Haiii, jangan lupa jejak yess dan berikan ulasan bintang lima. thanks
Kevin menjauh dari Boby dan wanita yang kemungkinan besar adalah Vanya. Ia bergeser untuk memastikan wajah orang itu dan dari samping terlihat semakin jelas. Apalagi wanita yang dipanggil Ve itu kemudian tergelak dan menoleh membuat wajahnya semakin terlihat.“Vanya,” gumam Kevin.Senyum sinis terbit di wajah pria itu. Tentu saja emosi, bahkan sempat mengumpat dalam hati karena Vanya berani memanfaatkannya. Melabrak wanita itu bukan cara yang elegan, Kevin akan memikirkan cara yang baik untuk membalas wanita itu.Beruntung Kevin tidak minum terlalu banyak dan masih bisa fokus untuk mengemudi. Saat tiba di apartemen, pria itu menghubungi orang kepercayaannya tentu saja memberikan perintah untuk menangani Vanya.“Cari tahu sedetail mungkin dan dapatkan bukti kedekatan wanita itu dengan siapapun.”Kevin memijat dahinya bahkan bersandar pada sandaran sofa. Sepertinya cinta memang tidak berpihak padanya. Amanda berkhianat dan kini Vanya lebih parah dari seorang jal4ng. Tiba-tiba lampu tenga
Harun sudah melihat Rara memasuki lobby. Sempat heran mengapa gadis itu ada di sini, perusahaan Kevin. Sedangkan dia dikenalkan sebagai calon istri pria itu. Melihat name tag yang menggantung di leher Rara, bisa Harun simpulkan bahwa Rara adalah karyawan Kevin. “Rupanya kamu sudah pintar menggoda ya, bahkan Kevin pun jatuh ke pelukanmu," batin Harun. Dari resepsionis sudah diketahui di mana lantai HRD berada. Namun, untuk menunjukan keberadaannya Harun pun sengaja bertanya pada Rara dan wajah itu keheranan menatap Harun. Rupanya keberuntungan sedang berpihak pada Harun karena berada satu lift dengan Rara. Rara sudah tidak peduli dengan Harun, bahkan jika ditanya perasaan sudah tidak ada lagi yang tersisa. Yang ada dia bertanya-tanya mengapa dulu bisa mencintai Harun yang ternyata playboy dan brengsek. Namun, yang menjadi pertanyaan sedang apa dia di sini. Harun saat ini berada di lift, termasuk Rara dan Slamet. Jika Rara dan Slamet bersandar pada dinding lift, Harun berdiri di depa
Sudah dini hari, tapi Rara masih terjaga. Padahal tubuhnya susah sangat lelah dan dia berada di kamar yang cukup nyaman. Namun, berada satu kamar dengan Kevin meskipun terpisah bed membuatnya sulit untuk tidur. Sudah berkali-kali merubah posisinya berbaring, tapi kedua netranya masih saja terbuka.Terdengar dengkuran halus dari samping, di mana Kevin sudah terlelap. Rara pun menoleh dan berbaring miring menghadap Kevin. Tanpa pria itu sadari, Rara kembali menyalakan lampu ketika Kevin sudah tidur.“Makin dilihat, Pak Kevin makin ganteng,” gumam Rara lalu tersenyum karena obyek tatapannya berbalik menghadap ke arahnya.“Ya ampun, kalau rekan satu divisi tahu aku bisa sedekat ini dengan Pak Kevin bahkan bisa menikmati wajah imutnya saat tidur pasti gempar."Rara beranjak duduk dan mencari ponselnya lalu beberapa kali mengambil foto Kevin yang damai dalam mimpinya, tidak lupa berselfie. Gadis itu terkekeh melihat hasil fotonya. Terdengar ada pergerakan, Rara langsung berbaring dan menarik
