Clara mengangguk-angguk tanda mengerti. Dia tarik kembali tangannya.“I want to have my own car. Aku mau jual mobil itu biar bisa beli yang baru. Jadi, kamu harus segera dapat SIM A.”Vincent hanya tersenyum simpul mendengar permintaan Clara.“Mau makan apa?” tanya Vincent.Inilah acara kami sekarang. Makan malam.“Hm… terserah,” ujar Clara sambil naik ke boncengan Vincent.Vincent tidak bertanya lagi. Sepertinya dia sudah tahu harus ke mana. Clara tahu Dia bisa mengandalkannya. Clara memikirkan cerita yang hari ini sibuk Ditulisnya. Baru sampai delapan halaman tetapi Clara ingin Vincent membacanya. Akhirnya, Mereka tiba di suatu tempat dan Clara membuka matanya.“Sudah sampai,” Vincent memintanya turun secara halus.“Hah? Kita di mana? Kita makan apa?” tanyanya mulai panik saat turun sambil melepas helm.“Makan bakso,” jawab Vincent polos.Vincent membawanya ke warung tenda kaki lima di pinggir jalan.“Vin! Aku… nggak mau makan di sini,” ujar Clara lirih.“Lho, kenapa? Katanya kamu s
Viona mengajaknya double date. Dong Jun oppa yang menentukan tempatnya, sebuah restoran Korea mahal yang pengunjungnya kebanyakan adalah orang asing. Clara tidak yakin ini akan membuat Vincent nyaman. Dia tidak akan sanggup membayar menu yang ada di sana. Kemungkinan besar, Dong Jun oppa akan mentraktir mereka. It’s fine for me but… bagaimana dengan Vincent? Apa dia akan baik-baik saja? Apa dia akan merasa terhina?“Viona…” Sapanya saat telepon Clara sudah diangkat oleh Viona.“Soal nanti malam, bisakah kita ganti lokasi? Why? You know what Vincent is! Dia nggak akan sanggup bayar untuk makan di tempat seperti itu! He is just a kid! Dia hanya anak kuliah…. No, no…. Aku nggak bisa bayanginperasaannya. Come on…“Clara sayang…” sela Viona.“Dia harus mengenal kehidupanmu dan teman-temanmu. Ada atau tidak ada Vincent, kita sudah seperti ini. Let him know.”“No I don’t want him to know…” Clara berusaha membela Vin cent.“Ini masalah keuangan. Clara yakin, saat dia sudah lulus dan bisa
“Supaya kamu cepat lulus!” jawab Clara sengit.Entah apa yang dipikirkan Vincent sekarang.Did he get the point? Vincent memutuskan untuk keluar dari kursus bahasa Inggris, padahal ujian kenaikan level belum diadakan. Vincent bilang sekarang harus kuliah dan bekerja jadi dia tidak punya waktu untukmelanjutkan kursus. Sejujurnya, Clara agak kecewa dengan keputusannya. Bukankah dia memang harus memperdalam kemampuan bahasanya? Namun, Clara juga tidak bisa menyalahkan keinginannya untuk kuliah sambil bekerja paruh waktu. Di satu sisi, Claraberpikir apakah ini gara-gara Clara terlalu mendesaknya? Apa Vincent merasa malu dan rendah diri karena dirinya hanya seorang mahasiswa yang belum berpenghasilan?“Waktu SMA, Aku sekolah sambil kerja. Ayahku waktu itu sakit stroke dan ibu usaha katering. Aku kerja buat bayar sekolah sendiri. Pas kuliah, kondisi keluarga sudah lebih baik, ayah sudah sembuh. Tapi sekarang Aku mau kerja lagi. Aku ingin bantuin orangtua. Aku masih punya tiga adik,” tera
