Share

Bab 2

Author: Angkasa Diana
last update Huling Na-update: 2022-04-23 17:40:22

“Dean, gimana dengan balapan kemarin, sudah keluar belum hasilnya” Arun senam pagi sembari melakukan panggilan video dengan temannya Dean dari sektor 157. Selain ketat dalam hal waktu tidur, ayahnya Arun juga ketat dalam hal olahraga. Walaupun tubuh yang mereka gerakan adalah tubuh virtual, bukan tubuh asli yang memiliki otot dan neuron yang autentik, tapi sinyal-sinyal di otak tetap ditransmisikan dan jalur transmisi neuron dapat juga terbentuk. Malahan di Metaverse ini pembentukkan jalur transmisi neuron lebih mudah dilakukan daripada di dunia nyata. Untuk mempercepat hal itu, atlet-atlet pre-Metaverse melakukan simulasi latihan olahraga yang menjadi keahliannya menggunakan online simulasi. Walaupun pada akhirnya olimpiade atau cabang olahraga lainnya yang membutuhkan gerak tubuh menjadi tidak populer lagi semenjak eSports naik daun dan mengalihkan perhatian penikmat olahraga.

“Gak tau nih, aku bingung Run. Abisnya pengukur kecepatannya mati waktu automobilmu dan punya si Anji ngelewatin garis finis. Lagian tumben kamu peduli banget sama siapa yang jadi pemenangnya. Kamu butuh duit Run?” Arun mengedikkan matanya. Ia teringat lagi pada saat Anji mengejeknya karena Arun adalah satu-satunya perempuan yang ikut balapan pada saat itu. Masalahnya Anji itu adalah jenis orang yang sering menyombongkan keahliannya, walaupun memang kemampuannya sejalan dengan besar egonya. Jenis orang seperti ini yang membuat Arun memiliki keinginan yang tinggi untuk mengalahkannya. Arun ingin menginjak-injak egonya seperti lantai port teleportasi.

Senyuman sinis terbentuk diwajah Arun tanpa ia menyadarinya. Dean yang dari tadi menunggu jawaban dari pertanyaannya menunjukkan wajah bingung. Dean berpikir apa mungkin benar Arun butuh uang, tapi bukannya Arun anak orang kaya, jangan-jangan keluarganya Arun bangkrut jadinya sekarang Arun harus menghidupi dirinya sendiri. Matanya Dean mulai dipenuhi air mata haru, lalu tangannya menutupi mulutnya agar dapat menahan suara sesenggukan yang sepertinya akan keluar dari mulutnya.

Arun yang dari tadi pikirannya ada di tempat lain akhirnya sadar diri dan baru mau menyangkal pernyataan Dean. Tapi melihat reaksi Dean yang terpancar dari persokomnya, Arun menjadi ikut bingung. ‘Ini anak kenapa lagi?’ Pikir Arun. Wajahnya Dean terlihat memerah dan suara sesenggukan mulai terdengar dari persokom Arun.

“Dean, kamu kenapa?”

“Arun udah gak punya duit lagi, udah gak bisa traktir kita lagi ke tempat taman bermain yang seru, uwaaaaa!!!” Arun menjadi semakin bingung akibat tingkah laku aneh temannya ini. Pasti otaknya mulai error karena terlalu banyak dicekoki oleh film-film konspirasi dunia zaman pre-Metaverse.

“Wanda, aku di sini!” Arun melambaikan tangannya ke arah wanda yang baru saja muncul dari transfer port. Gadis yang memakai gaun merah muda yang dihiasi dengan renda bertumpuk dan aksen bunga dan rok yang mengembang itu, datang menghampiri Arun sambil tersenyum. Satu tangan wanda menegakkan payung penghalau matahari dan tangan satunya memegang tas kecil yang berwarna senada dengan pakaiannya.

Wanda memeluk erat Arun dan Arun juga balik memeluk wanda dengan antusiasme yang sama. Arun mengapresiasi pakaian yang digunakan Wanda dari atas sampai bawah.