Rara tetap berada dalam lift naik beberapa lantai, lalu keluar mengekor langkah Kevin. Sari menyapa dan mengangguk saat mereka melewati mejanya. Sepertinya Kevin serius dengan ucapannya mulai mengenalkan kedekatannya dengan Rara. Padahal sebelumnya pria itu selalu bersikap dingin dan menyebalkan bahkan cenderung angkuh pada Rara, tapi kini berbeda. Rara bahkan diminta menunggu di sofa saat Sari membacakan jadwal hari ini. “Perwakilan HRD ingin menemui Pak Kevin, kira-kira bisa jam berapa?” tanya Sari. “Boleh setelah ini,” sahut Kevin lalu menyerahkan berkas yang sudah ia approve. Setelah Sari meninggalkan ruangan, Rara menghampiri suaminya dan berdiri di samping meja kerja pria itu. Entah Kevin lupa atau memang sengaja mengerjai Rara, karena malah fokus dengan layar laptop. “Pak Kevin, saya ‘kan harus kerja juga. Ini ada urusan apa saya suruh ikut ke sini?” “Aku sudah bilang, jaga sikap kamu apalagi dengan ….” Kevin berdecak karena enggan menyebutkan nama Slamet. “’Kan saya jug
Rara mendorong tubuh Kevin agar menjauh. Bukan tidak berani melawan, Rara bahkan sanggup untuk berkelahi satu lawan satu bukan keroyokan seperti tadi. Bahkan sampai berguling-guling demi membela diri, ia pun siap. Namun, Rara ingat betul permintaan Kevin agar menjaga diri dan kehormatan apalagi orang akan tahu kalau dia adalah istri dari Kevin Baskara. Sekarang Kevin malah menyalahkan Rara, benar-benar menyebalkan. Rara bahkan menepis tangan Kevin yang terulur hendak menyentuh kepala gadis itu. “Saya mau pulang!” Kevin mengabaikan permintaan Rara, malah kembali merangkul bahu sang istri ketika keluar dari lift. Tentu saja kejadian itu kembali menjadi pusat perhatian, apalagi penampilan Rara bukan dalam keadaan baik-baik saja. “Saya mau pulang!” sentak Rara. Beruntung dia dan kevin sudah berada dalam ruang kerja pria itu. jadi tidak ada yang menyaksikan bagaimana Rara melawan Kevin. “Duduk!” Kevin menunjuk sofa. “Saya mau pulang, Pak Kevin nggak usah nahan saya pake nyalahin segal
Rara menatap wanita yang menghampiri dia dan Kevin, sebagai sesama perempuan Rara tidak percaya diri karena wanita itu terlihat begitu cantik. Sedangkan Kevin tampak biasa saja dan hanya berdehem menjawab sapaan wanita itu.“Apa kabarmu?”“Seperti yang kamu lihat, sangat baik,” sahut Kevin dengan bangga.Mendengar jawaban Kevin, Rara pikir Kevin hanya bersikap angkuh dengannya saja dan akan tertarik atau bahkan tergoda dengan wanita itu nyata tidak, Kevin masih konsisten dengan sikap angkuhnya.“Kamu pikir aku akan terpuruk atau bahkan menyedihkan?” Kevin terkekeh lalu merangkul Rara. “Ayo sayang.”“Tunggu, dia ….” Wanita itu menunjuk Rara seakan bertanya siapa perempuan ini.“Ah iya, Rara kenalkan dia Amanda mantan istriku. Amanda, ini Rara istriku.”“Kamu sudah menikah?”“Hm, ayo sayang,” ajak Kevin dan Rara tahu kalau suaminya hanya bersandiwara dengan menggailnya sayang.Adegan tadi membuat Rara merasa benar-benar sebagai istri bayaran dan Kevin dengan bangga mengenalkannya sebaga
“Jangan sok akrab denganku,” sahut Rara tanpa menatap Harun. Saat ini hanya Rara dan Harun yang sedang menunggu lift, karena yang lain baru saja naik dan mereka berdua tidak terbawa karena kapasitas. Ada penyesalan kenapa tidak ikut dengan Slamet menaiki tangga, dari pada harus berdua saja dengan Harun. Rara berharap ada orang lain yang ikut masuk saat pintu lift terbuka, nyatanya tidak. Rupanya alam sedang tidak berpihak padanya dan kesempatan itu digunakan Harun untuk menggoda Rara. “Jadi maksud kamu sudah mendapat penggantiku, yang lebih tampan dan kaya itu … Kevin?” Rara bergeming tidak ingin merespon Harun, hanya menatap layar yang menunjukan lantai di mana lift berada. “Rayuan apa yang kamu pakai sampai mendapatkan orang kaya,” bisik Harun dan Rara masih berusaha untuk sabar. “Apa kamu sudah mulai sadar, kalau pria bukan hanya butuh kata cinta.” Rara melangkah mendekat ke pintu dan Harun mulai berani. Tangannya terulur mengusap lengan Rara tentu saja langsung ditepis oleh
