Byakta menatap Yasmen yang terburu menuruni tangga. Gadis itu sudah terlihat rapi dengan pakaian formal dan tas kerja yang tersampir di satu sisi bahu. Pantofel setinggi lima senti pun, sudah sangat cantik menghias ujung kaki Yasmen yang selalu bergerak lincah. “Mas! Aku berangkat duluan!” seru Yasmen berhenti di ujung tangga lantai satu untuk berpamitan pada Byakta. Sejak pembicaraan mereka malam itu, tidak banyak yang berubah dari hubungan Yasmen dan Byakta. Namun, mereka sudah tidak lagi melakukan perdebatan kecil seperti yang sudah-sudah. Keduanya sudah bisa bicara baik-baik, dan sepakat pisah kamar untuk introspeksi diri masing-masing. Byakta tidak lagi memaksakan kehendaknya pada Yasmen, begitu pula sebaliknya. Mereka sepakat untuk menjalani sisa waktu pernikahan yang ada, sebagai seorang teman. Mencoba kembali menjalin hubungan baik, seperti yang pernah ada dahulu kala. Dan sisanya … biarkan waktu nanti yang menjawab. “Sepagi ini?” Byakta melihat jam di pergelangan tangan,
“Byakta tahu kalau kamu di sini sama aku?”Endy menghela panjang, setelah Bira menjauh untuk menerima panggilan telepon sekaligus berteduh. Sementar Endy, masih terus berjalan menyeberangi sebuah lapangan yang nantinya akan digunakan untuk outbound training beberapa divisi dari Casteel High.Yasmen yang sedari tadi menekuk wajah, menjawab Endy dengan anggukan. Harusnya, Yasmen memakai sepatu sneaker saja kalau begini. Bukannya memakai pantofel, dengan ujung hak yang kerap tersangkut dengan tanah basah seusai hujan tadi malam.“Ya pasti tahu, masa’ nggak tahu.”“Nggak cemburu?” Pandangan Endy mengarah pada Bira untuk sesaat. Mereka sudah menyusuri hampir seluruh venue dan sebentar lagi akan selesai. Setelahnya, Bira akan pergi dan menyisakan Yasmen dan Endy di tempat tersebut.Sebenarnya, tidak hanya mereka berdua saja. Nantinya akan ada seorang lagi dari Casteel yang akan mendampingi Yasmen.“Kenapa harus cemburu?” Yasmen bertanya balik. “Kan, aku kerja. Nggak ngelakuin hal yang aneh-
“Gimana hubunganmu dengan Byakta, Yas?” Bira berjalan bersisian dengan putrinya, menyusuri sebuah koridor. Sementara, Byakta, Endy, dan Ratna berjalan di depan mereka untuk berdiskusi. Karena jarak mereka cukup jauh, maka Bira memanfaatkan hal tersebut untuk bicara dengan Yasmen. “Baik,” jawabnya singkat.Bira berdecak. “Kalau jawabanmu cuma pendek begitu, artinya belum baik.” “Baiiiiiiiik,” ulang Yasmen memperpanjang ucapannya. “Nggak pendek lagi, kan?” Bira kembali berdecak. “Papi serius, Yas. Gimana hubunganmu dengan Byakta?” “Aku juga jawabnya serius, Pi,” balas Yasmen memandang punggung tegap Byakta yang berjalan di depannya. “Kami sudah baik-baik aja. Papi nggak usah khawatir.” “Sudah nggak ada pikiran cerai lagi? Atau, bagaimana?” Meskipun terkesan tenang, tapi Bira sebenarnya juga mengkhawatirkan nasib pernikahan putrinya. Sebagai seorang ayah, tentu saja Bira tidak ingin pernikahan putrinya berakhir. Bira dan sang istri, terus saja berdoa agar pernikahan putrinya akan l
