Sarapan mereka di pagi hari penuh dengan pikiran di benak masing-masing. Setidaknya itu lah yang dirasakan Savanah.Sedari tadi, ketika sarapannya tiba, Savanah sudah berpikir keras bagaimana caranya agar bisa pergi ke tempat kerjanya tanpa menaiki mobil barunya.Bukan karena dia tidak menyukai mobil itu. Bukan.Savanah sangat menyukai Rolls Royce Ghost pemberian Storm itu. Hanya saja ... jika dia ke tempat kerja dengan mobil itu, bisa dibayangkan bagaimana reaksi rekan kerjanya. Terutama Brianna dan ... Milka!Brianna pastilah menghebohkan satu planet dengan suaranya. Sedangkan Milka? Savanah tak bisa bayangkan bagaimana Milka akan memanas lalu dia memfitnah dengan berbagai macam hal lainnya lagi.“Aku ...” Suara Storm terdengar ketika Savanah mulai mengetik di ponselnya.Begitu pria itu melihat Savanah mengetik, Storm sontak berhenti lalu mempersilakan Savanah meneruskan mengetiknya lewat gerakan tangannya.Tapi Savanah menggeleng dan mendongak serta menatap matanya dengan alis tera
‘Hah!’ Savanah sampai mendengus dalam hatinya mendengar ejekan Milka.Memang setiap mendengar Milka bicara, ingin rasanya dia membawa bukti konkrit. Kalau bisa, saat ini juga dia pulang dan membawa Rolls Royce pemberian Storm ke hadapan Milka. Biar sepupunya itu muntah darah sekalian.Tapi Savanah masih berpikiran jernih. Tidak mungkin dia melakukan itu di saat dia sendiri belum mengetahui dengan jelas darimana Storm bisa membelikannya mobil mewah.Jadi untuk saat ini, Savanah masih memilih diam. Dia melipat dua tangannya di depan dada, lalu berdiri anggun tanpa menatap Milka.Sepupunya itu tak layak mendapatkan tatapan matanya.Setali dua uang, Brianna juga berlaku serupa.Sebenarnya, Brianna ingin membalas Milka, tapi dia sendiri belum mendapatkan konfirmasi apapun dari Savanah.Jadi Brianna masih menahan dirinya dengan membalas seadanya, “Hei, jangan sombong. Belum tentu juga suamimu mampu membelikanmu mobil.”Milka tak terima.“Tentu saja suamiku mampu. Pekerjaan dan jabatannya je
Sore itu, Savanah kembali mengunjungi ayahnya. Seperti sebelumnya, Savanah menyuapi sang ayah lalu makan bersama-sama ibunya. Seperti sebelumnya, hari sudah cukup larut ketika mereka kembali ke rumah.Storm membiarkan Savanah mandi terlebih dahulu, baru kemudian dia yang membersihkan tubuh.Ketika dia selesai mandi dan kembali ke kamar, dilihatnya sang istri duduk di ranjang, bersandar di kepala ranjang, dengan buku di tangan serta sebuah pena dalam genggamannya.Savanah terlihat serius dan berpikir dengan pandangan mata tertuju sepenuhnya ke arah buku.Ini pertama kalinya Storm melihat Savanah seserius ini.Dan mendapati Savanah seperti ini, Storm merasa ada keunikan tersendiri yang terpancar dari wajah cantik Savanah.Aura smart, tegar, dan peduli dalam diri Savanah memancar lebih kuat dan itu menggetarkan hati Storm dengan cara yang berbeda dari biasanya.Entah mengapa pandangan mata Storm tak bisa beralih dari wajah serius Savanah.Tanpa sadar, langkah kakinya begitu pelan menuju l
