"OMONG KOSONG APA INI!"
Lantang menggelegak kuat. Ares murka tak terima pemberitaan hebat mengenai dirinya segera menikah dengan seorang model cantik mencuat jadi buah bibir di tengah kecamuk hati tak kunjung reda. Ares risi—oh, tentu saja, kabar burung kali ini terselubung sebuah drama kacangan dari manusia tak bertanggung jawab.
Cih.
Lantas serta-merta dirinya terjamah api setelah membaca kalimat berjajar huruf kapital memuakkan dalam majalah tersebut. Ares langsung datang ke kediaman orang tuanya segera menuntut penjelasan. Marah, murka, jengkel serta dongkol seolah mendarah daging semenjak ia tak bisa lagi mengambil keputusan sendiri.
Perilaku otoriter sang Ayah kian menekan gerak serta napasnya. Menurut Ares, sifat sang ayah bukanlah seperti James kepala keluarga penuh kehangatan dan bijak dalam menyelesaikan masalah. Justru terlihat seperti Hitler sang Ketua Nazi. Kejam dan tak terbantahkan.
Obsidian pekat Ares semakin mengge
Terhitung ribuan kali, papa tampan buka tutup layar ponsel dengan alis terjungkit tinggi. Bukan sifat Ares sama sekali, harus tergganggu dengan hal berbau nomor tidak dikenal masuk menghubungi, tapi kali ini ia sangat didesak rasa penasaran hebat. Jangan salahkan Ares jika harus memberi tanda kutip pada nomor asing tersebut. Mm—yah tentu saja harus, dikarenakan dirinya sedang dilanda kegelisahan serupa mencari-cari nomor ponsel gadis pujaan hati yang kini tengah bermain petak umpet dengannya. Persisnya dua hari lalu, nomor asing tersebut tiba-tiba muncul dilayar ponsel Ares dengan satu panggilan tak terjawab. "Cherry?" Gumamnya terus fokus menatap ponsel mengabaikan kertas-kertas di atas meja serta email yang masuk ke dalam laptop. Hari beranjak siang dan Ares masih enggan menyentuh tugas harian. "Ares," pintu ruang kerja terbuka kasar lebar-lebar. Luke menarik napas payah serta mengatur suara dari ker
"Baby, aku menemukan—" Detik itu juga senyum indah menawan papa tampan luntur, rasa tenang bercampur lega sekonyong-konyong lenyap tersedot amarah. Manik pekat Ares terus menyorot tak suka pada pria di balik punggung gadis pujaan, tentu situasi depan mata ini tidak bisa ditolerir dengan sikap ramah. Pria mana dapat berpikir jernih tatkala rindu membuncah berkuasa lantas menemukan pria lain dalam kondominium gadis tercintanya. Tentu pikiran negatif muncul, lebih-lebih Cherry tinggal seorang diri dan ... oh, coba lihat sudut bibir congkak pria kurang ajar di sana, seolah ingin menggiring Ares untuk memberi buah cinta dari kepalan tangan atau paling tidak ia bisa mengumpat kata kotor. Pikiran absurd ditambah delusi subversif terus bekerja berkembang biak seperti bakteri jahat dalam tubuh menggerogoti hal positif sampai otaknya lumpuh. Keheningan datang, rasanya lidah pria itu kelu tidak mampu menggerakkan mulut sekadar menyapa baik. Apa ini juga disebut
Cup. Dalam kerjab mata Ares terkesiap, berselimut senang. "I'm fucking miss you," papa tampan berbisik melepas sebongkah rasa menyiksa. "Let me kiss you," bisik baritone lagi begitu rendah menyapa rungu, memberi gelombang riak aneh pada sekujur tubuh Cherry. Papa tampan menunduk mencari ranum kesukaannya lalu memagut lembut. Sukacita papa tampan menembus asa, di tengah aksi cumbu sudut bibir Ares terjungkit tipis, Cherry menyambut permainan Ares tak kalah lembut. Telapak pria itu menekan punggung Cherry lebih merapat pada tubuhnya. Lama, ciuman itu lambat lain berbumbu gairah. Hawa tubuh Cherry semakin meningkat, saat Ares mengubah posisi lebih berkuasa di atasnya. Jari papa tampan kelewat gesit membuka tiga kancing teratas piyama Cherry. Telapak lebar Ares bergerak memberi elus pada rahang Cherry sebentar, cumbuan pria itu turun mengecup sepanjang leher semakin panas kala bibirnya menyentuh kulit selangka. Merinding.
