Part 2
"Kamu suamiku, Mas, aku istrimu, kamu bilang orang lain?" Air mata membanjiri pipi mulusnya. Suara pelannya membuat Yogi terdiam."Sudahlah, jangan suudzon! itu hanya temanku, dia memang suka bercanda kayak gitu," Papar Yogi dengan wajah datarnya berusaha mendinginkan suasana. Silvi terpaku, air mata terus saja menghujan di pipi. Entah kenapa kali ini ia tak percaya perkataan suaminya itu."Mas berangkat." Ucap Yogi datar.Silvi bangkit dari duduknya, sesaat ia menepis airmatanya. Segera menuju meja makan dan menata makanan yang sudah disiapkan untuk sarapan suami tercintanya."Masak apa sih?" Tatap Yogi sinis.Dia tidak duduk di kursi meja makan, Yogi langsung mengambil sepatu pantofel dan memakainya."Sarapan dulu, Mas! ini kan masih pagi, aku udah selesai masak sayur kesukaanmu." Rayu Silvi masih tetisak."Nggak usah, aku nggak berselera," Jawab Yogi kesal."Astagfirulloooh, kuatkan aku ya Allah," Lirih Silvi. Suasana ini terjadi lagi, sering kali usaha Silvi tak di hargai oleh Yogi. Meski begitu Silvi tetap berusaha belajar memasak, ia berharap suatu hari suaminya bisa lahap memakan makanan yang di masaknya.Meski ia tak ingin berburuk sangka namun hati kecilnya kini goyah, kepercayaan yang selama ini ia jaga mulai hilang, kata-kata mesra di pesan masuk itu membuat kepercayaan Silvi hancur. Yogi berdiri merapikan tas laptop miliknya, Silvi menyodorkan tangan kanan dan mencium punggung tangan kanan suaminya itu dengan lembut."Hati-hati di jalan, Mas," Ucap Silvi pelan.Yogi menghidupkan motornya, dengan segera motor itu meninggalkan Silvi yang berdiri mengantar kepergian suaminya. Tak ada kata untuk Silvi, tak ada satu tengokkan mesra, atau lambaian tangan dari Yogi. Rumah kontrakan sederhana itu kini menjadi suram ketika Silvi mengetahui kenyataan pahit yang baru saja terungkap."Mama," Panggil Viyo, putra kecilnya yang berumur 3 tahun.Silvi menengok dan segera masuk rumah."Anak mama udah bangun, sini sayang!” rangkul Silvi. Kedua tangannya memeluk Viyo."Papa Mana?” tanya Viyo. Suara kecilnya yang menggemaskan sedikit mengobati sakit hati Silvi.“Papa sudah berangkat, sayang. Kita pipis dulu yuk! Habis itu kita sarapan deh,” bujuk Silvi.Usai menyuapi sang buah hati Silvi hendak mandi dan bersiap menuju ke sekolah. Silvi adalah lulusan Universitas keguruan yang baru saja diterima menjadi guru di sebuah sekolah Taman Kanak-kanak (TK) dekat rumahnya. Ini adalah hari ke 2 nya bekerja sebagai guru TK.Kring...,Terdengar nada dering dari ponsel suaminya berbunyi."Mas Yogi ketinggalan hp-nya?" Pikir Silvi mengernyitkan dahi.Dengan bergegas Silvi menuju ke kamarnya dan melihat ponsel suaminya itu tergeletak di atas kasur dan berbunyi.Silvi meraih ponsel itu dan melihat layar. Ada satu panggilan masuk."Pak Tono?" Lirih Silvi.Karena takut ini adalah panggilan penting maka Silvi pun menjawab panggilan itu."Halo, Asslamu'alaikum," Sapa Silvi."Halo, Waalaikumsalam Pak Yogi nya ada?" suara seorang laki-laki di ujung ponsel sana."Pak Yoginya...," Belum lah Silvi meneruskan pembicaraan, laki-laki itu sudah menyelah."Ini sama istrinya ya? Maaf hanya mau mengingatkan Bu, hari ini ada rapat penting di gedung Hotel Rodante, Bapak Yogi Diharapkan hadir ya, Bu." Selah laki-laki bernama Tono."Oh baik Bapak nanti saya sampaikan," jawab Silvi. Di dalam benaknya Yogi pasti balik ke rumah begitu sadar ponselnya ketinggalan."Kalau boleh tahu jam berapa mulainya, Pak?" Silvi balik bertanya."Jam 10.00 bu, mohon disampaikan ya terima kasih," jawab laki-laki itu."Baik, Pak," Jawab Silvi.