"Gimana, apa kamu menyukainya?" tanya Sakti memastikan pada Citra ketika mereka akhirnya masuk ke dalam bangunan yang rencananya akan dijadikan toko kue untuk Citra.Citra tak langsung menjawab, dia masih terpaku di tempatnya dengan pandangan yang menyapu tiap sudut ruangan itu, lalu kemudian berakhir menatap ke arah Sakti dengan kedua mata yang berkaca-kaca."Tempatnya bagus banget, Andhika. I-Ini... ini diluar bayanganku," ujarnya dengan sedikit tergagap karena perasaan takjub dan bahagia yang sudah tak bisa lagi ia jabarkan. "Apa kamu yakin ini gak terlalu berlebihan buat aku yang baru mau merintis usaha?"Sakti tersenyum senang, lalu merangkul bahu istrinya itu dengan penuh sayang. Tak lupa, dia pun membubuhkan kecupan manis pada pipi Citra. "Gak ada yang terlalu berlebihan buat kamu. Kalo kamu bahkan minta sebuah gedung pencakar langit, aku akan dengan senang hati mengusahakan dan mewujudkannya buat kamu. Bangunan ini gak ada apa-apanya.""Makasih banyak," cicit Citra terharu. Di
Panji sudah sangat berdebar-debar ketika harus bertemu Agnes di tempat kerja. Ia merasa canggung dan malu ketika ingat hal tak senonoh yang ia lakukan dengan Agnes waktu itu.Setelah percintaan panas mereka, saat itu Panji langsung bergegas pulang saat Agnes tengah tertidur lelap, sehingga dia tak sekalipun memastikan apakah Agnes baik-baik saja setelah kejadian diluar kendali mereka itu atau bahkan meminta maaf pada Agnes karena dia malah meniduri perempuan itu ketika mabuk."Apa dia akan marah? Mungkin memaki? Aaaargh! Sial hal ini sangat mengganggu pikiranku, aku gak bisa kerja," gumam Panjri frustrasi.Pada akhirnya ia pun membaringkan keningngnya ke atas meja dan mulai kembali merutuki kebodohannya sendiri. Saat itu Panji bahkan berjanji pada dirinya sendiri untuk tak keluar ruangannya karena ia ingin menghindari pertemuan tak sengaja dengan Agnes. Sampai tak terasa ternyata sepanjang hari ini dia benar-benar tak keluar dari ruangannya. Makan siang pun diantarkan oleh kurir pesa
Panji menaik turunkan panggulnya, menghentak dengan ritme yang stabil lalu melenguh panjang ketika gelombang tak bernama itu membuatnya membenamkan miliknya dalam-dalam pada inti tubuh Agnes yang terasa memeluk miliknya erat-erat, dan mengurutnya kuat-kuat.Panji meledak di dalam diri Agnes, yang kemudian membuatnya kelimpungan sendiri sampai-sampai harus memeluk perempuan itu dan menggigit pelan bahunya untuk meredam erangan kenikmatan yang keluar dari mulutnya. Sementara Agnes yang juga merasakan gelombang kenikmatan itu, baru melenguh dan mendesah nikmat sesaat setelah Panji selesai menggigit bahunya.Kemudian, dengan perasaan lelah, Panji ambruk di samping Agnes dengan miliknya yang masih ia benamkan. Keduanya sama-sama kelelahan setelah percintaan panas yang untuk kesekian kalinya mereka lakukan di bulan ini."Aku pikir harus ada kejelasan di antara kita, Agnes. Ini kesekian kalinya kita berhubungan dan... bagaimana kalau kamu hamil?" tanya Panji dengan napas terengah-engah.Agne