Savanah tidak bisa mengingat bagaimana dia akhirnya bisa tertidur semalam.Ajakan berkencan dari Storm terlalu mengejutkan, di luar dugaan, tapi di saat bersamaan entah bagaimana Savanah merasa itu manis sekali.Sekalipun mereka menikah karena keadaan terjepit, tapi biar bagaimana pun mereka sudah suami istri. Jika Storm ingin meminta haknya sebagai suami, dia berhak secara sah.Tapi kenyataannya, Storm tidak pernah memaksa, bahkan meminta. Yang dimintanya malahan berkencan.Bukankah berkencan merupakan tahapan pertama penjajakan?Ini yang membuat Savanah merasa sikap Storm teramat manis.Ini juga yang membuatnya tersenyum-senyum sendiri sambil meminum teh hijaunya pagi ini.Roti bakar ala Storm tersedia di hadapannya. Roti bakar yang di dalamnya diselipkan satu telur mata sapi, lalu irisan tomat, serta dua lembar sayur selada rebus.Perpaduan isi roti bakar ala Storm ini cukup aneh bagi Savanah. Tapi Savanah tidak pernah memrotesnya. Apalagi menurut Savanah, manu buatan Storm sangat
Savanah mendelik Brianna. Lalu dia teringat akan ide dan ulasan dari Storm. Tidak mau kalah, Savanah menggerakkan jarinya.“Apa? Kau yang akan menang? Ahhahaha! Tidak mungkin, Sav! Kulihat kau belum ada persiapan! Kita lihat saja besok, Sav!”Brianna benar-benar yakin kali ini dan terlihat ambisi di manik matanya.Di saat sedang tertawa senang melihat keterkejutan Savanah mengetahui dia memesan susu kambing Saanen, Milka dan tiga pengikutnya tiba-tiba mendekati meja makan mereka dengan wajah angkuh.“Jangan senang dulu! Kalian akan kalah. Aku yang akan menang!”“Silakan bermimpi terus, huh!” seru Brianna kesal sambil mengajak Savanah meninggalkan meja makan mereka. Lagipula, mereka telah selesai makan siang.Saat sore tiba, Milka dan tiga pengikutnya berkumpul bersama sementara rekan lainnya bersiap pulang.Mereka masih terlibat pembicaraan serius.“Kalian tidak pulang?” tanya sal
Malam itu, Savanah bergerak cepat. Segala rasa penasarannya terhadap Storm dipendingnya terlebih dahulu. Saat ini adalah saat untuk menguji coba resep buatannya.Dengan berbagai bahan yang baru dibeli tadi, Savanah membuat desserts untuk besok.Storm menemani dengan duduk tak jauh dari sana, sembari melihat-lihat ponselnya.Savanah baru selesai ketika jarum jam menyentuh angka tengah malam.“Akhirnya selesai. Kau mau menyicipinya?” tanyanya lewat suara ponsel.Storm mengangkat kepalanya lalu menatap ke arah nampan.“Baiklah.”Dia mengambil satu potong dan memakannya. Lelehan cream tiramisu saat menyentuh lidahnya membuat Storm memejamkan mata dan berdecak lezat.“Ini lezat sekali.”“Manisnya pas?”Storm menggerakkan jarinya lalu berseru, “Perfecto!”“Yang lainnya?”“Ini lezat. Crunchy di luar, lembut dan ... yang paling aku suka adalah isiannya yang melted. Apalagi varian rasa ini ... tiramisu. Aku suka rasa kopi di kue ini.”Savanah tersenyum meski wajahnya sudah terlihat lelah.Denga
Mendengar pertanyaan Milka, Brianna pun ikut penasaran.Tapi dia tak mau bersekutu dengan Milka sehingga Brianna menjawab Milka terlebih dahulu.“Hei, bukan urusanmu! Urusin itu bajumu yang ketatnya minta ampun. Kau mau pamer belahan dada ke juri?”“Kenapa kau sewot? Sirik ya?”“Sirik? Aku tuh geli melihat gaunmu!”“Oh, ini kan karena aku mempersiapkan diri menjemput kemenanganku nanti. Apalagi ini disiarkan di TV. Wajib dong aku tampil kece!”“Hah? Kalau menang! Hahahhahah!”Suara tawa Brianna mengundang banyak perhatian apalagi bertepatan dengan masuknya Miss Georgina dengan langkah anggun. Dia berhenti di depan semua peserta.Sontak Brianna menutup mulutnya dengan tangan dan memberikan tatapan remeh pada Milka. Itu membuat Milka sebal dan membuang wajahnya dan tak mau lagi menatap ke arah mereka.Tinggallah Brianna yang kini penasaran dengan isi tas Savanah.“Memangnya apa isi tasmu, Sav?” tanyanya dalam bisik pada Savanah.Yang didapat Brianna hanya senyum dan lirikan dari Savanah