“Jam 10?” Silvi merasa aneh.“Ini baru jam 7,” lirih Silvi."Tapi Mas Yogi udah berangkat?" dahinya kembali mengernyit.“Apa mungkin Mas Yogi berbohong?” Silvi terus bertanya-tanya.Part 3Betul dugaan Silvi Tak lama kemudian Yogi kembali ke rumah. "HP kamu ketinggalan ya, Mas?" tanya Silvi lembut."Iya, kamu lihat dimana HP-ku?" Yogi terlihat panik. Mungkin dia khawatir Silvi menemukan rahasia lain di ponselnya. "Ini," Silvi menyodorkan ponsel Yogi tanpa senyum. Ada suasana kaku di antara suami istri ini. "Hari ini kamu langsung ke kantor, Mas?" tanya Silvi, padahal Silvi hanya ingin memastikan saja. "Tidak, hari ini ada rapat dulu di hotel Rodante," jawab Yogi. Sesaat Silvi merasa agak lega karena Yogi berkata jujur, dalam hati ia pun masih bertanya-tanya. "Mungkin aku hanya suudzon aja, nggak mungkin Mas Yogi membohongiku," Bisiknya dalam hati. "Rapatnya jam berapa, Mas?" Tanya Silvi. "Kamu banyak nanya ya? Sekarang lah, masa besok?" Jawab Yogi gusar. "Dah aku pergi lagi," Yogi langsung pergi meninggalkan Silvi. Ada sedikit keanehan yang disadari oleh Silvi."Kamu bohong, Mas." bisik Silvi. Segera Silvi mengambil ponselnya dan memesan ojek online. Un
Part 4Silvi kecewa, air mata yang sejak tadi membanjiri di pipi semakin menderas. Tak ada satu kata pun yang terucap dari bibir tipis Silvi, dia hanya terdiam mematung menatap suaminya dan menggeleng-gelengkan kepala pelan, kemudian berpaling dari dua orang ini. Dengan langkah yang tergopoh-gopoh Silvi pulang menggendong buah hatinya, sejenak Silvi menepis air matanya agar driver ojol tak melihatnya menangis. "Ayo Pak,” ajak Silvi kepada pengemudi ojol. “Ke mana, Bu?” tanya driver ojol itu. “Ke tempat yang tadi saya naik, Pak.” jawab Silvi. Dari belakang terdengar suara seseorang memanggil namanya. “Mbak Silvi, Mbak Silvi, tunggu!” Silvi menoleh ke belakang, dia melihat wanita cantik dengan ikat rambut seperti ekor kuda bergelantungan mengejar dirinya. Kulit mulus dan sangat modis terlihat jelas di matanya membuat hatinya semakin sakit, Silvi menyadari dirinya tidaklah secantik dia. “Aku tidak mau bertemu dengan wanitamu, Mas,” bisik Silvi dalam hati. “Pantas saja selama i
Part 5."Apa yang kamu lakukan? Sudah aku bilang jangan sentuh aku!" Mata Yogi menyala, amarahnya memecahkan heningnya malam. "Aku hanya ingin memelukmu, Mas, aku rindu sama kamu, dua minggu kamu di luar kota, apakah tidak ada setitik rindu di hatimu untukku, Mas?" Silvi menangis terduduk di lantai. Dia tertunduk dan memeluk kedua lututnya. "Sudahlah, jangan cengeng lebih baik aku pindah saja," Yogi meninggalkan singgasana cinta mereka dan pindah ke ruang tamu memilih tidur di sofa."Apa salahku, Mas? Kenapa kamu tidak mau menyentuhku? Bahkan aku memelukmu pun seolah-olah kamu jijik padaku, apa salahku, Mas? Sebuah pelukan saja sudah cukup bagiku. Hanya pelukan." rajuk Silvi. Keluh kesahnya tak di dengar oleh Yogi. Dalam isak tangisnya dia mengembalikan Viyo yang sudah tertidur lelap ke atas tempat tidur miliknya. Hal ini terjadi berulang-ulang pada dirinya selama 3 tahun. Banyak pertanyaan yang tak kunjung terjawab dalam benaknya, hingga Silvi mulai mengalah, ia merasa lelah.
