Untuk pertama kalinya setelah menikah, akhirnya pagi ini Yasmen bisa mengalungkan dasi pada leher sang suami, dan menyimpulnya penuh cinta. Sebuah adegan, yang sedari kecil selalu Yasmen lihat setiap pagi, saat sang mami memasangkan dasi ke leher Bira. Hal itu akhirnya bisa Yasmen wujudkan, setelah melewati berapa kerikil yang menghadang di awal pernikahannya dengan Byakta.“Makan siang bareng?” tanya Byakta memecah lamunan Yasmen yang tengah membuat menjalin simpul pada dasinya.Yasmen mengangguk. “Boleh, tapi nanti sore jangan dikasih lembur, ya? Aku mau ke tempat ayah bentar, mau nengok Rara. Mau ikut?”Yasmen mendadak gusar, sekaligus gugup ketika melempar pertanyaan tersebut. Kemarin-kemarin, Yasmen tidak pernah memperhatikan ekspresi Byakta ketika bertemu wanita yang dikaguminya. Namun, mulai sekarang semua bisa terlihat jelas jika keduanya bertemu.Kira-kira, apakah Yasmen siap bila melihat tatapan Byakta tertuju penuh dengan rasa cinta kepada wanita itu?Sang Permaisuri yang b
Untuk pertama kalinya lagi, Yasmen merasa senang ketika melihat Byakta kesal kepadanya. Yasmen juga tidak ingin berdebat, atau meminta ponsel yang kini masih berada di saku jas suaminya itu. Bukankah sudah terlihat jelas, bila Byakta mulai menaruh perasaan cemburu? Karena itulah, Byakta tidak ingin Yasmen berhubungan dengan duda beranak satu itu. “Hapeku.” Yasmen menengadahkan tangan di depan Byakta ketika mereka sudah berhenti di parkiran basement. Pagi ini, Yasmen memilih untuk pergi ke kantor bersama Byakta dengan mobil pria itu. “Nanti di atas.” Byakta menepuk tangan Yasmen, lalu membuka sabuk pengaman. Selama perjalanan ke kantor, ponsel Yasmen yang masih berada di dalam saku jasnya kembali berdering sebanyak dua kali. Byakta menduga, duda beranak satu itu kembali menghubungi Yasmen. Endy benar-benar … Yasmen menggeleng sambil menahan tawa. Jika cemburu seperti ini, sikap Byakta sungguh terlihat kekanakan. “Mas By, itu kayak anak kecil tahu, nggak.” Byakta membalik separuh
“Sudah dikembalikan?”Pesan tersebut, sudah Byakta kirimkan lima menit lalu kepada Yasmen. Namun, gadis itu masih belum membuka dan membacanya.“Kalau Endy nelpon lagi, nggak usah diangkat.”Belum juga pesan pertama berbalas, Byakta segera mengirimkan deretan kalimat selanjutnya. Setelah mendengar cerita Qai mengenai Endy, Byakta semakin yakin duda beranak satu itu bukanlah sosok yang baik. Mana ada pria baik-baik mengirimkan pakaian seksi pada istri orang lain. Andaipun hadiah, rasanya pemilihan gaun tersebut sangatlah tidak pantas untuk diberikan.Suara getaran ponsel yang baru saja diletakkan di meja, sontak membuat Byakta kembali mengangkatnya. Melihat nama Yasmen di layarnya, Byakta segera membuka balasan dari wanita itu.“Sudah dibawa kurir.”Napas Byakta terbuang sedikit lega setelah membacanya.“Mas Endy nggak nelpon, cuma chat doang.”Pesan kedua yang baru saja dibaca oleh Byakta, membuat mulutnya reflek berdecak. Daripada harus mengetikkan beberapa kalimat lagi, lalu mengiri
