Share

8. Kesepakatan? Tepatnya Peraturan!

Penulis: suarkilau
last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-30 19:35:00

"Astaga, sebentar lagi kita terlambat!" Yasa mengoceh kesal seraya menekan tombol lift yang akan membawa mereka ke lantai paling tinggi di gedung Bahureksa.

Arka setengah mendengus. "Kita masih punya waktu. Santai saja."

Yasa memberi komentar dengan nada pedas, "Santai? Kita hampir terlambat untuk pertemuan yang Tuan sendiri anggap sangat penting."

Arka bergumam pelan, "Benar juga." Kemudian dia menoleh pada Yasa. "Lalu katakan padaku siapa yang sudah mengacau di sini?"

"Yang pertama adalah Tuan Muda Kedua."

"Oh? Apa yang dia lakukan?"

Yasa menghela napas pendek. "Dia mencuri pesawat yang sudah saya siapkan untuk Anda, dan menerbangkannya ke Makau."

"Gizariel?" ulang Arka seakan tak percaya dia melakukan hal seperti itu.

Yasa mengangguk membenarkan. "Memang sepintas sulit dipercaya bagi Mas Giza untuk bertindak di luar batas, tapi memang seperti itu kenyataannya."

Arka terlihat merenungkan sesuatu sebelum berucap, "Aku percaya pada penilaian adikku. Dia bukanlah seseorang yang bertindak tanpa berpikir lebih dahulu. Mungkin terjadi sesuatu di kantornya, pantau saja informasinya."

Yasa menggangguk lagi, "Baik."

"Lalu yang kedua?" Arka bertanya lagi, mengembalikan ke topik sebelumnya.

Yasa tanpa ragu-ragu menjawab, "Seandainya Tuan tidak terlalu lama berbicara dengan Nona Diva, mungkin pesawat kita tidak akan sempat diculik oleh Mas Giza."

"Itu hanya 10 menit, Yasa Yuvaraja."

"Benar-benar 10 menit yang berharga, Tuan."

Yasa mengelap peluh yang menetes di dahinya, mengubah seluruh rencana perjalanan dan jadwal yang tiba-tiba kacau ternyata cukup memompa adrenalinnya. "Beruntung, fasilitas hanggar dan helipad yang telah diusulkan oleh Anda tahun lalu telah tersedia di gedung ini. Jadi saya tidak terlalu bingung mencari alternatif transportasi yang bisa mengantarkan kita tepat waktu."

Meskipun begitu, Arka tetap tidak luput dari ocehan Yasa yang tak henti mengingatkannya tentang pentingnya waktu. Hubungan mereka sebagai majikan dan bawahan diatur oleh formalitas pekerjaan, tapi sebenarnya Arka dan Yasa bisa dikatakan cukup dekat sebagai teman. Saat keduanya berada dalam lingkungan pribadi, Yasa sering melonggarkan formalitasnya dan berbicara dengan santai, tanpa ada rasa takut akan dipecat. Sambil berjalan keluar dari lift, Arka menanggapi keluhan Yasa dengan tawa kecil.

Melihat itu, Yasa tak tahan untuk tidak berkomentar, "Lihatlah, Tuan. Jika Anda ingin tertawa, tidak ada salahnya. Tidak perlu lagi berperan menjadi pria angkuh dan dingin sekarang, bukan? Nona Diva tidak ada lagi di sini."

Arka menatap asisten pribadinya dengan tatapan datar. "Apa maksudmu, Yas?"

Yasa menjawab, "Anda lebih santai saat dia tidak ada, Tuan."

Arka hanya tersenyum samar. "Apakah kau berpikir aku bersandiwara?"

"Entahlah, Tuan. Yang pasti, apa yang sesungguhnya sedang dilakukan Tuan, hanya Anda yang tahu. ," jawab Yasa sambil tersenyum. "Bahkan saya, yang memiliki kemampuan membaca situasi dengan baik, tidak bisa memastikan sepenuhnya apa isi kepala Tuan. Tetapi, setidaknya saya sudah terbiasa dengan pola pikir Anda."

Arka menoleh ke arah Yasa dengan pandangan serius. "Yasa, kau tahu apa yang ada di pikiranku sekarang?"

Yasa menggeleng, tersenyum, "Itu adalah misteri yang hanya Anda yang tahu."

"Lalu bagaimana dengan Diva? Apa kau tahu apa yang ada di dalam pikirannya?"

Yasa tersenyum, "Bagian itu cukup rumit, Tuan. Tapi saya sudah tahu bagaimana harus berhadapan dengannya."