“Ini apa?” Arun mengangkat kain yang disampirkan di pundak Wanda.

“Ini namanya Capelets.” Wanda menjelaskan dengan suara yang lemah lembut.

Bibir Arun membentuk huruf O, tanda ia mengerti. Walaupun sebenarnya dia tidak terlalu mengerti. Mungkin karena nenek moyangnya Arun menyukai memakai pakaian yang simple, bahkan palet warna yang sama sepanjang hidupnya, selera fashion Arun jadinya nol, besar.

“Ini lagi cosplay karakter apa?” Arun mencoba menebak karakter game mana yang Wanda tiru. Atau malah karakter baru dari film yang baru rilis.

“Bukan, ini tuh cuma pakaian biasa sih, nama gayanya gaya Lolita. Cantik gak?” Wanda memutar tubuhnya untuk memamerkan pakaian barunya. Roknya yang mengembang itu terlihat bertambah megar.

“Cantik, baju apapun yang kamu pakai keliatan cantik,” Arun mengacungkan kedua jempolnya ke arah Wanda. Wanda menunjukkan senyum puas atas pujian ringan dari Arun. Wanda sebenarnya tahu kalau Arun memang tidak mengerti sama sekali tentang fashion, tapi tidak ada salahnya untuk senang karena pujian teman.

“Hayuk kita masuk ke tokonya.” Wanda menunjukkan toko baju yang terlihat elegan di tengah-tengah alun-alun kota. Toko itu dikelilingi  oleh jalan besar, tidak seperti toko lainnya yang terapit oleh gedung-gedung lain.

“Eh, itu toko ya? Aku kira itu gedung kantor?” di wajah Arun terpampang kebingungan yang tidak dibuat-buat. Wanda menghela napas karena tingkah teman kecilnya ini.

“Iya, udah dari dulu itu tokonya berdiri disitu, emangnya kamu gak pernah masuk run?” Arun mengernyitkan dahinya dan mengedikan kepalanya. Wanda menunggu jawaban Arun dengan tidak sabar.

“Sudahlah, kita masuk aja. Nunggu kamu inget tentang hal-hal yang gak berhubungan sama kode atau mobil kayak nunggu ikan bisa jalan ke darat.” Wanda memegang tangan Arun dan menarik badannya yang sedikit lebih tinggi itu ke arah Toko.

Toko yang dimaksud Wanda itu lebih seperti butik dengan baju-baju buatan perancang desain yang terkenal. Dengan bentuk-bentuk dan bahan-bahan yang diluar nalar, dan harga yang juga diluar nalar. Akan tetapi gedung tokonya sendiri berbentuk seperti kotak dengan aksen garis-garis minimalis. Tidak seperti toko lainnya di alun-alun, dengan warna neon dan pajangan yang luar biasa, toko ini berwarna coklat kayu. Karena itu, Arun mengira gedung itu bukan toko, tetapi kantor.

“Selamat datang di Seraphim. Tingkatan kecerdasan gaya anda dengan Seraphim.” Pramuniaga yang merupakan ANI (Artificial Narrow Intelligence) menyapa Arun dan Wanda saat mereka memasuki toko tersebut. Arun terdiam memandang ANI yang memiliki desain yang sangat cantik itu. Wanda, melihat Arun yang memasang wajah terperangah, mendesah pelan dan lanjut menyeret Arun lebih dalam memasuki toko.

Hologram model-model yang mengenakan pakaian dari berbagai jenis dan ukuran terpampang di dinding-dinding toko dari bawah sampai ke langit-langit. Ini pertama kalinya Arun melihat design ANI yang melimpah sampai-sampai tidak ada karakter yang memiliki bentuk yang sama. 