"Kamu kok gak ngabarin mau dateng ke sini?" tanya Sakti sedikit terkejut dengan kedatangan Citra di kantornya.Dengan sikap tenangnya, Citra pun memamerkan senyuman manisnya dan mengambil posisi duduk pada sofa tamu untuk segera menaruh barang bawaannya ke atas meja. "Aku mau makan siang sama kamu. Ini hari ke 7 kamu masuk kerja lagi pasca sembuh dari sakit dan aku udah lama banget kan gak masakin bekal buat kamu, jadi aku ngasih kamu kejutan. Yuk, makan siang bareng," jawab Citra yang kemudian melayangkan ajakannya pada Sakti dengan penuh ceria.Sedangkan Sakti justru masih duduk di kursi kerjanya dan memilih berpura-pura sibuk membaca dokumen di depannya."Aku gak lapar," tolaknya tanpa sekalipun menoleh pada Citra. Kentara sekali kalau dia sedang melakukan perang dingin terhadap Citra.Bukan Citra tak tahu apa alasan dibalik sikap Dingin Sakti. Citra sangat tahu. Hanya saja Citra memilih untuk mengabaikannya dan tetap memasang wajah yang dipenuhi senyuman."Gak boleh bilang begitu
Alunan merdu dari tiap melodi yang dihasilkan dari mahirnya jemari tangan Sakti ketika menekan tiap tuts itu memenuhi seisi ruang musik yang baru Citra ketahui tempatnya pada menit ini juga.Alunan melodi Mozard itu mengalun merdu oleh mahirnya Sakti ketika memainkan piano itu. Citra tersenyum manis melihat bagaimana Sakti terlihat begitu indah. Citra merasa hatinya menghangat, terlebih ketika dia tahu kalau Sakti melakukannya untuk sekadar membuat Ginata, putri kecilnya, itu tertidur lelap selama ditinggal pergi olehnya dari jam 4 pagi karena harus sibuk membuat kue demi pembukaan toko kue miliknya jam 10 pagi nanti.Sakti adalah ayah yang sangat keren di mata Citra. Beruntung sekali Gina punya ayah sepertinya. Sayang sekali, nasib tragis justru dialami oleh Citra dan putranya... keduanya tak punya sosok ayah sehangat itu. Hal itu membuat Citra semakin bersyukur karena memiliki Sakti sebagai suaminya. Setidaknya, dimasa depan nanti, kalau adik Argantara lahir dari rahimnya... dia aka
Suara ketukan pintu terdengar, membuat Sakti menoleh dan menatap pintu ruang kerjanya dengan menebak-nebak apakah hari ini juga Citra akan datang tanpa mengabarinya, padahal tadi pagi, sebelum berangkat kerja dia sudah mewanti-wanti istrinya itu untuk tak berlelah-lelah datang ke kantor."Masuk," perintahnya sedikit berteriak agar terdengar sampai keluar ruangannya.Pintu pun perlahan terbuka, tapi yang masuk rupanya bukanlah Citra... itu Panji."Siang, pak Panji. Udah waktu makan siang, apa anda gak pergi ke kantin?" tanya-Nya berbasa-basi.Mendengar itu, Sakti hanya sedikit terdiam, lalu dengan mempertahankan raut wajah tenangnya demi tak menyinggung perasaan Panji, dia pun menganggukan kepalanya."Aku emang hampir gak pernah makan di kantin. Aku baru selesai makan. Ada apa? Apa ada hal penting yang mau dibicarakan?"Sejenak, Panji tampang bimbang lalu kemudian dia pun menghela napas resah dan menatap Sakti dengan tatapan serius."Sebenarnya ini masalah pribadi. Ini soal Agnes. Say
"Kita persiapkan bu Agnes buat USG ya pak," ujar dokter saat Panji menanyakan bagaimana kondisi Agnes setelah menjalani berbagai pemeriksaan."Apa penyakitnya separah itu sampe harus lab darah dan sekarang USG? Saya pikir dia cuma kecapekan aja," sahut Panji risau sekaligus bingung.Sedangkan Agnes yang tak berdaya karena merasakan tubuhnya yang sedang tak karuan itu hanya bisa terdiam dan memejamkan mata. Ia tak punya tenaga untuk sekadar ikut panik ataupun bertanya banyak hal pada dokter itu."Bukan penyakit parah kok, pak. Ini hasil lab darahnya menunjukan kalo bu Agnes menunjukan tanda-tanda kehamilan, jadi untuk memastikannya lebih jelas sebaiknya dilakukan USG," jelas dokter itu ringan. Tanpa menyadari kalau Panji dan Agnes seketika itu pula menegang di tempatnya."H-Hamil?" tanya Panji memastikan dengan suara yang sedikit terbata karena saking terkejutnya.Dia memandang dokter itu dengan tatapan tak percaya, sedangkan Agnes sudah menangis pelan."Wah sepertinya ini jadi kejutan