Arka hanya tertawa singkat, pandangannya melayang ke langit yang terbentang. Mereka telah sampai di atap gedung Bahureksa, di mana helikopter yang telah siap terbang terparkir dengan anggun di tengah-tengah helipad.

"Begitu lama Anda tak melihatnya, tapi sepertinya kehadirannya telah mengubah cukup banyak dalam dirimu, Tuan," ucap Yasa dengan hati-hati.

Arka berseloroh ringan, tak berniat mengungkapkan hal itu lebih lanjut. Perbincangan mereka terputus ketika Arka naik ke helikopter dan mendaratkan tubuhnya di kursi penumpang. Setelah selesai memasang sabuk pengaman, dia memberikan instruksi baru kepada Yasa. "Dokumen dan peraturan itu, kau yang urus."

Saat itulah Yasa kembali ke mode serius lagi, "Anda ingin saya menyusun peraturan pernikahan dengan Nona Diva?"

Arka mengangguk, "Ya. Aku ingin semuanya serinci mungkin. Apa saja yang aku lakukan dari bangun tidur sampai tidur lagi, makanan kesukaan, hingga kebiasaan unik. Semuanya harus ditulis dan dipatuhi."

Yasa hanya mengangguk paham. "Tentu, Tuan. Saya akan membuatnya sebaik mungkin."

Sambil mempelajari berkas yang akan dibahas di pertemuan nanti, Arka tersenyum tipis. "Aku tidak sabar ingin melihat apakah dia masih bisa bersikap sombong setelah membaca semua itu."

Yasa hanya tersenyum, tetapi dalam hati, dia tahu bahwa kehidupan Diva tidak akan pernah sama lagi setelah semua ini.

***

Diva sudah tidak punya pilihan lain selain mengikuti kemauan Arka. Lagipula ia sendiri sudah menawarkan diri, ditambah dengan keluarganya yang 'menjual' Diva kepada Arka sebagai bayaran atas bantuannya kepada Sinclair Group tidak membantu apapun, hanya semakin menambah banyaknya harga diri Diva yang hilang terinjak-injak. Untuk itulah dia tetap datang ke kantor Bahureksa keesokan lusa, dan langsung menuju ke ruangan Arka.

Pintu ruangan terbuka, dan tampaklah Yasa yang sudah menunggu di dalam. Dia memberikan senyuman sopan saat Diva masuk. "Selamat pagi, Nona Diva."

"Selamat pagi, Yasa. Bagaimana kabarmu?" Diva mencoba menjaga kepolosannya meski dalam hatinya merasa takut dengan apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Begitu-begitu saja. Silakan duduk," kata Yasa, menunjuk ke kursi di depan meja besar di ruangan mewah itu.

Diva duduk dengan tegang, merasakan sensasi gugup meski tidak ada Arka di ruangan itu. Setelah beberapa percakapan basa-basi, Yasa akhirnya memberikan dokumen yang telah dipersiapkan.

"Saya telah menyusun perjanjian pernikahan ini atas permintaan Tuan Arka," jelas Yasa seraya menggeserkan kertas-kertas tersebut ke arah Diva.

Diva mengambil dokumen itu dan mulai membacanya. Tatapan matanya melintasi baris-baris kata, dan semakin jauh ia membaca, semakin terkejut raut wajahnya.

"Ini ... Ini sungguh?" desis Diva, matanya membulat ketika menyadari esensinya.

Yasa mengangguk sambil tetap tersenyum. "Iya, Nona. Ini adalah petunjuk untuk memudahkan Anda mengenali preferensi dan kebiasaan Tuan."

Dengan ekspresi yang beralih antara kebingungan dan kegeraman, Diva menoleh pada Yasa. "Apakah aku menikah dengan seorang kaisar?"

Yasa tersenyum menghadapinya. "Bukan kaisar, Nona. Anda akan menjadi istri Tuan Arka."

Diva hampir menjatuhkan dokumen itu ke meja. "Tapi ini terlalu ...,"

Terlalu berlebihan!

Itulah yang ingin dikatakan Diva.

Bagaimana tidak? Dibanding perjanjian atau kesepakatan, isi dokumen ini tidak lebih dari seperangkat peraturan yang mengikat dan menekan.

[Aturan 1: Pelayanan Penuh Waktu]

Diva harus selalu siap melayani dan membantu Tuan Arka dalam segala hal, dari bangun tidur hingga tidur lagi. Ini termasuk membantu mengatur pakaian, memandikan, menyisir rambut, memberikan makan, dan hal lain yang sejenis.

