Ken tersenyum mendengar ucapan Jani bahwa dia mau pergi bersamanya saat pesta kelulusan nanti. Dia mengulurkan tangannya ke arah Jani. Gadis itu langsung menerima uluran tangannya. Bel tanda jam sekolah berakhir berbunyi dengan keras. Semua siswa keluar dari gedung untuk segera kembali ke rumah masing-masing.
Petugas kebersihan sibuk merapikan halaman sekolah yang berantakan akibat angin yang berhembus kencang. Ken dan Jani segera masuk ke mobil setelah Dom membawakan tas mereka. Terlihat Fred mengemudikan mobil dengan lebih kencang dari biasanya.
Bi Inah modar-mandir di teras rumah. Dia menunggu kedatangan semua orang. Setelah satu jam menunggu, akhirnya mereka datang. Bi Inah terlihat begitu lega dan langsung memeluk Jani.
“Apa kau baik-baik saja?” tanyanya.
“Aku tidak apa-apa, Bibi,” jawab Jani.
“Kalau begitu ayo, semua masuk ke ruang keluarga!” Bi Inah menggandeng Jani diikuti semua orang.
Mereka
Jani yang melayang dengan matanya yang memandang sesuatu yang hanya dia yang bisa melihatnya, segera tersadar karena ucapan Ken. Matanya yang merah mengarah ke mata Ken. seketika semua menjadi gelap. Ken dan Jani kembali ke dunia mereka.Semua benda yang berterbangan jatuh ke bawah setelah angin tiba-tiba berhenti. Lampu yang padam menjadi terang kembali. Ketiga pengawal bersama Bi Inah dan Fred segera berlari memasuki ruang latihan. Mereka melihat Jani dan Ken masih belum sepenuhnya kembali.“Nona Jani, Tuan Ken. Apa kalian bisa mendengarku?” tanya Bi Inah.Ken tersadar dengan suara nafasnya yang terengah.“Hahhh, Jani sadarlah. Ayolah Jani,” ucap Ken yang memegang wajah Jani dengan panik.“Ken, apa aku sudah kembali?” tanya Jani tiba-tiba.“Iya, kau sudah aman. Kita semua ada disini.”Jani menatap Ken lalu melihat wajah semua orang yang disayanginya. Dia merasa lemas sehingga tak kuasa
Jani terkejut dengan ucapan Ken. Dia baru menyadari jika sikapnya berlebihan.“Apa yang sudah aku lakukan? Kenapa hatiku sangat sakit melihat Ken dengan gadis lain. Apa mungkin aku sudah mulai jatuh cinta padanya?” Jani bertanya pada dirinya sendiri.Perlahan dia melepaskan tangannya yang mencengkeram kerah Ken. Jani hendak berpaling, tapi Ken menariknya.“Kenapa kau begitu marah? Apa kau merasakan sesuatu kepadaku?” tanya Ken.“Aku ... tidak ada,” jawab Jani dengan gugup. Tiba-tiba salah satu guru memakai microphone untuk memberikan pengumuman.“Perhatian-perhatian, ada yang ingin Bapak bicarakan. Ini mengenai gedung tempat kita akan melaksanakan pesta. Bapak baru saja mendapat kabar bahwa gedung itu mengalami kebakaran dan tentu saja kita tidak bisa menggunakannnya.”“Huuuu,” teriak semua murid.“Karena semua tempat sudah penuh di hari pesta kita, mungkin kalian bisa
Ken segera membungkam mulut Jani yang mengucap nama Cela dengan sedikit keras. Dia menariknya untuk bersembunyi."Stt, pelankan suaramu. Kau tidak ingin mereka melihat kita' kan?""Teganya Dom melakukan itu kepada temanku," ucap Jani dengan kesal."Sepertinya temanmu itu yang menginginkannya. Kita tahu bagaimana Dom, bukan," Ken dan Jani pergi menjauh."Prang!" suara piring jatuh ke lantai karena Cela dan Dom bergulat di atas meja makan. Desahan mereka tidak terdengar saat Ken menutup pintu dengan perlahan.Jani berjalan dengan cepat, Ken berusaha mengikutinya."Jani, tunggu. Jangan marah seperti ini. Ini adalah malammu, seharusnya kau merasa senang," ucap Ken."Dan kau telah merusaknya dengan bertingkah konyol.""Itu tidak akan terjadi jika kau tidak berdansa dengan cowok itu. Apa hebatnya sih, dia?""Apa kau bilang? Aku bebas berdansa dengan siapa saja yang aku mau dan kau tidak berhak ikut campur."