Citra berdiri dibalik meja kasir, menyambut setiap pelanggan dengan senyuman hangatnya. 3 hari pasca pembukaan secara resmi, toko kuenya selalu ramai, terutama saat akhir pekan seperti ini. Dia bahkan punya 3 orang pegawai yang membantunya di pantry. Sementara dirinya sendiri merangkap jabatan sebagai pembuat kue sekaligus kasir karena Citra ingin berusaha untuk melayani setiap pelanggan dengan cepat dan efisien, meskipun kesibukannya kadang membuatnya sedikit kewalahan.Saat itu, gemerincing lonceng yang terletak di atas pintu pun berbunyi, tanda kalau ada pelangan yang masuk sehingha Citra mengangkat kepalanya untuk bersiap menyapa pelanggan baru dengan senyuman ramah yang ia punya. Namun, senyumnya kian melebar saat melihat ternyata Sakti lah yang memasuki tokonya. Suaminya itu tanpa pemberitahuan sebelumnya, datang ke sini sambil memeluk Ginata dalam gendongannya."Sayang, Gimana hari ini apa kamu happy?" Sakti menyapa Citra dengan senyuman lembut, sembari mengambil langkah lebar
Sejak kepergian Daniel ke Belanda, dunia Kinara masih berputar seperti biasa, seolah eksistensi pria itu di dalam hidupnya tidak pernah ada. Meskipun begitu, Kinara tidak menampik kalau di sudut hati yang paling dalam ia merasa kosong dan kehilangan. “Kamu lembur lagi?” Salah seorang teman kerja Kinara menyemburnya dengan pertanyaan itu begitu mendapati Kinara tengah memasang hair cap di ruang ganti pegawai. Semua pegawai yang bekerja di toko kue ini wajib mengenakan pelindung kepala untuk menjaga higine dan steril kue yang dijual. “Iya, karena aku gak punya kegiatan penting di rumah. Daripada mati bosan karena rebahan terus, aku pikir lebih baik dipake kerja aja,” jawab Kinara sambil memamerkan senyum lima jarinya. Teman kerja yang umurnya setahun lebih tua dari Kinara itu hanya bisa geleng-geleng kepala takjub dengan dedikasi Kinara untuk toko kue ini. “Kalau punya waktu libur itu dipakai untuk istirahat jangan kerja saja,” sarannya wanita itu lagi. “Istirahatku cukup, kok,”
"Ini melelahkan, tapi aku tak keberatan untuk melakukannya karena aku tetap menyukai momen ini," gumam Sakti sembari menatap teduh baby Kanigara yang terlelap dengan bibir yang terus bergerak seperti sedang menyusu. Itu terlihat menggemaskan. Bayi mungkil itu sepertinya tengah bermimpi minum ASI.Menjadi seorang Ayah dari dua orang anak membuat Sakti semakin dewasa, setelah mendapatkan putri cantik seperti Ginata kini keluarga kecilnya semakin lengkap dengan kehadiran Kanigara. Sekarang dia dan juga Citra resmi menjadi orang tua dari dua anak, anak laki-laki dan perempuan. Sudah sangat lengkap.Setiap hari hati Sakti selalu diselimuti dengan rasa bahagia, setiap kali melihat perkembangan Ginata membuatnya merasa lega karena berhasil melihat tumbuh kembang putri kecilnya itu, selain itu Kanigara juga tidak lepas dari perhatiannya. Bayi kecil itu selalu berhasil membuat energinya penuh setiap kali melihat geliatan kecilnya.Seperti halnya malam ini, Sakti masih saja terjaga sambil meman