“Capek?”Byakta menyodorkan sebotol air mineral, tepat di depan wajah Yasmen yang memerah karena sengatan matahari. Gadis itu pun mendongak sejenak untuk melihat Byakta, lalu meraih botol tersebut dengan cepat.“Kok, nggak bawain yang dingin.” Yasmen segera meneguk air mineral yang disodorkan oleh Byakta. Karena tutupnya sudah terbuka lebih dulu, maka Yasmen langsung saja meminumnya untuk melepas dahaga.Setelah merasa puas, Yasmen mengembalikan botol tersebut pada Byakta. “Harusnya aku bawa topi, atau payung sekalian.”Byakta tidak menjawab. Lantas, ia duduk di samping Yasmen kemudian meneguk air mineral yang baru saja diminum sang istri sampai habis.Yasmen menggigit bibir bawahnya, saat melihat Byakta menghabiskan sisa minumannya. Ini pertama kalinya, Yasmen melihat hal kecil yang membuat hatinya menghangat secara langsung.“Itu, kan, bekasku? Kok, diminum?”Byakta menoleh, sambil meremas botol mineral kosongnya. “Kenapa?” tanya Byakta sedikit bingung dengan pertanyaan Yasmen. “Aku
“Mas Qaiii.”Yasmen langsung menyergap lengan Qai dan bergelayut manja. Melupakan sejenak, kalau mereka saat ini masih berada di kantor.“Kita itu satu kantor, tapi kenapa nggak pernah ketemu!” lanjut Yasmen.“Sibuk, Yas.” Qai yang tengah menunggu lift, menatap Yasmen sebentar. Setelahnya, Qai menatap ke arah datangnya gadis itu. “Mas By lembur?”“Nggak tahu.”“Ya, ditanyalah, Yas,” ujar Qai lalu berdecak. “Itu suami kamu, apa bukan?”“Suami,” jawab Yasmen santai.Melihat gelagat Yasmen, Qai langsung merotasikan bola matanya. “Begini, kalau anak kecil sudah kebelet kawin. Makanya ayah waktu itu nggak setuju kamu nikah sama mas By.”“Eh, apa hubungannya,” sanggah Yasmen tidak ingin dipojokkan. Ia menarik tangannya, kemudian jalan lebih dulu memasuki lift yang baru saja terbuka.Qai menahan pintu lift, dan tidak masuk bersama Yasmen. Di sudut koridor, Qai melihat Byakta baru saja berbelok dan berjalan ke arahnya.“Baru keluar, Mas!” sapa Qai mempersilakan Byakta lebih dulu masuk ke dala
“Apa ini bersih?”Yasmen mencondongkan tubuh ke arah Byakta yang duduk di sebelahnya. Berbicara pelan, nyaris berbisik agar tidak ada seorang pun yang mendengar ucapannya barusanya. Mata Yasmen masih memandang semangkuk soto ayam yang baru saja tersaji di hadapannya, berikut dengan teh panasnya.“Kalau aku makan terus diare, gimana?” tambah Yasmen. “Kalau gini, kan, kena debu yang terbang-terbang, kan?”“Mau dimakan apa nggak?”Yasmen masih bertahan dengan posisi wajah yang berada di samping Byakta. “Dari baunya, sih, enak. Bikin perutku bunyi. Tapi, kalau aku diare gimana?” ulang Yasmen sekali lagi.“Kita ke rumah sakit kalau kamu diare.”“Mas By, ih!” Yasmen menjauh, tapi menyempatkan diri untuk memukul lengan Byakta. “Aku, kan, beneran nanyanya. Kalau tiba-tiba gitu, gima …”Yasmen melirik Byakta, dengan mulut yang masih terbuka. Tepat di depan bibirnya, sudah ada satu sendok nasi, dengan beberapa suir ayam di atasnya.“Aku nggak makan nasi kalau malam.”“Mau nggak?” Byakta masih m
“Mandilah duluan.”Byakta meletakkan tas kerjanya di sofa, kemudian duduk di samping benda persegi yang berisi laptop tersebut. Byakta mengeluarkan laptop, kemudian membuka dan menyalakannya.“Ada yang kerjaan yang harus aku cek sebentar.”Yasmen mengangguk dengan menggigit bibir bawahnya begitu kuat, sambil pergi ke kamar mandi. Jika saja Byakta tidak menggunakan pekerjaan sebagai alasan, Yasmen sebenarnya ingin membawa sang suami berada di dalam ruang yang sama dengannya.Namun, sudahlah.Kemajuan hubungan mereka malam ini, juga sudah cukup membuat hati Yasmen tidak karuan. Bisa-bisa, malam ini Yasmen tidak bisa tidur hanya karena teringat dengan sikap Byakta yang sudah berubah padanya. Setelah selesai membersihkan diri dan keluar dari kamar mandi, Yasmen tidak melihat Byakta ada di tempatnya semula. Hanya terlihat laptop yang tergeletak di sofa dan menyala. Yasmen yang masih mengenakan bathrobe itu, memutuskan untuk mengenakan pakaian terlebih dahulu.Saat Yasmen sudah memakai cel