“Aku di bawah. Turunlah sebentar.” Kedua mata Yasmen membola lebar ketika membaca pop up notifikasi chat dari Endy. Sepuluh menit lagi jam makan siang akan tiba, dan Yasmen sudah membuat janji makan siang bersama Byakta. Namun, kenapa Endy justru berada di Casteel High dan ingin menemuinya. Tidak ingin membuat masalah karena hubungannya dengan Byakta mulai membaik, akhirnya Yasmen memutuskan untuk menemui Endy lebih dulu. Meminta pria itu pergi, lalu Yasmen kembali ke atas untuk pergi makan siang dengan Byakta. Kemudian, Yasmen beralasan pada Ratna ingin pergi ke kamar kecil karena sakit perut. Dengan tergesa, Yasmen pergi ke bawah dan langsung menghampiri Endy yang tengah duduk santai pada sofa lobi. Tatapan Yasmen terhenti pada kotak berwarna merah, yang pagi tadi sudah ia kembalikan ke kantor pria itu. “Mas! Kok, dibawa ke sini lagi?” Yasmen segera duduk di sofa yang bersebelahan dengan Endy. “Kan, udah aku balikin.” “Kenapa di balikin?” Endy menyodorkan hadiah yang memang sen
“Aku mau pulang.” Yasmen mengembalikan ponselnya ke dalam tas, setelah membaca sebuah pesan dari Byakta. Beranjak cepat menghampiri boks bayi, lalu mengusap pipi Rara yang semakin terlihat gembul dengan perlahan. “Hm, pulanglah,” usir Mai sudah terlihat sangat mengantuk. “Aku mau tidur.” Sebelum membalik tubuhnya, Yasmen menatap Mai yang baru duduk di tepi ranjang dengan perlahan. Tubuh wanita itu semakin berisi, tapi paras cantik dengan guratan wajah tegas nan galak masih saja terpancar di sana. Belum lagi, ketika Yasmen mengingat betapa banyak kelebihan yang ada pada diri Mai. Dari otaknya yang pintar, keahlian Mai dalam memasak, karir yang cukup cemerlang, dan masih ada beberapa hal lain yang semakin menunjang kesempurnaan wanita itu sebagai Permaisuri. Pras benar-benar tidak salah memilih nama, karena kakak sepupunya memang sangat pantas untuk menyandangnya. “Mbak, kamu sama mas Raj itu … kemarin sempat pacaran nggak sih? Kalau nggak salah, awalnya dari blind date, kan?” Mai
Yasmen tidak meneruskan langkahnya, saat mendengar suara pagar yang baru saja terbuka. Ia menoleh sebentar, dan melihat mobil Byakta memasuki pekarangan rumah dengan perlahan. Untuk itu, Yasmen hanya berdiam diri di teras rumah, dan menunggu Byakta keluar dari mobil lalu menghampirinya.“Baru sampai juga?” tanya Byakta yang baru saja menginjakkan kaki di teras rumah. Ia menghampiri Yasmen, lalu berhenti di depan Yasmen yang tidak bergerak sedikit pun.“Aku sudah telpon mas Nando,” ujar Yasmen lalu meraih lengan Byakta dan memeluknya. Sambil berjalan memasuki rumah, Yasmen kembali berceloteh dengan perasaan bahagia. “Masalah hotel aman.”“Cepat banget.”“Takutnya penuh orang staycation kalau weekend.”Byakta tidak melanjutkan langkahnya ketika berada di ujung tangga. “Kamu sudah makan?”Yasmen mengangguk-angguk dan semakin mengeratkan pelukannya pada lengan Byakta. “Mas By, sudah makan apa belum?”“Cuma minum kopi,” jawab Byakta menatap lekat pada wajah cantik yang sudah kembali terli
“Kamu sadar, kan, kalau statusku di Casteel High cuma karyawan?”Begitu Byakta melangkahkan kaki memasuki sebuah pusat perbelanjaan, rasa rendah diri yang selama ini tersimpan dalam hati mencuat kembali. Bagi orang-orang seperti Byakta, gaji yang diterimanya sebagai seorang direktur di perusahaan ternama, nominalnya sudah lebih dari kata cukup. Namun, ketika Byakta menoleh pada Yasmen yang berada di sebelahnya, jumlah yang didapatnya setiap bulan mungkin tidak seberapa bagi gadis itu.Yasmen mengangguk, tapi belum mengerti ke mana arah pembicaraan Byakta. “Kenapa memangnya?”“Aku bukan pemegang saham, apalagi yang punya perusahaan.”Yasmen yang tetap setia bergelayut pada lengan Byakta akhirnya mendongak. “Mas By mau ngomong apa, sih?”“Aku nggak akan beliin kamu tas, atau barang apapun dengan harga ratusan juga.” Akhirnya Byakta mengutarakan isi kepalanya. “Lebih baik, uangnya dipake untuk kebutuhan rumah, ditabung, atau investasi buat masa depan.”Yasmen kembali mengingat nasihat Bi