“Buset, Toko ini pasti kaya raya ya Nda. ANI yang mereka punya sangat variatif. Dan bukan cuma ganti warna rambut dan warna kulit aja, tapi juga bentuk tubuh dan wajah.” Arun menjadi sedikit heboh dengan penemuannya yang baru ini. Bukannya Wanda tidak tertarik. Waktu pertama kali kesini juga Wanda mengalami kultur syok yang sama dengan Arun. Tapi kita kesini untuk belanja baju bukan untuk analisis ANI. Dihadapi dengan Arun yang memasang mata berbinar tertuju ke arahnya, akhirnya Wanda mengambil tempat di cafe khusus untuk pembeli istirahat dan mulai menjelaskan sejarah ANI dari Seraphim.

“Wah, orang yang kemarin kalah ada disini rupanya.” Tiba-tiba suara dengan nada mengejek terdengar dari pintu masuk cafe. Wanda dan Arun langsung menoleh ke arah sumber suara tersebut. Melihat manusia yang melontarkan ejekan tadi, Arun langsung mengernyitkan wajahnya dengan sebal. Anji ada disini rupanya. Arun belum selesai berurusan dengan Anji soal balapan kemarin. Anji menunjukkan wajahnya dengan angkuh, menantang Arun untuk membalasnya.

Arun spontan berdiri dan melangkahkan kakinya ke arah Anji untuk menyelesaikan urusan mereka. Tetapi wanda lebih cepat dari Arun. Dengan gesit, Wanda menghalangi Arun dengan tangan terbuka lebar, dan punggung ke arah Anji menutupi mukanya yang sangat menyebalkan.

“Inget, kita kesini untuk beli baju, bukan untuk berantem,” Wanda mendengus dengan keras ke arah Anji, dan dengan langkah lebar berjalan ke arah display pakaian yang sudah diincarnya dari tadi. Tangan kanannya menarik tangan Arun dengan kencang. Arun sampai tergopoh-gopoh mengikuti Wanda. Sambil melihat ke arah Anji, Arun berteriak,”Nanti malam, jangan lupa kita balapan ulang!” Arun menunjukkan jari tengahnya ke Anji sambil membuat wajah mengejek. Anji terlihat mengembalikan ejekan Arun dengan antusias yang sama.

Dengan sedikit gangguan, waktu belanja Wanda berjalan dengan lancar. Wanda memilih beberapa model baju populer di kalangan Cosplayer dengan warna-warna pastelnya. Dan setelah itu mereka berpisah, Wanda melanjutkan belanjanya sedangkan Arun pulang untuk memeriksa keadaan mobilnya. 

Arun memeriksa performa mobilnya dan menganalisis program yang cocok untuk medan balapan nanti.

“Meow~,” tiba-tiba terdengar suara kucing dari kompartemen belakang mobilnya.

Kaugnay na kabanata

  • Invasi Metaverse   Bab 3

    “Dean!” sapa Arun sesampainya di arena balap. Sektor 156 telah menjadi arena balap liar sejak bertahun-tahun yang lalu. Sektor ini dibangun dekat dengan sektor 157, sektor yang menjadi tempat tinggalnya para Gurem. Di sektor 156 hanya tertinggal toko-toko kecil dan bangunan yang sudah tidak dirawat, dengan program yang sangat kuno. Bahkan ANI yang ada hanya berupa ANI awal dengan tampilan primer yang telah digunakan sejak lama. Pemilik toko yang lama mungkin sudah melupakan toko yang mereka bangun di sektor ini dan telah pindah ke sektor-sektor besar.Arun sudah mengganti bajunya dengan gaya baju pembalap, overall ketat dengan desain yang pas di badan dan ramping juga dihiasi dengan warna favorit Arun, yaitu coklat dan merah. Arun menghampiri Dean sambil membawa kucing yang dia temui di dalam mobil balapnya tadi.“N