"Ratu Putih, kau kah itu?""Iya, Jani. Aku menunggumu begitu lama. Kau telah lulus ujian dari kekuatan magic book dan membawamu menemuiku," ucap Ratu Putih dengan lembut. Tangannya yang dingin membelai lembut wajah Jani dan memeluknya."Aku sangat takut, Ratu," ucap Jani manja. Dia begitu nyaman berada di dekapan Ratu itu."Apa yang kau takutkan? bukankah kau memiliki semua yang kau butuhkan untuk menghadapi takdirmu?"Jani menatap dengan tidak mengerti."Mereka semua menyayangimu. Hatimu yang tulus dan juga ikatan cinta yang kuat akan mengalahkan segalanya. Ingatlah itu selalu. Aku akan menuntunmu setiap saat," bisik Ratu itu yang tiba-tiba menghilang.Pandangan Jani tiba-tiba menjadi gelap. Dia seperti tertarik ke sebuah tempat. Dalam hitungan detik Jani mulai mendengar suara seseorang yang dia kenal."Jani, sadarlah. Kau harus sadar," Ken memegang tangannya. Dia telah berada di kamar gadis itu untuk menjaganya selama beberapa
Ken segera membonceng Jani dengan motornya. Mereka menuju rumah Cela yang cukup jauh dari clup itu. Tanpa sadar Jani memeluk Ken dengan erat. Jantung Ken terasa berdetak dengan kencang. Sesekali dia menyentuh tangan Jani yang melingkar di pinggangnya.Mereka telah sampai di depan rumah Cela. Jani dan Ken mengendap dan menunggu di balik tanaman hias di depan rumah cela.“Apa kita akan masuk?” tanya Ken.“Entahlah. Saat aku mendengar suara yang mengatakan bahwa ini tidak akan berhenti, aku melihat makhluk itu membawa Cela. Aku takut hal buruk terjadi padanya, Ken,” ucap Jani dengan panik.“Tenanglah, kita akan berjaga disini. Jani dan Ken duduk di atas rumput. Mereka terdiam beberapa saat. Jani masih terlihat sangat lelah. Perlahan matanya menutup, dia mencoba tetap terjaga dengan berkali-kali menggelengkan kepalanya.“Kau pasti masih lemah. Tidurlah dan biarkan aku yang berjaga!” ucap Ken.Jani mengan
Cela terjatuh ke tanah dengan ikatan yang terpotong, tepat beberapa detik sebelum pedang makhluk itu menyayat tubuhnya. Gil sempat bersembunyi sebelum makhluk itu melihatnya lalu memotong ikatan Cela dari balik pohon."Hiya!" Ken segera menyerangnya sebelum kembali melukai Cela.Mereka berdua bertarung dengan saling mengerahkan keahlian pedang."Gil, bawa Cela pergi dari sini!" perintah Jani. Dengan cepat Gil mengangkat tubuh Cela dan membawanya menjauh.Jani membantu Ken dengan menyerang makhluk itu. Kali ini lawan mereka bukan makhluk sembarangan. Dia memiliki keahlian bertarung yang hebat. Ken beberapa kali harus tersungkur dan bergantian dengan Jani."Jika seperti ini, kami akan kalah. Aku harus mengeluarkan kekuatanku," batin Jani yang segera membuat tubuhnya mengeluarkan cahaya merah. Dia sudah mulai bisa mengendalikan dengan tidak membiarkan satu pohon pun terbakar saat mengarahkan kekuatannya ke tubuh Ken.Cahaya merah yang menjalar
Jani melihat ke arah tubuhnya sendiri yang hanya memakai celana dalam dan juga penutup dadanya.”“Ken tutup matamu sekarang juga!” teriak Jani.“Untuk apa? Bukankah aku dari tadi sudah melihatnya,” jawab Ken dengan senyum-senyum.“Diam dan lakukan saja!” Ken segera menutupi matanya dengan kedua tangannya. Jani segera membuka pintu kamarnya yang tidak sengaja terkunci. Dengan panik dia membuka kuncinya yang terus saja salah masuk ke lubang kunci. Ken mengintip di balik tangannya.“Tenanglah, aku sudah terlanjur melihatnya.” Ken segera mengambil kunci di tangan Jani dan membuka pintunya.“Silahkan masuk, tuan putri?”Dengan menutupi tubuh atasnya, Jani segera masuk ke dalam dan menutup pintu. Ken tersenyum sambil mengelus dadanya.“Hah, aku tidak akan bisa tidur malam ini,” ucap Ken.Di dalam kamar, Jani menutupi tubuhnya dengan selimut. Dia merasa sangat malu dengan kejadian barusan.“Bisa-bisanya aku ceroboh sekali. D