Setelah selesai menghabiskan makan malamnya, Yasmen langsung menyandarkan tubuh pada Byakta yang berada di sebelahnya. Pria itu sudah selesai lebih dulu, dan tengah sibuk sendiri dengan ponselnya.“Ngapain?” tanya Yasmen melihat layar ponsel Byakta yang ada di depannya. Tadinya, Yasmen mengira Byakta tengah bermain game online seperti pria kebanyakan. Namun, dugaan Yasmen ternyata salah. Suaminya itu, tengah melihat berbagai macam denah rumah di layar ponselnya. “Mau renov rumah?”Byakta merentangkan tangannya agar Yasmen bisa lebih nyaman bersandar di tubuhnya. Karena tempat yang mereka pesan merupakan private room, jadi keduanya bisa dengan bebas melakukan hal yang lumayan intim.“Bukan.”“Terus?”“Aku punya rencana bangun kos-kosan,” jawab Byakta yang pelan-pelan mulai terbuka pada Yasmen.“Kos-kosan?” ulang Yasmen kemudian memikirkan beberapa hal. “Kosan cewek apa cowok?”“Cewek aja.” Tatapan Byakta beralih pada Yasmen. Bibir gadis itu langsung mengerucut, dan memicing pada Byakta
Haluu Mba beb tersaiank … Saia langsung aja umumin daftar penerima koin GN untuk lima top fans pemberi gems terbanyak Imperfect Love : ArPi Kim : 1.000 koin GN + pulsa 200rb Mulya Purnama : 750 koin GN + pulsa 150 rb Elin land : 500 koin GN + pulsa 100 rb Miss Ziza Ziza S : 350 koin GN + pulsa 50 rb Ziza Ziz S : 200 koin Gn + pulsa 25 rb Untuk nama yang saia tulis di atas, bisa klaim koin GN dengan screenshoot ID dan kirim melalui DM Igeeh @kanietha_ . Jangan lupa follow saia duluuuh .... Saia tunggu konfirmasi sampai hari Minggu, 2 April 2023, ya, jadi, saia bisa setor datanya hari Senin ke pihak GN. Daaan, kiss banyak-banyak atas dukungan, juga atensinya untuk Bee and Hunny ~~ Kita ketemu lagi di GN, Insya Allah habis lebaran yaaa .... Kissseeess …..
Apa ini? Asisten nyonya besar keluarga Sagara tiba-tiba menelepon dan meminta Arista datang ke kediaman atasannya. Bukan di rumah jabatan yang ditempati saat ini, tetapi di rumah pribadi kediaman Sagara. Bahkan, Arista dijemput langsung oleh salah satu sopir keluarga tersebut. Arista seperti di sidang. Duduk seorang diri dan menghadapi empat orang yang mentapnya dalam diam. “Maaf, Bu Aida.” Daripada hanya didiamkan, Arista akhirnya membuka mulut. “Kenapa saya dipanggil ke sini? Apa ada masalah, atau butuh bantuan saya?” Tatapan Arista tertuju sekilas pada Bira yang duduk paling ujung, di samping Pras. Jangan-jangan, pertemuan kali ini adalah buntut dari pembicaraan Arista dan Bira malam itu. Jangan-jangan, semua ucapan yang dikatakan Bira saat itu bukan hanya gurauan belaka. Jangan-jangan … Semakin dipikirkan, Aristas semakin sakit kepala karena takut menebak-nebak jawabannya. “Saya minta maaf kalau harus minta kamu datang mendadak seperti sekarang.” Aida berujar dengan sikap ang