Rara mendorong tubuh Kevin agar menjauh lalu menyilangkan tangan di depan dadanya yang hanya memakai handuk.“Pak Kevin kenapa di sini?”“Lalu aku harus di mana?” Kevin melepaskan jas dan ikatan dasi sambil menatap wajah Rara, rambut yang dicepol dan penampilan keseluruhan Rara benar-benar menggoda iman Kevin. “Kita ini suami istri dan besok kita akan mengadakan resepsi, mana mungkin aku buka kamar lagi. Yang ada orang akan curiga ada masalah dengan pernikahan kita,” ungkap Kevin sambil mendorong dahi Rara dengan telunjuknya.“Tapi ….”“Kamu sengaja menggodaku atau gimana?”Rara yang sadar dia hanya mengenakan handuk bergegas mengambil piyamanya lalu berlari kembali ke dalam toilet. Sedangkan Kevin ingin segera berada di bawah guyuran shower untuk mendinginkan tubuhnya, ada sesuatu yang menggeliat ingin keluar karena penampilan Rara tadi cukup menggoda.Pandangan Rara dan Kevin saling bertaut saat gadis itu keluar dari toilet dan bergantian Kevin akan masuk. Bahkan Kevin menelan saliv
“Mas, aku kok ragu ya.”“Ayolah, sesekali tidak masalah tinggalkan anak-anak. Ada Ibu dan Mamih, juga pengasuh mereka. Aku mau ditemani kamu, sekalian kita honeymoon. Kita belum pernah loh, tahu-tahu sudah punya anak dua.” Kevin memeluk Rara yang sempat terhenti mempersiapkan perlengkapan yang akan dibawa.Ada kegiatan di luar kota, kali ini Kevin mengajak Rara. Arka sendiri tidak masalah, begitu pun dengan Mihika. Kiya sedang berlibur di Surabaya, bersama eyang -- ibu Rara. Hanya Abimana dan Mihika tidak keberatan kalau bocah itu dititip bersamanya.Apalagi di kediaman Arka ada kedua anak Slamet dan Kamila, membuat Abimana tidak akan jenuh karena memiliki teman sebayanya.“Jangan bawa banyak pakaian, apalagi untuk malam. Aku lebih suka kamu tidak berpakaian,” bisik Kevin.“Masss.”“Aku tunggu di bawah ya, jangan kelamaan aku sudah lapar.”“Hm.”Saat Rara bergabung di meja makan, Kevin dan Abimana sudah siap di kursinya. Terlihat Kevin sedang menjelaskan kalau besok Rara dan dirinya a
Rara terjaga dari tidurnya. Menggeser pelan tangan Kevin yang memeluk pinggangnya lalu beranjak duduk dan bersandar pada headboard. Masih dengan suasana kamar yang cahayanya temaram, ia mengusap perut yang sudah sangat membola sambil mengatur nafas. Sudah beberapa malam merasakan sakit yang datang dan pergi, sepertinya kontraksi palsu. Namun, kali ini terasa lebih sering. Sedangkan hari perkiraan lahir bayinya masih minggu depan.“Ahhhh.” Rara mengerang pelan. Terdengar suara tangisan Kiya, meskipun ada Nani yang akan sigap sebagai Ibu tentu saja Kiya tidak tega. Beranjak pelan menuju kamar putrinya. Benar saja, Kiya sedang menenangkan putrinya.“Princess bunda kenapa nangis?”“Nda,” panggil Kiya sambil mengulurkan tangannya.Rara tersenyum lalu ikut naik ke ranjang Kiya yang saat ini berumur satu setengah tahun.“Bobo lagi ya, masih malam nih.”“Nda.”“Ssttt.” Rara memeluk Kiya dan menepuk bok0ng bocah itu dengan pelan. “Nani, tolong buatkan susu botol, mungkin dia haus.”Setelah me