    Huling Na-update : 2022-04-24
  • Invasi Metaverse   Bab 4

    Dean berhenti mengotak-atik data si kucing saat balapan dimulai. Informasi yang didapat dari kucing ini hanya nama dan jenisnya saja. Bahkan umur kucing itu tidak tersedia di pusat datanya. Nama kucing ini adalah Liye, dan merupakan jenis kucing Tabby. Tidak ada nama akun yang terhubung, atau bahkan nama produser ANI hewan peliharaan yang biasanya tersedia sebagai informasi dasar produk ANI dari segala jenis.Kerutan di dahi Dean menjadi semakin dalam akibat keanehan yang dirasakannya dari kucing Liye. Si kucing sendiri hanya memandang Dean dengan mata bulat besarnya. Liye mengeong dengan lembut dan mulai menyundul tangan Dean yang terdiam karena sedang berpikir keras.Tiba-tiba suara tembakan terdengar, yang menandakan balapannya telah dimulai. Dean tersadar dari renungannya. Dean langsung lari ke tempat bandar balapannya. Disana pe

    Huling Na-update : 2022-04-25
  • Invasi Metaverse   Bab 5

    Matahari virtual terbit dari arah timur, menyinari sebagian distrik metaverse. Sinarnya menyirami tanaman-tanaman virtual yang bertebaran di taman depan sebuah rumah yang berwarna putih tulang. Berbagai jenis bunga di situ selalu mekar sepanjang tahun, tidak peduli dengan iklim dan daerah asalnya. Pemandangan itu terlihat seperti surga yang dibayangkan oleh manusia pre-metaverse.Di Sebuah kamar yang memiliki dekorasi minimalis, terlihat sosok laki-laki yang sedang tertidur. Dia menggunakan baju tidur berbahan katun warna biru tua yang terlihat nyaman dipakai. Selimut beludru berwarna hitam yang senada dengan warna spreinya tersampir di atas badannya. Di atas sprei itu, berbaring anjing hitam yang juga ikut tidur bersama tuannya. Lelaki itu memeluk anjing tadi seakan pengganti bantal guling.Selang beberapa saat anjing it

    Huling Na-update : 2022-04-26
  • Invasi Metaverse   Bab 1

    “Dimana pelakunya?”Lelaki berbadan tinggi, dengan kaki yang jenjang dan siluet yang tegas menghampiri dua opsir jaga yang sedang berdiskusi di pinggir jalan. Kedua opsir tersebut berdiri di sebelah mobil patrol yang masih menyiarkan bunyi siaga. Lampu kerlap-kerip berputar diatas mobil hitam putih tersebut. Mendengar suara lelaki itu, kedua opsir jaga itu langsung berbaris rapih, dan menegakkan tulang punggung mereka, sambil mengangkat tangan mereka diatas kepala untuk memberikan penghormatan.“Siap, Laksamana! Terduga pelaku melarikan diri ke arah Sektor 157, sektor yang biasa menjadi tempat tinggal para ‘Gurem’. Diduga pelaku berkomplot dengan Gurem.” Opsir pertama memberikan laporannya dengan suara lantang.“Pantas saja, Gurem soalnya.” Opsir kedua membisikkan opin

    Huling Na-update : 2022-04-22

Pinakabagong kabanata

  • Invasi Metaverse   Bab 5

    Matahari virtual terbit dari arah timur, menyinari sebagian distrik metaverse. Sinarnya menyirami tanaman-tanaman virtual yang bertebaran di taman depan sebuah rumah yang berwarna putih tulang. Berbagai jenis bunga di situ selalu mekar sepanjang tahun, tidak peduli dengan iklim dan daerah asalnya. Pemandangan itu terlihat seperti surga yang dibayangkan oleh manusia pre-metaverse.Di Sebuah kamar yang memiliki dekorasi minimalis, terlihat sosok laki-laki yang sedang tertidur. Dia menggunakan baju tidur berbahan katun warna biru tua yang terlihat nyaman dipakai. Selimut beludru berwarna hitam yang senada dengan warna spreinya tersampir di atas badannya. Di atas sprei itu, berbaring anjing hitam yang juga ikut tidur bersama tuannya. Lelaki itu memeluk anjing tadi seakan pengganti bantal guling.Selang beberapa saat anjing it