Merlin muda terbilang penuh pesona. Banyak laki-laki mendambakan menginginkan Merlin menjadi kekasih. Kehidupan masa muda wanita itu begitu menyenangkan dibalut banyak kisah romansa mengagumkan. Merlin muda juga bisa dikatakan centil, ia lebih memilih menghabiskan banyak waktu dengan bergonta-ganti pasangan demi mencari yang terbaik, mungkin juga semata hanyalah sebatas mencari pengalaman ataukah kepuasan, entahlah! Merlin masih mengingatnya. Detik-detik jantungnya berdegub kagum menatap seorang pria dewasa yang kerap kali datang berkunjung ke rumah orang tuanya. Interpretasi Merlin menyimpulkan pria itu 8 tahun lebih tua darinya. Wajahnya penuh binar jatuh pada pesona pria di sana. Lantas Merlin bergegas melangkah kala ia menemukan presensi sang Kakak baru saja menjauh dari kedua orang di sana tengah asik lempar kata. "Kau tahu dia ... pria di sana itu?" Tunjuk Merlin sambil berbisik pada kakak tersayang. Kakak Merlin melirik sejenak pada tamu
Valentine? Bukan. Hari spesial? Bukan. Hari kemerdekaan? Haha, apalagi itu, tentu saja bukan. Namun rasanya hari ini patut menjadi hari bersejarah selain tanggal ulang tahunnya. Hari ini terlalu indah sampai waktu memilih cepat berputar seolah ingin hari ini cepat menjadi kenangan. Mulai dari pagi beranjak siang berganti sore, kini bergulir malam Ares setia menemani Cherry yang masih harus banyak beristirahat. Pria tampan itu kerap kali menghubungi Luke jika membutuhkan sesuatu. Dari makan siang beli camilan serta belanja untuk isi lemari pendingin pun Luke lakukan. Oh, ingatkan Ares menambahkan bonus besar untuk Luke. Pandangan Ares beralih pada kaca besar apartemen belum tertutup tirai. Alhasil warna jingga lembut memenuhi ruangan serta memapar estetik sangat cantik pada paras ayu Cherry. Siang tadi gadis manis itu memilih merebahkan tubuh depan sofa lipat yang kemudian dilebarkan depan televisi. Dan Ares mela
Hati Terry terserang gundah lantaran putra kesayangan tidak kunjung memberi kabar. Terakhir bertemu pria besar itu kira-kira hampir satu Minggu yang lalu, keluar dari rumah setelah bicara singkat pada James dan pergi dalam keadaan murka. Tiga hari pasca kejadian Terry mencoba menghubungi, sekadar menanyakan kabar serta mendengar suara putra semata wayang baik-baik saja. Namun suara di seberang sana selalu menanam gelisah saat Terry lagi-lagi menerima sahutan dari mesin operator cantik. Ke mana pria besar itu?! Terry tahu James telah melakukan kesalahan fatal. Suaminya tidak memberi ruang privasi Ares seleluasa dulu. Terry belum bisa menghalau keinginan keras suaminya yang ingin menikahkan Ares dan Early. Bahkan ia sendiri terkejut mengetahui 45% dari persiapan pernikahan telah selesai. Ya Tuhan, sabda Terry mengeluh pada hari kian berjalan semakin mendesak dan mereka seperti tidak punya wewenang atau peluang untuk mengganti. Demi apa pun i