“Oh iya,” ujarnya. Clara sampai lupa.Clara harus membuat muridnya makan sampai kenyang dan tidak akan membiarkannya membayar semua pesanan makanan.“Ada yang ingin kamu ceritakan, Steve?” tanya Clara langsung dan mulai serius setelah mereka memesan makanan pada seorang pelayan wanita.“Bagaimana sekolah? Katanya kamu habis diskors?”Steven mengangguk jujur.“Iya, Miss. Aku membolos. Waktu itu ulang tahunku yang ke-17… main sama teman-teman. Pesta di rumah. Terus ke puncak… nggak pulang tiga hari….” Clara membelalakkan mata.Begitu beraninya anak-anak sekarang.“Oya, lalu? Ngapain aja kalian? Nyesel sekarang?”“Nggak nyesel juga, Miss,” ujar Steven mantap.Clara menghela napas.“Steven sayang, tapi lain kali kalau pergi harus bilang-bilang. Kamu nggak bisa nggakpulang selama tiga hari, bolos sekolah… sama siapa saja kamu? Ngajak cewek-cewek, hah? Pacaran? Menginap di vila? Sangat bahaya kalian pergi tanpa pengawasan orang dewasa….”“Kami tau diri kok, Miss. Kami nggak aneh-aneh….”“Te
Clara menunggu Vincent hingga selesai kerja. Tidak peduli dia mengabaikannya pulang, tetapi Clara menolaknya. Mereka berpisah di bawah lalu Clara kembali lagi ke dalam. Pasti tidak lama lagi dia pulang. Clara akan menunggunya.Entah mengapa, tiba-tiba Clara merasa kehadirannya tidak diinginkan oleh Vincent saat ini. Dia sengaja mengabaikannya. Ini pertama kalinya, Clara melihat tingkah Vincent yang tidak dewasa. Dia tidak melihatke arahnya. Dia bahkan tidak mau bicara sepatah kata pun. Padahal, seharusnya dia tahu, tanpa Clara memberi tahunya pun, Clara disini untuknya. Mungkin seharusnya tadi Clara pulang bersama Steven.Dengan geram, disambar tasnya dan berjalan ke pintu keluar. Siang sudah berganti petang, tetapi Vincent tidak juga menunjukkan sedikit pun kalau dia peduli.“Clara!” Baru beberapa langkah Clara berjalan ke luar, Vincent memanggilnya.Clara langsung berbalik. Itu yang diharapkannya dari tadi. Kenapa baru sekarang menyapanya?“Lima menit lagi,” ujar Vincent datar.Mau
Sepanjang perjalanan, tanpa sadar tidak sekali pun Clara tersenyum. Hatinya dipenuhi pemikiran dan ingatan akan pengkhianatan Louis padanya. Betapa dia tega melakukan semua ini terhadapnya. Ingin sekali Clara bisa membalas, tetapi tidak ada yang bisa Clara lakukan. Clara dan Vincent termasuk salah satu tamu yang datang paling awal. Bahkan pasangan pengantin pun belum tiba di tempat resepsi. Viona dan Dong Jun oppa juga belum kelihatan.“Pengantin perempuannya cantik sekali, ya. Tadi aku berpapasan di luar,” terdengar suara seorang wanita setengah baya.“Si Gisell, ya…” ujar wanita yang lain.Clara sedang berada di dalam toilet wanita dan tanpa sengaja mendengarkan dua orang ibu-ibu sedang membicarakan tentang Louis dan Gisell. Entah kenapa Clara sedikit tertarik dan menahan diri sejenak untuk tidak keluar dari toilet.“Bukannya si Clara, ya….”“Clara… ah, sudah putus itu. Baru-baru saja. Kasihan sekali….”“Kabarnya, sih, Clara diselingkuhi. Tapi itu gosip, sih. Nggak tahu juga….”“Y
Clara hanya diam. Hatinya sedang bergumul. Ternyata Mereka memiliki pandangan yang berbeda. Apa yang harus di lakukan? Apakah Clara egois kalau Dia mempertahankan cincin ini untuk kumiliki?“Lepaskan. Suatu hari, aku akan membelikanmu cincin yang lain. Bisakah kamu menunggu?” Vincent bicara tanpa menatapnya.Pasti dia sudah sangat jengkel. Clara menghela napas panjang. Clara memandangicincin di jemarinya.“Clara!” Vincent memanggilnya dengan nada agak keras. Untung pada saat itu Viona dan Dong Jun oppa datang.“Hai, kalian datang…” seru Viona senang.Kegirangannya memecah ketegangan di antara Clara dan Vincent. Mungkin sekarang rupa Mereka sangat pucat pasi. Clara menurunkan tangannya. Sayangnya, semua belum berakhir. Clara dan Vincent sama-sama tidak betah berada di tempat itu terlalu lama.“Kalau kamu nggak lepasin cincin itu, aku akan memukul Louis sekarang,” Vincent berbisik. Clara melebarkan mata.“Maksudmu apa?”“Aku nggak suka sama Louis. Aku ingin menonjok pria itu sekarang j