[Aturan 2: Kebiasaan Pribadi]

Diva diwajibkan mencatat semua kebiasaan pribadi Tuan Arka, termasuk makanan kesukaan, waktu tidur, hingga kebiasaan unik lainnya. Tujuannya agar Diva dapat memenuhi semua kebutuhan Tuan Arka dengan tepat.

[Aturan 3: Keselamatan dan Kesehatan]

Diva harus memastikan bahwa semua makanan yang dikonsumsi Tuan Arka adalah makanan sehat dan bersih. Diva harus menghapal daftar bahan makanan berpotensi alergi. Diva juga harus siap dengan pertolongan pertama dalam situasi darurat.

[Aturan 4: Perilaku Sosial]

Diva diwajibkan untuk selalu mendampingi Tuan Arka dalam setiap acara atau pertemuan sosial. Dia harus siap memberikan dukungan dan menemani Tuan Arka kapan pun diperlukan. Dia juga diwajibkan menjaga reputasi Tuan Arka dimanapun dan kapanpun. Di rumah, Diva harus memanggil dengan sebutan "Tuan" pada Tuan Arka. Sedangkan di depan umum, Diva diizinkan memanggilnya "Mas" dan diwajibkan bersikap sebagaimana suami istri pada umumnya untuk menjaga nama baik masing-masing.

[Aturan 5: Hobi dan Kepentingan Pribadi]

Diva harus mengenal hobi-hobi dan minat pribadi Tuan Arka. Diva diharapkan ikut serta dalam aktivitas yang disukai Tuan Arka dan memberikan dukungan.

[Aturan 6: Kepatuhan dan Ketaatan]

Diva harus menuruti setiap perintah dan keinginan Tuan Arka dengan sepenuh hati. Diva diwajibkan untuk tidak bertentangan atau menentang keputusan Tuan Arka. Jika semua aturan dipatuhi, Tuan Arka tidak akan membiarkan Diva kekurangan apa pun.

[Aturan 7 ...]

Diva merasa ingin menjedotkan kepalanya ke meja saat membaca aturan-aturan tersebut. Apakah orang itu raja? Banyak sekali aturan yang harus diikutinya? Tapi Diva tahu ini adalah bagian dari kesepakatan yang harus dijalani.

Setelah membaca semua aturan, Diva mengangkat pandangannya. "Ini benar-benar detail sekali."

Yasa tersenyum. "Tuan Arka ingin memastikan bahwa semuanya berjalan lancar dan sesuai dengan keinginannya."

Diva menelan ludah. "Saya memahaminya."

Yasa mengambil secarik kertas lain dari meja dan menyodorkannya ke Diva. "Ini adalah dokumen pernikahan resmi antara Tuan Arka dan Nona Diva. Tinggal bubuhkan tanda tangan dan cap jempol Anda di bagian bawah."

Dengan perasaan yang campur aduk, Diva mengambil pena yang sudah disediakan. Tapi tiba-tiba ia terhenti.

"Saya ... saya butuh waktu sebentar," ucapnya gugup.

Yasa mengangguk mengerti. "Tentu, Nona Diva. Anda bisa memikirkannya dengan tenang."

Diva mengangkat pandangannya ke arah Yasa, lalu ke arah kursi mewah di seberang, tempat dimana biasanya Arka duduk. Perasaannya berkecamuk, antara kenyataan bahwa ini adalah langkah penting dalam hidupnya dan perasaan cemas akan keterikatan yang semakin dalam dengan Arka.

Dengan perasaan yang masih campur aduk, Diva menatap dokumen pernikahan dan aturan-aturan yang tertera di atasnya.

Diva merenung sejenak. Sudahlah, dia telah mengorbankan banyak hal. Harga dirinya telah tergadai, pun dengan seluruh sisa hidupnya. Dalam hati, dia memaksa dirinya untuk berani. "Saya akan menandatanganinya." Sedikit gemetar, Diva akhirnya menandatangani dokumen itu.

Selesai menyelesaikan semua urusan, Yasa mengajak Diva pergi.

"Kemana?" tanya Diva was-was.

"Mulai sekarang Anda akan tinggal di rumah Tuan Arka, Nona. Bawahan saya akan membantu memindahkan barang-barang Anda."

Sedikit terkejut, tapi dengan cepat ditutupinya. Diva mengikuti Yasa keluar dari ruangan dengan perasaan yang terombang-ambing antara rasa takut dan pasrah. Hati dan pikirannya begitu berat, merenungkan bagaimana hidupnya akan berubah setelah langkah-langkah ini.