Untuk pertama kalinya setelah menikah, akhirnya pagi ini Yasmen bisa mengalungkan dasi pada leher sang suami, dan menyimpulnya penuh cinta. Sebuah adegan, yang sedari kecil selalu Yasmen lihat setiap pagi, saat sang mami memasangkan dasi ke leher Bira. Hal itu akhirnya bisa Yasmen wujudkan, setelah melewati berapa kerikil yang menghadang di awal pernikahannya dengan Byakta.“Makan siang bareng?” tanya Byakta memecah lamunan Yasmen yang tengah membuat menjalin simpul pada dasinya.Yasmen mengangguk. “Boleh, tapi nanti sore jangan dikasih lembur, ya? Aku mau ke tempat ayah bentar, mau nengok Rara. Mau ikut?”Yasmen mendadak gusar, sekaligus gugup ketika melempar pertanyaan tersebut. Kemarin-kemarin, Yasmen tidak pernah memperhatikan ekspresi Byakta ketika bertemu wanita yang dikaguminya. Namun, mulai sekarang semua bisa terlihat jelas jika keduanya bertemu.Kira-kira, apakah Yasmen siap bila melihat tatapan Byakta tertuju penuh dengan rasa cinta kepada wanita itu?Sang Permaisuri yang b
Haluu Mba beb tersaiank … Saia langsung aja umumin daftar penerima koin GN untuk lima top fans pemberi gems terbanyak Imperfect Love : ArPi Kim : 1.000 koin GN + pulsa 200rb Mulya Purnama : 750 koin GN + pulsa 150 rb Elin land : 500 koin GN + pulsa 100 rb Miss Ziza Ziza S : 350 koin GN + pulsa 50 rb Ziza Ziz S : 200 koin Gn + pulsa 25 rb Untuk nama yang saia tulis di atas, bisa klaim koin GN dengan screenshoot ID dan kirim melalui DM Igeeh @kanietha_ . Jangan lupa follow saia duluuuh .... Saia tunggu konfirmasi sampai hari Minggu, 2 April 2023, ya, jadi, saia bisa setor datanya hari Senin ke pihak GN. Daaan, kiss banyak-banyak atas dukungan, juga atensinya untuk Bee and Hunny ~~ Kita ketemu lagi di GN, Insya Allah habis lebaran yaaa .... Kissseeess …..
Apa ini? Asisten nyonya besar keluarga Sagara tiba-tiba menelepon dan meminta Arista datang ke kediaman atasannya. Bukan di rumah jabatan yang ditempati saat ini, tetapi di rumah pribadi kediaman Sagara. Bahkan, Arista dijemput langsung oleh salah satu sopir keluarga tersebut. Arista seperti di sidang. Duduk seorang diri dan menghadapi empat orang yang mentapnya dalam diam. “Maaf, Bu Aida.” Daripada hanya didiamkan, Arista akhirnya membuka mulut. “Kenapa saya dipanggil ke sini? Apa ada masalah, atau butuh bantuan saya?” Tatapan Arista tertuju sekilas pada Bira yang duduk paling ujung, di samping Pras. Jangan-jangan, pertemuan kali ini adalah buntut dari pembicaraan Arista dan Bira malam itu. Jangan-jangan, semua ucapan yang dikatakan Bira saat itu bukan hanya gurauan belaka. Jangan-jangan … Semakin dipikirkan, Aristas semakin sakit kepala karena takut menebak-nebak jawabannya. “Saya minta maaf kalau harus minta kamu datang mendadak seperti sekarang.” Aida berujar dengan sikap ang
