" Kekacauan apa lagi yang kau buat kali ini, Nak?" Frans bertanya geli." Mana Aeron?" tanya Louis, tak merasa perlu menjawabpertanyaan Frans." Sedang dalam perjalanan kemari," Leon yang menjawab." Apa yang sebenarnya terjadi?" tanyanya." Kita akan bicara begitu yang lain datang. Tapi sebelum itu… bisakah kalian… Clara… maksudku…,' Louis mendesah." Sherly, bisakah kau temani Clara ke kamarnya? Aku tidak bisa melihatnya untuk saat ini. Aku masih terlalu marah dan…."" Tenangkan dirimu sementara aku menjelaskan pada gadis ini tentang temperamen burukmu," sinis Sherly sebelumkemudian berbicara pelan pada Clara dan membawa gadis itu naik ke lantai dua dengan Judith mengekori mereka.Louis kembali mendesah." Aku takut jika berbicara padanya, aku akan membentaknya lagi, membuatnya takut dansemakin menyakitinya," Louis menjelaskan pada kedua temannya yang menatapnya prihatin." Ini menjadi semakin di luar kendali," suara itu datang dari pintu depan, diikuti kemunculan Aeron bese
" Belakangan ini, dia memang sering tidak stabil. Itulah yang dikatakan Aeron padaku. Temperamennya sangat buruk, dan semakin memburuk belakangan ini." Sherly, wanita cantik yang mengantar Clara ke kamar bernuansa peach di lantai dua yang jendelanya menghadap ke taman samping rumah itu berkata.Sherly memperkenalkan dirinya sebagai istri Aeron. Yah, mereka tampak serasi. Dengan Aeron yang tampak sekejam itu dan Sherly yang selembut ini, kekontrasan yang serasi." Akulah penyebabnya," Clara mengakui." Belakangan aku memang sering membuatnya kesal. Aku hanya… entahlah.Aku tidak mengerti kenapa dia harus marah hanya karena hal-hal kecil seperti pintu yang tidak terkunci. Kenapa dia harus peduli? Jika memang dia masih peduli, dia tidak perlu bersikap seolah dia tidak peduli seperti itu. Dan jika dia tidak benar-benar peduli, dia tidak perlu bersikap seolah dia peduli. Itu menyakitkan," urai Clara.Sherly menatap Clara dengan tatapan iba." Kau begitu mencintainya, bukan begitu, Clara?" ta
" Apa yang kau minta dariku, jagoan kecil?" balas Clara dengan senyum geli." Jangan pernah meninggalkan Paman Louis, betapapun dia menyakiti Tante. Karena jika Tante meninggalkannya, Tante pasti juga akan meninggalkanku. Tante meminta kedua orangtuaku untuk tidak meninggalkanku. Karena itu, Tante harus tetap berada di sampingku untuk memastikan mereka tidak meninggalkanku," katanya dengan mata menatap langsung ke mata Clara.Kembali, Clara dibuat tercekat. Clara hanya bisa menatap mata jernih Judith tanpa sanggup berkata apapun. Usianya masih 6 tahun, tapi bisa mengatakan hal-hal seperti ini…." Sherly, bisakah kau membawa Judith keluar? Ada yang perlu kubicarakan dengan Clara," kata Aeron, memecah keheningan yang terasa sangat lama bagi Clara." Tante, aku menyayangimu," kata Judith lagi sebelum menyambut uluran tangan ibunya dan mengikuti Sherly keluar dari kamar itu." Kalian memiliki ikatan batin yang kuat," komentar Aeron seraya duduk di kursi di sisi lain kamar itu." Putrimu, b