"Saya yakin Tuan Arka sudah menunggu dengan sabar," kata Yasa seraya menutup pintu.

Apa yang akan menantinya di rumah Arka? Bagaimana hidupnya bersama pria yang penuh teka-teki ini?

Bab terkait

  • Istri Bisu yang Kau Buang Ternyata Sultan   9. Hari Pertama

    Rumah Arka menjulang megah di tengah kemewahan dan keanggunan. Terik matahari pagi menciptakan bayangan panjang yang menambah kesan kokoh pada bangunan itu. Seperti sebuah istana modern, rumah tersebut menjadikan setiap orang yang melihatnya terpana.Saat Diva memasuki gerbang utama, aroma harum bunga segar menyapanya dengan lembut. Kicauan burung-burung di taman depan seolah menciptakan senandung yang menyambut kedatangannya.Setapak pertama di dalam rumah menghantarnya ke ruang keluarga yang luas, lengkap dengan perabotan yang elegan dan nyaman. Sofa berwarna lembut ditempatkan di tengah ruangan, menghadap sebuah perapian marmer megah yang memberikan kehangatan visual.Rumah itu terasa begitu luas dan mewah, tetapi secara bersamaan juga kosong dan sepi. Diva merasakan seolah-olah dirinya terjebak dalam dunia yang asing baginya. Pelayan-pelayan yang berlalu lalang sepertinya lebih sibuk dengan tugas-tugas mereka masing-masing. Seakan-akan Diva adalah tamu yang tidak diharapkan.Sement

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-31
  • Istri Bisu yang Kau Buang Ternyata Sultan   10. Permainan Dimulai

    "Ini adalah hari pertama kita menjadi suami istri. Menurutmu apa yang ingin aku lakukan, Aurora?" Arka bertanya dengan nada yang begitu tenang, tetapi di dalamnya terdapat isyarat yang tak terbantahkan.Diva merasa jantungnya berdegup semakin cepat. Keringat dingin mengalir di punggungnya, dan dirinya terjebak dalam situasi yang sangat canggung. Dia ingin memberikan jawaban yang tepat, tetapi kata-kata terasa begitu sulit untuk keluar dari bibirnya."Tuan Arka, saya …," Diva merasa kata-kata terjepit di kerongkongannya, dan ia merasa jantungnya berdebar semakin keras. Dia merasa tertekan oleh sosok Arka yang berdiri begitu dekat dengannya. Aroma jeruk dan kayu yang menguar dari tubuh pria itu membuatnya sulit bernapas.Arka tersenyum tipis, meskipun Diva tidak bisa melihat ekspresinya dari arah yang sekarang. "Kenapa begitu canggung, Aurora?""Saya hanya ... tidak tahu apa yang harus saya lakukan," kata Diva dengan jujur, mengakui kebingungannya.Arka menimpali lagi, embusan napasnya

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-01
  • Istri Bisu yang Kau Buang Ternyata Sultan   11. Tidak Ada yang Gratis

    Di pagi hari menjelang siang yang cerah, ketika sang surya menggantung dengan percaya diri di langit biru, Diva duduk di kursi meja makan dengan mata yang kosong. Sebuah pertanyaan sederhana dari Arka telah menggiringnya ke dalam pertimbangan-pertimbangan yang rumit. Hidupnya, yang semula hanya terasa seperti lagu-lagu yang dinyanyikannya di atas panggung, kini terasa seperti sebuah permainan catur yang rumit. Diva mengingat betapa matanya dulu selalu bersinar di bawah sorot lampu panggung saat dia menyanyikan harmoni dan nada, saat suaranya terasa seperti sentuhan malaikat di telinga pendengarnya. Tapi kemudian, semuanya berubah.Diva tidak lagi menginginkan pekerjaan yang sejak dulu selalu menjadi mimpinya itu. Tidak sejak dia mengalami kegagalan total yang menyebabkan hilangnya nada-nada indah dari suaranya. Kegagalan yang membuat dia diminta turun dari atas panggung, disoraki dengan keras, dan ditinggalkan begitu saja oleh orang-orang yang mengaku sebagai penggemarnya. Seperti bel

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-02
  • Istri Bisu yang Kau Buang Ternyata Sultan   12. Apa Anda sibuk, Yasa?

