“Ra, lo kenapa?”“Ah, nggak pa-pa,” sahut Rara bergegas kembali ke meja kerjanya.Kejadian di mana dia melihat Kevin ternyata mempengaruhi mood dan fokus kerjanya. Selama ini dia sangat merindukan pria itu dan melihatnya meskipun hanya sekejap menjadi pelipur kerinduan. Namun, keberadaan Amanda mengusik hatinya juga.Tidak ingin menduga macam-macam hanya akan membuat sakit hati. Lagi pula sudah lebih dari tiga bulan mereka berpisah, entah apa yang terjadi ketika mereka benar-benar bertemu. Mungkin saja surat cerai sudah tersaji untuknya.Rara mencoba fokus pada pekerjaannya. Mengecek nota pembelanjaan mencocokan dengan catatan pengeluaran. Sempat membalas pesan dari Ibunya dan kembali fokus dengan tugasnya. Tidak ingin mendapat masalah apalagi sampai dipecat.***“Rapat dengan tim marketing, tiga puluh menit lagi,” ujar Sari mengingatkan saat Kevin baru tiba dan menanyakan apa lagi jadwalnya hari ini.“Hm,” sahut Kevin.Jika bukan karena kontrak kerja si4lan yang ditawarkan untuk mere
Harun memilih meja agak sudut dan berdiri di depan meja pemesanan. Sesekali menoleh ke arah Rara yang sudah duduk dengan wajah cemberut. Harun tidak memulai perbincangan saat sudah duduk bersama Rara, malah memindai wajah wanita yang terlihat semakin cantik dan dewasa.Rara berdecak dan tidak membalas tatapan Harun dan menatap ke arah lain membuat Harun tersenyum simpul.“Mau bicara apa, aku tidak punya banyak waktu.” Rara berucap dan masih enggan menatap Harun.“TIdak banyak waktu atau kamu takut ketahuan Kevin kita bertemu? Atau takut Kevin menemukan kamu?”“Ck. Tidak usah ikut campur. Mau bicara atau aku tinggal!”“Minum dulu,” ujar Harun dan mendorong gelas minum milik Rara. Bahkan nampan berisi paket makanan khas Jepang yang Harun tahu memang kesukaan Rara pun disodorkan lebih dekat.Rara sempat melirik sekilas dan menelan salivanya, Harun masih mengingat makanan yang sering dipesan saat mereka masih berpacaran. Hanya mengambil gelas dan meminum beberapa tegukan, lalu menatap Ha
“Lembur Ra?” tanya Ibu saat Rara baru saja tiba.Memang lewat dari jam biasa Rara pulang. selain urusan mencari pakaian hamil, yang membuat lama adalah pertemuan dengan Harun. Bahkan sempat ada drama bersembunyi agar pria itu tidak tahu dimana Rara tinggal.“Oh, tidak bu. Tadi Rara mampir cari ini,” sahut Rara sambil mengangkat paper bag berisi beberapa stel pakaian.“Kamu belanja?”“Pakaian hamil Bu, banyak yang mulai sesak.”“Cepat mandi dan istirahat.”Apartemen yang Rara dan Ibunya tempati tidak terlalu luas, bahkan hanya ada satu ranjang yang dipakai bersama. Tentu saja hal ini menjadi perhatian Ibu Rara dan mengajak putrinya bicara sebelum tidur. Beberapa bulan lagi, Rara akan melahirkan dan butuh area yang lebih luas untuk kenyamanan dia dan bayinya. Walaupun belum mampu membeli hunian baru, paling tidak mereka harus berpindah atau mencari tempat tinggal yang lebih luas dan nyaman.Ibu Rara baru saja selesai menyetrika sedangkan Rara duduk bersandar pada headboard sambil memija