Ken membawa Jani bersama ketiga pengawal mereka untuk menjauh dari dua mayat yang tergeletak di taman. Para polisi dan ambulan membawa mereka. Jani terus menangis di pelukan Ken. Dia merasa sangat bersalah tidak bisa menyelamatkan gadis dalam pengihatannya itu.Mereka segera kembali ke rumah dengan wajah sendu. Jani langsung berjalan menuju kamarnya tanpa menyapa Bi Inah dan Fred yang telah menunggu mereka.“Apa yang terjadi, Tuan Ken? Mengapa Nona seperti itu?” tanya Bi Inah.“Kami gagal menyelamatkan gadis itu,” jawab Ken dengan menunduk dan berjalan menuju kamarnya. Dia bersandar di dinding untuk mendengar apa yang terjadi dengan Jani. Sesekali Ken mendengar Jani menangis dan melempar barang-barangnya.Dia merasakan kesedihan Jani, namun tidak bisa berada di sampingnya. Ken ingin sekali melanggar taruhan yang telah mereka sepakati dan memeluk Jani saat ini. Akhirnya dia mengambil ponselnya untuk mengirim pesan ke Jani.&l
Sebuah rumah sakit yang serba putih, terlihat banyak perawat pria dan wanita menjaga sebuah ruangan di mana banyak orang-orang yang kehilangan akalnya. Rumah sakit jiwa yang terletak di kota terpencil sangat jauh dengan kota yang kini terbebas dari Ratu Jahat. Sonya duduk di salah satu kursi dengan pakaian putih yang mengikat tubuhnya. “Aku adalah wanita penguasa. Tapi … siapa aku? Hahaha ,” ucapnya lirih yang kemudian tertawa dengan kencang dan meronta. Dua perawat laki-laki segera memberinya suntikan penenang lalu membawanya ke sebuah ruangan kecil yang menjadi kamarnya. Di dinding ruangan itu tertulis sebuah nama dengan menggunakan kuku. Matanya hampir terpejam akibat obat penenang. Tapi sebelumnya wanita itu sempat mengucapkan nama yang dia tulis. “Gil.” ** Dom telah memiliki rumah yang lumayan besar. Namun, dia tidak menempati rumah itu sendirian bersama istri dan anaknya. Melainkan bersama para anak-anak yang orang tuanya tewas akibat kekejaman
Perlahan Sonya membuka mata. Dia sangat terkejut dan mencoba berdiri. Namun kakinya lemah tidak mampu menahan tubuhnya. “Kenapa dengan kakiku? Kenapa aku tidak bisa merasakannya?” Sonya berkali-kali mencoba berdiri dan tidak bisa. Dia menatap ke semua orang dan berteriak. “Siapa kalian? Aku wanita berkuasa dan aku …” Sonya tidak melanjutkan ucapannya karena tidak mengetahui jati dirinya. “Siapa aku? Argh!” Sonya meronta-ronta dan segera di bawa oleh petugas medis. Gil hanya melihat dengan sinis. “Kau mendapatkan apa yang kau taman, Sonya,” ucapnya pelan. Saat Gil berjalan menelusuri tempat itu, pemuda yang diselamatkannya berlari menemuinya. “Tuan Gil, terima kasih atas segalanya. Aku berkumpul kembali dengan adik dan ibuku,” ucapnya menunjuk ke arah adik dan ibunya yang tersenyum. “Kau juga telah menyelamatkanku di medan perang. Ngomong-ngomong siapa namamu?” “Aku Andy. Dan aku ingin menjadi sepertimu, Pembasmi Penyihir,” ucap