    Perjalanan mereka menuju kantor Bahureksa terasa seperti dalam keadaan tegang. Diva mencoba mengendarai mobil dengan cepat, berusaha keras agar Arka tidak terlambat dalam rapatnya yang penting. Hanya beberapa menit lagi sebelum rapat dimulai, dan Diva merasa seolah-olah setiap detik sangat berharga.Arka duduk di samping Diva, tetapi ia hanya memperhatikan Diva tanpa berkata apa-apa. Tatapannya tajam dan penuh tekanan, memaksa Diva untuk berkendara dengan cepat. Diva merasa seperti sedang diuji, dan ketegangan semakin terasa saat jalanan mulai ramai.Dengan hati yang berdebar, Diva berusaha menjaga konsentrasi. Setiap lampu merah terasa seperti penghambat, dan Diva merasa takut ketika melihat Arka yang bersabar di sebelahnya. "Kami akan sampai tepat waktu," ucap Diva dalam hati, berusaha meyakinkan dirinya sendiri.Tiba-tiba, telepon genggam Arka berdering lagi. Arka menjawabnya dengan cepat sambil tetap memandangi Diva. "Ya, Yasa, aku hampir sampai. Tolong persiapkan segalanya."Deng

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-03
  • Istri Bisu yang Kau Buang Ternyata Sultan   13. Angkara Murka

    Arka berjalan cepat ke depan Diva. Setiap langkahnya menyimpan kemarahan yang sanggup membuat lutut Diva lemas. Begitu jarak mereka tersisa satu langkah, Arka meraih pergelangan tangan Diva dengan erat lalu berbalik dan menariknya keluar. "Pulang!" Diva meringis tajam akan cengkeraman Arka yang terasa sakit di pergelangan tangannya. Tapi dia tidak berani memprotes ataupun mengeluarkan suara karena takut Arka akan semakin marah.Saat mereka keluar dari ruang kerja Arka, suara seorang sekretaris wanita memanggil, "Tuan, Anda hendak kemana? Setelah ini Anda harus menghadiri pertemuan terkait proyek EBT. Lalu ada jadwal lainnya yang—""Suruh Yasa mewakili semua urusanku hari ini!" potong Arka tanpa melambatkan langkahnya. Di belakangnya Diva terseok-seok mengikuti langkah panjangnya.Sementara sekretaris yang bernama Megan itu menggerutu kepada pria yang tengah bersembunyi di belakangnya. "Apa yang sudah kamu lakukan, sih, Yasa?! Lihat, semua jadwal yang kubuat susah payah jadi hancur ga

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-04
  • Istri Bisu yang Kau Buang Ternyata Sultan   14. Escort Labels

    "Selamat, Diva. Kamu sudah diterima sebagai anggota tim Pengembangan dan Pemasaran Artis Escort yang baru. Sebagai ketua tim, saya dengan senang hati mengatakan bahwa prinsip tim kita adalah kerja sama dan kekeluargaan. Semoga kita bisa bekerja sama dengan baik!" ujar seorang laki-laki usia tiga puluhan seraya mengulurkan tangan untuk menjabat tangan Diva.Diva membalas jabatan tangan itu dengan mantap seraya tersenyum tegas, "Terima kasih, Pak Wildan. Saya akan berusaha untuk menunjukkan kinerja terbaik saya agar tidak mengecewakan Anda dan seluruh tim."Wildan mengangguk puas. "Rani," panggilnya pada seorang wanita muda yang segera mendekat pada mereka. "Kamu temani Diva berkenalan dengan yang lain. Dan untuk Diva, karena ini hari pertama kamu, silakan beradaptasi pada lingkungan kerja di sini. Saya ada urusan, harus pergi dulu.""Baik, Pak." Diva dan Rani menjawab serentak.Rani mengulas senyum seraya mengulurkan tangan untuk berkenalan singkat. "Halo, Mbak. Aku Rani. Boleh kutahu

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-05
  • Istri Bisu yang Kau Buang Ternyata Sultan   15. Bertemu Lagi

    "Aku seperti pernah melihatmu di suatu tempat, Diva. Tapi aku lupa di mana." Rani berkata sambil terus memandu Diva berjalan menuju ke kafetaria. Jam istirahat sudah tiba, jadi mereka memutuskan untuk makan siang bersama.Diva tersenyum simpul mendengar itu. "Sebenarnya sebelum aku bergabung di perusahaan ini, dulu aku pernah menjadi penyanyi selama beberapa tahun. Meski tidak terlalu terkenal, tapi aku pernah diundang di beberapa variety show televisi nasional. Mungkin kamu pernah melihatku saat itu.""Tunggu!" Rani memegang lengan Diva, menghentikan langkahnya. Ekspresinya terlihat cukup kaget. "Jadi Diva Aurora itu kamu?"Senyum Diva semakin terkembang diiringi anggukan."Omo! Aku tidak menyangka!" seru Rani seraya menutup mulutnya dramatis. "Maafkan aku! Sungguh, aku tidak menyadarinya sampai kamu mengatakannya.""Tidak apa-apa. Lagipula tidak semua orang mengenalku. Aku masih pemula dan biasa-biasa saja saat itu."Rani menggeleng, "Aku tidak setuju itu. Kamu itu luar biasa, Diva!