sebab Membawanya ke sini. Jadi sekarang dia berpikir Louis berniat memenjarakannya. Seolah Louis bisa saja…." Aku hanya ingin memastikan kau aman di sini, Clara," Louis berkata datar." Kau sengaja menempatkanku di sini agar Aeron bisa melakukan ini padaku memaksaku menyetujui penawaran bodohnya itu," sengit Clara." Penawaran apa? Dia hanya berkata dia akan berbicara denganmu dan…."" Kau berkeras untuk mengawasiku setiap saat, bukan begitu, Louis?" sela Clara dingin." Yah, kau sudah mendapatkannya sekarang. Tapi perlu kau tahu, aku tidak akan peduli. Yah, aku tidak peduli apapun yang kau lakukan. Aku tidak peduli dengan apa yang kalian lakukan. Tapi aku akan tetap melakukan apapun yang harus kulakukan. Jadi sebaiknya kau berhenti bersikap seolah kau bertanggung jawab atas hidupku."" Clara, aku tidak tahu apa yang dibicarakan Aeron denganmu tapi aku sama sekali tidak berniat untuk melakukan apapun yang kau pikirkan tentangku. Aku hanya berusaha me-mastikan kau aman karena sepertin
Clara yang pergi dan meninggalkan Louis. Betapapun menyakitkannya ketika nanti Louis harus melihat Clara pergi, Louis tidak akan menahan Clara. Pikiran itu membuat dada Louis semakin terasa sesak. Tak sanggup lagi menatap mata Clara, Louis menunduk seraya melepaskan tangan Clara. Perlahan Louis berbalik dan berjalan ke ruang depan.Louis memejamkan matanya ketika perihterasa begitu nyata di dadanya. Louis merasa seolah dia tidak dapat bernapas. Ketika Louis membuka matanya kembali, pandangannya buram oleh air mata. Louis mendongak dan mengerjapkan matanya beberapa kali. Setelah mengambil napas panjang dan berhasil menenangkan diri, Louis berjalan ke mobilnya. Dia sudah mengatakannya pada Clara. Dia sudah mengatakan pada Clara tentang perasaannya, dan tentang bagaimana gadis itu harus melepasnya. Louis hanya tidak menduga, rasanya akan sesakit ini.Lagipula, dengan cara hidup seperti ini, bagaimana mungkin Louis meminta Clara menunggunya?***" Aku menyukaimu, Clara. Tapi karena aku t
Clara sudah mengangkat sendoknya untuk memasukkan suapan berikutnya ketika mendadak hawa dingin menembus kulitnya. Clara tidak perlu mendongak untuk melihat siapa yang masuk. Samar ia mendengar Sherly menyambut Aeron. Tapi Clara yakin, perasaan ini bukan karena Aeron.Diam-diam Clara mendesah seraya menurunkan sendoknya. Ketika Judith berteriak untuk menyambut tamu yang datang bersama Aeron itu, Clara mendapati dugaannya benar. Clara berdiri." Maaf, semuanya… kurasa aku harus segera berangkat. Aku tidak biasa datang terlambat," pamit Clara.Ryan menunduk untuk menatap jam tangannya dan mengangkat alis pada Clara. Ini bahkan belum jam 7. Clara hanya bisa menggeleng kecil seraya meninggalkan meja makan. Clara berjalan keluar seraya menatap lurus ke depan. Ia bahkan tidak menoleh sedikit pun untuk menatap sosok Louis yang berdiri di pintu ruang makan bersama Aeron.Begitu saja, Clara melewati Louis. Dan Clara masih harus berusaha keras menahan rasa sakit di dadanya tatkala melewati Lou
Pria yang memukul Clara tadi menjerit ketika truk hitamnya terdorong mundur oleh sebuah Range Rover putih dari arah depan. Clara bisa melihat dengan jelas pengemudi Range Rover itu dan hanya bisa mendesah." Kau baik-baik saja?" tanya gadis muda yang sekarang sudah berdiri di depan Clara.Clara menatap gadis itu dan mengangguk." Segera jalankan mobilmu agar yang lain bisa lewat. Pria itu sudah ditangani dengan baik sekarang," kata Clara sebelum berbalik dan berjalan ke mobilnya.Clara kembali mendesah begitu duduk didalam mobilnya lagi." Mom, apa yang harus kulakukan dengannya?" Clara bertanya putus asa seraya menatap roda kemudi dengan muram.***Jantung Louis seolah tercabut paksa ketika melihat pria itu memukul Clara. Seluruh tubuh Louis gemetar menahan amarah. Rasanya Louis ingin mematahkan tangan pria itu saat ini juga. Tapi Louis berusaha berpikir dengan akal sehatnya.Maka bergegas Louis kembali ke mobil Aeron yang dipinjamnya dan tanpa berpikir panjang, dia melajukan mobil b