“Rara,” ucap Kevin saat membuka pesan dari orang yang mencari keberadaan istrinya. setelah mendapatkan petunjuk daerah tempat Rara bekerja, ternyata membuahkan hasil. Foto-foto Rara yang keluar dari kantor bersama rekannya menghiasi layar ponsel Kevin.Pria itu tersenyum melihat foto Rara yang terlihat cantik dengan perutnya yang sudah membuncit. Kerinduan semakin menggebu saat melihat foto-foto istrinya. Jika bukan berada dalam pertemuan penting dengan rekanan, Kevin pasti sudah meluncur ke lokasi di mana menemukan Rara.Sore hari setelah selesai dengan pertemuan-pertemuan yang membuat Kevin kesal, segera pria itu menuju lokasi. Berharap bisa menggantikan Ayahnya membahas kerjasama.“Kantornya yang itu.”Kevin pun mendatangi kantor tersebut. Sudah sangat sore bahkan menjelang maghrib, ternyata sebagian karyawan sudah pulang, termasuk Rara. Paling tidak hatinya sudah sangat lega karena Rara benar bekerja di tempat itu. Sempat menatap situasi lobby kantor tersebut, memang benar perusa
Beberapa saat sebelumnya.Kevin mendatangi kantor di mana Rara bekerja. Bertanya pada petugas resepsionis dan menyampaikan ingin bertemu Rara.“Tuan Kevin,” sapa seseorang.Kevin pun menoleh.“Kevin Baskara, benar ‘kan? Saya Adam, kita pernah bekerja sama dua tahun yang lalu. Perusahaan anda menggunakan EO kami.”Kevin dan Adam pun saling menyapa dan berjabat tangan. Kehadiran Kevin di sana menjadi perhatian Adam.“Rara?” tanya Adam saat Kevin menanyakan keberadaan Rara.“Hm, Rara istriku. Dia bekerja di sini.”Adam mengajak Kevin ke ruang kerjanya, mengecek kebenaran karyawan yang bernama Rara. Meskipun bertanya-tanya untuk apa istri dari direktur perusahaan bekerja dengannya. Ternyata benar, Rara Gayatri tercatat sebagai staf keuangan.Tidak ingin hubungan antara dua perusahaan itu tidak baik karena kekecewaan Kevin dengan posisi Rara yang tidak sesuai atau alasan lain. Adam pun segera memanggil Rara ke ruangannya.“Ada masalah dengan pernikahan kami, Rara pergi dari rumah. Baru beb
Rara merasakan seperti ibu hamil lainnya. Mudah lelah dan cepat kantuk, apalagi dengan kondisi perut kenyang. Seperti saat ini, perutnya terisi dengan porsi lebih banyak dari biasanya dan kantuk pun mendera.Kevin sengaja memesan beraneka macam menu untuk dinikmati Rara. Awalnya Rara hanya akan makan ala kadarnya lalu pulang, tapi hidangan di hadapannya sangat menggoda. Sudah lama lidahnya tidak dimanjakan dengan makanan enak dan mahal.“Mau aku pesankan yang lain?” tanya Kevin.Rara menggeleng pelan lalu bersandar. Kevin berpindah duduk di samping Rara. Berada di private room yang sengaja dipilih Kevin agar bisa berinteraksi dengan nyaman. Tangan Kevin terulur mengusap perut Rara dan wanita itu diam saja, malah fokus membuka ponsel.“Apa sudah dicek, dia laki-laki atau perempuan?”“Terakhir belum kelihatan jenis kelaminnya. Lagipula, aku tidak peduli mau laki-laki atau perempuan, yang penting lahir sehat dan selamat,” sahut Rara.“Dari mana Pak Kevin tahu aku bekerja di perusahaan PAk
“Nanti sore aku jemput, tunggu aku.”“Tidak usah, nanti sore aku mau ….”“Aku antar. Kemanapun kamu mau pergi, biar aku yang antar. Tidak menerima penolakan dan aku bukan menawarkan bantuan, melainkan keputusan.”Rara sempat berdecak sebelum meninggalkan Kevin. Belum juga memutuskan akan dibawa kemana hubungan mereka, tapi Kevin sudah mengeluarkan titah seenaknya.“Aku akan buktikan kalau aku serius memperjuangkanmu.”Kali ini Kevin benar-benar serius. Sudah memikirkan dengan matang kalau dia memang bersalah karena tidak membela istrinya dan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada Mihika dan Arka. Tidak ingin gagal berumah tangga untuk kedua kalinya atau ada Vanya yang lain, Kevin yakin Rara adalah wanita yang tepat. Tempat hatinya berlabuh. Misal pun Mihika dan Arka tidak merestui, tetap Rara yang akan dipilih Kevin.Perhatian Kevin yang sedang berdiskusi dengan manager keuangan dan operasional harus teralihkan, mana kali pesan dari Arka yang mengingatkan hubungan Kamila dengan