Part 6 Hari itu ulang tahun Viyo, sebuah cake minimalis berhiaskan lapangan sepak bola lengkap dengan 11 miniatur pemain bola dan miniatur gawang indah menghiasi, sebuah kado besar dipegang oleh Yogi, seorang laki-laki memegang kue ulang tahun untuk Viyo yang sudah diberi lilin dan dinyalakan dari luar rumah. "Mungkin itu temennya Mas Yogi," pikir Silvi. Ya ini adalah jam pulang kerjanya Yogi jam 05.00 sore. Dua orang laki-laki ini membuat kejutan untuk putra semata wayang Silvi dan Yogi. "Viyo...," Panggil Yogi gemas. Viyo yang sedang asyik bermain bersama ibunya langsung berlari menyambut kedatangan ayahnya. "Papa...," Sambut hangat Viyo. "Happy birthday to you, happy birthday to you, happy birthday, happy birthday, happy birthday to you," nyanyian ayahnya membuat Viyo sangat bahagia. Laki-laki itu menyodorkan kue yang sudah diberi lilin angka 3 yang menyala, Viyo langsung meniupnya dengan senang hati."Yey...," Sorak sorai Viyo menggema di seluruh ruangan rumah kontrakan se
Part 7 Vidio Syur Malam ini Yogi tidur dengan cepat, ponsel yang sering dia pandangi tergeletak begitu saja di dekat televisi. Silvi tidak lagi tertarik dengan ponsel itu, dia meraih ponselnya dan melihat halaman f******k miliknya. Tak ada pemberitahuan status terbaru dari Yogi, "Kok aku nggak bisa lihat statusnya Mas Yogi, ya?" bisik Silvi heran. "Ah mungkin Mas Yogi nggak pasang status hari ini, tumben," Pikirnya."Bentar, status yg kemaren aku komentari juga hilang?" Silvi merasa aneh. "Apa mungkin akunku di blokir?" Terka Silvi. Pekerjaan rumah sudah selesai dari tadi, biasanya setrikaan menggunung di akhir pekan, Silvi tak bisa tidur dia membuka komputer yang terpasang di kamarnya. Ia tidak gaptek, Silvi bisa mengoperasikan komputer sejak ia SMA, saat itu ia berharap ada satu game di komputer itu yang bisa mengisi waktunya malam ini. Klik... Klik... Klik... Silvi membuka folder-folder milik Yogi. Macam-macam, makalah, proposal, bahkan fotopun bertebaran dalam disk comput
Part 8 Akun 'Cinta Sejati'“Apakah alasan Mas Yogi tidak menyentuhku itu karena dia tidak suka kepada wanita?”“Ya Allah Bodohnya aku,” keluh Silvi.Silvi mematikan komputer itu, bangkit dan menuju ke kamar mandi untuk berwudhu. Amarahnya yang sedang panas ini berusaha ia redam dengan air wudhu. Sajadah ia bentangkan, salat pun ia dirikan, setelah itu Silvi mengambil Alquran kecilnya. Hal ini selalu ia lakukan acap kali ia merasa gelisah memikirkan nasib rumah tangganya yang selama ini terasa hambar.Terkadang dia menyesal mengapa dulu dia begitu cepat mengambil keputusan untuk mau menikah dengan laki-laki seperti Yogi. Namun di balik itu dia terima takdir yang telah Allah gariskan untuk dirinya, ayat-ayat Alquran dilantunkannya, membuat hatinya semakin tenang, ketika ia rasa hatinya sudah tenang Silvi menyimpan kembali Alquran kecil itu dan membereskan mukena serta sajadah yang ia gunakan dengan rapi. Ia melihat Yogi yang tertidur lelap memeluk sang buah hati, Silvi membaringkan tub
part 9Bab 9Laki-laki MisteriusJarum suntik masih menusuk di urat nadi tangan kirinya, Silvi berusaha menenangkan hatinya, ini bukan kali pertama dia menemukan sesuatu hal yang janggal tentang suaminya.“Mbak yakin nggak sakit apa-apa?” Tanya Mia yang setia menemaninya. Silvi mulai berhenti menangis."Mia, Mbak nitip Viyo, ya!” ucap Silvi tiba-tiba dengan mata yang kosong. Silvi berkata sambil melamun, ia tak melihat ke arah Mia melainkan seperti termenung. “Iya Mbak, tenang aja, Viyo aman bersama saya, ada nenek juga di rumah, jadi Mbak nggak usah khawatir.” Jawab Mia. “Bukan untuk saat ini saja, tapi untuk selamanya. Jika suatu saat nanti terjadi apa-apa kepada Mbak tolong jaga Viyo.” Lanjut Silvi. “Hus, jangan ngomong begitu, Mbak! Mbak kan udah sehat, kata dokter besok Mbak udah boleh pulang,” hibur Mia. “Semoga aja tidak ada apa-apa,” dalam hati Silvi udah siap jika hal buruk menimpa nasib rumah tangganya. “Sudah, Mbak