Alex tertawa kecil." Aku datang kemari karena ada hal penting yang harus kubicarakan denganmu, Clara," ucapnya kemudian.Clara mendesah seraya memperbaiki posisi duduknya dan menatap Alex dengan tatapan lurus." Apalagi kali ini?" keluh Clara.Alex kembali tersenyum kecil." Pagi ini, Louis sudah mengancam orang di pinggir jalan dan menghancurkan mobilyang dipinjamnya dari temannya," Alex berkata.Clara menyipitkan mata." Dari mana kau tahu?" tanyanya." Aku selalu mengawasi Louis, dan juga dirimu, Clara," jawabnya." Menurutmu apa yang terjadi pagi ini, kalau begitu?" tantang Clara.Alex mendesah pelan seraya bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan ke jendela kantor Clara dan duduk di sana." Seseorang memukulmu, membuat pipi kananmu memar, lalu Louis tidak bisa untuk tidak menghajar pria pengecut itu. Priaitu beruntung Louis tidak membunuhnya. Mengingat temperamennya yang begitu buruk jika menyangkut dirimu, pria itu benar-benar beruntung karena Louis bahkan tidak meledakk
Clara baru menjawab telepon dan SMS Vincent pukul sebelas malam. Mau bagaimana lagi? Pukul tujuh malam Mr. Hendy sudah menjemputnya. Mereka pergi makan dan nonton. Clara tidak tahu sama sekali Vincent menghubunginya. Clara pun tidak mengabarinya karena Clara juga tidak mau mengganggunya. Dipikirnya ini win-win solution.“Ke mana saja?” tanya Vincent dengan nada sedikit jengkel.“Aku…” Clara sedang menimbang apakah Clara akan berkata jujur atau tidak.Konsekuensinya Clara tahu Vincent akan marah dan melarangnya pergi lagi bersama Mr. Hendy. Namun di satu sisi, hati nuraninya bicara akan terlalu kejam membohongi pria sebaik Vincent. Mungkin memang sebaiknya Clara tidak menemui Mr. Hendy Lagi. Di mata orang lain, hal itu pastilah tak pantas, walau Clara merasa tidak ada yang perlu diributkan. Clara dan Mr. Hendy hanya teman.“Tadi aku pergi bersama Mr. Hendy,” jawabnya jujur.“Baru pulang?” Vincent semakin jengkel.“Iya. Makan, nonton….”“Clara!” Vincent berteriak marah.“Kamu itu paca
Seseorang menekan bel pintu. Pikirnya, itu pasti Vincent. Namun tumben dia tidak langsung masuk. Dengan riang gembira nyabuka pintu depan.“Vin!” Clara sudah hampir memeluknya, tetapi ternyata orang yang berdiri di hadapannya bukanlah Vincent.Clara ternganga selama beberapa saat? Mau apa dia di sini? Dengan refleks, Clara langsung menutup kembali pintu tetapi tangan orang itu menahannya.“Mau apa kamu?” tanyanya garang.“Please… izinkan aku masuk…” Louis memohon.Clara menatapnya dengan tajam. Dia menatapnya dengan memelas.“Tidak,” jawabnya tegas.Semua kenangan tumpah ruah dalam ingatannya. Tangannya dengan kuat masih memegang kenop pintu. Clara hampir menutup pintu saat kudengar deru motor Vincent. Tak lama, dia sudah berdiri di garasi. Kedua alisnya yang tebal saling berpaut. Dia berjalan mendekat. Vincent tidak pernah menyukai Louis.“Ada apa ini?” tanyanya, membuat Louis membalikkan badan saat mendengar suara seseorang yang tidak dikenalnya. Clara senang sekali Vincent datang.