Sudah dua hari, Clara dan Vincent tidak saling berhubungan. Mereka benar-benar butuh waktu untuk me renung. Sudah dua hari ini pula Clara melepas cincin yang diberikan Steven. Clara meletakkannya di kotak nya.Diabaikannya cincin itu beberapa lama. Diangkat ponselnya dan siap menghubungi nomor Vincent. Terdengar nada sambung di seberang sana. Tidak lama, panggilannya diangkat.“Halo,” sapa suara seorang cewek. Clara mengerut kan kening.“Ha… halo…” Clara jadi ragu sejenak.Terdengar sedikit kasak-kusuk di seberang sana lalu suara Vincent berseru,”Dari siapa? Hei…” Vincent dan si cewek seperti sedang berebut ponsel.“Hai, Clara,” sapa Vincent akhirnya.“Siapa itu?” tanyanya penuh curiga.Clara sudah berbesar hati mau menghubunginya lebih dulu, tetapi ternyata seperti ini kenyataannya. Clara berpikir yang bukan-bukan.“Desi,” jawab Vincent singkat. Dia selalu jujur.“Desi?” tentu saja Clara ingat siapa dia.“Kalian di mana?"“Di kosku. Mereka sedang bikin tugas. How are you? I really
Clara baru menjawab telepon dan SMS Vincent pukul sebelas malam. Mau bagaimana lagi? Pukul tujuh malam Mr. Hendy sudah menjemputnya. Mereka pergi makan dan nonton. Clara tidak tahu sama sekali Vincent menghubunginya. Clara pun tidak mengabarinya karena Clara juga tidak mau mengganggunya. Dipikirnya ini win-win solution.“Ke mana saja?” tanya Vincent dengan nada sedikit jengkel.“Aku…” Clara sedang menimbang apakah Clara akan berkata jujur atau tidak.Konsekuensinya Clara tahu Vincent akan marah dan melarangnya pergi lagi bersama Mr. Hendy. Namun di satu sisi, hati nuraninya bicara akan terlalu kejam membohongi pria sebaik Vincent. Mungkin memang sebaiknya Clara tidak menemui Mr. Hendy Lagi. Di mata orang lain, hal itu pastilah tak pantas, walau Clara merasa tidak ada yang perlu diributkan. Clara dan Mr. Hendy hanya teman.“Tadi aku pergi bersama Mr. Hendy,” jawabnya jujur.“Baru pulang?” Vincent semakin jengkel.“Iya. Makan, nonton….”“Clara!” Vincent berteriak marah.“Kamu itu paca
Seseorang menekan bel pintu. Pikirnya, itu pasti Vincent. Namun tumben dia tidak langsung masuk. Dengan riang gembira nyabuka pintu depan.“Vin!” Clara sudah hampir memeluknya, tetapi ternyata orang yang berdiri di hadapannya bukanlah Vincent.Clara ternganga selama beberapa saat? Mau apa dia di sini? Dengan refleks, Clara langsung menutup kembali pintu tetapi tangan orang itu menahannya.“Mau apa kamu?” tanyanya garang.“Please… izinkan aku masuk…” Louis memohon.Clara menatapnya dengan tajam. Dia menatapnya dengan memelas.“Tidak,” jawabnya tegas.Semua kenangan tumpah ruah dalam ingatannya. Tangannya dengan kuat masih memegang kenop pintu. Clara hampir menutup pintu saat kudengar deru motor Vincent. Tak lama, dia sudah berdiri di garasi. Kedua alisnya yang tebal saling berpaut. Dia berjalan mendekat. Vincent tidak pernah menyukai Louis.“Ada apa ini?” tanyanya, membuat Louis membalikkan badan saat mendengar suara seseorang yang tidak dikenalnya. Clara senang sekali Vincent datang.