Kevin mengeluarkan foto hasil USG dan ditunjukan di depan wajah Amanda. Ia sudah yakin akan tetap memilih Rara dan melanjutkan pernikahan meskipun orang tuanya tidak mendukung.“Kamu lihat ini, foto USG anakku. Bagaimana mungkin aku menceraikan Rara kalau dia sedang mengandung. Sebaiknya jangan lagi ikut campur urusanku, sekalipun Mami memintamu.”“Tapi Kevin, Mami ingin kalian bercerai. Bisa saja itu bukan anakmu.”“Tutup mulutmu Amanda, di mana-mana pengacara akan berusaha untuk membujuk kliennya yang terbaik bukan meminta dan memaksa untuk berpisah. Jangan hina istriku, dia tidak murahan sepertimu yang rela tidur dengan pria lain padahal masih berstatus istriku.”“Kev, itu masa lalu dan aku menyesal.”“Jangan lagi ikut campur urusanku,” ujar Kevin lalu meninggalkan Amanda.Rara berbalik dan menjauh dari tempatnya bersembunyi mendengarkan pembicaraan Kevin dan Amanda. Ucapan Kevin sangat meyakinkan kalau pria itu menunjukan keseriusannya. Meskipun sempat salah sangka kalau Kevin aka
“Mas, aku kok ragu ya.”“Ayolah, sesekali tidak masalah tinggalkan anak-anak. Ada Ibu dan Mamih, juga pengasuh mereka. Aku mau ditemani kamu, sekalian kita honeymoon. Kita belum pernah loh, tahu-tahu sudah punya anak dua.” Kevin memeluk Rara yang sempat terhenti mempersiapkan perlengkapan yang akan dibawa.Ada kegiatan di luar kota, kali ini Kevin mengajak Rara. Arka sendiri tidak masalah, begitu pun dengan Mihika. Kiya sedang berlibur di Surabaya, bersama eyang -- ibu Rara. Hanya Abimana dan Mihika tidak keberatan kalau bocah itu dititip bersamanya.Apalagi di kediaman Arka ada kedua anak Slamet dan Kamila, membuat Abimana tidak akan jenuh karena memiliki teman sebayanya.“Jangan bawa banyak pakaian, apalagi untuk malam. Aku lebih suka kamu tidak berpakaian,” bisik Kevin.“Masss.”“Aku tunggu di bawah ya, jangan kelamaan aku sudah lapar.”“Hm.”Saat Rara bergabung di meja makan, Kevin dan Abimana sudah siap di kursinya. Terlihat Kevin sedang menjelaskan kalau besok Rara dan dirinya a
Rara terjaga dari tidurnya. Menggeser pelan tangan Kevin yang memeluk pinggangnya lalu beranjak duduk dan bersandar pada headboard. Masih dengan suasana kamar yang cahayanya temaram, ia mengusap perut yang sudah sangat membola sambil mengatur nafas. Sudah beberapa malam merasakan sakit yang datang dan pergi, sepertinya kontraksi palsu. Namun, kali ini terasa lebih sering. Sedangkan hari perkiraan lahir bayinya masih minggu depan.“Ahhhh.” Rara mengerang pelan. Terdengar suara tangisan Kiya, meskipun ada Nani yang akan sigap sebagai Ibu tentu saja Kiya tidak tega. Beranjak pelan menuju kamar putrinya. Benar saja, Kiya sedang menenangkan putrinya.“Princess bunda kenapa nangis?”“Nda,” panggil Kiya sambil mengulurkan tangannya.Rara tersenyum lalu ikut naik ke ranjang Kiya yang saat ini berumur satu setengah tahun.“Bobo lagi ya, masih malam nih.”“Nda.”“Ssttt.” Rara memeluk Kiya dan menepuk bok0ng bocah itu dengan pelan. “Nani, tolong buatkan susu botol, mungkin dia haus.”Setelah me