Vincent. Clara sudah salah paham. Clara selalu menghakimi dia. Dia menyiapkan semua ini untuknya. Air matanya menetes lembut. Segala kesungguhannya benar-benar dapat Dirasakannya. Bagaimana dia mengumpul kan bunga-bunga ini? Dibukanya kotak yang ada di meja. Isi nya adalah kue berbentuk hati dengan nama Mereka berdua. Vincent sedang mencoba menjadi romantis hari ini. Semua hal yang tidak pernah dia lakukan sebelumnya. Dia tahu, Vincent berusaha keras.Jadi, inilah alasan Vincent marah padanya. Dia mengharap Cepat pulang. Dia menyiapkan semua ini, tetapi semuanya tidak berjalan sesuai rencana. Dan ketika dia datang, aku sengaja mengacuhkannya, memberi celah pada Mr. Hendy untuk memperhatikannya. Kalau aku bicara jujur, memang aku tadi menikmati waktu-waktu bersama Mr. Hendy. And I was so wrong…. kamu pasti lagi nangis bombai sekarang tadi, aku, Vincent, dan Oppa nungguin kamu pulang tapi kamu sudah di sana duluan." Vin!” Clara memanggil Vincent.Dia sedang mem bersihkan meja-meja.
Hari ini. Clara akan marah padanya sampai dia mau meminta maaf.Tidak. Clara tidak bisa menunggu selama itu. Baru dua langkah aku keluar dari restoran, Dia langsung berbalik dan mengejar Vincent yang sudah duluan berjalan ke parkiran sepeda motor.“Vincent! Kamu ini gimana, sih?” Clara mendorong tubuh Vincent dengan gemas. Clara merasa tidak puas hari ini.“Kamu ini payah! Bener-bener mengecewakan! Kamu nggak ngerti perasaanku!”“Aku harus bagaimana?” Vincent merentangkan kedua tangannya.Wajahnya menampakkan kekesalan yang sama ditunjukkannya selama makan malam tadi.“Kamu bahkan nggak ngucapin apa-apa sejak tadi!” Clara mengharap ucapan ulang tahun darinya.Dia bukan yang pertama tama, Clara tidak masalah. Tetapi setidaknya, saat dia datang Clara mengharap dia mengecup keningnya dan mengucapkan selamat ulang tahun. Clara benar-benar marah.Vincent menghela napas panjang. Seperti ada sebuncah kegeraman juga dalam hatinya. Clara tidak tahu apa yang membuatnya sangat marah. Clara meliha
Rencanaku berubah malam ini. Clara tidak jadi pulang ke rumah dulu, tetapi bersama teman-teman guru langsung berangkat menuju rumah makan yang Dia tunjuk. Clara sangat terbawa suasana. Tadinya Clara, Vincent, Viona, dan Dong Jun oppa akan berangkat bersama.“Clara, kamu di mana?” tanya Vincent.Clara bersama teman-teman sudah tiba di rumah makan saat Vincent meneleponnya.“Ah… ya… sorry. Clara sudah sampai. Bisa kan kamu dan Viona lansung ke sini juga? Iya. Clara nggak jadi pulang dulu. Langsung saja, ya. Clara tunggu. Bye!” ditutupnya telepon dari Vincent.Clara tidak bisa menerka apa yang dia pikirkan, tetapi seharusnya hal semacam ini tidak menjadi masalah. Clara segera menepis pikiran tentang Vincent dan kembali asyik pada teman-temannya.“Siapa?” tanya Mr. Hendy dengan sinar mata penuh keramahan.Dia orang yang sangat ceria. Clara menyukaitatapan dan senyumannya.“Oh, pacarku. Dia nanti ke sini. Juga sahabatku,” Clara mengumumkan kepada teman-temannya.“Oooh… nooo. Ternyata, Mis