"Kau yakin?" "Hu'um sure," "Baby," "I'm ok." "Baby," "Sungguh, tak apa." "Sekarang?" Alis Ares terangkat tinggi lalu menghela napas, "Aku tidak ...." "Aku memaksa," "Oke, aku akan pelan-pelan." Gerakan Ares benar-benar slow motion sampai Cherry harus berpaling ke arah lain membekap mulut sendiri lalu mengulum senyum geli. Lantas sekejap mata gadis manis tersebut menggeleng kepala menyadari tingkah konyol kekasihnya. "Konyol," "Diamlah aku sedang berusaha fokus," Ares melirik, mencebik dengan wajah merengut masam. Cherry mutar mata malas, jari panjang Ares tidak akan pernah sampai tepat sasaran jika gerakannya seperti itu. Langsung saja Cherry jahil, sengaja menyenggol lengan kekasih tampan sampai pria itu terkejut. Ting. "Aduh, hei!" sungut pria itu pada kekasih manis. Cherry menjulurkan lidah, angkat kedua bahu acuh lantas mengayun kaki lebih dul
Jadi sebelum Ares melewati malam panjang dan berat lantaran godaan iman dari sang Kekasih pujaan. Sore harinya, setelah ia tiba di rumah, Ares lebih dulu bertemu sapa serta berbagi kebahagiaan pada sang Ibu. Kemungkinan setelah mendapat kabar dari Eric mengenai bayi besarnya telah sampai di bandara New York. Terry yang saat itu sedang menemani Prime bermain, tersenyum senang setelah membaca pesan. Melirik arloji, ia meminta Rira memandikan Prime sedangkan dirinya berencana membuat makan malam sederhana untuk menyambut putra kesayangan. Terlalu asik di dapur Terry lantas terkejut kala rungu wanita itu mendengar suara deru mobil. Senyum manis terbit menatap menu hidangan telah matang. Wanita paruh baya itu meminta maid untuk memindahkan daging tersebut ke atas piring juga menyiapkan saus pada mangkuk kecil lalu menyajikan hidangan ke meja makan. Sesudah mencuci tangan, ia terburu-buru menghampiri pintu utama ingin menyambut kedatangan Ares si Bayi besar.
Lantas kala kebahagiaan mengalir deras mampu menampilkan senyum dalam arti sesungguhnya. Cherry tidak lagi merasa sendiri ataupun kesepian jika ia berada di tengah keluarga. Cherry bisa merasakan cinta serta kasih sayang tulus dari kedua mertua, Lina juga lainnya. Seiring waktu bergulir kegiatan Cherry semakin bertambah, selain menjadi ibu rumah tangga, Cherry disibukkan sebuah bisnis kosmetik dengan Brand 'Queen Cherry' dan telah tersebar di beberapa negara. Sedikit cerita, dua Minggu setelah menikah Cherry meminta izin pada Ares untuk pergi ke Miami dengan alasan ia masih memiliki kontrak kerja sama dengan beberapa produk iklan serta ada satu dari perusahaan ternama. Cherry tahu konsekuensi yang ia dapat pasti akan sangat merugikan, juga harus membayar ganti rugi. Terlebih sepengetahuan Cherry anak magang ataupun model yang telah menandatangani kontrak tidak boleh menikah sampai batas waktu yang ditent
Suara tawa renyah Prime mengudara lantas menjerit kuat saat manik anak laki-laki itu melihat mommy Cherry berdiri di ujung tangga. "Mommy, I miss you," kata bocah laki-laki itu berjalan setengah berlari dikuti Rira dari belakang yang tampak ketakutan kalau Prime akan terjatuh. "Oh, ya Tuhan, hati-hati!" Kekehan kecil Cherry terdengar berselisih dengan rasa khawatir saat ia menyambut suara serta tingkah lucu Prime, membawa anak laki-laki itu ke dalam dekapan. "Me too, handsome," Cherry menoel hidung kecil Prime dan bocah itu tertawa riang. Ares tersenyum menawan, mencium gemas pipi Prime sebelum mengeluarkan protes. "Sama Daddy tidak rindu, ya?" Lucunya Prime menggeleng lantas menjawab dengan suara belepotan ala-ala anak seusianya. "I'm not miss you," Ares menutup wajah berpura-pura menangis sedih. Prime yang kala itu dalam gendongan Cherry mencoba meraih jari besar Ares bermaksud menjauh tangan besar itu dari