Rara mendengarkan curhatan adik iparnya mengenai sang suami yang dituduh selingkuh. Sungguh hal yang jauh dari sikap seorang Slamet. Apalagi pria itu terlihat begitu menyayangi Kamila dan putra mereka. Begitu pun kesempatan untuk macam-macam, sepertinya tidak ada.“Aku yakin dia selingkuh kak.” Kamila menyimpulkan setelah dia menceritakan bagaimana sikap Slamet yang dianggap tidak setia. “Iya ‘kan?”“Hm, gimana ya,” gumam Rara.“Gimana apanya?”“Kamila, gini loh. Ketika suami macam-macam, biasanya istri akan merasakan dan melihat perubahan sikap dari sang suami. Misalnya jarang di rumah atau mulai acuh. Kalau aku lihat, Slamet nggak ada indikasi begitu. Lihat saja tuh, dia malah asyik main dengan Kai dan Kiya.”“Ya bisa aja pas di kantor. Aku curiga mungkin saja perempuan itu teman satu divisinya.”“Kamila, curiga boleh ….”“Kak, aku bukan curiga,” ujar Kamila menyela ucapan Rara.Rara kembali mendengarkan ocehan Kamila dan sesekali mengangguk. Saran darinya untuk memastikan kebenaran
Ada rasa bahagia saat dokter mengatakan kalau Rara sedang hamil dan gejala yang muncul sangat umum untuk awal kehamilan. Tanpa harus mengikuti program kehamilan, ternyata istrinya sudah lebih dulu mengandung. Namun, ada kekhawatiran melihat Rara tergolek lemah karena tidak sadarkan diri.Bahkan saat kehamilan Kiya, Kevin tidak tahu dan tidak mendampingi karena mereka terpisah semenjak ada masalah. Pun saat Kiya lahir, Kevin malah dalam proses pengobatan di Singapura.“Maaf sayang, kali ini aku pastikan akan mendampingi kamu. Apapun yang kamu rasakan kita jalani bersama,” bisik Kevin sambil mengusap kepala istrinya.Akhirnya Rara pun siuman dan terkejut dengan keberadaannya saat ini, bukan di kamarnya.“Mas ….”“Jangan memaksa bangun,” ujar Kevin menahan tubuh Rara agar tetap berbaring.“Aku kenapa Mas?”“Kamu sempat pingsan waktu kita mau pulang. Bukannya aku sudah bilang kalau kamu sakit jangan memaksa untuk ikut denganku.”“Hanya sakit kepala saja Mas. Ayo kita pulang, aku takut Kiy
Ucapan Mami Mihika mengenai dirinya kemungkinan hamil, membuat Rara resah. Kevin menyangkal karena sering memakai pengaman, meskipun kadang lupa. Sebenarnya tidak masalah walaupun ia hamil, toh Kiya sudah hampir satu tahun. Hanya saja rencana Kevin untuk program hamil tentu saja gagal.“Sayang, hei.” Tepukan di bahunya membuat Rara tersadar dari lamunan.“Ya.”“Are you okay?” tanya Kevin dengan mengernyitkan dahi. Rara hanya mengangguk pelan dan menyadari mobil sudah berhenti di … rumah mereka.“Sudah sampai?” tanyanya sambil melepas seatbelt.“Bahkan Kiya sudah duluan turun,” jawab Kevin. “Kamu yakin baik-baik saja?”“Aku baik sayang, hanya saja tadi aku melamun mungkin. Ayo turun!”Menjelang tidur, pikiran Rara masih terkait antara hamil dan tidak hamil. Untuk memastikan dia hanya perlu tespek atau ke dokter. Masalah datang bulan agak sulit menjadi dasar ukuran karena sejak melahirkan Kiya, periode bulanannya tidak teratur. Seperti bulan ini, yang belum datang juga.“Sayang, besok a
Banyak berkah dan kemudian menjadi istri dari Kevin Baskara, yang awalnya bukan tujuan Rara kini ia bersyukur dengan segala yang dirasakan. Seperti saat ini, pulang ke Surabaya menggunakan pesawat dengan pilihan kelas bisnis agar Kiya tetap nyaman. Bahkan ketika tiba di bandara, mobil yang memang disiapkan untuk kebutuhan Ibu sudah menjemput.Rumah peninggalan almarhum bapak tidak berubah hanya diperbaiki kalau ada kerusakan, tapi Kevin membeli kavling di sebelah rumah Ibu dan dibangun untuk ia tinggal ketika berkunjung ke sana. Mobil sudah berhenti di depan pagar, Ibu keluar dengan antusias.“Cucu Uti sudah datang, ayo sini gendong sama uti.”Kiya yang dalam perjalanan dipangku oleh pengasuhnya pun berpindah ke gendongan Ib, bahkan tergelak saat Ibu menciumi pipinya.“Ayo masuk, istirahat dulu. Kamu pasti pusing ‘kan turun dari pesawat,” ujar Ibu pada Rara.Rara menganggukan kepala setelah mencium tangan ibunya, lalu menuju rumah mereka. Pak Budi membawakan koper dan tas milik Rara d
