Salma masih diam. Ia terus saja menatap jendela. Ia malas bicara dengan suaminya. Padahal, aslinya sudah dimaafkan. *** "Onty!" teriak Asma. "Hai, Sayang! Minal aidzin Walfaizin, mohon maaf lahir batin, Asma Cantik," ucap Salma seraya menghampiri Asma dan memeluknya. Suasananya benar-benar menyejukkan. Mereka semua bermaaf-maafan satu sama lain, lalu menikmati lezatnya hidangan makanan. Humaira juga ikut ke situ. Ia sangat excited bercerita curhat dengan Humaira. Tanpa Salma sadari, dia itu terus dilirik oleh suaminya. Mungkin sarung hakim yang sangat terbenak, ia khawatir kalau istrinya sedih lagi seperti saat berkumpul arisan keluarga. Ia khawatir, masalah bertanya anak akan membuatnya rapuh lagi. Ternyata, tidak. Di harus itu tidak ada yang menyinggung masalah anak. Mereka saling bercerita apa adanya. Kecuali Humaira, dia itu ngebet nikah banget. "Onty, boleh minta tolong, bukain dong!" ucap Asma yang kesulitan membuka jeli. "Sini, bawa sini yang banyak sekzlian, Sayang!" u
"Apa? Ya yang aku lihat itu wajah tampan kamu," ucap Salma. "Hahaha … bagus deh kalau begitu. Ku kira kamu bakal bilang, tampan kamu yang dulu, sekarang lebih tua, wajahnya tua," jawab Fariz senyum bahagia. Salma terkekeh melihat ekspresi suaminya. Ia pun segera menyahut lagi ucapan Fariz. Memang semakin tua, tapi tidak juga wajahnya terlihat lebih tua secara permanen sekali. Fariz itu parasnya tampan. Jadi, meskipun semakin tua, ketampanan akan tetap terpancar. Apalagi yang melihat itu adalah istrinya. Seorang istri itu, sigap menganggap suaminya selalu yang paling tampan. Meskipun secara kenyataan, memang tidak tampan. Namun, mulut itu akan kalah dengan hati. "Capa, ya jelaslah semakin hari itu semakin bertambah usia. Tapi, nggak ada istilah ketampanan Capa berkurang dalam diri Cama, suamiku tetap tampan selamanya," ucap Salma. *** Clarissa yang tetap saja nekat mengejar Fariz, tidak tahan untuk tidak bersikap buruk ke Salma. Ia dan gengnya membuat banyak jebakan di kampus yang
"Iya, nggak gagal sih, cuma kurang. Kalau Cama minta sesuatu boleh?" tanya Salma. "Apa, Sayang?" tanya Fariz. "Cama ingin ke villa," jawab Salma. "Baiklah, Capa akan segera urus," ucap. Fariz. *** Fariz telah memilih villa terbaik di daerah yang sangat sejuk. Mereka hanya berdua saja. Terlihat sekali, senyum istrinya itu sangat merona terus. Salma itu kalau sedang penat dengan Clarissa, salah satu obat ampuhnya ya hilang dari dia. Salma memejamkan matanya sejenak ketika menyandar ke suaminya di taman villa. Fariz paham, Faris ikut bahagia melihat kebahagiaan istrinya. Apapun akan is coba untuk melakukan demi istrinya bahagia dan terus tersenyum. Dia itu sangat penyayang. Luka sedikit saja pada istrinya, ia berusaha mengobatinya berkubik-kubik. Supaya luka-luka itu bisa benar-benar menyingkir dari istrinya. "Kamu itu loh, bisa banget nariknya," ucap Fariz "Narik apaan?" tanya Salma. "Narik baja, Cama," jawab Fariz. "Baja apa, sih? Gak jelas!" rajuk Salma yang kesal tidak pah
"Coba cari jawabannya sendiri," jawab Salma."Iiih, kamu dendam ya sama Capa,""Nggak Sayang, Cama cinta kok sama Capa," ucap Salma."Manisnya Cantikku, palingan karena kamu ingin ke kamar mandi dulu," ucap Fariz."Hahaha … masa ke kamar mandi satu jam?""Terus, apa dong?""Kamu nanya? Wkwk … Cama pun tak tahu kalau ditunda sebabnya apa, yuk berangkat!***Setelah beberapa hari, mereka pun pulang ke Jakarta. Di tengah perjalanan, Fariz memberhentikan mobilnya dan mengajak istrinya masuk ke restoran mewah.Namanya Restoran Micla. Fariz tahu hal tersebut memang restoran milik papanya Clarissa. Perusahaan papanya Clarissa sangat handal di bidang restoran.Salma tampak biasa saja dan senang masuk restoran itu, karena me