‘Sial! Ini kenapa jadi begini?’ rutuk Milka dalam hatinya.Sudah terbuang tiga menit hanya untuk membuka kemasan bubuk kakao yang rapatnya minta ampun. Pada akhirnya pun Milka harus mengambil gunting. Itu pun dia lupa membawa dan harus berlari ke belakang, mencari-cari lagi di dalam lemari.Selesai membuka semua kemasan, akhirnya Milka mulai menakar mulai dari tepung, bubuk kakao, garam, gula, baking powder, susu, telur, mentega, dan beberapa bahan lainnya.Setelah semua itu, diliriknya penghitung waktu yang tertempel di tembok depan. Tinggal 40 menit lagi. Dengan tangan gemetar dan terburu-buru, Milka mengayak tepung, lalu memecahkan telur dan memisahkan kuning dari putihnya.Karena tidak terlatih ditambah lagi hati yang ketar ketir, memisahkan kuning telur jadi memakan waktu dua kali dari yang seharusnya.Selesainya, Milka menyusun wadah dan mixer, mencampur bahan-bahan itu hingga menjadi adonan waffle yang pas.Setelah adonan jadi, Milka baru sadar dia belum memanaskan pemanggang w
Savanah memeluk Storm dari belakang, mengalungkan lengannya di leher Storm, lalu berbisik lembut, “Redakan amarahmu. Langit sudah gelap, tidak baik menahan marah sampai esok hari.Kita akan membekali Sky, River, dan Aspen dengan pembelajaran bahwa jika ayahmu mendekati mereka lagi, lalu mengajak pergi bersama, mereka harus pastikan bahwa kita berdua ikut, atau setidaknya diberitahu.”Selesai berbisik, Savanah menciumi tengkuk pria itu agar amarahnya sedikit teralihkan.Benar saja, Storm mulai meletakkan ponselnya lalu memanjangkan lengannya ke arah belakang dan merangkul leher Savanah. Dia lalu membawa sang istri ke depan dan kini posisi Savanah yang didekapnya dari belakang.Seakan hasrat sudah mengambil alih, kini giliran Storm yang menciumi tengkuk Savanah setelah dia menyampirkan rambut panjang Savanah ke bahu kiri sang istri.Leher putih, mulus, dan jenjang itu begitu menggoda, membuat kemarahannya pun sedikit mereda digantikan hasrat yang mengembang apalagi rasa frustrasinya tad
Savanah menatap Braxton yang menjawab tanpa rasa bersalah sama sekali. Pria itu malah terkesan menikmati kekesalan dan kekhawatiran Savanah.Tidak tahukah dia bahwa Savanah begitu khawatir pada River sampai-sampai dia tidak nafsu makan, bahkan tidak mengingat bagaimana Sky dan Aspen makan malam tadi. Apakah mereka makan dengan benar, dengan cukup? Atau malah mereka hanya memainkan makanan mereka?Andai bisa, Savanah rasanya ingin meninggalkan Braxton tanpa kata sama sekali dan langsung membawa anak-anak dan keluarganya masuk. Biarkan saja dia merasa tidak dianggap.Tapi ada ayah dan ibunya yang turut mendelik tajam pada Braxton. Hanya saja pria itu seakan tidak menganggap kekesalan mereka semua dengan serius. Braxton malah membiarkan wajahnya terlihat senang seperti tak ada rasa bersalah pada Savanah dan yang lainnya.Dia menunjuk sekotak hadiah besar yang dipegang River.“Kakek kenapa mengajak River jalan-jalan tidak izin dulu dengan mommy dan daddy? Asal kakek tahu, Mommy dan Daddy