Vincent. Clara sudah salah paham. Clara selalu menghakimi dia. Dia menyiapkan semua ini untuknya. Air matanya menetes lembut. Segala kesungguhannya benar-benar dapat Dirasakannya. Bagaimana dia mengumpul kan bunga-bunga ini? Dibukanya kotak yang ada di meja. Isi nya adalah kue berbentuk hati dengan nama Mereka berdua. Vincent sedang mencoba menjadi romantis hari ini. Semua hal yang tidak pernah dia lakukan sebelumnya. Dia tahu, Vincent berusaha keras.Jadi, inilah alasan Vincent marah padanya. Dia mengharap Cepat pulang. Dia menyiapkan semua ini, tetapi semuanya tidak berjalan sesuai rencana. Dan ketika dia datang, aku sengaja mengacuhkannya, memberi celah pada Mr. Hendy untuk memperhatikannya. Kalau aku bicara jujur, memang aku tadi menikmati waktu-waktu bersama Mr. Hendy. And I was so wrong…. kamu pasti lagi nangis bombai sekarang tadi, aku, Vincent, dan Oppa nungguin kamu pulang tapi kamu sudah di sana duluan." Vin!” Clara memanggil Vincent.Dia sedang mem bersihkan meja-meja.
Hari ini. Clara akan marah padanya sampai dia mau meminta maaf.Tidak. Clara tidak bisa menunggu selama itu. Baru dua langkah aku keluar dari restoran, Dia langsung berbalik dan mengejar Vincent yang sudah duluan berjalan ke parkiran sepeda motor.“Vincent! Kamu ini gimana, sih?” Clara mendorong tubuh Vincent dengan gemas. Clara merasa tidak puas hari ini.“Kamu ini payah! Bener-bener mengecewakan! Kamu nggak ngerti perasaanku!”“Aku harus bagaimana?” Vincent merentangkan kedua tangannya.Wajahnya menampakkan kekesalan yang sama ditunjukkannya selama makan malam tadi.“Kamu bahkan nggak ngucapin apa-apa sejak tadi!” Clara mengharap ucapan ulang tahun darinya.Dia bukan yang pertama tama, Clara tidak masalah. Tetapi setidaknya, saat dia datang Clara mengharap dia mengecup keningnya dan mengucapkan selamat ulang tahun. Clara benar-benar marah.Vincent menghela napas panjang. Seperti ada sebuncah kegeraman juga dalam hatinya. Clara tidak tahu apa yang membuatnya sangat marah. Clara meliha
Rencanaku berubah malam ini. Clara tidak jadi pulang ke rumah dulu, tetapi bersama teman-teman guru langsung berangkat menuju rumah makan yang Dia tunjuk. Clara sangat terbawa suasana. Tadinya Clara, Vincent, Viona, dan Dong Jun oppa akan berangkat bersama.“Clara, kamu di mana?” tanya Vincent.Clara bersama teman-teman sudah tiba di rumah makan saat Vincent meneleponnya.“Ah… ya… sorry. Clara sudah sampai. Bisa kan kamu dan Viona lansung ke sini juga? Iya. Clara nggak jadi pulang dulu. Langsung saja, ya. Clara tunggu. Bye!” ditutupnya telepon dari Vincent.Clara tidak bisa menerka apa yang dia pikirkan, tetapi seharusnya hal semacam ini tidak menjadi masalah. Clara segera menepis pikiran tentang Vincent dan kembali asyik pada teman-temannya.“Siapa?” tanya Mr. Hendy dengan sinar mata penuh keramahan.Dia orang yang sangat ceria. Clara menyukaitatapan dan senyumannya.“Oh, pacarku. Dia nanti ke sini. Juga sahabatku,” Clara mengumumkan kepada teman-temannya.“Oooh… nooo. Ternyata, Mis