Rara mendengarkan curhatan adik iparnya mengenai sang suami yang dituduh selingkuh. Sungguh hal yang jauh dari sikap seorang Slamet. Apalagi pria itu terlihat begitu menyayangi Kamila dan putra mereka. Begitu pun kesempatan untuk macam-macam, sepertinya tidak ada.“Aku yakin dia selingkuh kak.” Kamila menyimpulkan setelah dia menceritakan bagaimana sikap Slamet yang dianggap tidak setia. “Iya ‘kan?”“Hm, gimana ya,” gumam Rara.“Gimana apanya?”“Kamila, gini loh. Ketika suami macam-macam, biasanya istri akan merasakan dan melihat perubahan sikap dari sang suami. Misalnya jarang di rumah atau mulai acuh. Kalau aku lihat, Slamet nggak ada indikasi begitu. Lihat saja tuh, dia malah asyik main dengan Kai dan Kiya.”“Ya bisa aja pas di kantor. Aku curiga mungkin saja perempuan itu teman satu divisinya.”“Kamila, curiga boleh ….”“Kak, aku bukan curiga,” ujar Kamila menyela ucapan Rara.Rara kembali mendengarkan ocehan Kamila dan sesekali mengangguk. Saran darinya untuk memastikan kebenaran
Ada rasa bahagia saat dokter mengatakan kalau Rara sedang hamil dan gejala yang muncul sangat umum untuk awal kehamilan. Tanpa harus mengikuti program kehamilan, ternyata istrinya sudah lebih dulu mengandung. Namun, ada kekhawatiran melihat Rara tergolek lemah karena tidak sadarkan diri.Bahkan saat kehamilan Kiya, Kevin tidak tahu dan tidak mendampingi karena mereka terpisah semenjak ada masalah. Pun saat Kiya lahir, Kevin malah dalam proses pengobatan di Singapura.“Maaf sayang, kali ini aku pastikan akan mendampingi kamu. Apapun yang kamu rasakan kita jalani bersama,” bisik Kevin sambil mengusap kepala istrinya.Akhirnya Rara pun siuman dan terkejut dengan keberadaannya saat ini, bukan di kamarnya.“Mas ….”“Jangan memaksa bangun,” ujar Kevin menahan tubuh Rara agar tetap berbaring.“Aku kenapa Mas?”“Kamu sempat pingsan waktu kita mau pulang. Bukannya aku sudah bilang kalau kamu sakit jangan memaksa untuk ikut denganku.”“Hanya sakit kepala saja Mas. Ayo kita pulang, aku takut Kiy
Ucapan Mami Mihika mengenai dirinya kemungkinan hamil, membuat Rara resah. Kevin menyangkal karena sering memakai pengaman, meskipun kadang lupa. Sebenarnya tidak masalah walaupun ia hamil, toh Kiya sudah hampir satu tahun. Hanya saja rencana Kevin untuk program hamil tentu saja gagal.“Sayang, hei.” Tepukan di bahunya membuat Rara tersadar dari lamunan.“Ya.”“Are you okay?” tanya Kevin dengan mengernyitkan dahi. Rara hanya mengangguk pelan dan menyadari mobil sudah berhenti di … rumah mereka.“Sudah sampai?” tanyanya sambil melepas seatbelt.“Bahkan Kiya sudah duluan turun,” jawab Kevin. “Kamu yakin baik-baik saja?”“Aku baik sayang, hanya saja tadi aku melamun mungkin. Ayo turun!”Menjelang tidur, pikiran Rara masih terkait antara hamil dan tidak hamil. Untuk memastikan dia hanya perlu tespek atau ke dokter. Masalah datang bulan agak sulit menjadi dasar ukuran karena sejak melahirkan Kiya, periode bulanannya tidak teratur. Seperti bulan ini, yang belum datang juga.“Sayang, besok a
Banyak berkah dan kemudian menjadi istri dari Kevin Baskara, yang awalnya bukan tujuan Rara kini ia bersyukur dengan segala yang dirasakan. Seperti saat ini, pulang ke Surabaya menggunakan pesawat dengan pilihan kelas bisnis agar Kiya tetap nyaman. Bahkan ketika tiba di bandara, mobil yang memang disiapkan untuk kebutuhan Ibu sudah menjemput.Rumah peninggalan almarhum bapak tidak berubah hanya diperbaiki kalau ada kerusakan, tapi Kevin membeli kavling di sebelah rumah Ibu dan dibangun untuk ia tinggal ketika berkunjung ke sana. Mobil sudah berhenti di depan pagar, Ibu keluar dengan antusias.“Cucu Uti sudah datang, ayo sini gendong sama uti.”Kiya yang dalam perjalanan dipangku oleh pengasuhnya pun berpindah ke gendongan Ib, bahkan tergelak saat Ibu menciumi pipinya.“Ayo masuk, istirahat dulu. Kamu pasti pusing ‘kan turun dari pesawat,” ujar Ibu pada Rara.Rara menganggukan kepala setelah mencium tangan ibunya, lalu menuju rumah mereka. Pak Budi membawakan koper dan tas milik Rara d