Storm marah. Dia pun mengajak Savanah dan anak-anak untuk segera pulang. Perjalanan yang tadinya terasa menyenangkan dengan berjalan santai bersama, kini terasa terlalu panjang seakan tak berujung.“Mommy, kenapa dengan River? Bukankah kata Mommy, kakek Braxton adalah ayahnya daddy? Mungkin saja Kakek Braxton sedang bermain bersama River.”Celotehan Sky membuat Storm terperangah. Savanah pun ikut kehilangan kata-katanya.Mereka berpandangan dan merasa sulit untuk menjelaskan pada Sky.Sudah jelas Savanah tidak ingin menjelekkan Braxton di depan anak-anak mereka. Biar bagaimanapun Braxton adalah ayahnya Storm. Tidak baik jika dia menjelekkannya di hadapan anak-anaknya.Dan sekalipun Storm tidak peduli jika sifat asli ayahnya dikuak di depan anak-anaknya, dia tetap tidak menyalahkan Savanah. Storm menghormati keputusan Savanah untuk tetap menjaga image ayahnya.Storm juga mengerti jika dari sudut pandang anak-anak, mereka masih sep
“Hei!” seru Braxton menyapa Sky dengan senyum ramah.Pria itu mengambilkan bola yang menggelinding lalu memberikannya pada Sky.“Kakek? Terima kasih.” Sky mengambil bola yang disodorkan.Braxton pun mengangguk senang dengan mata berbinar-binar.Sky lalu berbalik hendak kembali, tapi dia berhenti sejenak lalu berbalik lgi menghadap Braxton.“Kakek ... ayahnya daddyku, bukan?” tanyanya dengan polos.Hanya pertanyaan sederhana tapi Braxton terharu. Ternyata Storm masih menceritakan jati dirinya dengan benar pada anak-anaknya.“Iya, aku kakekmu.”Sky lalu tersenyum padanya dan merentangkan tangan. Braxton terkesiap melihatnya dan segera membungkukkan tubuh agar bisa dipeluk Sky.“Aku senang karena masih memiliki kakek. Jadi sekarang, kakekku ada dua. Kakek Zach dan kakek.”Braxton begitu tersentuh sampai-sampai air matanya menetes. Hatinya kembali berat ketika Sky melepaskan pelukan mereka.“Dah, Kakek. Aku mau bermain lagi.” Sky melambaikan tangan dan berlari pergi.Bergeming di tempatny
Siang yang santai, Storm mengajak anak-anak dan Savanah untuk berjalan-jalan santai sedikit jauh dari rumah. Mereka melwati pohon-pohon dengan daun yang sudah berubah beberapa warna, yang juga berguguran di jalanan.Warna kuning, merah, lalu coklat, menjadi dominan di pepohonan, menggantikan daun hijau yang menghias musim panas yang lalu.Suhu udara juga turun cukup banyak di musim gugur ini sehingga berjalan di siang hari adalah waktu yang tepat. Lagipula, siang hari menjadi lebih pendek, dan langit menggelap di sore hari.Storm merangkul Savanah yang perutnya kini sudah cukup besar. Jaket dan syal melingkupi tubuh Savanah yang kini seahri-hari mengenakan dress longgar demi kenyamanan perut besarnya. Storm sendiri hanya mengenakan sweater lengan panjang yang tidak terlalu tebal serta celana jeansnya yang berwarna biru muda, kesukaannya.Sky berjalan di depan mereka mendorong sebuah stroller yang akan ditempati Aspen jika bocah itu lelah.“Di ujung sana ada taman bermain, Daddy. Boleh
Miranda masih mengingat jelas bagaimana wajah Scilla saat muda, saat dia berhasil merayu Braxton untuk menikahinya dan mengusir Scilla dari rumah ini.Scilla sangat cantik dengan pembawaannya yang tenang dan bersahaja. Miranda selalu cemburu melihat Scilla yang tak pernah terlihat patah hatinya sekalipun Braxton telah jelas-jelas memperkenalkan dirinya pada Scilla.Wanita itu bagaikan putri raja yang begitu agung dan terhormat, yang hanya menatap dalam diam bagaikan air tenang yang menghanyutkan.“Aku akan menikahinya, karena dia sekarang mengandung anakku,” kata Braxton waktu itu.Raut wajah Scilla tidak berubah ketika mendengar kata-kata Braxton kala itu. Dia dengan diam berdiri dan menatap datar pada Braxton lalu Miranda.“Baiklah kalau kau ingin menikahinya, aku akan menceraikanmu.”Bahkan Miranda sangat kesal karena Braxton terus membahas kalimat Scilla waktu itu. Dia yang menceraikan Braxton, bukan dia meminta diceraikan. Hah, wanita sombong!Lebih sombong lagi karena permintaann