“Halo Mas, aku baru sampai nih. Kita ketemu di kamar Kamila aja ya.”Rara baru saja tiba di rumah sakit dan sempat menghubungi suaminya, janjian untuk menjenguk bayi Kamila dan Slamet. Menggendong Kiya berjalan di sepanjang koridor rumah sakit. supirnya menawarkan mengantar, tapi ditolak oleh Rara.Tidak terlalu memperhatikan sekitar karena hanya fokus menuju kamar rawat Kamila sesuai petunjuk arah, ternyata ada seseorang yang mengekor langkahnya.“Kemana ya?” gumam Rara sedangkan Kiya berceloteh dalam gendongan. “Ah ke sebelah sana.”“Rara.”Langkah Rara terhenti, lalu menoleh ke arah suara.“Kamu … Rara ‘kan?”Seorang wanita berdiri dan berjalan mendekat ke arahnya. Wanita yang pernah hadir dalam hidup Kevin, yang menjadi alasan kenapa harus ada kesepakatan pernikahan dengan Kevin. Vanya, wanita itu adalah Vanya.Tidak berubah, Vanya selalu berpenampilan seksi dan glamour. Begitupun saat ini. Sama halnya dengan Vanya yang memindai penampilan Rara dari kepala sampai kaki.“Iya, aku R
“Hey, baby girl. Ini ayah, kamu cantik seperti bunda.” Kevin seakan enggan lepas dan pisah dengan putrinya. Sejak tadi malam bayi itu bahkan tidak berada di box bayi, tapi tidur di antara kedua orang tuanya.Setelah tadi dimandikan, Kiya masih diajak bicara. Rara yang baru keluar dari wardrobe, melihat putrinya masih berada di atas ranjang bersama sang suami dan terus diciumi juga disentuh pipi dan hidungnya. Hanya bisa menggelengkan kepala dan memaklumi. Kevin mengatakan akan mengganti kealpaannya karena tidak bisa mendampingi Rara melahirkan dengan memberikan yang terbaik untuk istri dan anaknya.“Mas, jangan di ganggu terus. Harusnya dia sudah tidur.”“Dia masih betah denganku. Kapan dia besar dan bisa aku bawa ke kantor atau jalan-jalan ke mall.”“Ck, kapan kamu mandi?”“Nanti dulu Ra, aku masih kangen. Lihat, jariku tidak dilepaskannya.”Jemari Kiya mencengkram ibu jari Kevin dan bibir bayi itu terus mengecap seakan masih lapar dan mencari sumber kehidupannya. Rara menghampiri me
“Mas … Kevin.”Kevin tersenyum dan merentangkan tangannya memberi kesempatan pada Rara untuk datang ke dalam pelukan. Seakan tidak percaya kalau yang ada di hadapannya adalah Kevin, Rara malah meneteskan air mata.“Mas ….”“Kemarilah, apa kamu tidak rindu denganku?”Rara langsung menghambur ke dalam pelukan suaminya, memeluk erat membenamkan wajah di dada pria itu. Tubuhnya berguncang karena tangisan. Bukan hanya Rara yang begitu rindu, Kevin pun sama. Kedua tangannya mendekap erat tubuh sang istri bahkan berkali-kali mencium kepalanya.Sesaat dia menyadari kalau pelukannya sangat erat, tidak seperti sebelumnya yang selalu terhalang oleh perut Rara yang sedang hamil. Kevin mengurai pelukan dan menatap tubuh sang istri. Masih terlihat agak chubby dengan dada yang tampak membusung, tapi perutnya … tidak besar cenderung rata.“Rara, kamu sudah melahirkan?” tanya Kevin lirih.Rara masih dengan tangisnya hanya sanggup menganggukan kepala“Kamu melahirkan tanpa ada aku mendampingi?”Lagi-la