Terlihat kulit wajah Ania melepuh. Dia menggunakan kekuatan untuk menyembuhkan lukanya. Namun, yang terjadi wajahnya menghitam bagai terpanggang. Serbuk itu telah dimantrai olehnya dengan mantra yang sangat kuat sehingga tidak bisa di sembuhkan. Senjata makan tuan, istilah yang tepat untuknya.“Sudah cukup. Kini saatnya kau mati, Jani,” teriaknya dengan kesal. Ania membuat duri-duri di tubuhnya seakan hidup. Duri itu berubah menjadi ruh hitam dengan wajah-wajah manusia yang berteriak seakan kesakitan. Jani terkejut saat dirinya dikelilingi ruh-ruh itu.“Hahaha, sebentar lagi kau akan menjadi seperti mereka,” ucap Ania.“Siapa mereka, Ania?” teriak Jani merasakan hawa panas setiap ruh-ruh itu menembusnya.“Itu adalah jiwa para manusia yang menyembahku dan yang aku bunuh untuk kujadikan tumbal. Selamanya jiwa mereka akan terikat padaku dan menjadi budak Iblis Hitam, hahaha. Kini jiwa-jiwa ini akan membuatmu ma
Bayangan hitam yang sangat besar terlihat begitu mengerikan. Iblis Hitam menampakkan diri di tengah medan perang. Jani membuka telapak tangannya yang bersinar. Dia melirik ke arah Ken yang tidak terlalu jauh darinya. Pedang belati emas yang bersinar merah, tiba-tiba berubah putih persis seperti sinar di tangan Jani. Sinar itu semakin besar mengelilingi lembah.Jani dan Ken menggunakan sinar itu untuk melindungi pasukan mereka yang berada di balik bebatuan untk berlindung.Bayangan iblis hitam pelahan menghilang di barengi dengan kemunculan wujudnya. Iblis itu berdiri di depan Ania.“Hem. Jadi kau yang di tunjuk Ratu Putih untuk mengalahkanku? Hahaha, sungguh mengecewakan.”Tangan iblis itu mengarah ke depan mengeluarkan api yang menyerang Jani dan Ken. Secepatnya Ken berlari melindungi Jani dengan menahan api itu menggunakan pedang belati emas. Jani mengambil kesempatan saat Iblis Hitam teralihkan perhatiannya menghadapi Ken dengan menyerang A
Di medan pertempuran, masih terjadi saling bunuh antara mahkluk perjaga dengan pasukan di pihak Jani. Terlihat badut-badut lucu melompat-lompat membuat pembasmi penyihir merasa mudah menghabisinya tanpa rasa takut. Kaca mata canggih itu benar-benar menghabisi mahkluk tak bermata kesayangan Ania. Elang-elang raksasa mencengkeram mereka dengan cakar-cakar tajam lalu membawanya ke udara yang tinggi dan menjatuhkan para mahkluk hingga hancur di tanah.Di dalam lingkaran serbuk emas, Fred kembali berdiri lebih dekat di depan Ania. Mulutnya masih mengucap mantra. Ania turun dari kereta berjalan beberapa langkah mendekati Fred. “Kau tidak bisa mengelabuhiku. Kau pikir sebuk emasmu bisa menghalangiku?” Ania menepuk kedua tangannya yang mengeluarkan kabut hitam dan langsung menyelimuti serbuk emas.Seketika serbuk emas itu meleleh dan memudar. Mantra di mulut Fred berhenti. Serbuk-serbuk itu tidak lagi kembali kepadanya. Namun, ada yang aneh dengan pemandangan di de
Portal meledak membuatnya tertutup. Ania segera menoleh dengan wajah terkejut. Tidak ada lagi jalan masuk instan dari istana ke medan perang. Dave, Mel dan Dua secepatnya bersembunyi di tempat gelap menunggu situasi aman untuk menuju teman-teman mereka di sisi berlawanan.“Sial, siapa yang melakukannya?” teriak Ania memandang sekitarnya.Dave dan Mel bersembunyi di balik tubuh mahkluk penjaga yang besar sehingga terhindar dari pandangan Ania. Dua bersembunyi di bawah keretanya dengan menahan nafas. Ania kembali menatap pertempuran dan memerintah mahkluk penjaga untuk bersiap maju.Di tengah medan pertempuran, terlihat pasukan penyihir baru dengan mudah di kalahkan oleh pasukan pertama pimpinan Ken. Gil terlihat dengan brutal mencari keberadaan Ken. Suami Jani itu menggenggam belati hijau menuju temannya.Para penyihir baru berdiri di depannya untuk menghalangi jalannya.Mata mereka menguning dengan erangan. Ken menggenggam belati hijau dan berl