Clara menceritakan semuanya pada Viona dan dia tertawa terbahak-bahak tanpa henti. Apanya yang lucu? Namun, sepertinya dia sedang menertawakan Clara, bukan Vincent. Clara semakin cemberut.“Kamu ini aneeeeh…” seru Viona.“Kamu kan tahu cowok macam apa Vincent. Kamu jangan memaksakan apa yang membuat dia nggak nyaman. Dasar Seaaan... nggak pernah berubah,” Viona menjitak kepalanya.Mereka sedang berdiam di pinggir kolam. Setiap Kamis malam, Viona selalu mendapat voucher gratis berenang di salah satu hotel milik Dong Jun oppa. Sesekali Clara ikut bersamanya.“Dia memang bukan cowok romantis, terimalah. Jangan berkhayal suatu saat kamu akan tiba-tiba menemukan se carik kertas bertulis ”I love you” di mejamu dari Vincent. Jangan berharap dia menyanyikan lagu romantis buatmu. Jangan harap dia mengetuk pintu kamarmu tengah malam dan membawakan bunga mawar. Apalagi… hahahaha… menulis surat cinta… aha hahaha…. Ya ampun, Sean. sekarang ini zamannya sudah serba tweet. Nggak ada lagi orang yang
Hari ini Vincent libur kerja. Jadi setelah kuliah, dia menjemput Clara di tempat kerjanya yang baru dan Mereka mampir ke toko buku. Vincent suka membaca komik. Clara jadi teringat, dia ingin menunjukkan naskah novelnya pada Vincent, sampai sekarang belum juga sempat.Namun hari ini, saat melihatnya asyik dengan buku-buku komik, Clara rasa dia tidak jadi menunjukkan naskah novelnya. Dia tidak akan suka. Kalau toh dia membacanya, dia belum tentu bisa memberi masukan yang baik.Clara tidak boleh memaksakan egonya. Ditinggalkan dia berkutat di antara komik-komik sementara Clara pergi melihat-lihat novel. Mau tidak mau tangannya ini nanti pastinya akan memillih beberapa novel.“Kamu beli apa aja?” tanya Vincent sambil melihat ke tangan Clara yang membawa tiga buah novel.Kami sudah mau pulang dan hendak ke kasir.“Kamu?” Clara memperhatikan Vincent dan sekelilingnya yang tidak membawa apa-apa.“Kamu nggak beli?” tanya Clara lagi.Clara ingat semasa sekolah dulu, Dia juga mengalami saat-sa
Sudah dua hari, Clara dan Vincent tidak saling berhubungan. Mereka benar-benar butuh waktu untuk me renung. Sudah dua hari ini pula Clara melepas cincin yang diberikan Steven. Clara meletakkannya di kotak nya.Diabaikannya cincin itu beberapa lama. Diangkat ponselnya dan siap menghubungi nomor Vincent. Terdengar nada sambung di seberang sana. Tidak lama, panggilannya diangkat.“Halo,” sapa suara seorang cewek. Clara mengerut kan kening.“Ha… halo…” Clara jadi ragu sejenak.Terdengar sedikit kasak-kusuk di seberang sana lalu suara Vincent berseru,”Dari siapa? Hei…” Vincent dan si cewek seperti sedang berebut ponsel.“Hai, Clara,” sapa Vincent akhirnya.“Siapa itu?” tanyanya penuh curiga.Clara sudah berbesar hati mau menghubunginya lebih dulu, tetapi ternyata seperti ini kenyataannya. Clara berpikir yang bukan-bukan.“Desi,” jawab Vincent singkat. Dia selalu jujur.“Desi?” tentu saja Clara ingat siapa dia.“Kalian di mana?"“Di kosku. Mereka sedang bikin tugas. How are you? I really
Clara hanya diam. Hatinya sedang bergumul. Ternyata Mereka memiliki pandangan yang berbeda. Apa yang harus di lakukan? Apakah Clara egois kalau Dia mempertahankan cincin ini untuk kumiliki?“Lepaskan. Suatu hari, aku akan membelikanmu cincin yang lain. Bisakah kamu menunggu?” Vincent bicara tanpa menatapnya.Pasti dia sudah sangat jengkel. Clara menghela napas panjang. Clara memandangicincin di jemarinya.“Clara!” Vincent memanggilnya dengan nada agak keras. Untung pada saat itu Viona dan Dong Jun oppa datang.“Hai, kalian datang…” seru Viona senang.Kegirangannya memecah ketegangan di antara Clara dan Vincent. Mungkin sekarang rupa Mereka sangat pucat pasi. Clara menurunkan tangannya. Sayangnya, semua belum berakhir. Clara dan Vincent sama-sama tidak betah berada di tempat itu terlalu lama.“Kalau kamu nggak lepasin cincin itu, aku akan memukul Louis sekarang,” Vincent berbisik. Clara melebarkan mata.“Maksudmu apa?”“Aku nggak suka sama Louis. Aku ingin menonjok pria itu sekarang j