan jatuh jika aku memecatnya. Ya, memang aka nada yang menghujat, tidak setuju dengan keputusanku, namun akan lebih banyak yang memahami. Ini semua juga demi nama baik Hesti,” ucap Ivanka.“Baiklah, aku mengerti, aku akan menemuinya, ada hal yang harus aku bicarakan,” ucap Evan.“Aku akan memintanya ke sini, anggaplah kantormu sendiri,” ucap Ivanka.“Baiklah,” ucap Evan sera
Berita BurukHesti berdiri dari posisi duduknya, menatap Hanung dengan pandangan tajam, menusuk, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.“Apa maksudmu mas? Iya, aku memang sekali lagi berusaha untuk melupakan semuanya, memaafkanmu sebagai ayah dari anak anakku, tapi apa maksudmu dengan mengambil satu anak?” ucap Hesti.“Ya, kamu bisa merawat anakmu, bukan dengan cara mengambilnya dariku. Aku ibunya, mereka masih kecil, masih butuh kasih sayang ibunya, perawatan ibunya,” ucap Hesti.“Ya, aku tahu, tapi setelah peristiwa kemarin, aku jadi sadar, aku harus menjadi ayah yang baik,” ucap Hanung yang juga berdiri.“Bukan begitu caranya mas, kira rawat anak anak bersama, kamu tetap akan menjadi ayahnya, namun aku akan merawat mereka, aku tidak akan membiarkanmu mengambil mereka mas,” ucap Hesti dengan mata yang mulai berair.“Aku tetap akan mengambil mereka, entah Adam atau Bintang. Tania sudah setuju, dia akan berusaha menjadi ibu sambung yang baik,” ucap Hanung.“Mas, dengarka
Cinta Tetaplah CintaBram terlihat kembali masuk ke dalam kantor Ivanka, dengan membawa kotak makanan berisi nasi putih yang dibelinya dari kantin.“Ini dia, ayo kita makan,” ucap Bram antusias.“Kamu lama tinggal di luar negeri tapi tetap saja tidak bisa makan tanpa nasi,” ucap Bram seraya tersenyum.“Ya, itu benar sekali,” ucap Ivanka.“Apalagi makanan seperti ini, tidak lengkap tanpa nasi,” lanjut Ivanka.Mereka berdua terlihat menikmati makanannya, dari wajah mereka tergambar jelas ekspresi bahagia, mereka benar benar menyukai masakan Hesti.“Enak sekali, dia memang tidak pernah gagal,” gumam Ivanka.“Oh iya Bram, kamu tahu, aku tidak bisa memasak,” ucap Ivanka.“Tidak apa apa, masih banyak restoran yang buka,” ucap Bram santai seraya tetap menikmati makanannya.“Aku juga tidak pandai membersihkan rumah, melakukan pekerjaan rumah dan sejenisnya,” ucap Ivanka.“Tidak masalah, sekarang jasa pembersih rumah sudah sangat banyak tersedia,” ucap Bram masih dengan santainya.“Akku juga,
Mereka Masih Tetap BersamaHanung menemui bu Ivanka di kantornya.“Bu Ivanka, saya mohon beri saya kesempatan. Saya akan bekerja dengan sebaik baiknya, saya tidak akan membuat perusahaan malu, saya berjanji,” ucap Hanung dengan sangat serius.Ivanka hanya menatap Hanung seraya mengulaskan senyum.“Benarkah?” Tanya Ivanka.“Ya, berikan saya kesempatan, saya akan bekerja sebaik mungkin,” ucap Hanung dengan nada memohon.“Saya tahu, pak Hanung mungkin tidak bersalah, tapi, apa pak Hanung yakin akan bekerja dengan baik? Apalagi pak Hanung sepertinya tidak bisa membedakan antara pekerjaan dan urusan pribadi,” ucap Ivanka.“Tidak, bu Ivanka salah dalam menilai saya, saya sangat professional,” ucap Hanung.“Benarkah? Pak Hanung tidak apa apa bekerja di perusahaan milik adik ipar mantan istri pak Hanung?” Tanya Ivanka seraya memusatkan sorot mata pada lawan bicaranya.“Mak-maksud bu Ivanka?” Tanya Hanung.“Pak Hanung tidak lupa bukan bahwa saya adalah adik dari laki laki yang akan menikah den
Keluarga Yang Luar BiasaEvan, Hesti dan kedua anaknya turun dari mobil, tepat di depan rumah mewah milik keluarga Hartawan.“Ini rumah uncle Evan?” Tanya Adam pada Evan yang berdiri di sampingnya.“Iya, Adam, kita akan bertemu dengan orang tua uncle, nanti panggil grandma dan grandpa ya,” ucap Evan.“Benarkah? Jadi Adam punya kakek nenek baru?” Tanya Adam antusias.“Iya, Adam akan punya kakek dan nenek baru,” ucap Evan seraya tersenyum.Hesti yang sedang menggendong Bintang terlihat hanya mengulaskan senyum, lebih ke pada senyum kelegaan, penuh rasa syukur karena dia memiliki laki laki hebat seperti Evan yang seolah dengan mudah mengambil hati anak anaknya.“Ayo kita masuk,” ajak Evan.Mereka berempat masuk ke dalam rumah mewah itu. Ada sedikit rasa cemas di hati Hesti, walaupun ini bukan kali pertama anak anaknya bertemu dengan orang tua Evan, namun mereka belum menyapa secara pribadi, belum ada obrolan pribadi yang mendekatkan antara kedua calon keluarga, kakek nenek dan cucu angka