Part 10POV SilviSeorang pria paruh baya tengah mengamati sebuah rumah kecil sederhana dengan bangunan semi permanen. Netranya melihat ke sana kemari, kemudian aku melihat mulutnya bertasbih menyebut nama sang Khalik, sekejap matanya tertutup. "Subhanalloh, La ilaha illallah," ucap pria itu. Aku tersenyum dan terenyuh, menghampiri pria paruh baya yang selama ini menyayangiku dan selalu ada untukku. Ya itu adalah ayahku ‘pak Rahmat’ begitu panggilannya. "Ini rumah yang cocok untuk kamu, Silvi,” ucap ayah. “Meski bangunannya kecil tapi ayah yakin rumah ini akan membawa berkah untukmu," tegasnya. Di samping rumah terlihat ada bangunan besar yang belum selesai dengan atap yang diberi kubah polos, terlihat baru dipasang. Aku melihat tampak segerombolan bapak-bapak yang kompak sedang bergotong-royong saling membantu menyelesaikan bangunan itu, sesekali ayahku melihat mereka lalu mendekati, aku mengikutinya.“Permisi,” Sapa ayah. Bapak-bapak pun menyambut dengan senyum, “Eh, Pak, Mong
Bu Teti adalah seorang ibu yang penuh perhatian dan penyayang. Dia selalu hadir untuk mendukung putrinya, Silvi, dalam setiap langkah kehidupannya. Bu Teti memiliki peran penting dalam keluarga dan merupakan sumber kekuatan bagi Silvi."Suatu hari, ketika ayah?mu sedang menjalankan ibadah haji di tanah suci, dia berdo'a dengan tulus. ayahmu sangat mengharapkan yang terbaik untukmu, Nak. Salah satu harapan terbesar yang dia sampaikan dalam do'a itu adalah agar kau mendapatkan pasangan hidup yang setia dan jujur." tutur bu Teti. "Ayahmu merasa sangat sedih ketika mengetahui bahwa suamimu, Yogi, telah mengkhianatimu. Ia ingin kau menemukan seseorang yang benar-benar mencintai dan setia kepadamu. Dia berharap agar kau dapat hidup bahagia dan mendapatkan kebahagiaan sejati dalam pernikahan." lanjut bu Teti. "Ibu sangat memahami perasaan ayahmu dan merasa berempati terhadap perjuangannya di tanah suci. Dia berusaha untuk menjadi pendukung utama bagimu, Nak. Ia ingin memastikan bahwa putri
Silvi kini dipenuhi dengan kesedihan, menghadapi situasi duka yang sangat menyedihkan saat upacara pemakaman ayahnya berlangsung. Dalam suasana yang hening dan penuh duka, Silvi mencoba menahan air mata yang mengalir deras di pipinya. Rasa kehilangan yang mendalam dan kekosongan yang dirasakannya begitu menghantamnya, membuat hatinya hancur dan terasa sangat berat."Pak..., " jerit bu Teti. ia jatuh tak sadarkan diri. "Bu, bu," warga membantu tubuh bu Teti yang terjatuh lemas ke tanah. Bu Teti, juga berada dalam keadaan yang sangat rapuh. Saat jasad suaminya disemayamkan dalam liang lahat terakhir, ia tidak mampu menahan emosi yang membanjiri dirinya. Beban kesedihan yang begitu besar membuatnya pingsan tak lama setelah upacara dimulai. Keadaan ini semakin memperdalam kepedihan Silvi dan menggambarkan betapa besar kehilangan yang dirasakan oleh keluarga mereka.Saat jasad pak Rahmat dimasukkan ke dalam liang lahat, suasana menjadi semakin hening. Suara tangis pecah dari antara kerab