“Haaah ... kita lagi-lagi pulang hanya ada rumah yang kosong. Seharusnya tadi itu kau jangan banyak bicara. Sebelum Storm pulang, kita sebenarnya punya kesempatan untuk mengambil salah satu dari bocah itu!”Braxton duduk di salah satu sofa dengan raganya yang terlihat letih. Mendapati rumah ini yang hanya berisi beberapa pelayan saja, tanpa adanya Misty dan Moreno lagi, membuat hati Braxton merasa hampa.Biar bagaimana pun rumah ini terlalu besar untuk ditempati mereka berdua saja.Apalagi tadi dia sempat melihat sekilas isi dalam rumah Storm. Sekalipun perabot mereka biasa saja dan kebanyakan menggunakan perabot berbahan kayu, rumah Storm terlihat hangat.Bayangan anak-anak kecil duduk dan mengitari setiap sudut rumah, bermain sambil berlarian, bercekikikkan, berceloteh, bahkan bertengkar, membuat hati Braxton berkedut lebih sedih lagi. Dia ingin merasakan semua itu di rumahnya ini.Rasanya sungguh iri melihat teman-temannya yang lain memiliki kesibukan extra di masa tua mereka, yaitu
Raut wajah Storm perlahan melunak seiring menghilangnya mobil Braxton dari pandangan mereka.Pria itu menatap anak-anaknya satu demi satu.“Kalian tidak apa-apa?” tanyanya sambil memeluk Sky dan River bersamaan.“Kami tidak apa-apa. Tapi tadi itu siapa, Dad? Kenapa mereka sepertinya ingin membawa kami pergi dari sini?”Storm tidak langsung menjawab. Dia hanya memeluk erat lalu mengecup kepala dua bocah itu satu per satu. Lalu pandangannya tertuju pada Aspen yang berada dalam gendongan Savanah.Dia pun turut memeluk Aspen lalu istri tercintanya.“Mau apa mereka?” tanyanya pada Savanah saat mengurai pelukannya.“Mereka memintaku untuk mengizinkan Sky dan River menginap di rumah ayahmu. Alasannya karena dia berhak atas mereka, karena dia adalah kakek mereka. Lalu mereka juga bilang, bahwa anak-anak berhak memilih di mana mereka ingin tinggal.”Storm meradang lagi ketika mendengar penjelasan istrinya. Bagaimana bisa ayahnya dan istri ayahnya itu tiba-tiba memiliki pikiran seperti ini? Su
“Hah!” Savanah tak habis pikir dengan bagaimana Braxton dan Miranda bisa datang ke rumah mereka dan mengatakan semua itu dengan lantangnya?Padahal, jika dirunut puluhan tahun ke belakang, Braxton menelantarkan Storm. Lalu mereka telah menghina Savanah saat bisu. Ada banyak pertikaian dan mereka masih berani mengatakan hal seperti ini?Di mana urat malu mereka?“Mohon maaf, Tn. Braxton, tapi putramu mengurus anak-anaknya dengan sangat baik. Jika saat kecil Storm dibuang dari rumahmu itu benar disebut ditelantarkan. Tapi anak-anakku merasakan kehangatan di rumah kami, sudah tentu mereka tidak ditelantarkan.Mereka kami rawat dengan penuh sayang. Bagaimana bisa kau mengatakan mereka terlantar?Lagipula, asal kau tahu, Tn. Braxton, Storm telah menjadi ayah yang hebat bagi mereka. Dia selalu hadir di setiap moment hidup anak-anaknya.Setiap ulang tahun mereka, dia selalu hadir. Jangankan ulang tahun, setiap sarapan dan makan malam, Storm selalu bersama kami. Bagaimana mungkin kau dengan e