Arista mengerjap dengan mulut yang terbuka. Berdiri mematung pada celah pintu mobil yang sudah dibuka Vincent sebelumnya. Mendengar perkataan Bira dan wajah serius pria itu, Arista jadi tidak bisa mengeluarkan kata-kata. “Becanda, Ris.” Bira spontan tertawa saat melihat Arista membeku dengan wajah tegang. Wanita itu mungkin syok akibat mendengar ucapan Bira barusan. “Buruan masuk, aku sudah lapar.” “Ahh …” Mulut Arista ikut melempar tawa, garing. Ia mengangguk, kemudian masuk ke dalam mobil dan menggeser bokongnya ke sisi pintu yang lain, karena Bira jelas akan duduk di sebelahnya. “Jangan terlalu tegang,” kata Bira setelah menutup pintu. “Kerja sama aku memang harus serius, tapi santai aja.” “Iya, Mas.” Arista kembali tertawa, terkesan dipaksakan. “Lagian, masa’ buaya dipercaya.” Bira tertawa. “Eh, tapi aku serius masalah yang tadi. Aku memang lagi nyari istri, soalnya lagi pusing disuruh nikah terus sama nyonya besar.” Arista berdecak. “Cewek-cewek di Casteel High, kan, banyak
“Kenapa belum pulang?” Bira menatap layar komputer yang dipandang Arista. Wanita itu memandang situs web yang berisikan berbagai video, yang bisa diunggah oleh penggunanya di berbagai belahan dunia manapun asal memiliki akses internet.“Hujan deras, Mas,” kata Arista sembari mengangkat wajah, menatap Bira yang berdiri di sampingnya. Dari pria itu datang ke kantor di pagi hari, sampai pulang di sore hari, atau malam sekali pun ketika mereka lembur, wangi parfum Bira tetap setia menempel di tubuh pria itu. Intensitas wanginya tidak berubah sedikit pun. “Saya nggak bawa jas hujan.”“Terus kenapa belum pulang?” ulang Bira kembali mempertanyakan hal yang sama. “Kita nggak lembur, dan kamu sebenarnya bisa pulang duluan.”“Hujan deras, Mas.” Arista juga mengulang jawaban yang sama, dan mulai menahan kekesalannya.“Aku tahu sekarang hujan deras, tapi kenapa kamu belum pulang?” tanya Bira sekali lagi. “Pesan taksi, kek! Gajimu di sini lebih besar dari Firma Sagara, masa’ bayar taksi buat pulan
Pagi itu, Bira berhenti di depan meja sekretarisnya sebelum memasuki ruang kerja. Perangkat komputer di meja Arista tampak belum menyala, pun dengan kursi kerja yang masih rapi menempel rapat dengan sisi meja.Bira mengeluarkan ponsel. Melihat notifikasi yang masuk di dalamnya. Tidak ada nama Arista di sana. Itu berarti, wanita itu tidak memberi info sama sekali tentang ketidakhadirannya, atau mungkin keterlambatannya. Kalau begitu, biarlah Bira menunggu kabar dari wanita itu sembari melakukan pekerjaannya.Saat Bira baru membuka pintu, hawa sejuk pendingin udara langsung menerpa wajahnya dengan suhu seperti biasa. Itu artinya, sudah ada seseorang yang menyalakan pendingin ruangannya lebih dulu, dan itu pasti Arista.“Mas Bira!”Bira terkejut mendengar seruan yang dilontarkan dengan nada kesal padanya. Namun, entah mengapa seruan tersebut juga terdengar sedikit manja. Sedikit mengusik indra pendengarannya.“Arista? Kamu kenapa?”“Mas Bira pasti tahu kalau pak Lex sudah nikah sama bu
Bira berhenti melangkah di depan meja sekretaris barunya. Ia bersedekap, lalu menghela saat melihat paras manis itu memanyunkan bibirnya.“Pagi, Mas Bira.” Arista tidak mengerti, mengapa ia harus dipindahkan dari Firma Sagara ke Casteel High seperti sekarang. Sejak awal menginjakkan kaki di dunia kerja, Arista sudah berada di firma hukum tersebut dan semua karyawan yang ada di sana sudah seperti keluarga baginya.Namun, perintah tiba-tiba dari Pras membuatnya tidak bisa mengajukan protes. Memangnya, karyawan mana yang berani membantah titah seorang Pras? Arista mungkin masih bisa bernegosiasi bila Lex yang memberinya perintah. Akan tetapi, sayangnya orang tersebut adalah Pras.Pria arogan yang selalu saja bertindak sesuka hati.“Pagi.” Bira berdecak, karena Pras benar-benar mengganti sekretaris lamanya dengan Arista. Apapun alasan yang ada di balik itu, Bira harus tetap menutup mulut dan tidak boleh membocorkannya pada siapapun. Jika Arista bertanya, maka Bira cukup mengatakan semua i