Silvi, seorang ibu yang penuh kasih, kini mengalami perubahan drastis dalam sikap dan kehati-hatiannya sejak kasus penculikan terhadap putrinya, Zahra, beberapa hari yang lalu. Kejadian tragis ini telah mengguncang kehidupan Silvi secara mendalam membangkitkan rasa takut dan kekhawatiran yang mendalam dalam dirinya.Sebelum kasus penculikan terjadi, Silvi mungkin memiliki kehidupan yang relatif normal seperti ibu-ibu lainnya. Namun, setelah insiden tersebut, semua perhatiannya sepenuhnya tertuju pada Zahra. Ia tidak pernah melepaskan pandangannya dari putrinya yang berusia 7 bulan tersebut, khawatir bahwa bahaya mungkin mengancamnya kapan saja."Wanita itu berbahaya, aku tidak akan membiarkan dia menyakiti anak-anaku.Silvi tidak lagi merasa aman dalam lingkungan sekitarnya. Setiap gerakan, suara, atau kehadiran orang asing menjadi fokus perhatiannya. Ia berusaha melindungi Zahra dan Viyo dengan segala cara yang ia bisa, memastikan keamanan putra putrinya menjadi prioritas utama dalam
Silvi kini penuh kekhawatiran dan kecemasan, ia merasa curiga pada Zena, seorang teman lama yang diyakininya telah menculik putrinya, Zahra. Curiga tersebut timbul karena ada beberapa kejadian yang mencurigakan dan petunjuk yang mengarah pada Zena. Meskipun saat kejadian tidak memiliki bukti yang konkrit, Silvi merasa yakin bahwa Zena adalah dalang di balik hilangnya Zahra.Kelegaan dan syukur memenuhi hati Silvi saat mengetahui bahwa Zahra, yang pada saat itu berusia 7 bulan, berhasil diselamatkan dan tidak terluka. Namun, rasa marah dan kebingungan tak terhindarkan saat mengetahui alasan di balik perbuatan Zena."Kenapa, ya, Zena tega melakukan ini pada putriku?" tanya Silvi termenung. sore itu Azam sudah pulang dan baru selesai mandi. "Maafkan aku, Vi," ucap Azam. "Maaf untuk apa, Mas?" tanya Silvi heran. Azam, suami Silvi, mengungkapkan kepada Silvi bahwa Zena melakukan perbuatan tersebut karena dendam yang tak terungkap. Azam menceritakan bahwa Zena sebenarnya telah mencintai
Zena adalah seorang wanita yang memiliki dendam pada Azam karena telah menolak cintanya dulu sebelum menikahi Silvi ia berniat buruk dan melakukan penculikan terhadap Zahra, seorang bayi berusia 7 bulan. "Awas kalian, aku pasti akan menghancurkan rumah tangga kalian! Aku tidak akan membiarkan kalian hidup bahagia! " bisik Zena yang sedang memata-matai keluarga Azam. Kejadian itu terjadi di taman yang terletak dekat komplek perumahan, saat itu Silvi sedang pergi ke toilet. Pada saat itu, Zahra seharusnya dijaga oleh ayahnya, Azam, Namun, dalam kejadian yang tidak terduga, Azam malah berlari mendekati Viyo yang sedang bermain bola. Keadaan ini memberikan kesempatan kepada Zena untuk menculik Zahra tanpa diketahui. Dengan niat buruk yang dimilikinya, Zena mengambil kesempatan ini untuk melaksanakan rencananya.Zena melarikan diri dari taman dengan Zahra dalam pelukannya, menjauh dari area perumahan. Tujuan Zena dalam menculik Zahra adalah agar Azam dan Silvi bersedih, dapat disimpulk
Beberapa bulan kemudian saat usia Zahra sudah menginjak 7 bulan semua curahan kasih sayang tertumpah kan pada cucu ke dua Bu Teti ini, kakeknya Pak Rahmat sangat menyayangi cucunya terutama Zahra yang saat ini sedang lucu-lucunya. "Cucu abah cantik banget," ucap Pak Rahmat, "Siapa dulu dong, neneknya," balas bu Teti centil. "Ciluuuk..., baaa...," pak Rahmat sedang asyik bermain dengan Zahra. tiba-tiba Silvi datang menghampiri Pak Rahmat dan bu Teti. "Bu, aku pamit ya," ucap Silvi. "Lho... emang kamu mau kemana, Nak?" tanya bu Teti kaget. "Ini, mama Rohimah pengen ketemu Zahra, aku nggak lama kok, paling cuman 3 hari. mumpung sekolah Viyo lagi libur. mas Azam juga lagi libur." pinta Silvi. "Yah, cucu nenek yang cakep ini bakalan pisah sama nenek, pasti nenek bakalan kangen sama kamu." ucap Bu Teti gemas sambil memeluk cucunya. "Pergilah, Nak, bu Rohimah kan juga neneknya Zahra, sudah pasti ia juga rindu sama cucunya." kata pak Rahmat mengerti. "Makasi, Ayah." ucap Silvi sambi