"Nggak mau," jawab Salma."Kenapa tidak mau?" tanya Fariz.''Malas ketemu Clarissa. Aku lihat SW sahabatnya, mereka mau kesana juga.""Cam, Naisa inginnya bareng kamu," ucap Fariz."Hhhh, ya udah kita belanja di tempat lain saja." Salma benar-benar malas berurusan dengan Clarissa.Fariz mengikuti kemauan istrinya. Meskipun tempatnya tidak yang sangat besar, tetapi, kalau istrinya nyaman, ia pun ikut nyaman juga. Fariz juga sangat malas bertemu mantannya itu.Dia itu nekatnya tidak tahu malu. Tidak peduli dengan tempat maupun keadaan. Yang penting dia mood mengganggu, ya sudah terjadilah ia membuat Salma tidak baik-baik saja."Nais, kita ke toko baru ya. Nais nanti kan mau beli mainan piano, berarti yang diambil juga piano aja, janji ya?" ucap Salma."Baik Ummah, Nais janji," ucap Hunaisa.&nbs
"Ada acara," jawab Fariz. "Yahh," keluh Salma. "Acara kantor, ya?" tanya Salma. "Betul sekali, Sayang." Fariz pamit, segera sholat Isyak ke masjid. Salma jadi menyiapkan baju kantornya Fariz. Padahal, malam itu ia ingin suaminya bebas di rumah menemani dia yang sedang sakit. "Buat apa baju kantor? Kok disiapin?" tanya Fariz setelah suaminya pulang dsri masjid. "'Buat Capa ke kantorlah, masa Cama siapin baju tidur," ucap Salma. "Huhuhuhu ... ya iyalah baju tidur, Cama kan mau ke kantor persatuan cm," ucap Fariz mendekati Salma yang terbaring. "Yang bener? Hah? Yeeee ... aku cariin baju yang bikin perut aku lebih sembuh kalau melihatnya," ucap Salma segera bangun dan mengambilkan bajunya Fariz. "Pasti bete banget, kan, Capa bilang mau ke kantor?" tanya Fariz. "Gak usah ditanya udah tahu dong. Istri sakit tuh ya ingin dimanja, apalagi yang modelan kayak aku, gak sakit pun selalu ingin dimanja, apalagi lagi sakit," omel Salma sembari memilihkan baju. "Kamu tuh emang t
"Baiklah, tapi jangan ditinggal keluar," ucap Salma. "Iya, kan Capa udah bilang, kalau mau temenin kamu," ucap Fariz. *** Seperti yang malamnya mereka lihat, ada kasus perceraian yang menyeret sahabat Fariz juga. Paginya ia mendapatkan chat untuk dimintai tolong menyadarkan suaminya. Istri dari sahabat Fariz tidak tega dengan anaknya. Padahal, istrinya sudah memaafkan suaminya yang selingkuh, demi kenyamanan anak mereka. Namun, ia laki-laki tetap saja mencari celah supaya menceraikannya. Fariz segera mengabari Salma. Salma juga ikut ke rumah tersebut. Istrinya meminta tolong Fariz, karena dia tahu keharmonisan keluarga Fariz. "Cam, sahabat Capa minta tolong, kamu ikut? Udah baikan belum perutnya?" tanya Fariz. "Alhamdulillah udah baikan. Iya dong, ikut, takut kamu digoda orang lain," "Astaghfirullah, Sayang!" Fariz membelai jilbab pink yang menempel di kepala istrinya. Rumah mereka lumayan jauh. Sampai di sana, si cowoknya memang sedang berada di luar. Hanya ada istri dan anak
"Mau diambilin apa?" tanya Salma. "Memangnya mau ke ruang tamu?" tanya Fariz. "Iya, jaket Cama di sana soalnya," ucap Salma. "Oooo, Capa cuma mau titip beberapa kata, gak usah lama-lama di luar kamar," pinta Fariz. "Duuuh, lebaynya!" Salma tersenyum centil kemudian melanjutkan jalannya. Salma juga tidak terlalu lama di luar. Untuk apa lama-lama di sana. Tanpa disuruh pun, ia juga bergegas ingin segera merebahkan tubuhnya di samping suaminya. Salma tidak sengaja menyenggol piring dan jatuh pecah. Fariz segera mencari sumber suara tersebut. Mertuanya sedang keluar, setelah mereka pulang tadi. "Panik, nggak? Hahaha …" tawa Fariz yang melihat istrinya seperti kepanikan. "Iiih, Cap! Kok malah diketawain? Ini piring Mami, gimana dong?" Salma merasa sangat panik. "Tenang, yang pecah itu piringnya, bukan mami dan bukan kamu. Beli lagi udah beres itu, sini biar Capa yang beresin," ucap Fariz menyingkirkan tangan istrinya dan menggantikan untuk memungut pecahan piring tersebut. Fariz t