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-14
  • Istri Bisu yang Kau Buang Ternyata Sultan   16. Tersulut

    Sebut saja Diva sebagai perempuan paling bodoh di bumi ini, karena di antara kecamuk dendam sengitnya, ternyata masih ada sekelumit perasaan cinta yang tersisa."Hai, semuanya. Boleh aku bergabung di sini?"Suara lembut itu datang dari seorang perempuan cantik yang tersenyum menyapa ketiga orang di meja makan tersebut."Sania?" Raut wajah Daniel berubah cerah dan senyumannya mekar ketika menarik kursi kosong di sebelahnya. "Ayo, duduklah di sini."Sania menatap dua orang lainnya, yaitu Diva dan Rani, meminta persetujuan.Diva dan Rani saling tatap sebelum Diva berdehem melonggarkan tenggorokannya. "Karena Pak Daniel sudah menarik kursi untuk Anda, tidak baik untuk membiarkannya tetap kosong."Diam-diam Rani menginjak ujung kaki Diva di bawah meja. Membuat Diva harus mengontrol ekspresi kesakitannya. Rani tersenyum sopan, "Silakan duduk, Miss Sania."Sania mengangguk kecil sebelum duduk di kursi sebelah Daniel. Dia berterima kasih pada Daniel, lalu mengarahkan perhatiannya ke Diva yang

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-20

Bab terbaru

  • Istri Bisu yang Kau Buang Ternyata Sultan   19. Pakaianmu Jelek

    Saat Diva mendongakkan kepala, yang dia temukan adalah Daniel. Pria itu adalah pelaku yang mencengkeran tangannya dengan erat. "Apa yang Anda lakukan, Pak Daniel?" protes Diva menurunkan intonasi suaranya. Merasa khawatir jika suaranya akan menarik perhatian orang lain. Terlebih mereka masih berada di depan ruangan Giza.Tanpa menjawab pertanyaan Diva, Daniel menarik tangan Diva untuk menjauhi ruangan Giza. "Ikut aku."Tetapi sebelum dia sempat melangkah, Diva menahan tubuhnya sendiri hingga Daniel menoleh padanya. "Apa kau ingin kita menjadi tontonan para karyawan? Ayo bicara di tempat yang lebih nyaman."Diva melepaskan tangannya dari cengkeraman Daniel dengan sedikit paksaan. "Saya tidak punya waktu untuk berbicara dengan Anda." Ditatapnya mantan suaminya itu dengan penuh peringatan, "Saya juga bukan orang yang bisa Anda sentuh secara sembarang. Permisi."Diva melenggang dengan cepat. Meninggalkan Daniel yang masih terpaku di tempat, merasa kesal karena Diva menolak ajakannya. Ta

  • Istri Bisu yang Kau Buang Ternyata Sultan   18. Kamu Pemberani

    Diva melangkah dengan percaya diri ke dalam ruangan Giza. Saat kakinya baru menjejak selangkah, ia dikejutkan dengan interior ruangan yang sangat bergaya artistik. Seluruh dinding dicat putih, tetapi setengah permukaannya dilukis dengan pemandangan lembah yang indah. Membuat Diva seperti masuk ke dalam pameran seni lukis terkenal. Giza, yang tengah duduk di meja yang terletak di tengah ruangan, seolah menjadi maskot dari karya seni yang diciptakannya."Selamat datang, Diva," Sambutan itu terdengar ramah, ringan, dan santai. "Silakan duduk."Diva buru-buru merespons sambutan Giza dengan sopan. "Terima kasih, Pak Giza." Dia duduk di kursi tamu yang berseberangan dengan kursi Giza. Mereka berdua dipisahkan oleh meja besar yang berisi tumpukan dokumen, sebuah laptop yang tengah menyala, dan juga papan nama persegi panjang bertuliskan nama lelaki di depannya.Gizariel Anthasena S.CEO of Escort Labels.Sayangnya huruf setelah S tidak bisa Diva baca, karena tertutup oleh tumpukan dokumen la