Kalian pasti mengenal kata euforia, bukan?! Salah satu aksen wujud nyata sebuah kegembiraan tak terbatas, bersemangat, bergairah dan ... ah, tentu saja sangat intens. Kali ini euforia datang secara mendadak kelewat serius sampai si Pemilik ikatan dibuat canggung serta linglung. Kebahagiaan dari komitmen lembaran baru singgah menyapa Ares Allan yang berhasil memberi gelar gadis pujaan bernama Qyana Thomas sebagai istri sah miliknya, memberi warna juga bentuk lain memaknai kisah mereka di atas kanvas bernama takdir yang mengharukan. Detik menjelang kebahagiaan lidah Ares nyaris terkilir melecut kata penolakan. Sungguh papa tampan merasa bersyukur mampu mengendalikan diri. Beralih pada Cherry, gadis bernama asli Qyana Thomas sempat salah tingkah mendapati detik demi detik dalam hidupnya digulung ombak kebahagiaan kental. Cherry hampir tidak percaya, mendapat hadiah terbaik di hari yang tidak pernah ia duga. Yah, kedua insan di sana masih semp
Terry tampak gelisah. Kaki wanita paruh baya itu tidak henti menyapu marmer pada jejak yang sama. Menggigit kuku jari telunjuk polos tanpa pewarna, sesekali Terry menoleh berharap seseorang yang ia nantikan muncul dari balik pintu utama. "Apa benar, ya?" monolog Terry, membuang napas halus. "Percaya atau tidak ya?!" Wanita paruh baya di sana terlihat bimbang mengenai ucapan sang suami. Terry sempat memasang wajah sangar kala James tiba-tiba membangunkan dirinya untuk terjaga sesaat dan menunggu pria itu kembali ke rumah. Tentu saja bukan hal mudah untuk James langsung keluar rumah begitu saja mengingat langit di luar masih tampak sangat gelap, yang lebih utama, besok adalah hari penting untuk putra mereka. "Bagus, kau ingin lepas tangan atas nasib putramu sekarang." Kalimat ketus istri tersayang langsung hinggap ke telinga tepat setelah kelopak Terry terbuka, serta-merta menyidik sinis penampilan rapi James dari atas sampai bawah
5 jam sebelum pernikahan .... Cherry belum mau beranjak dari sofa dekat jendela kamar. Gadis itu sedang berusaha melepas kisah asmara yang dalam hitungan jam ke depan menjadi kenangan. Cherry tersenyum memandangi bulan indah bersinar terang di atas sana. "Ayah," Cherry memanggil lemah. "Beri aku waktu melupakan kisah indah ... hatiku sedang sesak." Menunduk sesaat menyimak ribuan lampu-lampu menyala di luar sana lalu padam satu per satu. Tidak ada air mata tumpah menganak sungai, namun sesekali arah pandang gadis manis itu tampak buram segera mungkin mengerjab, ia melapangkan hati ... kuat. "Ayah ... bagaimana kabar ibuku?" alih-alih mengutarakan rasa tidak nyaman dalam hati, Cherry justru bertanya tentang ibu kandungnya. "Aku tahu, kalian pasti sudah bertemu dan bahagia di sana. Tenang saja aku tidak percaya cerita Ibu Merlin tentang ibu kandungku Merlina." Menggeleng lucu seolah kedua orang tuanya ada di hadapan sedang