Sakti membantu Citra untuk duduk di atas kursi roda. Hari ini tepat hari kepulangan Citra ke rumah. Tentu saja Kanigara ikut serta. Sesampainya di rumah, Mbok segera membantu Citra menggendong bayinya. Kepulangan Citra disambut hangat oleh orang-orang di sekitarnya. "Kanigara hobi sekali tidur, ya?" gumam Citra mengelus pipi bayinya. "Ayo dong, bangun. Mama kan pengin ajak Kanigara mengobrol," kata Citra. "Biarkan saja Kanigara tidur, Sayang," kata Sakti. "Sekarang, giliran kamu istirahat yang cukup. Kan di rumah lebih banyak yang membantu mengurus putra kita." Citra mendongak, "Tapi aku lebih suka bersama Kanigara, Andhika. Bisa tidak, dia tidur di kasur kita? Jangan di box." "Tidak," jawab Sakti. "Aku malah khawatir dia terluka. Bagaimana kalau kamu tidak sengaja menindihnya saat tidur?" goda Sakti. Citra mendelik. "Mana mungkin!" Sakti terkekeh. Ia mencubit pipi Citra gemas. Ia meraih Citra, membawa istrinya menuju ke dalam pelukannya yang erat sekaligus hangat. "Jangan bil
"Kenapa, Pak? Bu Citra kenapa?" tanya Mbok ikut panik. "Coba lihat Citra di kamar, Mbok! Dia mengeluh sakit perut," jawab Sakti. Lantas keduanya sama-sama pergi ke kamar untuk melihat kondisi Citra. "Pak, air ketuban Bu Citra sudah pecah. Cepat, bawa Bu Citra ke rumah sakit sekarang!" seru Mbok. Mendengar itu, kedua mata Sakti pun terbelalak sempurna."Pak Hasan!" teriak Sakti. Tanpa membuang waktu lama, Dia berlari keluar sambil terus memanggil supir pribadinya itu. Sedangkan Mbok menemani Citra di kamar. Sakti berlari seperti orang gila ketika memanggil sang supir. Beruntung, Pak Hasan ada di tempat sedang memanaskan mobilnya. Pak Hasan mendengar suara besar Sakti. Ia lantas menatap kemunculan Sakti di depan pintu rumah dengan setelan tidur yang masih melekat. "Lho, Pak Sakti," sapa Pak Hasan. "Ada apa teriak-teriak, Pak? Pak Sakti belum mau siap-siap ke kantor?" tanyanya. Sakti sempat kesusahan bicara karena terlalu panik. "Siapkan mobil sekarang, Pak Hasan. Istri saya ...
"Aduh," ringis Citra ketika menggerakkan kedua kakinya di atas ranjang. Sakti yang mendengar ringisan Citra, lantas menolehkan wajahnya pada istrinya itu. "Kamu kenapa, Sayang? Ada yang sakit?" Tentu saja Sakti tidak tinggal diam, pria itu berjalan mendekat ke arah ranjang, merangkak naik lalu duduk di sebelah istrinya untuk melihat keadaan sang istri lebih dekat dan memastikan apa kiranya penyebab ringis kesakitan itu.Mendengar itu, Citra pun menunjuk kakinya dengan dagunya. Sakti mengikutinya, lantas bertanya, "Kaki kamu sakit, Sayang? Mau aku pijit?" Ia malah menawari. Padahal yang dimaksud Citra bukan itu. Citra agak kesal melihat reaksi Sakti yang menurutnya kurang peka. "Bukan itu yang aku maksud, Andhika," tuturnya agar menurunkan kekesalannya. "Coba kamu lihat dulu. Kaki aku sekarang kelihatan besar banget!" Sakti mengangguk kecil. Ia sekarang paham apa maksud Citra. Ternyata Citra tadi menunjukkan ke Sakti, kalau kakinya bengkak. "Terus kenapa sih, Sayang? Apa sekarang
Daniel baru saja menyelesaikan semua pekerjaan kantornya, laki-laki itu segera membereskan semua barang-barangnya dan bergegas untuk pulang. "Tumben kayak buru-buru gitu?" komentar teman Daniel yang ada di sebelahnya.Mendengar pertanyaan itu membuat Daniel menoleh sebentar, lalu tangannya sibuk memasukkan laptopnya ke dalam tas. "Iya, nih. Lagi pengen cepet pulang aja," jawabnya.Temannya itu pun hanya menanggapinya dengan anggukan sebanyak tiga kali."Duluan ya, Bro!" seru Daniel sambil menepuk pundak temannya itu seklias, lalu melenggang pergi begitu saja.Sebenarnya Daniel tidak benar-benar langsung pulang ke rumah, sudah satu minggu ini dia rutin datang ke toko kue milik Citra. Awalnya dia datang karena Kinara pernah menyuruhnya untuk mampir, tapi sekarang seperti sudah menjadi tutinitas baru bagi Daniel setelah pulang kantor.Menurutnya, toko kue Citra terasa sangat nyaman dan membuatnya betah berlama-lama di sana. Selain itu, Daniel juga memiliki maksud lain, yaitu memastikan