  • Invasi Metaverse   Bab 4

    Dean berhenti mengotak-atik data si kucing saat balapan dimulai. Informasi yang didapat dari kucing ini hanya nama dan jenisnya saja. Bahkan umur kucing itu tidak tersedia di pusat datanya. Nama kucing ini adalah Liye, dan merupakan jenis kucing Tabby. Tidak ada nama akun yang terhubung, atau bahkan nama produser ANI hewan peliharaan yang biasanya tersedia sebagai informasi dasar produk ANI dari segala jenis.Kerutan di dahi Dean menjadi semakin dalam akibat keanehan yang dirasakannya dari kucing Liye. Si kucing sendiri hanya memandang Dean dengan mata bulat besarnya. Liye mengeong dengan lembut dan mulai menyundul tangan Dean yang terdiam karena sedang berpikir keras.Tiba-tiba suara tembakan terdengar, yang menandakan balapannya telah dimulai. Dean tersadar dari renungannya. Dean langsung lari ke tempat bandar balapannya. Disana pe

  • Invasi Metaverse   Bab 3

    “Dean!” sapa Arun sesampainya di arena balap. Sektor 156 telah menjadi arena balap liar sejak bertahun-tahun yang lalu. Sektor ini dibangun dekat dengan sektor 157, sektor yang menjadi tempat tinggalnya para Gurem. Di sektor 156 hanya tertinggal toko-toko kecil dan bangunan yang sudah tidak dirawat, dengan program yang sangat kuno. Bahkan ANI yang ada hanya berupa ANI awal dengan tampilan primer yang telah digunakan sejak lama. Pemilik toko yang lama mungkin sudah melupakan toko yang mereka bangun di sektor ini dan telah pindah ke sektor-sektor besar.Arun sudah mengganti bajunya dengan gaya baju pembalap, overall ketat dengan desain yang pas di badan dan ramping juga dihiasi dengan warna favorit Arun, yaitu coklat dan merah. Arun menghampiri Dean sambil membawa kucing yang dia temui di dalam mobil balapnya tadi.“N

  • Invasi Metaverse   Bab 2

    “Dean, gimana dengan balapan kemarin, sudah keluar belum hasilnya” Arun senam pagi sembari melakukan panggilan video dengan temannya Dean dari sektor 157. Selain ketat dalam hal waktu tidur, ayahnya Arun juga ketat dalam hal olahraga. Walaupun tubuh yang mereka gerakan adalah tubuh virtual, bukan tubuh asli yang memiliki otot dan neuron yang autentik, tapi sinyal-sinyal di otak tetap ditransmisikan dan jalur transmisi neuron dapat juga terbentuk. Malahan di Metaverse ini pembentukkan jalur transmisi neuron lebih mudah dilakukan daripada di dunia nyata. Untuk mempercepat hal itu, atlet-atlet pre-Metaverse melakukan simulasi latihan olahraga yang menjadi keahliannya menggunakan online simulasi. Walaupun pada akhirnya olimpiade atau cabang olahraga lainnya yang membutuhkan gerak tubuh menjadi tidak populer lagi semenjak eSports naik daun dan mengalihkan perhatian penikmat olahraga.“Gak tau

  • Invasi Metaverse   Bab 1

    “Dimana pelakunya?”Lelaki berbadan tinggi, dengan kaki yang jenjang dan siluet yang tegas menghampiri dua opsir jaga yang sedang berdiskusi di pinggir jalan. Kedua opsir tersebut berdiri di sebelah mobil patrol yang masih menyiarkan bunyi siaga. Lampu kerlap-kerip berputar diatas mobil hitam putih tersebut. Mendengar suara lelaki itu, kedua opsir jaga itu langsung berbaris rapih, dan menegakkan tulang punggung mereka, sambil mengangkat tangan mereka diatas kepala untuk memberikan penghormatan.“Siap, Laksamana! Terduga pelaku melarikan diri ke arah Sektor 157, sektor yang biasa menjadi tempat tinggal para ‘Gurem’. Diduga pelaku berkomplot dengan Gurem.” Opsir pertama memberikan laporannya dengan suara lantang.“Pantas saja, Gurem soalnya.” Opsir kedua membisikkan opin

I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status