Tanpa harus menggali lebih jauh Ares tetap tahu apa yang ada di dalam lubuk hatinya. Apa yang membuat dirinya jatuh dan sakit berkepanjangan. Tidak ingin larut dalam kesedihan, pria itu menambah waktu sibuk guna melepas beban pikiran tertinggal dari segala persoalan yang tak kunjung ada jalan keluarnya. Dilema berkepanjangan ini sangat menguras pikiran juga menusuk menyiksa batin si Pria tampan, serta merta lupa memberi asupan terpenting saat tubuhnya lelah. Yah, Ares memilih cara menyakiti diri sendiri memaksakan kehendak pada tubuhnya harus tetap terjaga kala lelah menyerang. Pernah suatu malam Ares diajak berpikir keras. Duduk di ruang tamu kamar hotel ditemani Luke juga satu botol Martini, papa tampan kerap bertanya, siapa yang harus disalahkan atas dilema berkepanjangan ini?! Saat itu Luke memberi jawaban cukup bijak membantu hatinya yang terluka terlapisi rasa tenang. Ayah, Ibu, Early, Tante Merlin atau sifat naif dari gadis manis yang mas
Dua Minggu pasca kejadian memuakkan Ares tidak memberi perintah apa pun pada Eric. Papa tampan lebih memilih bertindak berhati-hati. Mengikuti segala keputusan atau lebih tepatnya perintah sang Ayah tanpa harus kembali bersuara. Ares selalu datang jika sang Ayah hanya mengirim sebuah pesan sekali pun, lantas mengabulkan segala perintah dari James yang membuatnya terlihat seperti orang bodoh karena tidak bisa membangkang. Berbalik tiga ratus enam puluh derajat dengan keinginan hati. Ares memendam pedih di hatinya, tetap beraktivitas memasang wajah tenang setiap waktunya. Tidak ada yang tahu jika setiap malam papa tampan bahkan sulit untuk memejamkan mata. Ia harus bertahan, tetap mencari jalan keluar tanpa dicurigai. "Ya Tuhan, coba lihat putriku ini sangat cantik." Puji Merlin melihat putrinya memakai gaun pengantin indah. Si Pemilik butik tersenyum lembut, "Benar, kau sangat cantik." Mereka tertawa riang dan Early harus berpura-pura men
Ares memutar bola mata malas lalu menutup pintu mobil kasar. Melangkah masuk area gedung yang sama sekali tidak ada dalam daftar jadwal kegiatan pria itu. Kalau bukan karena sang Ibu dirinya tidak akan sudi melakukan hal sia-sia seperti ini. Pintu lift terbuka, langkah Ares semakin berat kala manik pekat milik papa tampan menangkap pintu kamar rawat beberapa centi meter dari jaraknya. "Anda melupakan sesuatu, Tuan Ares." Tepat empat langkah sebelum mereka sampai depan pintu kamar rawat Luke menyapa ramah. Sekretaris Ares mengulurkan tangan memberi sesuatu yang terlihat mengerikan di mata Ares. Manik hitam Ares menyimak wajah Luke yang kini tengah menahan senyum laknat lalu bergulir pada tangan pria itu. "Hei, bedebah." Luke menatap wajah Ares. "Ya, bajingan," balas Luke kalem. Dagu Ares bergerak satu kali menunjuk benda di tangan Luke. "Kenapa beli hal busuk mengerikan seperti itu?" "Aku tidak tahu jenis-jenis b
Leon menarik napas lega, baru saja pemuda itu hendak membuka minuman kaleng, maniknya menangkap gerakan tangan Early. Leon mendekati ke sisi ranjang. "Ah, putri tidur sudah bangun rupanya, jangan paksakan tubuhmu untuk bergerak." Leon menekan tombol pemanggil suster penjaga. Tidak lama suster penjaga datang. "Tolong panggilkan dokter, dia sudah siuman." Suster bergegas memanggil dokter. "Biar aku periksa," sapa seorang dokter pada pemuda Thomas. Leon memberi ruang pada dokter. Suster mencatat data baru dari pasien. "Syukurlah, masa kritis pasien telah lewat. Biarkan ia beristirahat lebih banyak dan beri air putih secukupnya, aku akan datang dua jam lagi untuk pemeriksaan lebih lanjut." "Ya, terima kasih." Melihat dokter serta suster telah keluar pintu. Leon menghampiri Early. "Leon," panggilan Early lemah nyaris seperti sebuah bisikan. "Ya," Leon me