Clara menceritakan semuanya pada Viona dan dia tertawa terbahak-bahak tanpa henti. Apanya yang lucu? Namun, sepertinya dia sedang menertawakan Clara, bukan Vincent. Clara semakin cemberut.“Kamu ini aneeeeh…” seru Viona.“Kamu kan tahu cowok macam apa Vincent. Kamu jangan memaksakan apa yang membuat dia nggak nyaman. Dasar Seaaan... nggak pernah berubah,” Viona menjitak kepalanya.Mereka sedang berdiam di pinggir kolam. Setiap Kamis malam, Viona selalu mendapat voucher gratis berenang di salah satu hotel milik Dong Jun oppa. Sesekali Clara ikut bersamanya.“Dia memang bukan cowok romantis, terimalah. Jangan berkhayal suatu saat kamu akan tiba-tiba menemukan se carik kertas bertulis ”I love you” di mejamu dari Vincent. Jangan berharap dia menyanyikan lagu romantis buatmu. Jangan harap dia mengetuk pintu kamarmu tengah malam dan membawakan bunga mawar. Apalagi… hahahaha… menulis surat cinta… aha hahaha…. Ya ampun, Sean. sekarang ini zamannya sudah serba tweet. Nggak ada lagi orang yang
Hari ini Vincent libur kerja. Jadi setelah kuliah, dia menjemput Clara di tempat kerjanya yang baru dan Mereka mampir ke toko buku. Vincent suka membaca komik. Clara jadi teringat, dia ingin menunjukkan naskah novelnya pada Vincent, sampai sekarang belum juga sempat.Namun hari ini, saat melihatnya asyik dengan buku-buku komik, Clara rasa dia tidak jadi menunjukkan naskah novelnya. Dia tidak akan suka. Kalau toh dia membacanya, dia belum tentu bisa memberi masukan yang baik.Clara tidak boleh memaksakan egonya. Ditinggalkan dia berkutat di antara komik-komik sementara Clara pergi melihat-lihat novel. Mau tidak mau tangannya ini nanti pastinya akan memillih beberapa novel.“Kamu beli apa aja?” tanya Vincent sambil melihat ke tangan Clara yang membawa tiga buah novel.Kami sudah mau pulang dan hendak ke kasir.“Kamu?” Clara memperhatikan Vincent dan sekelilingnya yang tidak membawa apa-apa.“Kamu nggak beli?” tanya Clara lagi.Clara ingat semasa sekolah dulu, Dia juga mengalami saat-sa
Sudah dua hari, Clara dan Vincent tidak saling berhubungan. Mereka benar-benar butuh waktu untuk me renung. Sudah dua hari ini pula Clara melepas cincin yang diberikan Steven. Clara meletakkannya di kotak nya.Diabaikannya cincin itu beberapa lama. Diangkat ponselnya dan siap menghubungi nomor Vincent. Terdengar nada sambung di seberang sana. Tidak lama, panggilannya diangkat.“Halo,” sapa suara seorang cewek. Clara mengerut kan kening.“Ha… halo…” Clara jadi ragu sejenak.Terdengar sedikit kasak-kusuk di seberang sana lalu suara Vincent berseru,”Dari siapa? Hei…” Vincent dan si cewek seperti sedang berebut ponsel.“Hai, Clara,” sapa Vincent akhirnya.“Siapa itu?” tanyanya penuh curiga.Clara sudah berbesar hati mau menghubunginya lebih dulu, tetapi ternyata seperti ini kenyataannya. Clara berpikir yang bukan-bukan.“Desi,” jawab Vincent singkat. Dia selalu jujur.“Desi?” tentu saja Clara ingat siapa dia.“Kalian di mana?"“Di kosku. Mereka sedang bikin tugas. How are you? I really
Clara hanya diam. Hatinya sedang bergumul. Ternyata Mereka memiliki pandangan yang berbeda. Apa yang harus di lakukan? Apakah Clara egois kalau Dia mempertahankan cincin ini untuk kumiliki?“Lepaskan. Suatu hari, aku akan membelikanmu cincin yang lain. Bisakah kamu menunggu?” Vincent bicara tanpa menatapnya.Pasti dia sudah sangat jengkel. Clara menghela napas panjang. Clara memandangicincin di jemarinya.“Clara!” Vincent memanggilnya dengan nada agak keras. Untung pada saat itu Viona dan Dong Jun oppa datang.“Hai, kalian datang…” seru Viona senang.Kegirangannya memecah ketegangan di antara Clara dan Vincent. Mungkin sekarang rupa Mereka sangat pucat pasi. Clara menurunkan tangannya. Sayangnya, semua belum berakhir. Clara dan Vincent sama-sama tidak betah berada di tempat itu terlalu lama.“Kalau kamu nggak lepasin cincin itu, aku akan memukul Louis sekarang,” Vincent berbisik. Clara melebarkan mata.“Maksudmu apa?”“Aku nggak suka sama Louis. Aku ingin menonjok pria itu sekarang j