“Rajaaa.” Hari masih terbilang masih pagi, tapi Yasmen mulai mengeluarkan “tanduknya” karena baru saja menginjak sebuah lego yang membuat telapak kakinya nyeri seketika. Padahal, Yasmen sudah berulang kali memberitahu putranya, agar selalu membereskan semua mainannya ketika sudah selesai bermain. Namun, berapa kali pun Yasmen berujar dan memberi perintah, hasilnya tetap saja sama. Setelah bermain, bocah yang sudah berusia lima tahun itu, langsung meninggalkan semua mainannya begitu saja. Alhasil, Susilah yang akan membersihkan semuanya seperti biasa dan Yasmen hanya bisa mengelus dada. Anehnya, Raja akan selalu bersikap patuh bila sudah berada di rumah Pras. Mana berani bocah itu menghambur mainannya yang ada di sana. Seusai bermain, Raja akan selalu membereskan semua barangnya pada tempatnya, walaupun dalam keadaan yang tidak sempurna. Ternyata, merawat dan mendidik anak tidak semudah bayangan Yasmen. Keinginan untuk memiliki banyak anak pun Yasmen urungkan seketika, karena itu sem
Ternyata, semua tidak seperti yang ada di bayangan Yasmen. Setelah sebulan tinggal di rumah Bira, akhirnya Yasmen mengerti bagaimana perasaan Byakta. Mungkin hampir sama seperti yang dirasakan Yasmen saat ini, ketika memutuskan tinggal di rumah Mario.Bukan … kedua mertua Yasmen bukanlah sosok mertua kebanyakan, yang ada di sinetron maupun novel-novel online yang bertebaran di jagat maya. Justru sebaliknya. Mario dan Miskah bahkan terlalu baik, hingga membuat Yasmen semakin merasa tidak nyaman berada di rumah tersebut. Ditambah, tidak adanya asisten rumah tangga di rumah Mario, membuat Yasmen yang terbiasa memerintah jadi semakin segan berada di rumah mertuanya.Tidak mungkin, kan, Yasmen menyuruh mertuanya untuk membuatkannya ini dan itu? Belum lagi, Yasmen mau tidak mau harus tahu menempatkan diri. Ia harus berusaha bangun lebih pagi, walaupun, semalam hanya tidur beberapa jam karena putranya yang terus meminta ASI. Dan masih banyak hal lain yang membuat Yasmen semakin tidak enak ha
Akhirnya, Yasmen bisa pulang dari rumah sakit dan langsung menuju ke rumah orang tuanya. Yasmen sudah menetapkan hati, untuk tidak menambah anak lagi. Ditambah dengan proses menyusui yang penuh dengan drama, semakin membuat Yasmen enggan untuk hamil, dan melahirkan di masa mendatang. “Apa itu, Bu?” Yasmen melihat Susi membawa sebuah nampan ketika memasuki kamarnya. “Sayur bening, tapi pake daun katuk,” jawab Susi meletakkan satu mangkok sayur di nakas. Setelahnya, ada sebuah piring yang sudah berisi nasi dan ayam goreng bagian dada dengan potongan besar di atasnya. Susi juga meletakkan segelas air putih, dan segelas susu. “Di suruh makan sama ibu. Pelan-pelan aja, yang penting dihabisin.” “Tapi aku sudah makan tadi di rumah sakit, Bu.” Yasmen melihat boks bayi yang letaknya tidak sampai satu meter dari tempat tidurnya. “Mbak Yasmen sekarang menyusui, jadi makannya harus banyak dan bergizi biar ASInya juga lancar,” terang Susi kemudian bergeser ke samping boks bayi untuk melihat bay