Aroma kopi tercium sangat harum saat Daniel menuangkan air panas yang baru saja matang dari mesin pemanas, tinggal sendirian di apartemen membuat laki-laki itu sedikit kesepian disaat malam. Setelah mengaduk dan memastikan rasa kopinya sudah sesuai dengan keinginannya, barulah Daniel membawa secangkir kopi panas itu bersamanya."Aku pikir sedikit kafein dimalam hari bisa membantu menenangkan pikiran," gumamnya. Laki-laki itu berjalan ke arah balkon, seperti sudah menjadi rutinitas malam harinya untuk duduk di balkon sambil menikmati udara malam. Apalagi saat ini pikirannya dipenuhi oleh banyak hal, jadi balkon adalah tempat yang pas baginya untuk merilekskan semuanya.Saat menggser pintu penghubung ke balkon, Daniel langsung disambut dengan angin malam yang cukup kencang malam ini. Saat dia mendongak untuk melihat keadaan langit, benar saja malam ini sedikit mendung. Jadi malam ini tidak ada bintang dan bulan yang akan menemaninya. Daniel pun menaruh secangkir kopi panasnya di atas m
Sakti tiba di rumah sekitar pukul delapan malam. Ia harus lembur mengerjakan beberapa dokumen penting yang harus selesai dan mendapatkan persetujuannya. Di jam segini, Citra pasti tengah berada di kamar sedang menunggunya. “Apa semuanya baik-baik saja seharian ini, mbok?” tanya Sakti kepada asisten rumah tangganya. Ia sudah selesai mandi dan makan malam. Kini, ia tengah membuatkan susu cokelat untuk Citra. Ini adalah aktivitas rutin Sakti setiap malam. Baginya, ini salah satu cara untuk menunjukkan cinta dan kasih sayang kepada istri dan anak. “Iya, pak,” balas wanita paruh baya yang sudah cukup lama bekerja dengan keluarga Sakti. “Apa Citra mengeluh sakit?” Sakti tahu betul kalau istrinya itu pintar menutupi rasa sakitnya karena tidak ingin membuat dirinya khawatir dan kepikiran ketika bekerja. Maka dari itu Sakti menyuruh asisten rumah tangga di sini untuk memberikan semua informasi dan perkembangan mengenai Citra sekecil apa pun untuknya. “Tidak, pak. Hari ini ibu Citra sibuk
Di sela-sela mendengarkan perkembangan toko kuenya lewat penuturan Kinara, Citra tidak sengaja melihat Daniel yang tampak diam saja sejak kedatangan Kinara tadi. Awalnya Citra ingin meminta maaf karena kedatangan Daniel ke sini sedikit terganggu akibat Citra mementingkan pekerjaan daripada menimpali pria itu yang baru saja datang. Namun, niatnya berubah saat menyadari diamnya Daniel justru karena Kinara. Ia pun mengerling jahil. “Ekhmmm ….” Citra pura-pura terbatuk. Di balik buku laporannya, ia mencolek lengan Daniel yang duduk tidak jauh darinya. Citra mengulum senyum saat mendapati Daniel yang terperangah. Wajah pria itu merah dan salah tingkah yang membuat Citra ingin tertawa dan meledek Daniel karena terang-terangan menatap Kinara dalam waktu yang cukup lama.Sayangnya, Citra tidak ingin melakukan itu, sebab ia tidak mau nantinya baik Daniel dan Kinara sama-sama malu karena hal tersebut. “Sakti lagi di kantor ya?” tanya Daniel berusaha untuk mengalihkan keadaan setelah tertang