“Halo Mas, aku baru sampai nih. Kita ketemu di kamar Kamila aja ya.”Rara baru saja tiba di rumah sakit dan sempat menghubungi suaminya, janjian untuk menjenguk bayi Kamila dan Slamet. Menggendong Kiya berjalan di sepanjang koridor rumah sakit. supirnya menawarkan mengantar, tapi ditolak oleh Rara.Tidak terlalu memperhatikan sekitar karena hanya fokus menuju kamar rawat Kamila sesuai petunjuk arah, ternyata ada seseorang yang mengekor langkahnya.“Kemana ya?” gumam Rara sedangkan Kiya berceloteh dalam gendongan. “Ah ke sebelah sana.”“Rara.”Langkah Rara terhenti, lalu menoleh ke arah suara.“Kamu … Rara ‘kan?”Seorang wanita berdiri dan berjalan mendekat ke arahnya. Wanita yang pernah hadir dalam hidup Kevin, yang menjadi alasan kenapa harus ada kesepakatan pernikahan dengan Kevin. Vanya, wanita itu adalah Vanya.Tidak berubah, Vanya selalu berpenampilan seksi dan glamour. Begitupun saat ini. Sama halnya dengan Vanya yang memindai penampilan Rara dari kepala sampai kaki.“Iya, aku R
“Hey, baby girl. Ini ayah, kamu cantik seperti bunda.” Kevin seakan enggan lepas dan pisah dengan putrinya. Sejak tadi malam bayi itu bahkan tidak berada di box bayi, tapi tidur di antara kedua orang tuanya.Setelah tadi dimandikan, Kiya masih diajak bicara. Rara yang baru keluar dari wardrobe, melihat putrinya masih berada di atas ranjang bersama sang suami dan terus diciumi juga disentuh pipi dan hidungnya. Hanya bisa menggelengkan kepala dan memaklumi. Kevin mengatakan akan mengganti kealpaannya karena tidak bisa mendampingi Rara melahirkan dengan memberikan yang terbaik untuk istri dan anaknya.“Mas, jangan di ganggu terus. Harusnya dia sudah tidur.”“Dia masih betah denganku. Kapan dia besar dan bisa aku bawa ke kantor atau jalan-jalan ke mall.”“Ck, kapan kamu mandi?”“Nanti dulu Ra, aku masih kangen. Lihat, jariku tidak dilepaskannya.”Jemari Kiya mencengkram ibu jari Kevin dan bibir bayi itu terus mengecap seakan masih lapar dan mencari sumber kehidupannya. Rara menghampiri me
“Mas … Kevin.”Kevin tersenyum dan merentangkan tangannya memberi kesempatan pada Rara untuk datang ke dalam pelukan. Seakan tidak percaya kalau yang ada di hadapannya adalah Kevin, Rara malah meneteskan air mata.“Mas ….”“Kemarilah, apa kamu tidak rindu denganku?”Rara langsung menghambur ke dalam pelukan suaminya, memeluk erat membenamkan wajah di dada pria itu. Tubuhnya berguncang karena tangisan. Bukan hanya Rara yang begitu rindu, Kevin pun sama. Kedua tangannya mendekap erat tubuh sang istri bahkan berkali-kali mencium kepalanya.Sesaat dia menyadari kalau pelukannya sangat erat, tidak seperti sebelumnya yang selalu terhalang oleh perut Rara yang sedang hamil. Kevin mengurai pelukan dan menatap tubuh sang istri. Masih terlihat agak chubby dengan dada yang tampak membusung, tapi perutnya … tidak besar cenderung rata.“Rara, kamu sudah melahirkan?” tanya Kevin lirih.Rara masih dengan tangisnya hanya sanggup menganggukan kepala“Kamu melahirkan tanpa ada aku mendampingi?”Lagi-la