  • Istri Bisu yang Kau Buang Ternyata Sultan   17. Kegelisahan

    Setelah makan siang, Sania dan Daniel kembali ke ruangan kerja Daniel di lantai bagian BenStory. Ruangan itu memiliki nuansa yang tenang dan terorganisir dengan baik. Sania tampak cemas, matanya mencari jawaban atas keraguan yang mengganggunya."Daniel, aku benar-benar tidak nyaman dengan kehadiran Diva di perusahaan ini," ucap Sania dengan nada khawatir.Daniel mengerti perasaan Sania dan mencoba memberikan penjelasan. "Sania, kamu tahu 'kan bahwa pernikahanku dengan Diva selalu dirahasiakan dari publik? Itu adalah keputusan kami saat itu untuk melindungi karir Diva. Jadi tidak ada orang yang tahu bahwa kami pernah menikah dan sekarang sudah bercerai. Orang-orang hanya tahu bahwa hubungan kami sebatas mantan atasan dan artisnya. "Sania mengangguk, meskipun masih merasa tidak yakin. "Aku tahu dulu kamu mencintainya. Tapi apakah sekarang perasaan itu masih ada?"Daniel merasa perlu mengungkapkan perasaannya dengan jujur. "Sania, Diva adalah bagian dari masa laluku yang sudah berlalu.

  • Istri Bisu yang Kau Buang Ternyata Sultan   16. Tersulut

    Sebut saja Diva sebagai perempuan paling bodoh di bumi ini, karena di antara kecamuk dendam sengitnya, ternyata masih ada sekelumit perasaan cinta yang tersisa."Hai, semuanya. Boleh aku bergabung di sini?"Suara lembut itu datang dari seorang perempuan cantik yang tersenyum menyapa ketiga orang di meja makan tersebut."Sania?" Raut wajah Daniel berubah cerah dan senyumannya mekar ketika menarik kursi kosong di sebelahnya. "Ayo, duduklah di sini."Sania menatap dua orang lainnya, yaitu Diva dan Rani, meminta persetujuan.Diva dan Rani saling tatap sebelum Diva berdehem melonggarkan tenggorokannya. "Karena Pak Daniel sudah menarik kursi untuk Anda, tidak baik untuk membiarkannya tetap kosong."Diam-diam Rani menginjak ujung kaki Diva di bawah meja. Membuat Diva harus mengontrol ekspresi kesakitannya. Rani tersenyum sopan, "Silakan duduk, Miss Sania."Sania mengangguk kecil sebelum duduk di kursi sebelah Daniel. Dia berterima kasih pada Daniel, lalu mengarahkan perhatiannya ke Diva yang

  • Istri Bisu yang Kau Buang Ternyata Sultan   15. Bertemu Lagi

    "Aku seperti pernah melihatmu di suatu tempat, Diva. Tapi aku lupa di mana." Rani berkata sambil terus memandu Diva berjalan menuju ke kafetaria. Jam istirahat sudah tiba, jadi mereka memutuskan untuk makan siang bersama.Diva tersenyum simpul mendengar itu. "Sebenarnya sebelum aku bergabung di perusahaan ini, dulu aku pernah menjadi penyanyi selama beberapa tahun. Meski tidak terlalu terkenal, tapi aku pernah diundang di beberapa variety show televisi nasional. Mungkin kamu pernah melihatku saat itu.""Tunggu!" Rani memegang lengan Diva, menghentikan langkahnya. Ekspresinya terlihat cukup kaget. "Jadi Diva Aurora itu kamu?"Senyum Diva semakin terkembang diiringi anggukan."Omo! Aku tidak menyangka!" seru Rani seraya menutup mulutnya dramatis. "Maafkan aku! Sungguh, aku tidak menyadarinya sampai kamu mengatakannya.""Tidak apa-apa. Lagipula tidak semua orang mengenalku. Aku masih pemula dan biasa-biasa saja saat itu."Rani menggeleng, "Aku tidak setuju itu. Kamu itu luar biasa, Diva!

  • Istri Bisu yang Kau Buang Ternyata Sultan   14. Escort Labels

    "Selamat, Diva. Kamu sudah diterima sebagai anggota tim Pengembangan dan Pemasaran Artis Escort yang baru. Sebagai ketua tim, saya dengan senang hati mengatakan bahwa prinsip tim kita adalah kerja sama dan kekeluargaan. Semoga kita bisa bekerja sama dengan baik!" ujar seorang laki-laki usia tiga puluhan seraya mengulurkan tangan untuk menjabat tangan Diva.Diva membalas jabatan tangan itu dengan mantap seraya tersenyum tegas, "Terima kasih, Pak Wildan. Saya akan berusaha untuk menunjukkan kinerja terbaik saya agar tidak mengecewakan Anda dan seluruh tim."Wildan mengangguk puas. "Rani," panggilnya pada seorang wanita muda yang segera mendekat pada mereka. "Kamu temani Diva berkenalan dengan yang lain. Dan untuk Diva, karena ini hari pertama kamu, silakan beradaptasi pada lingkungan kerja di sini. Saya ada urusan, harus pergi dulu.""Baik, Pak." Diva dan Rani menjawab serentak.Rani mengulas senyum seraya mengulurkan tangan untuk berkenalan singkat. "Halo, Mbak. Aku Rani. Boleh kutahu