Mahkluk tak bermata keluar dari sinar yang terpencar di kegelapan. Mereka bersujud di depan Ania dengan mengerang. Mahkluk yang lain terlihat menyambut kedatangan mereka dan menyahut erangan itu dengan erangan khas masing-masing. Ania terlihat sangat puas dan bahagia. Tangannya mengarah ke atas mengeluarkan kilatan yang menjadi satu dengan awan hitam yang kini menjadi merah menyala.Pemuda yang telah di ubah oleh Gil, memakai jubah yang sama dengan para penyihir baru. Perlahan dia masuk ke dalam barisan. Berjalan maju selangkah demi selangkah mencari ibu dan adiknya yang masih menjadi penyihir.“Ibu, aku menemukanmu.” Pemuda itu melihat wajah ibunya di balik tudung yang berubah buruk rupa. Perlahan dia menarik ibunya yang masih di bawah pengaruh sihir dengan terdiam dalam barisan. Hingga sampai di belakang, pemuda itu melihat ke segala arah memastikan aman. Diam-diam dia membawa ibunya ke balik tembok dan menyandarkannya di sana dengan posisi duduk. Dia men
Suara itu samar,namun sangat jelas. Jani dan Ken langsung menoleh ke belakang mencari sumber suara. Hanya ada kegelapan yang di temani suara burung hantu. “Kau dengar itu, Ken?” tanya Jani memandang sekitar.“Aku mendengarnya. Tapi, siapa yang memanggilmu?” Ken melangkah ke depan mengawasi ke seluruh tempat itu dengan mata supernya. Tetap dia tidak melihat apapun. Ken kembali mundur dan mengajak Jani menuju mobil. Saat mereka hendak masuk ke dalam mobil, suara memanggil itu terdengar lagi. Kali ini lebih keras dari sebelumnya.“Jani.”Seketika mereka berdua menoleh ke belakang dan terkejut melihat ruh Ibu Jani dengan bersinar terang tersenyum ke arah mereka.“Ibu!” teriak Jani segera berlari ke arah ibunya. Tangannya menyentuh tangan ibunya yang tembus. Terlihat kerlipan sinar terpancar di seluruh tubuh wanita yang telah melahirkannya. Jani tidak kuasa menahan air mata yang akhirnya tumpah membasahi pi
Langit bergemuruh disertai kilatan petir yang dasyat. Tanah membelah mengeluarkan semburan api yang mengucur ke atas. “Bangkitlah, para mahklukku!” teriakan Ania membuat suara gemuruh dan langit menjadi merah menyala.Munculah sosok-sosok aneh setelah semburan api menghilang. Wajah babi dengan tubuh manusia yang tinggi dan besarnya dua kali ukuran manusia biasa. Ada pula yang mendesis seperti binatang melata tetap dengan tubuh manusia namun wajahnya menyerupai kadal dengan ekor yang panjang. Semua berjalan mendekati Ania dan tunduk di hadapannya.Jani menatap langit merah di atas istana hitam yang nampak dari kejauhan. Dia menggunakan kekuatan matanya untuk melihat apa yang terjadi di istana itu. Jani berbalik menatap Ken dan juga Tuan Donovan yang berada di belakangnya. “Kalian tidak akan suka dengan apa yang aku lihat. Mahkluk yang baru muncul lebih mengerikan dari yang sebelumnya tapi sangat lambat,” ucap Jani.“Dari mana kau tah