Arista mengerjap dengan mulut yang terbuka. Berdiri mematung pada celah pintu mobil yang sudah dibuka Vincent sebelumnya. Mendengar perkataan Bira dan wajah serius pria itu, Arista jadi tidak bisa mengeluarkan kata-kata. “Becanda, Ris.” Bira spontan tertawa saat melihat Arista membeku dengan wajah tegang. Wanita itu mungkin syok akibat mendengar ucapan Bira barusan. “Buruan masuk, aku sudah lapar.” “Ahh …” Mulut Arista ikut melempar tawa, garing. Ia mengangguk, kemudian masuk ke dalam mobil dan menggeser bokongnya ke sisi pintu yang lain, karena Bira jelas akan duduk di sebelahnya. “Jangan terlalu tegang,” kata Bira setelah menutup pintu. “Kerja sama aku memang harus serius, tapi santai aja.” “Iya, Mas.” Arista kembali tertawa, terkesan dipaksakan. “Lagian, masa’ buaya dipercaya.” Bira tertawa. “Eh, tapi aku serius masalah yang tadi. Aku memang lagi nyari istri, soalnya lagi pusing disuruh nikah terus sama nyonya besar.” Arista berdecak. “Cewek-cewek di Casteel High, kan, banyak
“Kenapa belum pulang?” Bira menatap layar komputer yang dipandang Arista. Wanita itu memandang situs web yang berisikan berbagai video, yang bisa diunggah oleh penggunanya di berbagai belahan dunia manapun asal memiliki akses internet.“Hujan deras, Mas,” kata Arista sembari mengangkat wajah, menatap Bira yang berdiri di sampingnya. Dari pria itu datang ke kantor di pagi hari, sampai pulang di sore hari, atau malam sekali pun ketika mereka lembur, wangi parfum Bira tetap setia menempel di tubuh pria itu. Intensitas wanginya tidak berubah sedikit pun. “Saya nggak bawa jas hujan.”“Terus kenapa belum pulang?” ulang Bira kembali mempertanyakan hal yang sama. “Kita nggak lembur, dan kamu sebenarnya bisa pulang duluan.”“Hujan deras, Mas.” Arista juga mengulang jawaban yang sama, dan mulai menahan kekesalannya.“Aku tahu sekarang hujan deras, tapi kenapa kamu belum pulang?” tanya Bira sekali lagi. “Pesan taksi, kek! Gajimu di sini lebih besar dari Firma Sagara, masa’ bayar taksi buat pulan
Pagi itu, Bira berhenti di depan meja sekretarisnya sebelum memasuki ruang kerja. Perangkat komputer di meja Arista tampak belum menyala, pun dengan kursi kerja yang masih rapi menempel rapat dengan sisi meja.Bira mengeluarkan ponsel. Melihat notifikasi yang masuk di dalamnya. Tidak ada nama Arista di sana. Itu berarti, wanita itu tidak memberi info sama sekali tentang ketidakhadirannya, atau mungkin keterlambatannya. Kalau begitu, biarlah Bira menunggu kabar dari wanita itu sembari melakukan pekerjaannya.Saat Bira baru membuka pintu, hawa sejuk pendingin udara langsung menerpa wajahnya dengan suhu seperti biasa. Itu artinya, sudah ada seseorang yang menyalakan pendingin ruangannya lebih dulu, dan itu pasti Arista.“Mas Bira!”Bira terkejut mendengar seruan yang dilontarkan dengan nada kesal padanya. Namun, entah mengapa seruan tersebut juga terdengar sedikit manja. Sedikit mengusik indra pendengarannya.“Arista? Kamu kenapa?”“Mas Bira pasti tahu kalau pak Lex sudah nikah sama bu
Bira berhenti melangkah di depan meja sekretaris barunya. Ia bersedekap, lalu menghela saat melihat paras manis itu memanyunkan bibirnya.“Pagi, Mas Bira.” Arista tidak mengerti, mengapa ia harus dipindahkan dari Firma Sagara ke Casteel High seperti sekarang. Sejak awal menginjakkan kaki di dunia kerja, Arista sudah berada di firma hukum tersebut dan semua karyawan yang ada di sana sudah seperti keluarga baginya.Namun, perintah tiba-tiba dari Pras membuatnya tidak bisa mengajukan protes. Memangnya, karyawan mana yang berani membantah titah seorang Pras? Arista mungkin masih bisa bernegosiasi bila Lex yang memberinya perintah. Akan tetapi, sayangnya orang tersebut adalah Pras.Pria arogan yang selalu saja bertindak sesuka hati.“Pagi.” Bira berdecak, karena Pras benar-benar mengganti sekretaris lamanya dengan Arista. Apapun alasan yang ada di balik itu, Bira harus tetap menutup mulut dan tidak boleh membocorkannya pada siapapun. Jika Arista bertanya, maka Bira cukup mengatakan semua i