  • Istri Bisu yang Kau Buang Ternyata Sultan   13. Angkara Murka

    Arka berjalan cepat ke depan Diva. Setiap langkahnya menyimpan kemarahan yang sanggup membuat lutut Diva lemas. Begitu jarak mereka tersisa satu langkah, Arka meraih pergelangan tangan Diva dengan erat lalu berbalik dan menariknya keluar. "Pulang!" Diva meringis tajam akan cengkeraman Arka yang terasa sakit di pergelangan tangannya. Tapi dia tidak berani memprotes ataupun mengeluarkan suara karena takut Arka akan semakin marah.Saat mereka keluar dari ruang kerja Arka, suara seorang sekretaris wanita memanggil, "Tuan, Anda hendak kemana? Setelah ini Anda harus menghadiri pertemuan terkait proyek EBT. Lalu ada jadwal lainnya yang—""Suruh Yasa mewakili semua urusanku hari ini!" potong Arka tanpa melambatkan langkahnya. Di belakangnya Diva terseok-seok mengikuti langkah panjangnya.Sementara sekretaris yang bernama Megan itu menggerutu kepada pria yang tengah bersembunyi di belakangnya. "Apa yang sudah kamu lakukan, sih, Yasa?! Lihat, semua jadwal yang kubuat susah payah jadi hancur ga

  • Istri Bisu yang Kau Buang Ternyata Sultan   12. Apa Anda sibuk, Yasa?

    Perjalanan mereka menuju kantor Bahureksa terasa seperti dalam keadaan tegang. Diva mencoba mengendarai mobil dengan cepat, berusaha keras agar Arka tidak terlambat dalam rapatnya yang penting. Hanya beberapa menit lagi sebelum rapat dimulai, dan Diva merasa seolah-olah setiap detik sangat berharga.Arka duduk di samping Diva, tetapi ia hanya memperhatikan Diva tanpa berkata apa-apa. Tatapannya tajam dan penuh tekanan, memaksa Diva untuk berkendara dengan cepat. Diva merasa seperti sedang diuji, dan ketegangan semakin terasa saat jalanan mulai ramai.Dengan hati yang berdebar, Diva berusaha menjaga konsentrasi. Setiap lampu merah terasa seperti penghambat, dan Diva merasa takut ketika melihat Arka yang bersabar di sebelahnya. "Kami akan sampai tepat waktu," ucap Diva dalam hati, berusaha meyakinkan dirinya sendiri.Tiba-tiba, telepon genggam Arka berdering lagi. Arka menjawabnya dengan cepat sambil tetap memandangi Diva. "Ya, Yasa, aku hampir sampai. Tolong persiapkan segalanya."Deng

  • Istri Bisu yang Kau Buang Ternyata Sultan   11. Tidak Ada yang Gratis

    Di pagi hari menjelang siang yang cerah, ketika sang surya menggantung dengan percaya diri di langit biru, Diva duduk di kursi meja makan dengan mata yang kosong. Sebuah pertanyaan sederhana dari Arka telah menggiringnya ke dalam pertimbangan-pertimbangan yang rumit. Hidupnya, yang semula hanya terasa seperti lagu-lagu yang dinyanyikannya di atas panggung, kini terasa seperti sebuah permainan catur yang rumit. Diva mengingat betapa matanya dulu selalu bersinar di bawah sorot lampu panggung saat dia menyanyikan harmoni dan nada, saat suaranya terasa seperti sentuhan malaikat di telinga pendengarnya. Tapi kemudian, semuanya berubah.Diva tidak lagi menginginkan pekerjaan yang sejak dulu selalu menjadi mimpinya itu. Tidak sejak dia mengalami kegagalan total yang menyebabkan hilangnya nada-nada indah dari suaranya. Kegagalan yang membuat dia diminta turun dari atas panggung, disoraki dengan keras, dan ditinggalkan begitu saja oleh orang-orang yang mengaku sebagai penggemarnya. Seperti bel

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status