Azam merasakan kebahagiaan yang tak terkatakan saat ia berjumpa dengan putri pertamanya yang baru lahir. Detik-detik tersebut memancarkan kehangatan dan cahaya dalam hati Azam, memberikan perasaan penuh kasih sayang dan kegembiraan yang meluap-luap.Ketika Azam mengadzani putrinya, air mata haru mengalir di pipinya. Setiap tetesan air mata itu merupakan ungkapan perasaan campur aduk dalam hati Azam yang begitu mendalam. Air mata tersebut adalah bukti dari kekuatan emosi yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata.Azam merasa sangat berterima kasih kepada Silvi, ibu dari putrinya, karena telah memberikan kehidupan baru yang tak ternilai harganya. Ia merasakan rasa syukur yang tak terbatas atas hadirnya sang putri, karena kehadirannya memberikan kehidupan baru yang penuh makna bagi Azam."Terimakasih, sayang," ucap Azam seraya mengecup kening istrinya. tangannya menggenggam tangan istrinya yang masih lemas terbaring di rumah sakit. Silvi tersenyum, dia bahagia bisa memberikan kebahag
Silvi termenung sebelum pergi tidur, kehamilannya sudah memasuki usia hampir 9 bulan, ia merasa bayi dalam perutnya aktif, lama kelamaan merasakan kontraksi yang mengguncang perutnya. Tanda-tanda persalinan sudah jelas terlihat, dan waktunya untuk melahirkan semakin dekat. Namun, suaminya, Azam, sedang berada di luar kota karena pekerjaan yang tidak dapat dihindari.Dalam situasi ini, Silvi tidak merasa sendirian. Ia didampingi oleh ayah dan ibunya yang dengan segera mengambil tindakan. Meskipun hari sudah larut malam dan ada mitos yang mengatakan bahwa seorang ibu hamil tidak boleh keluar di malam hari, mereka memutuskan untuk segera pergi ke bidan terdekat.Keputusan ini dibuat demi keselamatan calon cucu mereka. Mereka menyadari bahwa mitos itu hanya cerita tanpa dasar ilmiah, dan yang terpenting adalah memastikan bahwa Silvi mendapatkan perawatan medis yang dibutuhkannya saat ini. Mereka tidak ingin mengambil risiko dengan menunda perjalanan ke bidan hanya karena kepercayaan tak b
Part 133Setelah meninggalkan toilet, Silvi dan Azam merasakan kelegaan saat tiba di kamar mereka. Mereka dapat merasakan betapa amannya lingkungan di sekitar mereka ketika aura mistis yang menyeramkan perlahan mulai memudar dan menghilang.Silvi, seorang wanita yang berambut panjang dan mata cerah, merasa dadanya menjadi lebih lega. Dia bisa bernapas dengan tenang, merasa bahwa ancaman yang terasa di toilet tadi telah ditinggalkannya jauh di belakang. Setiap langkah yang diambilnya kini terasa ringan, tanpa rasa takut yang menghantui.Sementara itu, Azam, seorang pria bertubuh tegap dengan senyum lebar, juga merasakan perubahan suasana yang sama di sekitarnya. Dia merasa ketegangan yang sebelumnya meliputi setiap serat ototnya perlahan-lahan mengendur. Pikirannya menjadi lebih jernih, dan ia dapat merasakan kembali kehangatan dan kenyamanan di dalam kamar.Saat mereka duduk di tempat tidur, Silvi dan Azam saling pandang dengan lega. Mereka tahu bahwa mereka telah melalui pengalaman y