“Rajaaa.” Hari masih terbilang masih pagi, tapi Yasmen mulai mengeluarkan “tanduknya” karena baru saja menginjak sebuah lego yang membuat telapak kakinya nyeri seketika. Padahal, Yasmen sudah berulang kali memberitahu putranya, agar selalu membereskan semua mainannya ketika sudah selesai bermain. Namun, berapa kali pun Yasmen berujar dan memberi perintah, hasilnya tetap saja sama. Setelah bermain, bocah yang sudah berusia lima tahun itu, langsung meninggalkan semua mainannya begitu saja. Alhasil, Susilah yang akan membersihkan semuanya seperti biasa dan Yasmen hanya bisa mengelus dada. Anehnya, Raja akan selalu bersikap patuh bila sudah berada di rumah Pras. Mana berani bocah itu menghambur mainannya yang ada di sana. Seusai bermain, Raja akan selalu membereskan semua barangnya pada tempatnya, walaupun dalam keadaan yang tidak sempurna. Ternyata, merawat dan mendidik anak tidak semudah bayangan Yasmen. Keinginan untuk memiliki banyak anak pun Yasmen urungkan seketika, karena itu sem
Ternyata, semua tidak seperti yang ada di bayangan Yasmen. Setelah sebulan tinggal di rumah Bira, akhirnya Yasmen mengerti bagaimana perasaan Byakta. Mungkin hampir sama seperti yang dirasakan Yasmen saat ini, ketika memutuskan tinggal di rumah Mario.Bukan … kedua mertua Yasmen bukanlah sosok mertua kebanyakan, yang ada di sinetron maupun novel-novel online yang bertebaran di jagat maya. Justru sebaliknya. Mario dan Miskah bahkan terlalu baik, hingga membuat Yasmen semakin merasa tidak nyaman berada di rumah tersebut. Ditambah, tidak adanya asisten rumah tangga di rumah Mario, membuat Yasmen yang terbiasa memerintah jadi semakin segan berada di rumah mertuanya.Tidak mungkin, kan, Yasmen menyuruh mertuanya untuk membuatkannya ini dan itu? Belum lagi, Yasmen mau tidak mau harus tahu menempatkan diri. Ia harus berusaha bangun lebih pagi, walaupun, semalam hanya tidur beberapa jam karena putranya yang terus meminta ASI. Dan masih banyak hal lain yang membuat Yasmen semakin tidak enak ha
Akhirnya, Yasmen bisa pulang dari rumah sakit dan langsung menuju ke rumah orang tuanya. Yasmen sudah menetapkan hati, untuk tidak menambah anak lagi. Ditambah dengan proses menyusui yang penuh dengan drama, semakin membuat Yasmen enggan untuk hamil, dan melahirkan di masa mendatang. “Apa itu, Bu?” Yasmen melihat Susi membawa sebuah nampan ketika memasuki kamarnya. “Sayur bening, tapi pake daun katuk,” jawab Susi meletakkan satu mangkok sayur di nakas. Setelahnya, ada sebuah piring yang sudah berisi nasi dan ayam goreng bagian dada dengan potongan besar di atasnya. Susi juga meletakkan segelas air putih, dan segelas susu. “Di suruh makan sama ibu. Pelan-pelan aja, yang penting dihabisin.” “Tapi aku sudah makan tadi di rumah sakit, Bu.” Yasmen melihat boks bayi yang letaknya tidak sampai satu meter dari tempat tidurnya. “Mbak Yasmen sekarang menyusui, jadi makannya harus banyak dan bergizi biar ASInya juga lancar,” terang Susi kemudian bergeser ke samping boks bayi untuk melihat bay